• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administrasi lokasi penelitian terletak di Desa Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.

Kawasan tersebut berjarak sekitar 6 Km dari Tarutung, ibukota Kabupaten Tapanuli Utara, yang dapat ditempuh dengan menggunakan sarana angkutan kota atau kendaraan bermotor lainnya. Secara astronomis terletak pada 01°54’ - 02°07’

Lintang Utara dan 98°52’ - 99°04’ Bujur Timur. Sedangkan secara pengelolaan hutan lokasi penelitian ini merupakan wilayah KPH Unit 21 pada UPTD KPH Wilayah IV Balige.

Desa Simorangkir Julu terletak di kaki bukit Siatas Barita ini memiliki luas wilayah sekitar 3 Km², yang meliputi daerah pemukiman, pertanian, perkebunan, termasuk kawasan hutan Salib Kasih.

Adapun desa ini memiliki batas administrasi sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tarutung

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lumban Siagian dan Simorangkir Habinsaran

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Simanampang dan Enda Portibi - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hutagalung Kecamatan Tarutung.

Berdasarkan data statistik BPS Tarutung pada Buku Kecamatan Siatas Barita Dalam Angka (2017) Desa Simorangkir Julu memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.249 jiwa. Komposisi penduduknya dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 590 jiwa dan perempuan sebanyak 659 jiwa dari jumlah rumah tangga

sebanyak 259 rumah tangga dan kepadatan penduduk sebesar 416 jiwa/ km². Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penduduk desa ini cukup besar dan berpotensi terus bertambah dengan mata pencaharian utama adalah bertani.

Perkembangan penduduk ini akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk.

4.2. Perkembangan Kawasan Hutan Salib Kasih

Lokasi penelitian merupakan kawasan hutan Salib Kasih, yang memiliki potensi alam yang segar karena berada dalam hutan Pinus, sebagai hasil reboisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara sejak tahun 1980 yang hingga saat ini masih terjaga dengan cukup baik. Kondisi ini mengesankan kita berada dalam suasana udara segar alami khas hutan pinus.

Di sana terdapat bangunan salib yang berdiri sejak tahun 1985 atas kerjasama Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan Gereja Nordstand Jerman untuk mengenang sejarah misionaris Dr. Ingwer Ludwig Nommensen ke tanah Batak. Memperhatikan pentingnya sejarah tersebut, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Bupati Bapak Lundu Panjaitan, mengawali pengembangan bangunan salib setinggi 31 meter pada bulan Oktober 1993. Kemudian dilanjutkan oleh Bupati Bapak TMH. Sinaga pengembangan tempat beribadah bagi pengunjung di lokasi Salib Kasih tersebut pada tahun 1995. Sejak tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Bupati Bapak RE. Nainggolan secara giat membenahi kawasan Salib Kasih dengan berbagai sarana dan prasarana (fasilitas) pendukung untuk memperkenalkan kawasan Salib Kasih ini sebagai daerah wisata rohani Tarutung melalui berbagai promosi baik yang

dilakukan di dalam daerah dan diluar daerah Tarutung. Upaya ini monoton hanya untuk melihat bangunan Salib Kasih dari kunjungan tamu wisata ke sana.

Seiring dengan peningkatan pembangunan daerah Tapanuli Utara, pengembangan usaha pertanian semakin berkembang di sekitar kawasan Salib Kasih. Usaha pertanian ini dikelola sebagai usaha unit organisasi ataupun sebagai usaha pribadi dan keluarga. Bahkan usaha ini telah memberikan hasil yang cukup baik dimana saat ini pengelolaan lahan di sana telah menghasilkan produksi buah jeruk dan susu dari pengembangan ternak sapi peranakan. Hal ini dapat menjadi peluang wisata alternatif yang layak dikunjungi setelah melihat monumen Salib Kasih. Namun hingga saat ini peluang wisata ini belum dapat dimanfaatkan menjadi potensi pengelolaan agrowisata.

4.3. Sarana dan Prasarana Pendukung Kawasan Hutan Salib Kasih

Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung utama untuk menunjang capaian keberhasilan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Hal ini dapat berupa fasilitas jalan, sekolah dan fasilitas bangunan fisik lainnya yang perlu diadakan untuk memberikan hasil yang optimal. Namun pada kenyataannya keberadaan berbagai fasilitas ini belum menjadi prioritas utama dalam peningkatan pengelolaan wilayah wisata di daerah.

Berdasarkan data statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Tarutung pada Buku Kecamatan Siatas Barita Dalam Angka (2017) bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki di sekitar kawasan Salib Kasih sudah memadai, berupa fasilitas sekolah, kesehatan, peribadatan dan jalan. Keberadaan sarana dan prasarana ini diarahkan untuk menunjang keberhasilan pengelolaan wisata Salib Kasih dapat

Tabel 4.1 Rekapitulasi Sarana dan Prasarana Sekitar Lokasi Penelitian

Fasilitas kesehatan 4 unit Puskesmas, Poliklinik, Posyandu dan Poskesdes masing-masing 1 unit

Fasilitas peribadatan 3 unit Gereja = 3 unit

Jaringan jalan 4 jenis Jalan hotmix, jalan beraspal, jalan perkerasan/

kerikil dan jalan tanah Sumber : Data BPS, Kecamatan Siatas Barita Dalam Angka 2017

Memperhatikan tabel di atas dapat dilihat bahwa sarana pendidikan sekolah lanjutan berupa SMP belum terdapat di sana. Fasilitas sekolah SMP yang tidak dimiliki, memberikan pemikiran Penulis bahwa ada kemungkinan terdapat usia putus sekolah setelah tamat Sekolah Dasar (SD) atau melanjutkan sekolah ke daerah lain atau mereka membantu orangtua dengan bekerja di kebun atau lahan mereka sendiri.

Pada saat ini di sekitar lokasi penelitian telah dibangun berbagai sarana pendukung guna meningkatkan kunjungan wisata rohani Salib Kasih. Keberadaan fasilitas yang menjadi sarana tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Fasilitas Sarana Dalam Kawasan Salib Kasih

FASILITAS FUNGSI TAHUN JUMLAH

(Unit) Tugu salib kecil Prasasti sejarah awal Salib Kasih 1985 1 Tugu Salib Kasih Simbol Salib Kasih, tinggi 31 meter 1993 1

Kamar doa Tempat umat berdoa dalam bilik 1995 18

Relief Prasasti sejarah misionaris Nommensen di Tanah Batak

1995 1

Hall terbuka Tempat beribadah, kapasitas 600 orang 1995 1

Mimbar doa Tempat para petugas kebaktian 1995 2

Auditorium Tempat pagelaran seni 2000 1

Patung Nommensen Prasasti tokoh missionaris 2000 1

Gapura Pintu masuk 2000 1

Bangunan shelter Pendukung operasional 2000 8

Taman bermain Sarana bermain lapangan 2000 1

Bangunan toko Sarana penjualan cinderamata 2000 1

Sumber : UPT Salib Kasih Dinas Pariwisata Kabupaten Tapanuli Utara

Disamping itu Pemerintah Kabupaten Tapanuli telah meningkatkan kualitas sarana jalan sepanjang 5 Km menuju kawasan Salib Kasih untuk memudahkan mobilitas para pengunjung dari bahan aspal lavent hingga menjadi aspal hotmix. Hal ini menunjukkan salah satu bentuk keseriusan untuk mengembangkan pariwisata rohani Salib Kasih ini. Namun akses jalur utama yang dimiliki ini hanya satu-satunya dan akses tercepat menuju lokasi tersebut.

4.4. Data Hasil Penelitian 4.4.1. Data Responden

Responden yang menjadi objek penelitian ini berasal dari 3 kelompok, yaitu: kelompok warga desa yang bertempat tinggal di lokasi penelitian dan di sekitarnya, kelompok para pengunjung dan para pelaku usaha pariwisata serta kelompok pemerintah dan lembaga masyarakat yang peduli lingkungan dan pariwisata. Hal ini dilakukan untuk menghimpun informasi dan data penelitian yang lebih baik dalam memberikan gambaran pengelolaan agrowisata dan jasa lingkungan kawasan hutan Salib Kasih.

Adapun responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini, adalah sebanyak 100 responden. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive sampling dengan memilih dan memilahnya. Pengambilan sampling melihat kondisi rumah tangga sesuai data statistik BPS Tarutung pada Buku Kecamatan Siatas Barita Dalam Angka (2017), bahwa jumlah rumah tangga di Desa Simorangkir Julu sebanyak 259 rumah tangga. Jumlah ini tidaklah proporsional sehingga Peneliti membaginya menjadi beberapa kategori responden untuk memperoleh distribusi responden sehingga diperoleh data yang dibutuhkan sesuai

Tabel 4.3 Rekapitulasi Kategori Responden Penelitian

KATEGORI JUMLAH (org) KETERANGAN

Warga Desa Simorangkir Julu 15 ---

Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap kuisioner dengan uji validitas dan reabilitas secara statistika menggunakan aplikasi Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 2.1, diperoleh hasil bahwa r hitung > r tabel. Hasil ini menunjukkan bahwa kuisioner pada Lampiran 1 telah valid, seperti pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Uji Reabilitas Kuisioner Penelitian

No. KELOMPOK

Berdasarkan hasil kuisioner yang disebarkan (Lampiran 2), diperolah data berdasarkan kategori pertanyaaan sebagai berikut:

1. Pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani Kawasan Hutan Salib Kasih (umum), bahwa responden memberikan nilai sangat setuju sebesar 10%, responden yang memberikan nilai setuju sebesar 28%, sedangkan 14% responden menyatakan ragu-ragu, dan 38% responden menyatakan tidak setuju serta sisanya sebesar 10% responden menyatakan sangat tidak setuju.

2. Fasilitas Wisata dalam Kawasan Wisata Salib Kasih, bahwa responden memberikan nilai sangat setuju sebesar 12%, responden yang memberikan nilai setuju sebesar 35%, sedangkan 14% responden menyatakan ragu-ragu, dan 25% responden menyatakan tidak setuju serta sisanya sebesar 15%

responden menyatakan sangat tidak setuju.

3. Fasilitas Pendukung dalam Kawasan Wisata Salib Kasih, bahwa responden memberikan nilai sangat setuju sebesar 10%, responden yang memberikan nilai setuju sebesar 35%, sedangkan 16% responden menyatakan ragu-ragu, dan 24% responden menyatakan tidak setuju serta sisanya sebesar 15%

responden menyatakan sangat tidak setuju.

4. Agrowisata, bahwa responden memberikan nilai sangat setuju sebesar 10%, responden yang memberikan nilai setuju sebesar 30%, sedangkan 12%

responden menyatakan ragu-ragu, dan 30% responden menyatakan tidak setuju serta sisanya sebesar 18% responden menyatakan sangat tidak setuju.

5. SosialEkonomi dan Budaya Agrowisata, bahwa responden memberikan nilai sangat setuju sebesar 10%, responden yang memberikan nilai setuju sebesar 30%, sedangkan 15% responden menyatakan ragu-ragu, dan 15% responden menyatakan tidak setuju serta sisanya sebesar 30% responden menyatakan sangat tidak setuju.

6. Pengelolaan Agrowisata yang terintegrasi dengan Wisata Rohani, bahwa responden memberikan nilai sangat setuju sebesar 10%, responden yang memberikan nilai setuju sebesar 15%, sedangkan 25% responden menyatakan ragu-ragu, dan 30% responden menyatakan tidak setuju serta sisanya sebesar 20% responden menyatakan sangat tidak setuju.

Hal ini menunjukkan masih terdapat ketidakpuasan responden terhadap keadaan fasilitasi sarana dan prasarana yang ada dan manfaat yang diperoleh dari pengelolaannya. Disamping itu jika diakumulasikan pendapat responden masih terdapat keragu-raguan responden terhadap pengelolaannya, yaitu sebesar 12-25%. Nilai ini lebih banyak dari responden yang asal dari unsur pelaku usaha pariwisata di sekitar Tarutung. Banyak masyarakat sekitar yang belum memahami konsep pengelolaan agrowisata. Namun dari keraguan ini masyarakat masih memberikan harapan agar wisata rohani Salib Kasih ini bisa lebih dikelola dengan baik dan tidak monoton seperti selama ini.

Masyarakat hanya memahami konsep kepemilikan lahan. Dimana mereka hanya memanfaatkan lahan pertanian yang dimiliki dan diwariskan secara turun-temurun sebagai kepemilikan keluarga besar. Hal ini berhubungan dengan sejarah dan adat istiadat orang Batak yang menjadi pegangan hidup mereka.

Berdasarkan observasi yang dilakukan bahwa lahan pertanian di sana telah banyak diperjualbelikan secara parsial kepada orang lain yang bukan bukan bertempat tinggal di lokasi. Kejadian ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan dasar hidup masyarakat. Namun peningkatan tersebut tidak didukung oleh peningkatan pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat. Maka hal yang mudah dilakukan adalah menjual lahan pertanian yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan ekonominya sehari-hari. Hal ini menjadi dimanfaatkan dengan baik oleh beberapa orang tertentu sebagai peluang pengembangan usaha pertanian berupa kebun jeruk dan holtikultura. Pada awalnya kebutuhan lahan pertanian hanya untuk pengembangan usaha perseorangan namun setelah melihat potensi produksi yang cukup besar, oleh sekelompok orang tertentu yang berkepentingan

dalam pemanfaatan lahan menjadi peluang usaha yang lebih besar untuk perluasan usaha pertanian, berupa perternakan sapi. Kedepan hal ini akan dapat memicu alih fungsi lahan dan konflik tenurial di kawasan hutan Salib Kasih. Perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan unsur budaya lainnya dapat mengakibatkan disintegrasi.

Realitas ini mengisyaratkan bahwa sesungguhnya perubahan sosial mewarnai dinamika kehidupan masyarakat. Dampak positif yang mengiringinya tentu menjadi harapan masyarakat. Tetapi yang mesti dipahami masyarakat adalah bagaimana mengantisipasi perubahan sosial yang menimbulkan konflik sosial (Sumartono, 2019). Pengelolaan potensi konflik ini dilakukan dengan pendekatan progresif yang mengutamakan kelestarian lingkungan dan norma adat istidat dalam kehidupan sosial masyarakat sebagai aspek pengelolaan. Aspek pengelolaan ini menjadi alur pendekatan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat dan beberapa pemangku kepentingan.

Berdasarkan hasil pemberian nilai yang diberikan responden dalam kuisioner penelitian (Lampiran 5) ini dapat dilihat dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rekapitulasi Peringkat Penilaian Responden

PERNYATAAN SKALA SIKAP

JUMLAH

1 2 3 4 5

Pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani kawasan hutan Salib Kasih (Umum)

10 28 14 38 10 100 Fasilitas Wisata dalam Kawasan Wisata Salib Kasih 12 35 13 25 15 100 Fasilitas Pendukung dalam Kawasan Wisata Salib Kasih 10 35 16 24 15 100

Agrowisata 10 30 12 30 18 100

Sosial Ekonomi dan Budaya Agrowisata 10 30 15 15 30 100 Pengelolaan Agrowisata yang terintegrasi dengan Wisata

Rohani

10 15 25 30 20 100 Sumber : Data Primer

Kawasan hutan Salib Kasih memiliki ketinggian lahan antara 900-1.100 m dpl, dengan topografi bergelombang dan berbukit. Dari hasil observasi di lapangan terdapat pengakuan masyarakat bahwa lahan-lahan ini merupakan milik

masyarakat sekitar maupun pendatang yang telah dikelola menjadi lahan produktif berupa kebun jeruk, holtikultura dan peternakan sapi. Dalam mengelola kebun jeruk dan holtikultura, masyarakat masih melibatkan anggota keluarga. Sedangkan peternakan sapi telah melibatkan tenaga profesional dalam unit usaha tertentu.

Terkait hama dan penyakit pada usaha pertanian ini masih terkendali dengan pemakaian obat kimiawi sesuai dosis yang dianjurkan.

Lebih lanjut berdasarkan observasi yang dilakukan di lapangan (Lampiran 6), secara umum hasil dari pengelolaan lahan di sekitar lokasi telah memiliki pasar tertentu yang berada di sekitar lokasi, termasuk pengunjung dan pasar di sekitar kabupaten Tapanuli Utara untuk memenuhi kebutuhan pangan secara lokal.

Pemasaran hasil lahan produktif ini masih membutuhkan sentuhan regulasi pemerintah dalam menjaga produksi dan meningkatkannya menjadi sentra produksi agrowisata yang. Hasil dari observasi dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Rangkuman Informasi Pengelolaan Lahan Responden

PENYATAAN INFORMASI RESPONDEN

Kepemilikan Lahan Milik keluarga dan pribadi

Budidaya Jeruk/ Kopi/ Holtikultura Varitas tanaman jeruk Pengelolaan Hama dan Penyakit Dilaksanakan secara kimiawi

Produksi Sebagian telah berproduksi baik

Keterlibatan Anggota Keluarga Melibatkan anggota keluarga

Akses Pasar Memiliki akses pasar tertentu

Dampak Lingkungan Masih terkendali

Kaitan Pemerintah dengan Pertanian Jeruk/ Kopi/

Holtikultura

Perlu bantuan Pemerintah Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas diperoleh data sebagai berikut:

a. Kepemilikan lahan sekitar kawasan hutan Salib Kasih ini masih bersifat kepemilikan keluarga yang turun temurun dikelola secara tradisional dan sebagian lagi telah menjadi milik pribadi sekolompok orang yang telah membeli lahan di sana dan dikelola menjadi lahan produktif.

b. Tanaman jeruk menjadi salah satu varitas tanaman yang lebih diminati untuk dibudidayakan dan telah menghasilkan produksi yang cukup baik, dibandingkan tanaman holtikultara dan kopi.

c. Pengelolaan hama dan penyakit telah dilakukan secara kimiawi oleh petani dan pekebun di sana namun masih mengikuti aturan pemakaian (dosis obat) yang dianjurkan sehingga dampak lingkungan atas pemakaiannya masih terkendali dengan baik.

d. Pengelolaan lahan dilakukan dengan melibatkan anggota keluarga sebagai pekerja. Di satu sisi hal ini dapat dilihat sebagai bagian kehidupan sosial masyarakat di sana. Namun bila melihat kondisi di lapangan karena sulitnya diperoleh tenaga luar sebagai pekerja di lahan.

e. Produksi lahan di sekitar kawasan hutan Salib Kasih ini memiliki akses pasar tertentu untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal.

f. Para petani di lokasi masih membutuhkan bantuan pemerintah setempat dalam memenuhi kebutuhan pupuk dan saprodi. Di samping itu juga membutuhkan bantuan teknik pengolahan lahan, pemeliharaan dan perlindungan hama penyakit tanaman, pemanenan hasil tanaman dan pasca panen serta penyuluhan pertanian terpadu.

Memperhatikan data di atas dapat diperoleh pokok pikiran bahwa potensi usaha pertanian di lokasi penelitian sudah memiliki peluang yang baik. Hal ini dilihat dari pengelolaan usaha pertanian tersebut telah dilakukan masyarakat baik sebagai usaha perseorangan maupun keluarga, berupa kebun tanaman jeruk.

Pemakaian hama dan penyakit tanaman tetap memperhatikan dampak terhadap lingkungan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa narasumber diperoleh informasi bahwa pengelolaan kawasan hutan Salib Kasih memiliki proyeksi pengelolaan wisata strategis Kabupaten Tapanuli Utara (Lampiran 7). Pengelolaan ini dilakukan dengan mengikutsertakan peranan berbagai pemangku kepentingan untuk membentuk model pengelolaan wisata yang lebih tepat dengan tetap memperhatikan pengelolaan lingkungan dan kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan produktif yang terbentuk sebagai potensi agrowisata. Pengelolaan ini tetap memperhatikan peraturan dan kebijakan yang terkait guna mendukung dan memfasilitasi pembentukan kelembagaan pengelolaan dan jejaringan dalam meningkatkan promosi wisata dengan tetap memperhatikan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup yang lestari. Hasil dari Wawancara lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Wawancara

PERTANYAAN HASIL WAWANCARA

Letak Lokasi Kawasan Hutan Salib Kasih

Desa Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara, Sumut.

Letak dan Luas Lokasi Kawasan Hutan Salib Kasih

Pada 01°54’-02°07’ LU; 98°52’-99°04’ BT seluas 72 Ha.

Karakteristik Wilayah Kawasan Hutan Salib Kasih

Kawasan hutan Pinus, Potensi pengembangan jasa lingkungan, pertanian lahan kering.

Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan

SK Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor SK.925/ Menlhk/ Setjen/ PLA.0/ 12/ 2016.

Pengembangan Pengelolaan Agrowisata Kawasan Hutan Salib Kasih

Diperlukan konsep pengelolaan agrowisata degan melihat sumber daya yang dimiliki Kawasan Hutan Salib Kasih.

Potensi budidaya pertanian dan peternakan

Memiliki potensi budidaya pertanian varitas jeruk/

holtikultura dan ternak sapi dan lebah.

Pengelolaan sumber daya alam lingkungan Salib Kasih

Menonjolkan budaya dan kearifan lokal dan adaptasi teknologi pengolahan lahan.

Pengelolaan produksi budidaya pertanian dan peternakan

Perlu bantuan pemerintah dalam menjaga harga produksi di pasar dan menjadi sentra produksi holtikultura.

Persepsi masyarakat sekitar dalam konsep agrowisata

Diperlukan promosi agrowisata dengan melibatkan masyarakat sekitar dan perantau.Ada pengakuan hak milik lahan masyarakat.

Harapan pengelolaan Adanya pelatihan pengelolaan agrowisata dengan Pemerintah dan Anak rantau.

Lanjutan Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Wawancara

Pandangan dan pendapat terkait pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan

Membutuhkan waktu dan sosialisasi bagi berbagai pemangku kepentingan (masyarakat, pemerintah, pengunjung dan pengusaha wisata).

Pengelolaan Dampak Lingkungan

Pengelolaan dampak lingkungan dipantau secara berkala melalui instansi terkait.

Kerusakan lingkungan yang terjadi

Lokasi Kawasan Hutan Salib Kasih belum pernah terjadi kejadian kerusakan lingkungan.

Kerugian yang diakibatkan Belum ada Pengelolaan Dampak

Lingkungan

Melakukan upaya sosialisasi terkait konservasi lingkungan dengan penguatan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup melalui instansi Pemerintah. Pengembangan jejaringan dengan LSM Pemerhati Lingkungan untuk memantau dan melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar.

Kaitan dengan Pemerintah Pemerintah memfasilitasi kegiatan pelatihan dalam rangka penguatan kelembagaan petani agrowisata sehingga terbentuk produk unggulan dan karakeristik sosial budaya yang dikembangkan dalam membentuk model pengelolaan agrowisata kawasan hutan Salib Kasih.

Sumber : Data Primer

Dari beberapa kali melakukan wawancara terdapat beberapa pendapat petani yang bersifat kritikan terhadap rencana pengelolaan agrowisata. Ada pendapat responden yang menjadi topik menarik, diantaranya menyampaikan bahwa “Pengelolaan kawasan hutan Salib Kasih tetap memperhatikan kepemilikan lahan (kebun dan ladang) masyarakat sekitar”. Pendapat ini berasal dari Bapak LP. Simorangkir, yang sekaligus peternak lebah. Beliau juga menambahkan bahwa “Sehebat apapun rencana pengelolaannya bila tidak mengikutsertakan masyarakat lokal, tidak melestarikan budaya dan adat istiadat lokal serta tidak menjaga lingkungan hidup tidak ada gunanya”. Beliau juga menyampaikan bahwa saat ini pengelolaan ternak madu menjadi primadona dan sudah menjadi usaha ternak yang menghasilkan, dimana beliau telah membantu beberapa daerah diluar Tapanuli Utara untuk mengembangkan induk lebah.

Namun ada pula hasil wawancara yang bernilai kurang dimana narasumber masih tertutup dalam memberikan pendapatnya dan memberikan kesan yang

karena Salib Kasih hanya sebatas sejarah pengembangan Kristen di tanah Batak (zending). Beliau ini berasal dari salah satu pekerja di peternakan sapi Australia.

Ada pula yang berpendapat bahwa “Pengelolaan agrowisata ini perlu disebarluaskan melalui media sosial (Facebook, Whatsup, Twiter atau Instagram) agar semakin mudah dikenal masyarakat luas”. Pendapat ini disampaikan oleh Bapak T. Simanullang selaku salah satu LSM Pemerhati Lingkungan.

Sedangkan narasumber dari unsur pemerintah kabupaten Tapanuli Utara (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, UPT Salib Kasih Dinas Pariwisata) menyampaikan pendapatan yang bersifat mendukung peningkatan fasilitas dan infra struktur di sekitar lokasi dan ada pula yang menyampaikan perlunya penyusunan kembali perencanaan pengelolaan kawasan Salib Kasih ini yang terintegrasi dengan dokumen perencanaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah kabupaten Tapanuli Utara sehingga menjadi suatu perencanaan yang lebih matang dan tetap melibatkan peranan masyarakat lokal.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan selama penelitian, dapat digeneralisasikan pendapat-pendapat narasumber tersebut bahwa pada prinsipnya masyarakat tetap menginginkan adanya pengelolaan wisata yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Namun masih terdapat yang masyarakat yang belum bisa menerima atau bahkan menolaknya. Pendapat ini adalah wajar dan bernilai baik dalam penyeimbangan konsep pengelolaan yang diharapkan. Sehingga pendapat yang bersifat penolakan ini akan menjadi menerima apabila pengelolaan wisata yang dilakukan telah memberi harapan dan memiliki tujuan yang lebih nyata dilihat masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan menjaga kelestarian lingkungan alam dengan bantuan dari pemerintah dan anak rantau.

4.4.2. Data Analisa Potensi Model Pengelolaan

Model pengelolaan dapat diperoleh dengan membandingkan potensi sumber daya lingkungan yang dimiliki lokasi penelitian dengan jarak dan waktu tempuh yang terintegrasi dengan kawasan hutan Salib Kasih sebagai pusat pengelolaan wisata rohani.

Berdasarkan pengambilan data, terdapat beberapa lokasi yang dapat menjadi model pengelolaan agrowisata yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Rumah Kapal Danau Tiberias

Lokasi ini merupakan milik pribadi masyarakat. Pihak pengelolanya telah menyiapkan berbagai fasilitas pendukung, antara lain: bangunan rumah kapal

Lokasi ini merupakan milik pribadi masyarakat. Pihak pengelolanya telah menyiapkan berbagai fasilitas pendukung, antara lain: bangunan rumah kapal

Dokumen terkait