• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi dan Potensi Wilayah

Kabupaten Sumenep terletak diantara 1130 32’ 54” BT-1160 16’ 48” BT dan diantara 40 55’ LS-70 24’ LS dengan batas-batas wilayah sebelah Utara adalah Laut Jawa, sebelah Timur merupakan Laut Jawa dan Laut Flores, untuk sebelah Selatan adalah Selat Madura dan bagian sebelah Barat merupakan Kabupaten Pamekasan. Secara Geografis Kabupaten Sumenep terbagi atas dua, yaitu : (1) Bagian daratan memiliki luas sebesar 1 146.93 km2 (54.79 persen) yang terbagi atas 17 Kecamatan dan satu pulau berada di Kecamatan Dungkek, (2) Bagian kepulauan dengan luas 946.53 km2 (45.21 persen) yang meliputi 126 buah pulau, 48 pulau berpenghuni dan 78 pulau tidak berpenghuni. Pulau paling utara adalah pulau Karamian dan pulau paling timur adalah Pulau Sakala yang termasuk wilayah Kecamatan Sapeken (DKP Kabupaten Sumenep, 2012).

Wilayah Kabupaten Sumenep termasuk kedalam kondisi iklim tipe iklim kering dengan rata-rata curah hujan per tahunnya sebesar 6.1 mm. Curah hujan terendah biasanya terjadi pada bulan Agustus sebesar 1 mm dan curah hujan tertinggi berlangsung pada bulan Desember sebesar 11.7 mm. Temperatur Sumenep pada tahun 2010 tertinggi di bulan April (34.4 0 C) dan terendah bulan Juni (23.60 C) dengan kelembaban berkisar antar 61-98 persen. Tekanan udara tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 1 014.8 milibar dan terendah di bulan Desember 1 005.7 milibar.

Kabupaten Sumenep merupakan salah satu sentra usaha garam dan menjadi pusat produksi garam yang dimiliki oleh PT Garam (Persero). Jumlah produksi garam yang dihasilkan oleh petani garam rakyat sebesar 217 880 ton pada tahun 2012 sedangkan PT. Garam (Persero) sebesar 150 885 ton. Rata-rata produksi petani garam rakyat sebesar 102 ton/ha. Tambak garam yang ada di wilayah Kabupaten Sumenep secara status kepemilikan dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu milik masyarakat dan milik PT Garam (Persero). Luas lahan tambak yang ada di wilayah Kabupaten Sumenep berdasarkan kepemilikkan disajikan pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4 Luas lahan tambak berdasarkan kepemilikkan No. Kepemilikan lahan Luas (ha) 1 Luas lahan Kabupaten Sumenep 5 468

2 Luas lahan rakyat 2 068

3 Luas lahan PT.Garam (Persero) 3 400

Tabel diatas menunjukkan bahwa luas lahan garam yang dimiliki oleh PT. Garam (Persero) mendominasi luas lahan garam yang berada di Kabupaten Sumenep yaitu sebesar 3 400 Ha, sedangkan lahan yang dimiliki oleh rakyat hanya sebesar 2 068 Ha. Lahan tambak garam yang dimiliki oleh PT Garam (Persero) merupakan peninggalan dari pemerintahan Belanda. Secara administrasi, wilayah Kabupaten Sumenep dibagi menjadi 27 Kecamatan, 328 Desa dan 4 Kelurahan. Dari 27 Kecamatan yang dimiliki, terdapat 12 Kecamatan (40 persen) yang merupakan wilayah penghasil garam yaitu Kangayan, Bluto, Saronggi, Giligenting, Talango, Kalianget, Kota Sumenep, Gapura, Dungkek, Raas, Sapeken dan Arjasa.

Pelaku Industri Garam

Pelaku industri usaha garam adalah pihak-pihak yang berkecimpung dalam usaha garam. Beberapa pelaku industri usaha garam yang ada di Kabupaten Sumenep, yaitu petani garam, pengumpul (tengkulak), koperasi, industri kecil (UD. Rima Jaya) dan besar dalam pengolahan garam (PT Garam (Persero), PT Budiono Bangun Persada, PT Garindo Sejahtera Abadi dan PT Susanti Megah). PT Garam (Persero) dan PT Susanti Megah memiliki kantor pusat di kota Surabaya, untuk gudang dan produksi yang dimiliki PT Garam (Persero) berada di Kecamatan Kalianget-Kabupaten Sumenep. Sedangkan PT Budiono dan PT Garindo memiliki pabrik pengolahan di Kabupaten Pamekasan dan gudang untuk penyimpanan garam krosok di Kabupaten Sumenep. Namun dalam penelitian ini, pelaku industri garam yang dijadikan responden adalah petani, pedagang pengumpul, koperasi dan PT Garam (Persero).

Petani Garam

Petani garam adalah individu atau kelompok individu yang memiliki kegiatan dalam kepengusahaan garam. Jumlah petani garam yang di Kabupaten Sumenep adalah sebanyak 3 550 orang petani garam (DKP Kabupaten Sumenep, 2012). Pada umumnya (70 persen) luasan lahan garam yang dikelola oleh petani garam berkisar antara 0.5-3 Ha (Rachman dan Imran, 2011) dan dalam kepengusahaannya terdapat 4 jenis status petani garam yaitu :

1. Pemilik lahan, adalah orang yang memiliki lahan tambak garam tetapi tidak mengerjakan sendiri melainkan dikerjakan oleh orang lain dengan sistem bagi hasil. Pemilik lahan biasanya merupakan tokoh masyarakat atau orang yang terpandang, dan biasanya merangkap sebagai pedagang pengumpul.

2. Pemilik merangkap sebagai penggarap, adalah orang yang memiliki lahan tambak garam dan mengolah/penggarap lahannya sendiri. Untuk saat ini, jumlah pemilik yang sekaligus sabagai penggarap semakin berkurang.

3. Pemilik lahan dengan sistem sewa, adalah orang yang menyewa lahan tambak PT Garam (Persero), namun dalam menggarapnya dilakukan oleh orang lain dengan sistem bagi hasil. Biasaya orang yang menyewa ini merupakan bekas pemilik lahan tambak yang telah di beli PT Garam (Persero).

4. Penggarap sistem bagi hasil, adalah orang yang menggarap lahan tambak garam yang dimiliki oleh pihak lain dengan sistem bagi hasil.

Profil responden petani garam dilihat dari beberapa aspek yaitu, umur petani, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jarak lahan garam dan pengalaman petani dalam usaha garam (Tabel 5). Salah satu faktor indikator mengenai kemampuan fisik seseorang adalah faktor umur. Usaha garam adalah salah satu usaha yang membutuhkan energi fisik yang besar, terutama pada tahap persiapan lahan tambak. Tabel 5 di bawah menunjukkan bahwa kelompok umur responden petani garam sebagian besar yaitu berkisar antara 30-50 tahun sebesar 63.33 persen. Jika dilihat dari tingkat umur petani responden, dapat dikatakan bahwa petani garam tergolong kedalam usia yang produktif. Golongan umur yang produktif dapat dikatakan sebagai umur yang sangat potensial untuk melakukan kegiatan usaha dan dalam menerima inovasi baru (Azizi et al, 2011).

Tingkat pendidikan merupakan suatu indikator seseorang dalam melakukan suatu tindakan dan juga merupakan suatu investasi yang dianggap dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian seseorang dalam melakukan suatu pekerjaannya. Pendidikan memiliki peranan dalam mempermudah pembangunan, hal ini dikarenakan pendidikan dapat memberikan pengenalan kepada petani mengenai pengetahuan, keahlian dan keterampilan dalam berusahatani sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi produktivitas usahanya (Mosher dalam Sirajuddin, 2010). Pada tingkat pendidikan biasanya dilihat melalui pendidikan formal yang telah diikuti oleh seseorang, sebanyak 46.67 persen responden mengenyam pendidikan antara SMP-SMA. Sedangkan pengalaman petani dalam berusaha garam sebagian besar responden memiliki pengalaman usaha antara 10-30 tahun sebesar 50 persen. Pengalaman dalam suatu usaha merupakan salah satu modal dalam menjalankan usaha tersebut, begitupun dalam usaha garam. Hal ini, menunjukkan bahwa pengalaman responden akan usaha garam cukup baik dan hal inipun tidak terlepas dari pengaruh keluarga yang telah melibatkan responden sejak dini didalam kegiatan usaha garam tersebut.

Tabel 5 Profil responden petani garam Kabupaten Sumenep

Uraian Jumlah (orang) Persentase (%) Uraian Jumlah (orang) Persentase (%) 1.Umur Responden 4. Jumlah Anggota Keluarga a. > 30 th 2 6.67 a. > 3 orang 1 3.33 b.30-50 th 19 63.33 b. 3-5 orang 25 83.34 c. < 50 th 9 30.00 c. < 5 orang 4 13.33

2.Tingkat Pendidikan 5. Jarak Lahan Garam

a. > SMP 10 33.33 a. < 1km 7 23.33 b. SMP-SMA 14 46.67 b. 1 km 10 33.44 c.< SMA 6 20.00 c. > 1 km 13 43.33 3. Pengalaman a. < 10 th 13 43.33 b. 10-30 th 15 50.00 c. > 30 th 2 6.67

Besar kecilnya jumlah anggota keluarga menunjukkan berapa besar tanggungan atau biaya yang dikeluarkan oleh kepala keluarga, jumlah anggota

keluarga sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Namun di sisi lain banyaknya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh positif terhadap suatu usaha karena dianggap akan mengurangi biaya tenaga kerja. Jumlah anggota keluarga petani garam di Kabupaten Sumenep sebagai besar berjumlah antara 3-5 orang yaitu sebesar 83.34 persen. Untuk jarak antara lahan garam dengan tempat tinggal responden sebagian besar lebih dari 1 km yaitu sebesar 43.33 persen, Responden yang memiliki lahan jauh dari tempat tinggal, biasanya membangun rumah sementara yang digunakan pada masa musim garam tiba.

PT. Garam (Persero)

PT Garam (Persero) adalah satu badan usaha miliki negara yang didirikan sejak masa penjajahan Belanda (VOC) dengan status Pachstelsel. Sejak berdirinya PT Garam (Persero) sampai dengan saat ini telah mengalami beberapa perubahan, pada tahun 1921 perusahaan memiliki status adalah jawaban Regie Garam, dan pada tahun 1941 berubah menjadi Jawatan Regie Garam dan Candu. Masa-masa tersebut keberadaan perusahaan merupakan salah satu usaha yang paling strategi bagi kepentingan Belanda di Indonesia, pada kurun waktu tahun 1949-1952 setelah berubah menjadi PN Garam, perdagangan garam di Indonesia masih bersifat monopoli kemudian mulai diberlakukannya perdagangan bebas.

Pada tanggal 5 Desember 1981, status perusahaan merubah menjadi Perum Garam yang mana dalam operasional berorientasi pada laba dan sosial. Perubahan status menjadi PT Garam (Persero) terjadi pada tanggal 11 Februari 1991 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1991. Maksud dan tujuan dibentuknya PT Garam (Persero) adalah untuk menyelenggarakan5 : a) usaha industri garam beserta angkutannya; b) pembinaan usaha pegaraman rakyat; c) pengendalian stok dan stabilisasi harga garam secara nasional. Tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang No. 19 tentang BUMN, maksud dan tujuan pendirian persero berubah kembali menjadi, yaitu a) menyediakan barang/jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan b) mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Koperasi Astagina

Koperasi Astagina adalah koperasi yang masih aktif dalam penjualan garam di Kabupaten Sumenep, koperasi ini dibentuk pada tahun 2004 oleh asosiasi petani garam “PERRAS” (Paguyuban Petani Garam Sumenep). Koperasi yang bekerjasama dengan koperasi PT Garam (Persero) ini, memiliki jumlah pengurus sebanyak 12 orang, koperasi Astagina ini dapat dikatakan sebagai perpanjangtangan dari PT Garam (Persero). Berikut merupakan gambar struktur kepengurusan koperasi Astagina.

5

Gambar 4 Struktur kepengurusan Koperasi ASTAGINA

Jumlah anggota yang tergabung sebanyak 30 orang terdiri dari petani garam dan pengepul, untuk keanggotaannya diwajibkan membayar iuran per bulan sebesar Rp30 000. Ketidakdisiplinan para anggotanya menyebabkan pembayaran iuran tidak berjalan mulus. Meskipun petani garam merupakan anggota koperasi, namun sebagian besar penjualannya tetap melalui pedagang pengumpul. Bila petani menjual langsung kepada koperasi, harga yang berlaku tetap harga di tingkap pengumpul.

Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul adalah individu yang memiliki kegiatan usaha dalam mengumpulkan suatu hasil produksi baik pertanian maupun perikanan yang dalam hal ini adalah garam, kemudian menjual hasil-hasil garam tersebut kepada badan usaha industri kecil/besar untuk mengolah garam tersebut. Pedagang pengumpul yang terdapat di Kabupaten Sumenep, sebagian besar berasal dari Kecamatan Kalianget. Kalianget merupakan tempat pertama kalinya garam dihasilkan, sehingga banyak petani dan pedagang pengumpul yang berasal dari daerah tersebut dan tersebar di seluruh wilayah Madura. Hingga saat ini, keberadaan pedagang pengumpul sangat dibutuhkan oleh para petani garam. Pedagang pengumpul sangat aktif dalam mencari dan menjual hasil garam petani.

Analisis Kondisi Usaha Garam

Untuk mengetahui kondisi usaha garam di Kabupaten Sumenep, terdapat 4 (empat) aspek yang dianggap mempengaruhinya. Keempat aspek tersebut adalah Aspek teknis, aspek sumberdaya manusia, aspek pemasaran dan aspek finansial (keuangan).

Aspek Teknis

Aspek teknis memiliki peranan penting dan merupakan faktor penentu dalam menghasilkan suatu produk. Berdasarkan hasil di lapang menunjukkan

bahwa sebagian besar petani bahkan hampir semua petani masih menggunakan tehnologi dan peralatan yang masih sederhana dalam proses pengolahan garam.

Pada dasarnya alat utama yang digunakan dalam proses pembuatan garam hanya 3, yaitu :

1. Kincir angin

2. Pompa (hanya beberapa saja petani yang menggunakannya) 3. BE (alat pengukuran salinitas air)

Sedangkan beberapa alat pendukung yang digunakan dalam pemanenan garam, yaitu :

1. Slender (alat yang digunakan untuk meratakan lahan tambak garam) 2. Sorkot (alat yang digunakam untuk menarik kristal garam)

3. Pencacah (alat yang digunakan untuk meracak garam agar tidak padat)

4. Sedong (alat yang digunakan untuk mengeruk garam untuk dimasukkan kedalam karung)

Keterbatasan tehnologi sangat memberikan pengaruh tidak hanya terhadap produktivitas, melainkan kualitas juga. Garam yang dihasilkan oleh petani masih berupa garam krosok, sehingga masih harus diolah. Kualitas garam yang dihasilkan adalah kualitas 1, kualitas 2 dan kualitas 3 serta hanya sebagian kecil daerah di Kabupaten Sumenep yang menghasilkan garam premium. Namun hal inipun, bukan dikarenakan penggunaan tehnologi melainkan daerah tersebut mendapatkan bahan baku air laut yang baik dan kondisi lahan tambak dengan pasir putih. Beberapa faktor penyebab keterbatasan ini adalah kurangnya modal yang dimiliki petani, terbatasnya informasi mengenai tehnologi, rendahnya sumberdaya manusia dan kurangnya inovasi dalam proses produksi.

Secara umum, lahan tambak di Kabupaten Sumenep dalam 1 Ha luas tambak dibagi menjadi 10-12 petakan yang terdiri dari 1 petak bosem (penampung air muda yaitu air laut), 7-9 petak peminihan (pemekatan air laut muda menjadi air tua) dan 1-2 petak meja garam. Ukuran dalam tiap 1 (satu) petakan garam rata-rata sekitar 18 x 45 m. Sebelum dilakukannya proses pembuatan garam, hal pertama yang dilakukan adalah proses persiapan lahan tambak garam yang membutuhkan waktu sekitar 7-14 hari. Dalam proses persiapan ini, lahan tambak yang akan digunakan dibersihkan, dikeringkan dan dipadatkan agar pada tahap proses penggaram, tanah dan kotoran dapat semaksimal mungkin tidak terangkat pada proses panen. Kemudian perbaikan saluran air laut dan tanggul-tanggul air, agar aliran air lancar. Gambar lahan petakan garam rakyat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Petakan lahan garam rakyat

Proses persiapan lahan tambak hingga panen diperlukan waktu sekitar 1 bulan, tahap awal pembuatan garam rakyat dimulai dengan menampung air laut ke tempat penampungan air laut yang dikenal dengan istilah bozeem. Bozeem ini berfungsi selain sebagai penampung, juga tempat untuk mengendapkan berupa kotoran fisik dari air laut. Biasanya alat yang digunakan untuk menarik air laut ke bozeem dengan menggunakan pompa atau kincir angin, namun sebagian besar petani garam di Kabupaten Sumenep masih menggunakan kincir angin, pompa air digunakan ketika tidak ada angin yang cukup. Ukuran kepekatan air laut sekitar 3.5º Be (3.5 derajat bumi). Setelah kepekatan air dalam bozeem mencapai 5-10º Be, kemudian air dialirkan melalui saluran ke areal penguapan atau yang dikenal dengan peminihan. Pada saat kepekatan air laut mencapai ± 15º Be, dialirkan ke dalam areal penampungan air tua untuk dipersiapkan masuk ke dalam meja garam. Ketika air sudah mencapai kepekatan sekitar 20-25º Be, maka air tua masuk ke dalam areal kristalisasi dan siap untuk menjadi garam kristal yang siap panen. Alur proses pembuatan garam tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6 Proses produksi garam rakyat

Air Laut Air laut ditampung

dan diendapkan

Penguapan air laut untuk menjadi air

tua

Air tua ditampung dan diuapkan Kristalisasi garam

Pada proses pembuatan garam dikenal 2 (dua) macam pembuatan yaitu sistem Portugis dan sistem Maduris. (1) Sistem Portugis, yaitu pungutan garam yang dilakukan di atas lantai garam yang terbuat dari kristal garam yang dibuat sebelumnya selama 30 hari dan setiap 10 hari berikutnya dipanen. Sedangkan (2) Sistem Maduris, yaitu pungutan garam yang dilakukan di atas lantai tanah lahan, dalam setiap 7-10 hari garam dipanen di atas tanah tersebut. Proses pembuatan garam yang digunakan oleh petani garam Kabupaten Sumenep adalah sistem Maduris dengan cara kristalisasi total. Kristalisasi total adalah suatu proses kristalisasi garam yang dilakukan dengan cara menguapkan seluruh air garam yang masuk ke dalam meja kristal hingga kering.

Beberapa faktor teknis yang sangat mempengaruhi produksi garam, antara lain adalah :

1. Air laut, mutu air laut (terutama dari segi kadar garamnya) sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pemekatan (penguapan).

2. Keadaan cuaca dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu panjang kemarau, curah hujan dan kecepatan angin, kelembaban dan suhu.

3. Tanah, sifat porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran) air laut kedalam tanah yang di peminihan ataupun di meja. Bila kecepatan perembesan lebih besar daripada kecepatan penguapannya, maka tidak akan menghasilkan garam, tanah mempengaruhi juga warna dan ketidakmurnian. 4. Pengaruh air, pengaturan aliran dan tebal air dari peminihan satu ke berikutnya

dalam kaitannya dengan faktor-faktor arah kecepatan angin dan kelembaban udara merupakan gabungan penguapan air (koefisien pemindahan massa). Kadar/kepekatan air tua yang masuk ke meja kristalisasi akan mempengaruhi mutu hasil. Konsentrasi air garam antara 25º-29º Be adalah konsentrasi terbaik untuk menghasilkan kristal garam.

5. Cara pungutan garam, meliputi jadwal pungutan, umur kristalisasi garam dan jadwal pengerjaan tanah meja (pengerasan dan pengeringan). Demikian pula kemungkinan dibuatkan alas meja dari kristal garam yang dikeraskan, makin keras alas meja makin baik.6

Produk garam yang dihasilkan oleh petani garam sebagian besar masih banyak mengandung kotoran sehingga menyebabkan menurunnya mutu garam yaitu rendahnya kadar NaCl, sehingga pada garam yang kotor perlu dilakukan pencucian untuk mendapatkan garam sesuai dengan persyaratan yang ditentukan sebagai bahan baku pembuatan garam konsumsi beryodium. Namun sebagian besar petani garam di Kabupaten Sumenep tidak melakukan pencucian garam tersebut, pencucian biasanya dilakukan oleh beberapa pedagang pengumpul. Rata- rata produksi responden petani garam rakyat sebesar 102 ton dan banyaknya panen dalam satu kali musim (5 bulan) panen rata-rata sebanyak 16-20 kali panen. Sekitar 40 persen dari total produksi merupakan garam kualitas 1 dan kualitas 2, kualitas 3 sebesar 20 persen. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan responden sebagian besar memproduksi garam untuk jenis kualitas 1 dan 2 yaitu sebesar 36.67 persen, untuk semua jenis kualitas (KP1, 2 dan 3) sebesar 30 persen. Sedangkan untuk kualitas garam KP 2 dan untuk yang memproduksi garam KP 2 dan 3 sebesar 3.33 persen. Untuk kualitas KP 1 dan KP 2 sebesar 13.33 persen dari jumlah responden. Hasil tersebut tersaji pada Tabel 6.

6

Tabel 6 Produksi garam yang dihasilkan Kualitas

garam Jumlah Presentase (%)

Kualitas

garam Jumlah Persentase (%)

KP 1 4 13.33 KP 1 dan KP 2 11 36.67

KP 2 4 13.33 KP 2 dan KP 3 1 3.33

KP 3 1 3.33 KP 1, KP 2 dan

KP 3

9 30.00

Proses pembuatan garam (Gambar 7) yang dilakukan oleh PT Garam (Persero) adalah sistem portugis, yaitu membuat garam diatas garam. Garam pertama yang dibuat dibiarkan selama 30 hari yang akan dijadikan sebagai alas, selanjutnya garam yang dihasilkan akan dipanen setelah 10 hari kemudian. Sehingga garam dapat terhindar dari kotoran yang berasal dari tanah dan akan berwarna lebih putih dan mengkilap. Pada pola kristalisasi bertingkat ini, kolam kristal dibuat dengan jumlah lebih dari 1(satu) yang diatur pada petak-petak yang berlainan secara berturut-turut.

Air laut yang dipompa dari laut memiliki kepekatan 3.5º Be, kemudian ditampung kedalam bozeem-bozeem yang berukuran besar hingga memiliki kepekatan 5-10º Be. Lalu dialirkan kedalam kolam peminihan I hingga ukuran kepekatan sebesar ± 15º Be, dialirkan lagi kedalam kolam peminihan II untuk diendapkan hingga kepekatan mencapai ± 20º Be. Setelah itu diendapkan dalam kolam penampungan air tua hingga kepekatan ± 25º Be dan air laut siap masuk ke dalam kolam kristalisasi I. Ketika kepekatan air laut mencapai 28º Be, maka pada saat ini air tua siap masuk kedalam kolam kristalisasi garam II, untuk memperoleh hasil garam yang dengan kemurnian Natrium Klorida yang tinggi. Sisa air laut (bittern)/air tua yang memiliki kepekatan lebih dari 29º Be dibuang, hal ini dilakukan untuk menghindari garam dari kandungan Magnesium Sulfat.

Gambar 7 Proses pembuatan garam oleh PT Garam (Persero)

Air Laut

Air laut diendapkan untuk menghilangkan lumpur dan partikel

Penambahan CO2

pada air laut yang telah diendapkan

Kristalisasi garam yang pertama

Air laut yang diendapkan siap

menjadi air tua Penambahan Asam

Oksalat pada endapan kedua

Kristalisasi garam kedua

Sisa air garam (bittern) dibuang

Saat ini, PT Garam (Persero) lebih menfokuskan pada produksi bahan baku garam dan dalam proses produksinya perusahaan telah menggunakan tehnologi Geo Membran. Geo Membran merupakan sebuah alas berbentuk terpal yang digunakan untuk melapisi lahan garam, alat ini berfungsi sebagai pelapis agar garam yang dihasilkan lebih bersih dan putih, mempercepat pembentukkan kristal garam serta memiliki kandungan NaCl yang lebih tinggi.

Gambar 8 Pemasangan geo membran pada lahan PT Garam (Persero)

Aspek Pasar

Ujung tombak dari seluruh aktivitas usaha adalah pemasaran. Oleh karenanya aspek pasar merupakan aspek yang membutuhkan perhatian yang lebih besar. Pemasaran akan sangat mempengaruhi keberhasilan aspek lainnya dalam kegiatan usaha, peningkatan kapasitas dan perluasan usaha merupakan salah satu indikasi dari permintaan yang meningkat. Di Kabupaten Sumenep, terdapat beberapa industri pengolah garam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun, hingga saat ini petani belum dapat secara langsung menjual garam ke industri pengolah yang ada. Sedangkan garam bahan baku yang dihasilkan oleh PT Garam (Persero) dipasarkan kepada perusahaan-perusahaan pengolah garam lokal.

Keterbatasan dana yang dimiliki, menyebabkan petani menjual hasil garamnya kepada pedagang pengumpul dengan sistem ijon. Sebagai konseksuensi dari pinjaman, petani harus menjual garamnya kepada pedagang pengumpul. Selain kondisi pasar, faktor lain yang juga berpengaruh dalam usaha adalah persaingan dengan produk lain. Saat ini, petani garam rakyat dihadapkan persaingan dengan garam impor. Semakin bertambahnya jumlah garam impor yang memiliki kualitas serta harga yang lebih baik membuat garam rakyat tidak terserap secara menyeluruh, hal ini akan mengakibatkan penurunan harga garam lokal dan berimbas kepada pendapatan petani garam.

Aspek Sumberdaya Manusia

Idealnya dalam suatu usaha sangat dibutuhkan sumberdaya manusia yang memiliki kualitas dan kapasitas yang memadai. Secara kuantitas, Kabupaten Sumenep memiliki tenaga kerja yang cukup banyak. Dilihat dari kualitas, diperlukannya pelatihan untuk petani garam guna meningkatkan keterampilan dan

keahliannya. Berdasarkan data di lapang bahwa mayoritas pendidikan petani responden adalah SMP. Tingkat pendidikan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam penyerapan ilmu baru, sehingga mudah dalam menyerap informasi dan transfer tehnologi. Secara umum, masih banyak petani yang belum menguasai tehnologi dengan baik, pengetahuan dan keterampilan manajemen dan dalam penangan produksi masih bersifat tradisional.

Pengalaman merupakan salah satu andalan mereka dalam menjalankan usaha garam ini. Dalam mengembangkan suatu usaha tidak hanya mengandalkan pengalaman yang dimiliki, melainkan pendidikan dan kelembagaan/organisasi

Dokumen terkait