• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1. Pengertian Agrowisata

Agrowisata atau wisata pertanian dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan perjalanan wisata yang memanfaatkan sektor pertanian dan produk pertanian yang menonjolkan nilai rekreasi dan edukasi di bidang pertanian.

Adanya pengelolaan agrowisata di perdesaan yang berbasis masyarakat setempat diharapkan dapat memberi manfaat yang banyak, tidak saja bagi masyarakat perdesaan tetapi juga masyarakat perkotaan untuk lebih memahami dan menikmati hasil pertanian dan sarana edukasi (Handayani, 2016).

Pengembangan dalam konsep pengelolaan agrowisata dapat meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan dan lingkungannya. Disamping dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapat petani di luar nilai kuantitas produksinya, pengelolaan agrowisata akan melestarikan sumber daya, melestarikan kearifan lokal serta meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar agrowisata.

Memperhatikan lahan pertanian masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan Salib Kasih, akan membuka peluang pengembangan pertanian yang dikelola sebagai daya tarik pengunjung selain untuk melihat Salib Kasih sebagai tempat wisata rohani. Dengan adanya peningkatan kunjungan akan memacu masyarakat untuk membuka peluang ekonomi lainnya. Pengembangan kawasan pertanian menjadi area agrowisata akan meningkatkan kunjungan wisatawan yang akan memberikan kontribusi peningkatan pendapat masyarakat melalui jasa wisata, sebagaimana terjadi desa Cihedeung dan Cikahuripan Kabupaten Bandung Barat

(Tatibudiarti, et al.,2013). Namun peningkatan kunjungan ke kawasan hutan Salib Kasih ini akan semakin baik apabila telah didukung dengan peningkatan fasilitas dan sarana jalan menuju lokasi yang telah baik dan mudah dijangkau. Saat ini terdapat satu akses jalan yang mudah dijangkau sebagai jalur mobilisasi masyarakat dalam menjual hasil bumi dan sebagai jalur transportasi pengunjung menuju kawasan hutan Salib Kasih. Pengembangan desa wisata pertanian Tulungrejo Kota Batu Jawa Timur berdampak positif bagi sektor pertanian dan masyarakatnya, sejalan dengan hal tersebut, diperlukan perbaikan jalan dan SDM perdesaan agar peran serta masyarakat lebih besar dalam pengelolaan (Aridiansari, et al.,2015). Dengan memperhatikan potensi-potensi yang dimiliki kawasan hutan Salib Kasih ini sudah sewajarnya kawasan ini menjadi pengembangan tujuan wisata bukan hanya sebagai wisata rohani, namun dikembangkan dengan wisata agro. Dalam upaya pengembangannya menjadi kawasan agrowisata membutuhkan pola dan skema pengelolaan yang tepat sehingga sasaran pengelolaan yang terencana dapat dicapai sesuai dengan tujuan pengelolaan. Pengembangan kawasan agrowisata juga membutuhkan strategi yang tepat dalam memanfaatkan berbagai potensi kawasan agrowisata yaitu berupa objek, karakteristik dan lahan (Palit, et al., 2017).

Konsep pengelolaan berlanjutan menjadi faktor penting dalam pengelolaan sektor pertanian, mengingat alih fungsi lahan terus terjadi dan mengancam keberlanjutan sistem pertanian. Dewasa ini hal tersebut dapat menjadi konflik tenurial dalam kawasan pengembangan agrowisata, khususnya lokasi yang memanfaatkan kawasan hutan negara. Masyarakat akan berupaya untuk menguasai lahan yang memilik potensi pengembangan wisata, baik secara

perorangan maupun berkelompok. Tindakan masyarakat ini telah banyak terjadi di berbagai wilayah yang bersinggungan dengan kawasan hutan. Hutan Pinus yang mengelilingi Salib Kasih adalah hasil reboisasi yang telah dilakukan Dinas Kehutanan melalui program rehabilitasi hutan dan lahan.

Dewasa ini, hal tersebut dapat memicu konflik sosial dalam pengembangan agrowisata, khususnya lokasi yang memanfaatkan kawasan hutan negara.

Masyarakat akan berupaya untuk menguasai lahan yang memilik potensi pengembangan wisata, baik secara perorangan maupun berkelompok. Tindakan masyarakat ini telah banyak terjadi diberbagai wilayah yang bersinggungan dengan kawasan hutan.

Perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan unsur budaya lainnya dapat mengakibatkan disintegrasi. Realitas ini mengisyaratkan bahwa sesungguhnya perubahan sosial mewarnai dinamika kehidupan masyarakat. Dampak positif yang mengiringinya tentu menjadi harapan masyarakat. Tetapi yang mesti dipahami masyarakat adalah bagaimana mengantisipasi perubahan sosial yang menimbulkan konflik sosial (Sumartono, 2019). Masyarakat lokal di Salib Kasih sangat rentan terhadap dinamika perubahan ini. Keadaan dan hidup yang keras telah menjadi sendi kehidupan masyarakat petani. Untuk itulah dengan adanya pengelolaan agrowisata ini membuka harapan baru yang lebih baik dan masyarakat bisa menerimanya sebagai bagian kearifan lokal dalam mengurangi konflik sosial.

Dalam mengelola konflik yang terjadi, diperlukan suatu strategi yang menghargai konsep kearifan lokal. Salah satunya adalah Ecovillage, yaitu satu konsep keberlanjutan yang sedang berkembang saat ini yang merupakan konsep

ideal antara segi ekologis, sosial, dan spiritual dalam hubungan antara manusia dan lingkungan untuk keberlanjutan kehidupan generasi berikutnya.

Bentang alam dengan tanah yang subur dan panorama indah dengan mengelola agrowisata akan mempunyai manfaat ganda apabila dibandingkan hanya mengembangkan pariwisata dengan obyek dan daya tarik keindahan alam, seni dan budaya. Manfaat lain yang dapat dipetik dari pengelolaan agrowisata, yaitu disamping dapat menjual jasa dari obyek dan daya tarik keindahan alam, sekaligus akan menuai hasil dari penjualan budidaya tanaman pertanian, sehingga disamping akan memperoleh pendapatan dari sektor jasa sekaligus akan memperoleh pendapatan dari komoditas pertanian.

Proses pengembangan agrowisata dalam kawasan hutan ini tidak dapat dilakukan semudah membalikkan telapak tangan, melainkan melalui suatu proses.

Proses itu dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung dari berbagai faktor yang mendukung seperti: kebijakan pemerintah, dinamika kunjungan ke lokasi, kreatifitas dalam promosi serta dukungan pemerintah dan masyarakat.

Lebih lanjut pengembangan kepariwisataan tidak terlepas dari perencanaan yang matang. Perencanaan itu tidak hanya dirasakan oleh pemerintah yang memegang fungsi pengarah dan pengendali, tetapi juga oleh masyarakat dan swasta, yang merasakan makin tajamnya kompetisi, dan menyadari bahwa keberhasilan bisnis ini juga tak terlepas dari situasi lingkungan yang lebih luas dengan dukungan dari berbagai sektor. Peranan pemerintah sangat membantu terwujudnya obyek wisata. Pemerintah berkewajiban mengatur sarana infrastruktur, pemanfaatan ruang melalui distribusi dan alokasi pendanaan.

Mengelola berbagai kepentingan secara proporsional dan tidak ada pihak yang

selalu dirugikan atau selalu diuntungkan dalam kaitannya dengan pengalokasian ruang wisata.

Kebijakan pengelolaan tata ruang tidak hanya mengatur yang boleh dan yang tidak boleh dibangun saja, namun terkandung banyak aspek kepastian arah pembangunan. Merubah potensi ekonomi menjadi peluang nyata, memberikan perlindungan ruang terbuka hijau bagi keseimbangan lingkungan, merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengalokasian ruang.

Pengelolaan kepariwisataan pada dasarnya melibatkan tiga kelompok pelaku, yaitu sektor bisnis, sektor non profit dan sektor pemerintah. Pemerintah diharapkan dapat memberdayakan, mengayomi dan memberlakukan peraturan-peraturan, tidak sekedar untuk mengarahkan perkembangan. Di samping itu pemerintah juga untuk merintis atau mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan pengembangan pariwisata, yaitu mempunyai fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk didalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi.

Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta. Banyak bidang operasional bisnis yang dikelola oleh pemerintah hasilnya tidak maksimal, karena ketidakjelasan manajemen pengelolaan.

2.2. Letak Lokasi Kawasan Hutan Salib Kasih

Kawasan hutan Salib Kasih merupakan salah satu lokasi wisata religi kota Tarutung. Wisata rohani ini terletak di Desa Simorangkir Julu, Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara yang dulunya merupakan Kecamatan Tarutung.

Salib Kasih sendiri adalah sebuah monumen berupa salib dengan ukuran yang

mengenang jasa dari misionaris Kristen asal Jerman yaitu Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam sejarah penyebaran ajaran Kristen di Tapanuli bahwa saat menjalankan misinya, Nommensen berkali-kali hendak dibunuh oleh masyarakat pribumi disana namun selalu gagal. Misi penyebaran ajaran Kristen terus berlanjut dan tidak sia-sia karena telah banyak masyarakat lokal akhirnya memeluk agama Kristen dan meninggalkan aliran kepercayaan lama mereka (animisme).

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor: 03 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017-2037 bahwa lokasi Salib Kasih merupakan kawasan peruntukan pariwisata minat khusus/rohani. Disamping itu kawasan tersebut menjadi Kawasan Strategis dengan penekanan sosial budaya. Sedangkan lokasi di sekitarnya merupakan kawasan pertanian lahan kering. Dengan adanya penetapan ini akan menjadi bagian utama administrasi pengelolaan wisata rohani yang bisa dihubungkan dengan potensi wisata di sekitarnya.

Pasca Undang Undang Nomor: 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, saat ini Kawasan Salib Kasih berada dalam wilayah pengelolaan UPT Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara KPH Wilayah IV Balige pada KPH Unit XXI Tarutung. KPHP Unit XXI Tapanuli Utara (KPHP Unit XXI) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:

SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan hutan negara di daerah sudah menjadi kewenangan pemerintah provinsi bukan lagi pada pemerintah kabupaten/kota. Jadi wilayah

kerja masih meliputi kabupaten/kota yang berada dalam admistrasi wilayah provinsi.

Dengan adanya penetapan ini akan menjadi bagian utama administrasi pengelolaan wisata rohani yang bisa dihubungkan dengan potensi wisata di sekitarnya. Namun demikian, pengaturan kawasan merupakan wewenang dari pemerintah kabupaten dalam pengaturan klasifikasi penataan ruang berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategi kawasan sesuai dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional.

Mobilisasi ke lokasi penelitian dapat dilalui dengan berbagai jalur transportasi baik darat maupun udara. Melalui jalur darat dapat dilalui dengan berbagai angkutan darat berupa bis maupun mobil, yaitu melalui Medan–Tarutung berjarak sekitar 320 km, yang ditempuh selama 8 (delapan) jam. Perjalanan dengan jalur darat ini memiliki akses jalan negara yang sudah baik dan cukup terawat. Jalur ini merupakan jalur lintas Sumatera bagian Barat yang ramai dengan melintasi dari Kota Medan menuju Kota Pematang Siantar. Setelah melintasi Kota Pematang Siantar menuju Parapat, yang terkenal dengan Danau Toba. Selanjutnya menuju Balige-Siborongborong dan Tarutung. Perjalanan melalui jalur darat ini cukup memberikan suasana yang eksotis.

Sedangkan jalur udara bisa dari Bandara Kuala Namu (Medan) menuju Bandara Silangit di Siborongborong. Kemudian dilanjutkan ke Tarutung dengan jalur darat. Waktu tempuh sekitar 2 (dua) jam perjalanan. Letak lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian

Kawasan hutan Salib Kasih tersebut memiliki panorama hutan Pinus yang indah dan memberikan udara segar dan penuh pesona khusus sebagai wilayah hutan dataran tinggi. Panorama ini akan memberikan kesan yang eksotis setelah lelah kita mendaki gunung sebagai tujuan utama wisata.

Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim udara yang sejuk, peluang untuk mengembangkan berbagai komoditas pertanian pun semakin besar dengan menerapkan sistem pengelolaan lahan yang ramah lingkungan. Hal ini tercermin pada berbagai teknologi pertanian lokal yang berkembang di masyarakat di sekitar kawasan hutan Salib Kasih menyesuaikannya dengan tipologi lahan. Penerapan teknologi pertanian lokal ini menjadi peluang merupakan potensi yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung dan berwisata. Hal inilah sebagai deskripsi integrasi utama yang menarik perhatian dalam model pengelolaan wisata rohani di kawasan Salib Kasih, seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Deskripsi Lokasi Wisata Rohani Salib Kasih

2.3. Potensi Yang Dimiliki Kawasan Hutan Salib Kasih 2.3.1. Potensi Sosial Budaya

Sebagian besar adat budaya masyarakat adalah budaya yang berasal dari suku dominan di KabupatenTapanuli Utara yaitu Suku Batak Toba. Selain Batak Toba ada juga etnis lain seperti Simalungun, Karo, Melayu, Mandailing dan ada juga etnis pendatang seperti Jawa, Minangkabau dan Tionghoa. Dari sisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat terdapat tiga hal yang saling terkait yakni pertumbuhan penduduk, kegiatan ekonomi masyarakat berbasis pertanian dan potensi konflik horizontal karena ketidakjelasan batas lahan. Sebagai suku asli daerah Tapanuli, Suku Batak sangat memiliki sifat yang dominan baik dalam tata kehidupan sosial maupun dalam menjaga kebudayaan di masyarakat. Orang Batak selalu terbuka dan mengutamakan adatnya didalam tata kehidupan bermasyarakat.

Adat ini diaplikasikan dalam kehidupan sehara-hari dan telah membudaya, sebagaimana yang dikenal dengan “Dalihan Natolu”, yaitu manat mardongan tubu, somba marhula-hula dan elek marboru. Dalam terjemahan bahasa Indonesia

adalah Tiga Aturan dalam kehidupan orang Batak, yaitu menjaga diri atau bersikap lebih hati-hati dengan saudara semarga kita sendiri, hormat kepada keluarga besan atau paman kita dan menyayangi keluarga pihak dari adik/kakak perempuan kita.

Keberadaan Dalihan Natolu ini dianggap masyarakat sebagai doktrin atau aturan yang harus dipatuhi dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat posisi kita sebagai hula-hula maka anak boru akan menghormati kita dalam tatanan kehidupan. Demikian sebaliknya apa bila posisi kita sebagai anak boru maka kita akan selalu menghormati posisi hula-hula kita. Doktrin ini telah berlaku dan dijalankan masyarakat Batak di sana secara terus menerus, bahkan para masyarakat pendatang mengakui keberadaan doktrin ini dikala mereka bertatakrama dalam kesehariannya. Sadar atau tidak sadar keadaan ini menyebabkan munculnya istilah raja adat, raja hula-hula, raja anak boru dan raja dongan sahuta. Keberadaan istilah tersebut berimplikasi dalam seluruh tatanan kehidupan masyarakat dan menyebabkan adanya mengangap dirinya sebagai raja dalam kehidupan masyarakat lokal di sana.

Namun kehadiran missionari Nommensen telah memberikan perubahan mendasar dalam tatanan kehidupan masyarakat lokal (suku Batak) di Tapanuli Utara. Setelah masyarakat lokal menerima ajaran agama Kristen sebagai doktrin pelayanan dalam kehidupan menyebabkan perubahan tatanan kehidupan dalam berbagai aspek. Doktrin sebagai raja telah berubah menjadi doktrin pelayan.

Setiap orang tidak dapat secara utuh memaksakan doktrin Dalihan Natolu diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari karena bertentangan dengan ajaran Kristen yang menebarkan kasih dalam hidup.

Dasar doktrin pelayanan ajaran agama Kristen adalah kasih dan menganggap hidup adalah untuk melayani semua orang. Ini menjadi konsep dasar perubahan yang mempengaruhi doktrin Dalihan Natolu, dimana doktrin Dalihan Natolu tetap diakui dan dilaksanakan dalam perayaan pesta-pesta dan adat Batak sedangkan dalam kehidupan sehari-hari menggunakan doktrin ajaran agama Krsiten sebagai pelayan. Pada saat ini doktrin sebagai pelayan telah diterima dan dilakukan masyarakat lokal dalam tatanan kehidupan mereka. Inilah menjadi potensi sosial budaya yang masih terdapat di lokasi penelitian.

2.3.2. Potensi Sosial Ekonomi

Masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan hutan Salib Kasih ini sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan, baik dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu maupun yang bercocok tanam di kawasan hutan. Di satu sisi keberadaan masyarakat di dalam hutan merupakan ancaman, akan tetapi disisi lain mereka merupakan ujung tombak dalam pengelolaan di masa depan apabila dikelola dan diawasi dengan baik dan berwawasan lingkungan.

Dalam pengelolaan kawasan hutan ini, dewasa ini dihadapkan dengan masih dengan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, yang menjadi alasan masyarakat untuk merambah hutan untuk kegiatan perladangan atau perkebunan dengan memanfaatkan hasil hutan kayu atau menggunakan lahan hutan untuk membangun aktivitas ekonomi dengan yang dapat merusak fungsi hutan dan merubah bentang alam. Peruntukan lahan pada lokasi penelitian adalah pertanian lahan kering dan hutan Pinus. Sebagian besar masyarakat yang tinggal

hasil pertanian dan sebagian hasil hutan. Namun kemungkinan ditemukan permasalahan yang sama terkait menurunnya hasil hutan yang menjadi bagian dari perekonomian masyarakat misalnya: kebutuhan kayu, rotan dan getah pinus.

Masyarakat desa yang melakukan pertanian/perkebunan masih ada yang melakukan perladangan berpindah. Untuk itu, perlu diberi edukasi dan pembinaan agar melakukan pertanian/perkebunan yang berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari perambahan hutan yang lebih luas dan pembakaran pada saat pembukaan lahan.

Hutan sebagai tempat perlindungan satwa liar dan sebagai sumber plasma nutfah, perlu dikelola sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Selain itu hutan juga berpengaruh terhadap iklim, kesuburan tanah, tata air dan mempunyai daya tarik tersendiri sebagai tempat wisata, yang semuanya mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat disekitar hutan. Bagi penduduk setempat, pengusahaan hutan berarti kesempatan kerja dan berusaha.

Dengan terjaganya kelestarian lingkungan hutan di sana akan memberikan ketersediaan potensi sumber daya yang dapat dikelola oleh masyarakat lokal untuk meningkatkan pendapatan ekonomi secara berkelanjutan.

2.3.3. Potensi Agrowisata

Dalam wilayah lokasi kawasan hutan Salib Kasih ini terdapat berbagai usaha pertanian masyarakat lokal yang telah mengalami perkembangan yang baik.

Hal ini dapat dilihat dengan adanya kebun masyarakat berupa tanaman jeruk manis dan holtikultura yang telah mendapat perhatian dari para pengembang pertanian lokal. Di sekitar lokasi telah ada usaha pengembangan ternak sapi jenis peranakan dan ternak lebah madu yang mulai dikelola baik secara organisasi

usaha maupun secara perorangan. Usaha tersebut terdapat di dalam wilayah Desa Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita. Pengembangan usaha pertanian ini sangat berpeluang untuk dikelola secara berkelanjutan dan akan membuka peluang pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan Salib Kasih sebagai kawasan peruntukan pariwisata minat khusus/rohani.

Selama ini pengunjung hanya berminat melihat monumen Salib Kasih dan setelahnya pulang atau turun dari bukit, tanpa diberi kesempatan melihat pengelolaan pertanian di sekitarnya yang telah ada. Walaupun pengelola Salib Kasih telah mencoba upaya dengan menawarkan produksi pertanian lokal di sekitar lokasi pelataran Salib Kasih. Namun upaya ini belum menjadi perhatian menarik para pengunjung. Hal ini menjadi wisata yang monoton. Untuk itulah perlu terobosan pengelolaan potensi usaha pertanian diintegrasikan dengan keberadaan Salib Kasih ini, akan menjadi harapan baru dalam pengelolaan wisata di sana. Potensi usaha pertanian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Potensi Usaha Pertanian di Kawasan Hutan Salib Kasih

2.4. Peranan Pemerintah dan Berbagai Pemangku Kepentingan 2.4.1. Peranan Pemerintah

Perkembangan pariwisata di suatu tempat tidak bisa terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses. Proses tersebut dapat terjadi secara instan atau lambat tergantung dari pada faktor eksternal (dinamika pasar, situasi politik dan ekonomi makro), faktor internal di tempat yang bersangkutan, kreatifitas dalam mengelola aset yang dimiliki, serta dukungan pemeritah dan masyarakat (Gunawan, 1999).

Kecenderungan saat ini, wisatawan global lebih tertarik untuk berkunjung ke desa-desa terpencil untuk melihat secara langsung sesuatu yang belum pernah dilihat di negaranya sendiri. Salah satu alternatif potensial yang dapat dikembangkan di daerah pedesaan adalah agrowisata untuk menarik minat para pengunjung dan memberi manfaat ekonomi bagi daerah tujuan wisata.

Dalam pengelolaan kawasan hutan Salib Kasih menjadi salah satu pengembangan kawasan wisata rohani tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak dan pemangku kepentingan yang memberikan peranan dan kontribusi yang sangat baik dalam pembangunan kepariwisataan kabupaten Tapanuli Utara.

Pemerintah Tapanuli Utara memiliki peran utama untuk memperhatikan kebutuhan yang mendasar dalam pengembangan pembangunan daerah Tapanuli Utara. Adapun kebutuhan mendasar ini diatur dalam peraturan yang mengikat berbagai pihak tanpa meninggalkan identitas utama daerah. Pemerintah diharapkan dapat memberdayakan, mengayomi dan memberlakukan peraturan-peraturan, tidak sekedar untuk mengarahkan perkembangan, melainkan juga untuk merintis atau untuk mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan

pengembangan pariwisata. Pemerintah memiliki fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk didalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi. Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta.

Penetapan Salib Kasih sebagai sebagai kawasan yang diperuntukan bagi pariwisata dengan minat khusus dan sebagai Kawasan Strategis dengan penekanan sosial budaya telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor: 03 Tahun 2017 tentang RTRW Kabupaten Tapanuli Utara. Hal ini sejalan dengan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara yang dituangkan pula dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor: 5 Tahun 2018. Keberadaan peraturan daerah ini selanjutnya akan menjadi salah satu kunci pokok sebagai wilayah pengelolaan wisata yang terintegrasi.

Wilayah pengelolaan wisata ini meliputi Salib Kasih dan kawasan sekitarnya termasuk kegiatan pertanian, kegiatan jasa penginapan dan travel, serta kegiatan wisata lainnya yang saling berkaitan. Adapun prinsip pengelolaan wisata yang dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip pola pemanfaatan yang optimal dan lestari. Keberlanjutan pengelolaan wilayah wisata berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial, dan kelestarian lingkungan hidup atau yang biasa disebut sebagai 3 (tiga) pilar utama pengelolaan sumber daya alam lestari.

Pengelolaan wisata yang dilakukan dengan mengikutsertakan peranan berbagai pemangku kepentingan. Salah satu peranan ini berupa persepsi dan pola pikir untuk membentuk model pengelolaan wisata yang lebih tepat dengan memasukkan konsep kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan produktif yang terbentuk sebagai potensi agrowisata. Pengelolaan ini juga tetap memperhatikan

peraturan dan kebijakan yang berlaku dalam memfasilitasi kelembagaan pengelola dan jejaringan serta meningkatkan promosi wisata untuk mencapai tujuan pengelolaan yang diharapkan. Pengembangan kawasan agrowisata diperlukan sebagai salah satu solusi dalam meningkatkan penggunaan lahan yang produktif, meningkatkan perekonomian warga dan ikut serta dalam pembangunan daerah

peraturan dan kebijakan yang berlaku dalam memfasilitasi kelembagaan pengelola dan jejaringan serta meningkatkan promosi wisata untuk mencapai tujuan pengelolaan yang diharapkan. Pengembangan kawasan agrowisata diperlukan sebagai salah satu solusi dalam meningkatkan penggunaan lahan yang produktif, meningkatkan perekonomian warga dan ikut serta dalam pembangunan daerah

Dokumen terkait