• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas

Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktifitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan.

4. Risiko

Kemitraan dilakukan untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak akan mengurangi risiko yang dihadapi oleh pihak inti jika harus mengandalkan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas.

Analisis Pendapatan Usahatani

Salah satu indikator keberhasilan kemitraan di tingkat petani adalah meningkatnya pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani dijalankan selama jangka waktu yang ditetapkan. Secara umum pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai sisa (beda) dari pengurangan nilai-nilai penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Dari jumlah pendapatan ini kemudian dapat dinyatakan besarnya balas jasa atas penggunaan tenaga kerja petani dan keluarganya, modal sendiri dan keahlian pengelolaan petani (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983). Biaya didefinisikan sebagai pengorbanan yang dilakukan oleh produsen dalam mengelola usahanya untuk memperoleh hasil yang maksimal. Biaya usahatani dibedakan atas biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Kedua biaya ini dijumlahkan untuk mengetahui jumlah biaya total (Soekartawi, 2002).

Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan/digunakan pada saat produksi. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, untul biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang besar tidak terpengaruh oleh unsur lain. Biaya tetap terbagi atas 2 (dua) bagian yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan (tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan). Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam usaha garam dan besarnya dapat berubah tergantung pada kebutuhan.

Dalam analisis pendapatan usahatani terdapat dua tujuan utama, yaitu yang pertama untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usahatani dan kedua menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan yang telah/akan dilakukan (Soeharjo dan Patong, 1973). Suatu usaha garam akan dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan dengan pengeluaran bernilai positif. Semakin besar selisih antara penerimaan dan pengeluaran, maka semakin menguntungkan suatu usaha garam.

Untuk mengetahui besar manfaat yang diperoleh petani maka dilakukan analisis B/C Ratio. B/C ratio merupakan salah satu alat penilaian kelayakan usaha atas besarnya investasi atau modal yang ditanam untuk melakukan suatu kegiatan usaha baik untuk investasi atas usaha baru maupun yang sifatnya penggantian atau perluasan usaha. Menurut Soekartawi (2002), Benefit-Cost Ratio (B/C) digunakan untuk menghitung besarnya manfaat yang akan diperoleh. Suatu usahatani akan memberikan manfaat ketika B/C lebih dari 1 (B/C > 1). B/C ratio adalah perbandingan antara biaya/pengeluaran dengan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan selama jangka waktu perencanaan investasi atau pembiayaan. B/C ratio dapat dihitung berdasarkan aliran dana atau pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan (cash flow) atau atas dasar laporan pendapatan dan biaya usaha yang telah disusun. Kriteria yang digunakan berdasarkan B/C adalah :

a) jika nilai B/C > 1 berarti memberikan manfaat/layak untuk dijalankan

b) jika nilai B/C < 1 berarti tidak memberikan manfaat/tidak layak untuk dijalankan dan

c) jika nilai B/C = 1, maka keputusan tergantung pada investor (proyek tidak rugi dan untung).

Kerangka Pemikiran Operasional

Lahan tambak yang luas, tenaga kerja yang mendukung dan iklim yang sesuai menjadikan Kabupaten Sumenep sebagai salah satu sentra penghasil garam di Indonesia. Potensi yang dimiliki ini, tentu saja harus diikuti dengan peningkatkan produksi, kualitas dan pemasaran sehingga produksi garam yang dihasilkan memiliki daya saing. Usaha garam merupakan sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Sumenep. Petani garam, pedagang pengumpul/perantara dan industri pengolah garam merupakan pihak-pihak yang memiliki andil besar dalam industri usaha garam. Namun di sisi lain, produksi garam nasional saat ini menghadapi beberapa kendala diantaranya adalah kegagalan bersaing dengan produk impor dan informasi yang asimetris. Hal ini menjadi indikasi adanya kegagalan pasar, kegagalan pasar adalah ketika pasar bebas gagal dalam menjalankan perannya sebagai pengatur alokasi sumberdaya. Untuk itu, diperlukan sebuah koordinator lain yang didasarkan pada mekanisme perjanjian dalam bentuk kontrak untuk menggantikan mekanisme penawaran dan permintaan yang ditawarkan dalam proposisi pasar bebas.

Contract farming merupakan pelaksanaan ideal yang dipakai untuk mewujudkan konsep kontraktual tersebut. Pihak-pihak yang bertransaksi dalam contract farming menggantikan mekanisme penawaran dan permintaan dalam bentuk perundingan di awal, bahkan jauh sebelum produk garam dihasilkan. Kesepakatan yang utama disepakati adalah penetapan harga. Kesepakatan lain diantaranya adalah kualitas, ukuran dan jadwal penyerahan (baik barang maupun uang). Namun, tidak menutup kemungkinan yang disepakati lebih banyak dan detail disesuaikan dengan keinginan atau tuntutan para pihak yang terlibat.

Kontrak kesepakatan yang ingin dicapai didasarkan pada tingkat kompromi pihak yang berkontrak. Pertimbangan yang dapat digunakan adalah bahwa harga yang disepakati telah menutupi semua jenis biaya yang oleh setiap pihak telah

diperhitungkan sebagai korbanan yang telah dikeluarkan dalam posisinya masing masing, apakah sebagai produsen/pengolah maupun sebagai perantara. Hal yang pasti dari contract farming adalah dengan kesepakatan di awal maka setiap pihak bisa terhindar dari risiko kerugian. Ini menjadi ciri penting contract farming yang membedakannya dari mekanisme pembentukan harga melalui mekanisme penawaran dan permintaan on the spot. Dengan adanya kesepakatan penjualan sebelum produksi dipastikan bahwa harga yang disepakati akan memberikan tingkat keuntungan yang telah diperhitungkan.

Mengikuti kaidah ekonomi kelembagaan yang diusung oleh Williamson, North, dan Coase dalam Yustika (2010) mengeksplorasi gagasan kelembagaan non pasar (hak kepemilikan, kontrak) sebagai jalan untuk mengompensasi kegagalan pasar. Dalam mekanisme kontrak (ekonomi kelembagaan) keputusan kontraktual berimplikasi pada biaya kelembagaan, yang disebut biaya transaksi sebagaimana dirumuskan sebelum ini. Secara singkat biaya transaksi merupakan semua korbanan yang perlu ditanggung oleh para pihak yang berkontrak yang diperlukan untuk menjamin bahwa kesepakatan berjalan. Berdasarkan pandangan North dalam Sirajuddin (2010) menyatakan bahwa kelembagaan yang dapat menurunkan biaya transaksi adalah kunci keberhasilan indikator ekonomi.

Pada kontrak yang terjadi pada industri garam di daerah Kabupaten Sumenep, biaya transaksi yang mungkin adalah biaya pencarian, biaya negosiasi dan biaya pelaksanaan. Biaya transaksi besarnya sangat bervariasi, ditentukan oleh tingkat kepercayaan antar pihak yang bertransaksi. Dalam satu ekstrem biaya bisa sedemikian tinggi sehingga menjadi disinsentif bagi para pihak untuk berkontrak. Pada ekstrim yang lain, biaya ini bisa menjadi 0 (nol) karena adanya trust yang sempurna antar pihak yang berkontrak. Hadirnya trust secara teoretik bisa meniadakan biaya transaksi. Mengingat posisinya yang penting, maka pemahaman dan akurasi dalam menghitung biaya transaksi bisa memprediksi tingkat keberhasilan contract farming, maka analisis biaya transaksi menjadi penting dan diperlukan dalam membangun atau menginisiasi contract farming

Sama halnya dengan prinsip ekonomi sebelum ekonomi kelembagaan kriteria kelayakan (dalam hal ini kelayakan kelembagaan contract farming) ditentukan oleh rasio manfaat dan biaya. Dengan demikian perhitungan B/C rasio diperlukan sebagai kriteria kelayakan pola contract farming yang diusulkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan perhitungan B/C. Karena fokus kajian ini adalah petani garam, untuk melihat tingkat biaya dan manfaat yang melibatkan petani garam digunakan analisis usahatani. Karena analisis ini juga akan memberi informasi mengenai nilai B/C.

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional

Dokumen terkait