• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL DAN STRATEGI PENGELOLAAN AGROWISATA YANG TERINTEGRASI DENGAN WISATA ROHANI KAWASAN HUTAN SALIB KASIH TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODEL DAN STRATEGI PENGELOLAAN AGROWISATA YANG TERINTEGRASI DENGAN WISATA ROHANI KAWASAN HUTAN SALIB KASIH TESIS"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

KAWASAN HUTAN SALIB KASIH

TESIS

Oleh :

DHARMA PUTERA SIMANUNGKALIT 177004012/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)

KAWASAN HUTAN SALIB KASIH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DHARMA PUTERA SIMANUNGKALIT 177004012/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(3)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Agus Purwoko, S.Hut M.Si

Anggota : 1. Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, S.Si M.Si 2. Dr. T. Alief Aththorick, S.Si M.Si

3. Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut MP

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Salib Kasih, telah dijadikan ikon kota Tarutung sebagai kota wisata rohani.

Kawasan ini adalah kawasan hutan Pinus yang selalu mendapat banyak kunjungan wisatawan.Secara geografis, kawasan ini memiliki bentang alam dengan panorama alam khas hutan pinus yang segar dan lahan budidaya pertanian. Ini merupakan potensi besar dalam pengelolaan agrowisata yang lestari dan bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggali potensi yang ada di sana. Namun hingga sekarang potensi ini belum dimanfaatkan sebagai salah satu model pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata sejarah rohani Salib Kasih. Tujuan penelitian adalah menyusun model pengelolaan agrowisata, menganalisa kebutuhan sarana dan prasarana dan merumuskan strategi yang tepat dalam pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani pada kawasan hutan Salib Kasih. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 sampai dengan Desember 2019. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari lokasi penelitian melalui pengamatan langsung di lokasi, melakukan wawancara dengan masyarakat, pengunjung, pelaku usaha, lembaga pemerintah dan LSM serta pengisian kuisioner. Responden yang dipilih sebanyak 100 orang untuk mengisi kuisioner, yaitu 60 orang masyarakat, 20 orang pengunjung, 10 orang pelaku usaha, 10 orang lembaga pemerintahan dan LSM. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait penelitian baik secara tabulasi maupun deskriptif. Metode analisis yang digunakan adalah deskriktif kualitatif dengan Analisa SWOT. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa model pengelolaan Kawasan Hutan Salib Kasih adalah wisata rohani yang terintegrasi pada sosial budaya masyarakat yang kuat melalui pengelolaan pertanian masyarakat berupa kebun jeruk/holtikultura, peternakan sapi dan ternak lebah madu dalam bentuk paket-paket alternatif dengan memperhatikan asas manfaat dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang tersedia serta strategi progresif dengan menitikberatkan pemberdayaan masyarakat sekitar.

Kata kunci : Salib Kasih, wisata agro, model pengelolaan, strategi pengelolaan.

(7)

ABSTRACT

Salib Kasih is a religius icon of Tarutung, North Tapanuli. This spot Pine forest always visited by tourits dan visitors from local and another areas. As geografic this area has a beautiful landscape likes with the use of fresh pine forest and agricultur cultivation land. It is a great potential tourism management to explore this existing potential and could added Original Local Government Revenue (PAD). But until now this potential has not yet been exploited as an agrotourism management to integrated with spiritual tourism. The purpose of this research were to perform an agrotourism management models, to analyze facilities and infrastructures, and to formulate the progressive strategies that are integrated with spiritual tourism. This research was conducted for 9 (nine) months from March 2019 to December 2019. The data used this research are primary dan secundary data. Primary data are data taken through direct observation on site, interview with respondents who selected 100 people too fill out the research questionnaire as follow: local society (60 person), the visitor (20 person), businessmen (10 person), government and non government organization (10 person). Secondary data is obtained from the relevant office and agencies by tabulation or descriptive data. The analytical method used qualitative descriptive method and SWOT Analysis. Based on the results of the research and discussion, it can be concluded namely: (1) There are some alternative agrotourism management models that are integrated with spiritual tourism of Salib Kasih by paying attention to the local wisdom, cultivation product, cattle farm and apiculture; (2) To maintain facilities and infrastructures as to the principal of benefit; (3) Utilizing the progressive strategies by focussing on community empowerment.

Keywords : Salib Kasih, agrotourism, agrotourism mangement model, progressive strategies.

(8)

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya Penulis dapat menyelesaikan Tesis ini, dengan judul “Model dan Strategi Pengelolaan Agrowisata yang Terintegrasi dengan Wisata Rohani Kawasan Hutan Salib Kasih”.

Penulis menyadari tanpa bekal ilmu pengetahuan, dorongan, semangat, bantuan, arahan dan bimbingan penyusunan tesis ini tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Robert Sibarani, M.S. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) Universitas Sumatera Utara, para dosen pengajar dan pegawai PSL di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. dan Dr. T. Alief Aththorick, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu dan berbagai saran serta pemikiran.

4. Bapak Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, S.Si., M.Si. dan Ibu Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut, M.P. selaku penguji I dan penguji II dalam mengarahkan dan memberikan saran.

5. Teman-teman mahasiswa PSL dan “The Ganjil 2017” yang memberikan kenangan menimba ilmu.

(9)

7. Bapak, Ibu dan Saudara sekalian yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu yang telah memberikan andil dan perhatiannya.

8. Teristimewa untuk orangtua, Bapak Hotlan Basmi Simanungkalit, B.A., dan Alm. Ibunda Sortaria Simanjuntak serta Alm. Bapak mertua R. H. Panjaitan dan Ibu mertua Pintaria Sitompul yang selalu mengingatkan pentingnya ilmu pengetahuan.

9. Serta yang terkasih untuk isteri saya, Riris Panjaitan, ST, S.Pd., dan kedua anak kami Chieko Gantari Simanungkalit dan Calista Damayanti Simanungkalit yang sentiasa memberikan semangat dan dorongan dalam menyelesaikan tulisan.

Akhirnya dengan harapan kiranya Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan keterbatasan kemampuan penulis menyadari kesalahan dan kekurangan dalam proses penulisannya. Kiranya masukan dan saran serta kritikan dalam penyempurnaan dan membangunan tulisan ini menjadi lebih baik.

Kiranya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2020 Penulis,

Dharma Putera Simanungkalit

(10)

Dharma Putera Simanungkalit, lahir di Rantauprapat pada tanggal 2 Januari 1976 dari pasangan Bapak HB. Simanungkalit, BA., dan Ibu Sorta Simanjuntak (alm). Merupakan putera kelima dari 7 (tujuh) bersaudara. Penulis menikah dengan Riris Panjaitan, ST., S.Pd. dan telah dikarunia dua orang anak, yaitu Chieko Gantari Simanungkalit dan Calista Damayanti Simanungkalit.

Penulis lulus pendidikan dasar dari SD Negeri 112137 Rantauprapat pada tahun 1989 dan meneruskan pendidikan menengah pada SMP Negeri 1 Rantauprapat dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1995, Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Medan, Jurusan Biologi (A-2). Kemudian melanjutkan pendidikan tinggi pada Jurusan Manjeman Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2017, memulai Pendidikan S-2 pada Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara dengan Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Saat ini Penulis bekerja di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara pada Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

(11)

ASBTRAK ……….

ABSTRACT ……….

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………...

i ii iii v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Kerangka Pemikiran... 1 4 4 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 7

2.1. Pengertian Agrowisata ... 2.2. Letak Lokasi Kawasan Hutan Salib Kasih ... 2.3. Potensi Yang Dimiliki Kawasan Hutan Salib Kasih ... 2.3.1. Potensi Sosial Budaya ... 2.3.2. Potensi Sosial Ekonomi ... 2.3.3. Potensi Agrowisata ... 2.4. Peranan Pemerintah dan Berbagai Pemangku Kepentingan ………... 2.4.1. Peranan Pemerintah ... 2.4.2. Peranan Berbagai Pemangku Kepentingan ... 7 11 15 15 17 18 20 20 22 BAB III METODE PENELITIAN ……….. 24

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.1.1. Lokasi Penelitian …………... 3.1.2. Waktu Penelitian ………..…………...…………. 3.2. Metode Penelitian ………...………. 3.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 3.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 3.5. Teknik Pengambilan Data ... 3.6. Bahan dan Alat ... 3.7. Analisa Data ... 3.7.1. Analisis Model Pengelolaan ..…...………...………….. 3.7.2. Analisis Sarana dan Prasarana …...…...………...…….. 3.7.3. Analisis Responden ……….……...………...…………. 3.7.4. Analisis Strategi Pengelolaan ….………...….. 24 24 24 24 25 26 27 28 28 29 29 29 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 35

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

(12)

4.4. Data Hasil Penelitian ...

4.4.1. Data Responden ………...……….

4.4.2. Data Analisa Potensi Model Pengelolaan ...

4.4.3. Data Analisa Potensi Strategi Pengelolaan ...

4.5. Pembahasan Hasil Penelitian ……….……...…….…...

4.5.1. Analisis Wilayah Pengelolaan ...

4.5.2. Analisis Sarana dan Prasarana ...

4.5.3. Analisis Responden ...

4.5.4. Analisis Model Pengelolaan ...

4.5.5. Analisis Strategi Pengelolaan ...

4.5.6. Analisis Integrasi Program Strategis Pengelolaan ...

39 39 49 54 57 57 60 63 66 72 79 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..

5.1. Kesimpulan ...

5.2. Saran ...

84 84 85 DAFTAR PUSTAKA ……… 86

(13)

No Judul Halaman Tabel 3.1

Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10

Tingkat Nilai Skala Sikap Masyarakat ...

Rekapitulasi Sarana dan Prasarana Sekitar Lokasi Penelitian ..

Fasilitas Sarana Dalam Kawasan Salib Kasih ...

Rekapitulasi Kategori Responden Penelitian ...

Rekapitulasi Hasil Uji Reabilitas Kuisioner Penelitian ...

Rekapitulasi Peringkat Penilaian Responden ………....

Rangkuman Pengelolaan Lahan Responden ...

Rangkuman Informasi Responden Hasil Wawancara ...

Matriks Nilai Faktor Internal (Internal Factor Evaluation)...

Matriks Faktor Eksternal (Eksternal Factor Evaluation)...

Integrasi Program dan Kegiatan Strategis Pengelolaan Kawasan Hutan Salib Kasih Sebagai Kawasan Agrowisata Terintegrasi Dengan Wisata Rohani ...

31 38 38 40 40 43 44 46 73 75

82

(14)

No Judul Halaman Gambar 1.1

Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10

Skema Kerangka Berpikir ...

Letak Lokasi Penelitian ...

Deskripsi Lokasi Wisata Rohani Salib Kasih ...

Potensi Usaha Pertanian di Kawasan Hutan Salib Kasih ...

Matriks analisa SWOT ...…….……....

Visual Lokasi Rumah Kapal Danau Tiberias ...

Visual Lokasi Kebun Masyarakat ...

Visual Lokasi Peternakan di SMP Muara ...

Visual Suasana Lokasi Peternakan Sapi Australia ...

Visual Lokasi Peternakan Lebah Madu ...

Kondisi Sarana dan Prasarana Kawasan Hutan Salib Kasih ...

Skema Model Pengelolaan Agrowisata ...

Rencana Integrasi Pengelolaan Agrowisata ...

Matriks Posisi Analisis Strategi ...

Matriks Analisis Strategi Pengelolaan Agrowisata Kawasan Hutan Salib Kasih ...

6 14 15 19 34 50 51 52 53 54 62 71 72 76

78

(15)

No Judul Halaman Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9

Peta Lokasi Rencana Penelitian …...………..

Kuisioner Model dan Strategi Pengelolaan Agrowisata yang Terintegrasi dengan Wisata Rohani Kawasan Hutan

Lindung Salib Kasih …...

Wawancara Baseline Proposal Penelitian ...………...

Daftar Nama Respoden Penelitian .………...

Rekapitulasi Penilaian Sikap Pada Responden ...…...……...

Rekapitulasi Informasi Responden ...

Rekapitulasi Hasil Wawancara ...

Daftar Perhitungan Analisa SWOT ...

Dokumentasi Penelitian ...

91

92 99 103 106 110 114 116 118

(16)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan otonomi di daerah dilakukan untuk mempercepat laju pembangunan dan peningkatan perekonomian secara merata di daerah. Di sisi lain dalam prakteknya ternyata menyebabkan eksploitasi sumber daya hutan besar- besaran secara terbuka. Kejadian ini dapat menambah kerusakan lingkungan hidup sebagai dampak pemanfaatan hasil hutan demi kesejahteraan rakyat. Dalam mengantisipasi dampak pengelolaannya dengan menitikberatkan pada optimalisasi pemanfaatan sumber daya hutan dan lingkungan yang tetap memperhatikan 3 (tiga) pilar utama pengelolaan sumber daya alam yaitu aspek ekonomi, sosial dan kelestarian lingkungan hidup.

Pemanfaatan sumber daya hutan ini dapat diukur secara ekonomi maupun non ekonomi. Pemanfaatan tersebut dengan memperhatikan konten pengelolaan potensi hasil hutan yang dapat langsung menjadi produk unggulan ataupun jasa ekologisnya. Dilain pihak pemanfaatan panorama dan keindahan hutan dapat diintegrasikan dengan pemanfaatan hasil pertanian, peternakan atau bangunan bersejarah yang dapat dibuat menjadi suatu model pengelolaan agrowisata berbasis obyek wisata religius.

Agrowisata merupakan bagian dari obyek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian sebagai obyek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan,pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian.

Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, pendapatan petani dapat meningkat bersamaan dengan

(17)

upaya melestarikan sumber daya lahan serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.

Obyek wisata merupakan penghasil devisa non-migas yang kini banyak dikembangkan di berbagai daerah. Obyek wisata yang paling lama berkembang adalah obyek wisata yang menonjolkan keindahan alam, seni dan budaya. Obyek wisata ini oleh Pemerintah telah diakui sebagai penghasil devisa terbesar dari sektor non-migas. Mengingat keindahan alam menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan, potensi ini menarik untuk digarap. Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan pertanian yang sangat luas. Rangkaian kegiatan pertanian dari budidaya sampai pasca panen dapat dijadikan daya tarik tersendiri bagi kegiatan pariwisata. Dengan menggabungkan kegiatan agronomi dengan pariwisata banyak perkebunan-perkebunan besar di Indonesia dikembangkan menjadi obyek agrowisata.

Kawasan hutan Salib Kasih yang terletak di Bukit Siatas Barita Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara ini sangat memberikan peluang dan potensi sebagai salah satu pemanfaatan jasa lingkungan berupa obyek wisata rohani, yaitu panorama Salib Kasih yang memberikan keindahan dan kesejukan hutan Pinus.

Salib Kasih, merupakan bangunan Salib besar setinggi 31 meter ini telah menjadi ikon kota Tarutung sebagai kota wisata rohani. Kawasan ini selalu mendapat banyak kunjungan wisatawan dari dalam dan luar daerah, terutama pada hari libur nasional maupun hari-hari tertentu. Disamping itu terdapat lahan pertanian didalam bentang alam yang berdekatan dengan obyek wisata Salib Kasih tersebut berupa pertanian masyarakat lokal telah berkembang menjadi kebun jeruk dan

(18)

holtikultura, peternakan sapi dan lebah madu. Lokasi lahan pertanian tersebut dapat dijangkau dengan berjalan kaki ataupun dengan kendaraan bermotor.

Sebagaimana diketahui bahwa Tapanuli Utara merupakan tempat tinggalnya suku Batak yang terkenal dengan keramahtamahan dan sifat serta pola hidup yang keras. Ciri khas suku Batak ini terkenal dengan sifat keunikannya sejak dulu hingga ke manca negara. Keunikan ini bisa menjadi faktor penghalang atau sebagai salah satu katalisator dalam pengelolaan potensi wisata di sana.

Potensi sumber daya ini dapat dikembangkan menjadi model pengelolaan agrowisata di sana dengan memperhatikan karekteristik bentang alam lingkungan, potensi lahan dan keramahtamahan masyarakat serta kearifan lokal yang tersimpan di sana. Hal ini akan menjadi lebih menarik apabila dapat berintegrasi sehingga akan menjadi pengelolaan obyek wisata andalan pemerintah daerah maupun masyarakat lokal. Disisi lain bahwa selama ini objek wisata Salib Kasih hanya sebagai ikon yang monoton tanpa adanya perubahan untuk memberi motivasi dan inovasi dalam pengelolaan wisata daerah.

Dalam pengelolaan dan perencanaan sistem lingkungan, salah satu kebutuhan yang utama adalah untuk memperkirakan kondisi sederhana dan kompleks yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Untuk mempermudah indikasi kebutuhan dapat dilakukan dengan membuat suatu pemodelan pengelolaan agrowisata suatu kawasan hutan. Pemodelan ini akan mengarah pada hal-hal yang mendasar, diantaranya pengumpulan data dan kebutuhan pengelolaan lingkungan. Dengan membuat suatu model pengelolaan ini diharapkan dapat dimengerti oleh berbagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan agrowisata yang diintegrasikan dengan wisata rohani pada suatu kawasan hutan.

(19)

Adapun pemodelan yang dimaksud dalam hal ini adalah berupa flow chart atau bagan yang menggambarkan proses pengelolaan agrowisata yang bersinergi dengan komponen wisata rohani yang telah ada dalam fungsi kawasan hutan sesuai kebutuhan dan strategi pengelolaannya. Bentuk model tidak harus selalu sulit, rumit dan kompleks. Model yang baik adalah model yang paling sederhana, konsisten dengan tujuan studi dan dapat diterapkan di lapangan (Samdikun, et al., 2012).

1.2. Perumusan Masalah

Memperhatikan hal-hal di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang dapat memberikan gambaran sebagai penjelasan yang dapat diterima terhadap permasalahan yang muncul, yaitu :

1. Bagaimana model yang baik agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani yang terletak dalam kawasan hutan Salib Kasih?

2. Bagaimana strategi pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani yang terletak dalam kawasan hutan Salib Kasih?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

1. Menyusun model pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani pada kawasan hutan Salib Kasih.

2. Menganalisa kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani pada kawasan hutan Salib Kasih.

3. Merumuskan strategi yang tepat dalam pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani pada kawasan hutan Salib Kasih.

(20)

1.4. Kerangka Pemikiran

Pembangunan pariwisata telah menjadi prioritas bagi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dan menjadi bagian visi pembangunan daerah yaitu menjadikan Tapanuli Utara sebagai salah satu tujuan wisata. Hingga saat ini upaya Pemerintah daerah dalam mengembangkan kegiatan atau obyek wisata yang berwawasan lingkungan telah mendapat perhatian yang baik. Kota Tarutung dalam perspektif kepariwisataan memiliki potensi strategis sebagai kota wisata rohani dan salah satunya berada di kawasan hutan Salib Kasih, yang merupakan bangunan bersejarah religius. Disamping itu berdasarkan potensi geografis, lokasi ini memiliki bentang alam dengan panorama dan keindahan alam dengan ciri khas hutan pinus yang segar serta luasan lahan yang dapat dikelola untuk budidaya pertanian. Ini merupakan potensi besar dalam pengelolaan agrowisata yang berwawasan lingkungan dan diharapkan dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggali potensi yang ada di sana. Karena kondisi inilah menarik perhatian untuk menjadikannya sebagai topik penelitian.

Dalam mendukung kerangka berpikir di atas maka dapat menggunakan pendekatan identifikasi potensi kebijakan perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan, terkait :

1. Mengidentifikasi karakteristik wilayah dan bentang alam dan kebijakan pengelolaan kawasan.

2. Mengidentifikasi karakteristik budaya masyarakat sekitar dalam pengelolaan pertanian lokal.

3. Mendeskripsikan pandangan dan pendapat berbagai pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Daerah.

(21)

4. Merumuskan model pengelolaan agrowisata yang terletak di kawasan hutan Salib Kasih Tarutung.

5. Merumuskan strategi pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani dalam kawasan hutan Salib Kasih.

Alur pemikiran peneltian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1Kerangka Pemikiran Penelitian Permasalahan :

Pengelolaan Agrowisata belum terintegrasi dengan Wisata Rohani

Potensi :

Wisata:

- Keindahan panorama bentang alam - Bangunan bersejarah

- Budaya Masyarakat lokal (kearifan lokal) Agro:

- Hasil pertanian/ peternakan - Budidaya sektor pertanian Lingkungan:

- Kawasan Salib Kasih - Bentang lahan Pemangku Kepentingan : - Pemerintah (Pusat – Daerah) - Masyarakat sekitar dan Pengusaha

Kendala :

 Masih terbatasnya perhatian dan kapasitas SDM lokal dalam menangkap peluang sektor wisata

 Adanya kecenderungan pengelolaan pariwisata yang tidak berkelanjutan.

 Adanya kecenderungan kegiatan pertanian tidak berwawasan lingkungan

 Konflik tenurial

Analisis :

Model dan Strategi Pengelolaan Agrowisata terintegrasi dengan Wisata Rohani

Model dan Strategi Pengelolaan Agrowisata

Kebutuhan Sarana dan Prasarana

Model dan Strategi Pengelolaan Agrowisata terintegrasi dengan Wisata Rohani Kawasan Hutan Salib Kasih

Observasi/Kuisioner/Wawancara

(22)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Agrowisata

Agrowisata atau wisata pertanian dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan perjalanan wisata yang memanfaatkan sektor pertanian dan produk pertanian yang menonjolkan nilai rekreasi dan edukasi di bidang pertanian.

Adanya pengelolaan agrowisata di perdesaan yang berbasis masyarakat setempat diharapkan dapat memberi manfaat yang banyak, tidak saja bagi masyarakat perdesaan tetapi juga masyarakat perkotaan untuk lebih memahami dan menikmati hasil pertanian dan sarana edukasi (Handayani, 2016).

Pengembangan dalam konsep pengelolaan agrowisata dapat meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan dan lingkungannya. Disamping dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapat petani di luar nilai kuantitas produksinya, pengelolaan agrowisata akan melestarikan sumber daya, melestarikan kearifan lokal serta meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar agrowisata.

Memperhatikan lahan pertanian masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan Salib Kasih, akan membuka peluang pengembangan pertanian yang dikelola sebagai daya tarik pengunjung selain untuk melihat Salib Kasih sebagai tempat wisata rohani. Dengan adanya peningkatan kunjungan akan memacu masyarakat untuk membuka peluang ekonomi lainnya. Pengembangan kawasan pertanian menjadi area agrowisata akan meningkatkan kunjungan wisatawan yang akan memberikan kontribusi peningkatan pendapat masyarakat melalui jasa wisata, sebagaimana terjadi desa Cihedeung dan Cikahuripan Kabupaten Bandung Barat

(23)

(Tatibudiarti, et al.,2013). Namun peningkatan kunjungan ke kawasan hutan Salib Kasih ini akan semakin baik apabila telah didukung dengan peningkatan fasilitas dan sarana jalan menuju lokasi yang telah baik dan mudah dijangkau. Saat ini terdapat satu akses jalan yang mudah dijangkau sebagai jalur mobilisasi masyarakat dalam menjual hasil bumi dan sebagai jalur transportasi pengunjung menuju kawasan hutan Salib Kasih. Pengembangan desa wisata pertanian Tulungrejo Kota Batu Jawa Timur berdampak positif bagi sektor pertanian dan masyarakatnya, sejalan dengan hal tersebut, diperlukan perbaikan jalan dan SDM perdesaan agar peran serta masyarakat lebih besar dalam pengelolaan (Aridiansari, et al.,2015). Dengan memperhatikan potensi-potensi yang dimiliki kawasan hutan Salib Kasih ini sudah sewajarnya kawasan ini menjadi pengembangan tujuan wisata bukan hanya sebagai wisata rohani, namun dikembangkan dengan wisata agro. Dalam upaya pengembangannya menjadi kawasan agrowisata membutuhkan pola dan skema pengelolaan yang tepat sehingga sasaran pengelolaan yang terencana dapat dicapai sesuai dengan tujuan pengelolaan. Pengembangan kawasan agrowisata juga membutuhkan strategi yang tepat dalam memanfaatkan berbagai potensi kawasan agrowisata yaitu berupa objek, karakteristik dan lahan (Palit, et al., 2017).

Konsep pengelolaan berlanjutan menjadi faktor penting dalam pengelolaan sektor pertanian, mengingat alih fungsi lahan terus terjadi dan mengancam keberlanjutan sistem pertanian. Dewasa ini hal tersebut dapat menjadi konflik tenurial dalam kawasan pengembangan agrowisata, khususnya lokasi yang memanfaatkan kawasan hutan negara. Masyarakat akan berupaya untuk menguasai lahan yang memilik potensi pengembangan wisata, baik secara

(24)

perorangan maupun berkelompok. Tindakan masyarakat ini telah banyak terjadi di berbagai wilayah yang bersinggungan dengan kawasan hutan. Hutan Pinus yang mengelilingi Salib Kasih adalah hasil reboisasi yang telah dilakukan Dinas Kehutanan melalui program rehabilitasi hutan dan lahan.

Dewasa ini, hal tersebut dapat memicu konflik sosial dalam pengembangan agrowisata, khususnya lokasi yang memanfaatkan kawasan hutan negara.

Masyarakat akan berupaya untuk menguasai lahan yang memilik potensi pengembangan wisata, baik secara perorangan maupun berkelompok. Tindakan masyarakat ini telah banyak terjadi diberbagai wilayah yang bersinggungan dengan kawasan hutan.

Perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan unsur budaya lainnya dapat mengakibatkan disintegrasi. Realitas ini mengisyaratkan bahwa sesungguhnya perubahan sosial mewarnai dinamika kehidupan masyarakat. Dampak positif yang mengiringinya tentu menjadi harapan masyarakat. Tetapi yang mesti dipahami masyarakat adalah bagaimana mengantisipasi perubahan sosial yang menimbulkan konflik sosial (Sumartono, 2019). Masyarakat lokal di Salib Kasih sangat rentan terhadap dinamika perubahan ini. Keadaan dan hidup yang keras telah menjadi sendi kehidupan masyarakat petani. Untuk itulah dengan adanya pengelolaan agrowisata ini membuka harapan baru yang lebih baik dan masyarakat bisa menerimanya sebagai bagian kearifan lokal dalam mengurangi konflik sosial.

Dalam mengelola konflik yang terjadi, diperlukan suatu strategi yang menghargai konsep kearifan lokal. Salah satunya adalah Ecovillage, yaitu satu konsep keberlanjutan yang sedang berkembang saat ini yang merupakan konsep

(25)

ideal antara segi ekologis, sosial, dan spiritual dalam hubungan antara manusia dan lingkungan untuk keberlanjutan kehidupan generasi berikutnya.

Bentang alam dengan tanah yang subur dan panorama indah dengan mengelola agrowisata akan mempunyai manfaat ganda apabila dibandingkan hanya mengembangkan pariwisata dengan obyek dan daya tarik keindahan alam, seni dan budaya. Manfaat lain yang dapat dipetik dari pengelolaan agrowisata, yaitu disamping dapat menjual jasa dari obyek dan daya tarik keindahan alam, sekaligus akan menuai hasil dari penjualan budidaya tanaman pertanian, sehingga disamping akan memperoleh pendapatan dari sektor jasa sekaligus akan memperoleh pendapatan dari komoditas pertanian.

Proses pengembangan agrowisata dalam kawasan hutan ini tidak dapat dilakukan semudah membalikkan telapak tangan, melainkan melalui suatu proses.

Proses itu dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung dari berbagai faktor yang mendukung seperti: kebijakan pemerintah, dinamika kunjungan ke lokasi, kreatifitas dalam promosi serta dukungan pemerintah dan masyarakat.

Lebih lanjut pengembangan kepariwisataan tidak terlepas dari perencanaan yang matang. Perencanaan itu tidak hanya dirasakan oleh pemerintah yang memegang fungsi pengarah dan pengendali, tetapi juga oleh masyarakat dan swasta, yang merasakan makin tajamnya kompetisi, dan menyadari bahwa keberhasilan bisnis ini juga tak terlepas dari situasi lingkungan yang lebih luas dengan dukungan dari berbagai sektor. Peranan pemerintah sangat membantu terwujudnya obyek wisata. Pemerintah berkewajiban mengatur sarana infrastruktur, pemanfaatan ruang melalui distribusi dan alokasi pendanaan.

Mengelola berbagai kepentingan secara proporsional dan tidak ada pihak yang

(26)

selalu dirugikan atau selalu diuntungkan dalam kaitannya dengan pengalokasian ruang wisata.

Kebijakan pengelolaan tata ruang tidak hanya mengatur yang boleh dan yang tidak boleh dibangun saja, namun terkandung banyak aspek kepastian arah pembangunan. Merubah potensi ekonomi menjadi peluang nyata, memberikan perlindungan ruang terbuka hijau bagi keseimbangan lingkungan, merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengalokasian ruang.

Pengelolaan kepariwisataan pada dasarnya melibatkan tiga kelompok pelaku, yaitu sektor bisnis, sektor non profit dan sektor pemerintah. Pemerintah diharapkan dapat memberdayakan, mengayomi dan memberlakukan peraturan- peraturan, tidak sekedar untuk mengarahkan perkembangan. Di samping itu pemerintah juga untuk merintis atau mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan pengembangan pariwisata, yaitu mempunyai fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk didalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen- komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi.

Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta. Banyak bidang operasional bisnis yang dikelola oleh pemerintah hasilnya tidak maksimal, karena ketidakjelasan manajemen pengelolaan.

2.2. Letak Lokasi Kawasan Hutan Salib Kasih

Kawasan hutan Salib Kasih merupakan salah satu lokasi wisata religi kota Tarutung. Wisata rohani ini terletak di Desa Simorangkir Julu, Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara yang dulunya merupakan Kecamatan Tarutung.

Salib Kasih sendiri adalah sebuah monumen berupa salib dengan ukuran yang

(27)

mengenang jasa dari misionaris Kristen asal Jerman yaitu Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam sejarah penyebaran ajaran Kristen di Tapanuli bahwa saat menjalankan misinya, Nommensen berkali-kali hendak dibunuh oleh masyarakat pribumi disana namun selalu gagal. Misi penyebaran ajaran Kristen terus berlanjut dan tidak sia-sia karena telah banyak masyarakat lokal akhirnya memeluk agama Kristen dan meninggalkan aliran kepercayaan lama mereka (animisme).

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor: 03 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017-2037 bahwa lokasi Salib Kasih merupakan kawasan peruntukan pariwisata minat khusus/rohani. Disamping itu kawasan tersebut menjadi Kawasan Strategis dengan penekanan sosial budaya. Sedangkan lokasi di sekitarnya merupakan kawasan pertanian lahan kering. Dengan adanya penetapan ini akan menjadi bagian utama administrasi pengelolaan wisata rohani yang bisa dihubungkan dengan potensi wisata di sekitarnya.

Pasca Undang Undang Nomor: 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, saat ini Kawasan Salib Kasih berada dalam wilayah pengelolaan UPT Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara KPH Wilayah IV Balige pada KPH Unit XXI Tarutung. KPHP Unit XXI Tapanuli Utara (KPHP Unit XXI) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:

SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan hutan negara di daerah sudah menjadi kewenangan pemerintah provinsi bukan lagi pada pemerintah kabupaten/kota. Jadi wilayah

(28)

kerja masih meliputi kabupaten/kota yang berada dalam admistrasi wilayah provinsi.

Dengan adanya penetapan ini akan menjadi bagian utama administrasi pengelolaan wisata rohani yang bisa dihubungkan dengan potensi wisata di sekitarnya. Namun demikian, pengaturan kawasan merupakan wewenang dari pemerintah kabupaten dalam pengaturan klasifikasi penataan ruang berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategi kawasan sesuai dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional.

Mobilisasi ke lokasi penelitian dapat dilalui dengan berbagai jalur transportasi baik darat maupun udara. Melalui jalur darat dapat dilalui dengan berbagai angkutan darat berupa bis maupun mobil, yaitu melalui Medan–Tarutung berjarak sekitar 320 km, yang ditempuh selama 8 (delapan) jam. Perjalanan dengan jalur darat ini memiliki akses jalan negara yang sudah baik dan cukup terawat. Jalur ini merupakan jalur lintas Sumatera bagian Barat yang ramai dengan melintasi dari Kota Medan menuju Kota Pematang Siantar. Setelah melintasi Kota Pematang Siantar menuju Parapat, yang terkenal dengan Danau Toba. Selanjutnya menuju Balige-Siborongborong dan Tarutung. Perjalanan melalui jalur darat ini cukup memberikan suasana yang eksotis.

Sedangkan jalur udara bisa dari Bandara Kuala Namu (Medan) menuju Bandara Silangit di Siborongborong. Kemudian dilanjutkan ke Tarutung dengan jalur darat. Waktu tempuh sekitar 2 (dua) jam perjalanan. Letak lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(29)

Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian

Kawasan hutan Salib Kasih tersebut memiliki panorama hutan Pinus yang indah dan memberikan udara segar dan penuh pesona khusus sebagai wilayah hutan dataran tinggi. Panorama ini akan memberikan kesan yang eksotis setelah lelah kita mendaki gunung sebagai tujuan utama wisata.

Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim udara yang sejuk, peluang untuk mengembangkan berbagai komoditas pertanian pun semakin besar dengan menerapkan sistem pengelolaan lahan yang ramah lingkungan. Hal ini tercermin pada berbagai teknologi pertanian lokal yang berkembang di masyarakat di sekitar kawasan hutan Salib Kasih menyesuaikannya dengan tipologi lahan. Penerapan teknologi pertanian lokal ini menjadi peluang merupakan potensi yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung dan berwisata. Hal inilah sebagai deskripsi integrasi utama yang menarik perhatian dalam model pengelolaan wisata rohani di kawasan Salib Kasih, seperti terlihat pada Gambar 2.2.

(30)

Gambar 2.2 Deskripsi Lokasi Wisata Rohani Salib Kasih

2.3. Potensi Yang Dimiliki Kawasan Hutan Salib Kasih 2.3.1. Potensi Sosial Budaya

Sebagian besar adat budaya masyarakat adalah budaya yang berasal dari suku dominan di KabupatenTapanuli Utara yaitu Suku Batak Toba. Selain Batak Toba ada juga etnis lain seperti Simalungun, Karo, Melayu, Mandailing dan ada juga etnis pendatang seperti Jawa, Minangkabau dan Tionghoa. Dari sisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat terdapat tiga hal yang saling terkait yakni pertumbuhan penduduk, kegiatan ekonomi masyarakat berbasis pertanian dan potensi konflik horizontal karena ketidakjelasan batas lahan. Sebagai suku asli daerah Tapanuli, Suku Batak sangat memiliki sifat yang dominan baik dalam tata kehidupan sosial maupun dalam menjaga kebudayaan di masyarakat. Orang Batak selalu terbuka dan mengutamakan adatnya didalam tata kehidupan bermasyarakat.

Adat ini diaplikasikan dalam kehidupan sehara-hari dan telah membudaya, sebagaimana yang dikenal dengan “Dalihan Natolu”, yaitu manat mardongan tubu, somba marhula-hula dan elek marboru. Dalam terjemahan bahasa Indonesia

(31)

adalah Tiga Aturan dalam kehidupan orang Batak, yaitu menjaga diri atau bersikap lebih hati-hati dengan saudara semarga kita sendiri, hormat kepada keluarga besan atau paman kita dan menyayangi keluarga pihak dari adik/kakak perempuan kita.

Keberadaan Dalihan Natolu ini dianggap masyarakat sebagai doktrin atau aturan yang harus dipatuhi dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat posisi kita sebagai hula-hula maka anak boru akan menghormati kita dalam tatanan kehidupan. Demikian sebaliknya apa bila posisi kita sebagai anak boru maka kita akan selalu menghormati posisi hula-hula kita. Doktrin ini telah berlaku dan dijalankan masyarakat Batak di sana secara terus menerus, bahkan para masyarakat pendatang mengakui keberadaan doktrin ini dikala mereka bertatakrama dalam kesehariannya. Sadar atau tidak sadar keadaan ini menyebabkan munculnya istilah raja adat, raja hula-hula, raja anak boru dan raja dongan sahuta. Keberadaan istilah tersebut berimplikasi dalam seluruh tatanan kehidupan masyarakat dan menyebabkan adanya mengangap dirinya sebagai raja dalam kehidupan masyarakat lokal di sana.

Namun kehadiran missionari Nommensen telah memberikan perubahan mendasar dalam tatanan kehidupan masyarakat lokal (suku Batak) di Tapanuli Utara. Setelah masyarakat lokal menerima ajaran agama Kristen sebagai doktrin pelayanan dalam kehidupan menyebabkan perubahan tatanan kehidupan dalam berbagai aspek. Doktrin sebagai raja telah berubah menjadi doktrin pelayan.

Setiap orang tidak dapat secara utuh memaksakan doktrin Dalihan Natolu diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari karena bertentangan dengan ajaran Kristen yang menebarkan kasih dalam hidup.

(32)

Dasar doktrin pelayanan ajaran agama Kristen adalah kasih dan menganggap hidup adalah untuk melayani semua orang. Ini menjadi konsep dasar perubahan yang mempengaruhi doktrin Dalihan Natolu, dimana doktrin Dalihan Natolu tetap diakui dan dilaksanakan dalam perayaan pesta-pesta dan adat Batak sedangkan dalam kehidupan sehari-hari menggunakan doktrin ajaran agama Krsiten sebagai pelayan. Pada saat ini doktrin sebagai pelayan telah diterima dan dilakukan masyarakat lokal dalam tatanan kehidupan mereka. Inilah menjadi potensi sosial budaya yang masih terdapat di lokasi penelitian.

2.3.2. Potensi Sosial Ekonomi

Masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan hutan Salib Kasih ini sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan, baik dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu maupun yang bercocok tanam di kawasan hutan. Di satu sisi keberadaan masyarakat di dalam hutan merupakan ancaman, akan tetapi disisi lain mereka merupakan ujung tombak dalam pengelolaan di masa depan apabila dikelola dan diawasi dengan baik dan berwawasan lingkungan.

Dalam pengelolaan kawasan hutan ini, dewasa ini dihadapkan dengan masih dengan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, yang menjadi alasan masyarakat untuk merambah hutan untuk kegiatan perladangan atau perkebunan dengan memanfaatkan hasil hutan kayu atau menggunakan lahan hutan untuk membangun aktivitas ekonomi dengan yang dapat merusak fungsi hutan dan merubah bentang alam. Peruntukan lahan pada lokasi penelitian adalah pertanian lahan kering dan hutan Pinus. Sebagian besar masyarakat yang tinggal

(33)

hasil pertanian dan sebagian hasil hutan. Namun kemungkinan ditemukan permasalahan yang sama terkait menurunnya hasil hutan yang menjadi bagian dari perekonomian masyarakat misalnya: kebutuhan kayu, rotan dan getah pinus.

Masyarakat desa yang melakukan pertanian/perkebunan masih ada yang melakukan perladangan berpindah. Untuk itu, perlu diberi edukasi dan pembinaan agar melakukan pertanian/perkebunan yang berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari perambahan hutan yang lebih luas dan pembakaran pada saat pembukaan lahan.

Hutan sebagai tempat perlindungan satwa liar dan sebagai sumber plasma nutfah, perlu dikelola sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Selain itu hutan juga berpengaruh terhadap iklim, kesuburan tanah, tata air dan mempunyai daya tarik tersendiri sebagai tempat wisata, yang semuanya mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat disekitar hutan. Bagi penduduk setempat, pengusahaan hutan berarti kesempatan kerja dan berusaha.

Dengan terjaganya kelestarian lingkungan hutan di sana akan memberikan ketersediaan potensi sumber daya yang dapat dikelola oleh masyarakat lokal untuk meningkatkan pendapatan ekonomi secara berkelanjutan.

2.3.3. Potensi Agrowisata

Dalam wilayah lokasi kawasan hutan Salib Kasih ini terdapat berbagai usaha pertanian masyarakat lokal yang telah mengalami perkembangan yang baik.

Hal ini dapat dilihat dengan adanya kebun masyarakat berupa tanaman jeruk manis dan holtikultura yang telah mendapat perhatian dari para pengembang pertanian lokal. Di sekitar lokasi telah ada usaha pengembangan ternak sapi jenis peranakan dan ternak lebah madu yang mulai dikelola baik secara organisasi

(34)

usaha maupun secara perorangan. Usaha tersebut terdapat di dalam wilayah Desa Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita. Pengembangan usaha pertanian ini sangat berpeluang untuk dikelola secara berkelanjutan dan akan membuka peluang pengelolaan agrowisata yang terintegrasi dengan Salib Kasih sebagai kawasan peruntukan pariwisata minat khusus/rohani.

Selama ini pengunjung hanya berminat melihat monumen Salib Kasih dan setelahnya pulang atau turun dari bukit, tanpa diberi kesempatan melihat pengelolaan pertanian di sekitarnya yang telah ada. Walaupun pengelola Salib Kasih telah mencoba upaya dengan menawarkan produksi pertanian lokal di sekitar lokasi pelataran Salib Kasih. Namun upaya ini belum menjadi perhatian menarik para pengunjung. Hal ini menjadi wisata yang monoton. Untuk itulah perlu terobosan pengelolaan potensi usaha pertanian diintegrasikan dengan keberadaan Salib Kasih ini, akan menjadi harapan baru dalam pengelolaan wisata di sana. Potensi usaha pertanian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Potensi Usaha Pertanian di Kawasan Hutan Salib Kasih

(35)

2.4. Peranan Pemerintah dan Berbagai Pemangku Kepentingan 2.4.1. Peranan Pemerintah

Perkembangan pariwisata di suatu tempat tidak bisa terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses. Proses tersebut dapat terjadi secara instan atau lambat tergantung dari pada faktor eksternal (dinamika pasar, situasi politik dan ekonomi makro), faktor internal di tempat yang bersangkutan, kreatifitas dalam mengelola aset yang dimiliki, serta dukungan pemeritah dan masyarakat (Gunawan, 1999).

Kecenderungan saat ini, wisatawan global lebih tertarik untuk berkunjung ke desa-desa terpencil untuk melihat secara langsung sesuatu yang belum pernah dilihat di negaranya sendiri. Salah satu alternatif potensial yang dapat dikembangkan di daerah pedesaan adalah agrowisata untuk menarik minat para pengunjung dan memberi manfaat ekonomi bagi daerah tujuan wisata.

Dalam pengelolaan kawasan hutan Salib Kasih menjadi salah satu pengembangan kawasan wisata rohani tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak dan pemangku kepentingan yang memberikan peranan dan kontribusi yang sangat baik dalam pembangunan kepariwisataan kabupaten Tapanuli Utara.

Pemerintah Tapanuli Utara memiliki peran utama untuk memperhatikan kebutuhan yang mendasar dalam pengembangan pembangunan daerah Tapanuli Utara. Adapun kebutuhan mendasar ini diatur dalam peraturan yang mengikat berbagai pihak tanpa meninggalkan identitas utama daerah. Pemerintah diharapkan dapat memberdayakan, mengayomi dan memberlakukan peraturan- peraturan, tidak sekedar untuk mengarahkan perkembangan, melainkan juga untuk merintis atau untuk mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan

(36)

pengembangan pariwisata. Pemerintah memiliki fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk didalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi. Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta.

Penetapan Salib Kasih sebagai sebagai kawasan yang diperuntukan bagi pariwisata dengan minat khusus dan sebagai Kawasan Strategis dengan penekanan sosial budaya telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor: 03 Tahun 2017 tentang RTRW Kabupaten Tapanuli Utara. Hal ini sejalan dengan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara yang dituangkan pula dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor: 5 Tahun 2018. Keberadaan peraturan daerah ini selanjutnya akan menjadi salah satu kunci pokok sebagai wilayah pengelolaan wisata yang terintegrasi.

Wilayah pengelolaan wisata ini meliputi Salib Kasih dan kawasan sekitarnya termasuk kegiatan pertanian, kegiatan jasa penginapan dan travel, serta kegiatan wisata lainnya yang saling berkaitan. Adapun prinsip pengelolaan wisata yang dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip pola pemanfaatan yang optimal dan lestari. Keberlanjutan pengelolaan wilayah wisata berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial, dan kelestarian lingkungan hidup atau yang biasa disebut sebagai 3 (tiga) pilar utama pengelolaan sumber daya alam lestari.

Pengelolaan wisata yang dilakukan dengan mengikutsertakan peranan berbagai pemangku kepentingan. Salah satu peranan ini berupa persepsi dan pola pikir untuk membentuk model pengelolaan wisata yang lebih tepat dengan memasukkan konsep kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan produktif yang terbentuk sebagai potensi agrowisata. Pengelolaan ini juga tetap memperhatikan

(37)

peraturan dan kebijakan yang berlaku dalam memfasilitasi kelembagaan pengelola dan jejaringan serta meningkatkan promosi wisata untuk mencapai tujuan pengelolaan yang diharapkan. Pengembangan kawasan agrowisata diperlukan sebagai salah satu solusi dalam meningkatkan penggunaan lahan yang produktif, meningkatkan perekonomian warga dan ikut serta dalam pembangunan daerah (Asyhari, 2016).

2.4.2. Peranan Berbagai Pemangku Kepentingan

Kawasan hutan Salib Kasih ini telah diajukan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dalam potensi pengelolaan jasa lingkungan wisata rohani Salib Kasih melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Pembangunan Tempat Wisata Rohani Salib Kasih, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor: SK.925/Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2016 seluas 72 hektar.

Hal ini akan membuka peluang berbagai pemangku kepentingan dalam memberikan kontribusi dalam mendukung keberhasilan pengembangannya.

Disamping itu tetap dibutuhkan koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan ini dalam mengintegrasikan pengelolaan yang dapat disepakati bersama sehingga menjadi suatu land mark bagi berbagai pihak. Pembuatan kesepakatan ini akan memberikan gambaran dalam proses pembangunan siapa berbuat apa dan apa yang akan diperbuat pihak siapa.

Adapun berbagai pemangku kepentingan yang dimaksud antara lain:

1. Lembaga atau paguyuban adat masyarakat setempat.

2. Lembaga Pengembang Pariwisata di Kabupaten Tapanuli Utara.

(38)

3. Kelompok Tani atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pertanian di sekitar.

4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pariwisata dan lingkungan hidup.

5. Kelompok Pemuda dan Organisasi Kepemudaan setempat.

6. Kelompok Pengusaha Travel dan Perhotelan.

7. Anak rantau atau perantau yang memberikan perhatian dan dukungan dalam membangun Bona Pasogit.

Berbagai pemangku kepentingan itu akan mengambil bagian dan memberikan kontribusi sesuai kepentingan dan peranannya masing-masing.

Masyarakat sekitar akan menjadi pemeran utama secara internal dalam pengelolaan wisata agro ini menyesuaikan dengan kebutuhan dan potensi sumber daya yang dimilikinya. Sedangkan LSM dan kelompok pemuda akan mengambil peran sebagai katalisator pengelolaan potensi terkait, mereka bergerak dalam koridor non profit. Sedangkan kelompok pengusaha dan anak rantau akan menjadi pendukung eksternal dalam mewujudkan keberhasilan pengelolaan wisata agro di kawasan hutan Salib Kasih sebab mereka ini bergerak dalam peningkatan bisnis.

Dengan adanya sinergisitas ini akan dapat membentuk keinginan pengelolaan yang diwujudkan dalam suatu model pengelolaan wisata. Model pengelolaan ini dipergunakan dalam memudahkan penjabaran proses perencanaan, identifikasi permasalahan dan potensi pengembangan hingga terbentuknya pola atau sitematika pengelolaan wisata yang dapat dilaksanakan dan didukung oleh semua pihak.

(39)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kawasan hutan Salib Kasih Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan pengelolaan hutan merupakan wilayah KPH Unit 21 pada UPTD KPH Wilayah IV Balige.

Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan, antara lain:

1. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah menunjuk lokasi sebagai salah satu tujuan utama Wisata Sejarah Rohani Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Terdapat kunjungan wisatawan ke lokasi penelitian pada waktu tertentu.

3. Di lokasi ini terdapat potensi pengembangan komoditi pertanian.

4. Berpotensi dapat dijadikan obyek wisata dengan daya tarik budidaya agro berwawasan lingkungan.

3.1.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang telah dilaksanakan mulai pada bulan Maret 2019 sampai dengan Desember 2019, yang meliputi penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, penulisan draft dan konsultasi.

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara melakukan penyelidikan atau mencari suatu fakta di lapangan yang dilakukan secara sistematis dan obyektif.

Nawawi (2001) mengemukakan, bahwa metode pada dasarnya berarti cara yang

(40)

dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena tujuan umum penelitian adalah untuk memecahkan masalah, maka langkah-langkah yang akan ditempuh harus relevan dengan masalah yang telah dirumuskan.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, yaitu memberikan penjabaran dengan mendeskripsikan apa yang diperoleh dari penelitian. Penelitian deskriptif ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang variabel, gejala atau keadaan serta tidak memerlukan administrasi atau mengontrolan terhadap sesuatu perlakuan.

3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel (teknik sampling) menurut Nawawi (2001), adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang presentatif atau benar-benar mewakili populasi. Dalam penelitian ini pengambilan sampel secara purposive, yaitu dengan menetapkan ciri-ciri khusus dari sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Pengambilan sampel dilakukan pada 100 responden yang telah ditentukan ciri-cirinya yaitu dengan cara memilahnya menjadi 3 kelompok responden yang dipilih dan ditemui secara langsung di lapangan, yaitu berdasarkan asal dan tempat tinggal responden dan umur responden pada usia 17 tahun atau lebih.

Kelompok responden yang pertama, adalah warga desa yang berada di sekitar lokasi penelitian menjadi responden, yaitu masyarakat desa yang bertempat tinggal di lokasi dan di sekitarnya. Selanjutnya kelompok responden

(41)

yaitu para pengunjung dan para pelaku usaha pariwisata. Serta kelompok responden yang ketiga, adalah pemerintah dan lembaga masyarakat yang peduli lingkungan dan pariwisata. Ketiga kelompok responden dipilih dan ditemui secara langsung dengan harapan merupakan sampel yang tepat dan keterwakilan populasi saat dilaksanakannya penelitian.

Disamping itu Peneliti juga akan melaksanakan observasi langsung ke lokasi penelitian dan wawancara khusus kepada beberapa responden dan kepada beberapa pemangku kepentingan (termasuk Pemerintah Daerah) dalam menghimpun berbagai informasi dan data yang diperlukan untuk memperkuat tujuan penelitian.

3.4. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi potensi Kawasan hutan Salib Kasih, kebijakan pemerintah dan pendapat berbagai pemangku kepentingan lainnya tentang pengelolaan agrowisata di sekitar Kawasan Wisata Salib Kasih yang berwawasan lingkungan melalui pengamatan beberapa potensi meliputi pengamatan tentang potensi alam, potensi sosial dan budaya dan kemungkinan adanya kearifan lokal masyarakat setempat. Terkait kebijakan pemerintah memperhatikan undang-undang, peraturan pemerintah dalam pembangunan wilayah dan tata ruang, peraturan yang mendukung pengembangan pariwisata serta peraturan daerah yang telah diterbitkan untuk pengembangan pariwisata di daerah.

Sedangkan pendapat masyarakat setempat yang terkait rencana pengembangan agrowisata, ketersediaan lahan pertanian, tradisi adat-istiadat dan budaya, pendidikan dan pelatihan bidang pariwisata bagi penduduk setempat,

(42)

keterlibatan masyarakat dalam mengelola agrowisata berwawasan lingkungan, keterlibatan swasta atau pemerintah dalam mengelola agrowisata, dan penarikan retribusinya.

3.5. Teknik Pengambilan Data

Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan adalah data primer (data utama), berupa: hasil wawancara dan kuisioner yang disebarkan dan data sekunder (data pendukung), berupa: dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan kawasan hutan Salib Kasih dan dokumen literatur lainnya.

Teknik pengumpulan data yang dilaksanakan, antara lain:

1. Observasi

Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan peninjauan langsung ke lokasi penelitian.

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik dalam mengumpulkan data secara langsung antara pengumpul data dan pemberi data. Dalam hal ini terjadi interaksi langsung untuk memberikan hasil yang optimal.

Adapun teknik wawancara yang dilakukan hanya kepada narasumber yang memiliki informasi yang lebih mendalam dan relevan baik berasal dari Pemerintah setempat, LSM ataupun narasumber lainnya yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan tujuan penelitian. Wawancara ini biasanya dapat dilakukan dengan teknik Depth Interview, yaitu melakukan wawancara mendalam dengan narasumber tertentu yang dipandang relevan dan akuntable.

(43)

Dalam penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang disusun secara sistematis dengan pertanyaan tertutup dan terbuka. Penggunaan kuisioner ini adalah bertujuan untuk mengetahui pendapat masyarakat terhadap pengembangan pariwisata di kawasan hutan Salib Kasih Kabupaten Tapanuli Utara. Sedangkan untuk menggali berbagai informasi yang lebih mendalam terkait agrowisata berwawasan lingkungan dilakukan dengan wawancara yang mendalam sesuai tujuan yang diharapkan meliputi budidaya pertanian, kondisi sosial budaya/

kearifan lokal dan dampak pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan.

3.6. Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan:

1. Dokumen Rencana Pembangunan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara 2. Dokumen Rencana Pembangunan Pariwisata Kabupaten Tapanuli Utara 3. Peta admistrasi lokasi dan peta kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara 4. Dokumen pendukung terkait lainnya.

Sedangkan alat yang digunakan antara lain:

1. Alat tulis 2. Komputer 3. Handphone 4. Kamera

3.7. Analisis Data

Teknik pengolahan data yang akan digunakan adalah dengan menggunakan teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa yang diketahui secara

(44)

konkrit, kemudian digeneralisasikan menjadi suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan fakta-fakta yang empiris tentang lokasi penelitian.

3.7.1. Analisis Model Pengelolaan

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui potensi agrowisata berwawasan lingkungan yang dapat berintegrasi dengan wisata sejarah rohani di kawasan hutan Salib Kasih. Selanjutnya merumuskan potensi agrowisata berwawasan dimaksud dalam suatu model pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik utama pengelolaan (wisata rohani) yang dikaitkan dengan potensi sumber daya alam (pertanian) yang dikembangkan dan dukungan pemanfaatan fasilitas yang tersedia secara optimal.

Penyusunan model dapat dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Perumusan struktur atau bagan model.

2. Mengidentifikasi parameter-parameter model yang saling berhubungan, terkait potensi karakteristik, masalah dan peraturan terkait.

3. Menganalisa parameter yang memiliki peran utama dalam struktur model.

3.7.2. Analisis Sarana dan Prasarana

Analisis data dengan secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dan asas manfaat dari fasilitas-fasilitas pendukung yang tersedia di lokasi penelitian dalam pengelolaan agrowisata berwawasan lingkungan kawasan hutan Salib Kasih.

3.7.3. Analisis Responden

Adapun pemangku kepentingan akan menjadi responden penelitian yang

(45)

mendukung analisa penelitian. Lebih lanjut responden yang diharapkan adalah populasi masyarakat, aparat pemerintahan dan berbagai pemangku kepentingan lainnya yang dijumpai berada di sekitar lokasi penelitian sesuai dengan kebutuhan termasuk masyarakat pengunjung.

Banyaknya responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara Purposive sampling, yaitu dengan memilih populasi sebanyak 100 responden dan memilahnya menjadi beberapa ciri kelompok responden tertentu. Mantra, (1985) dalam Singarimbun dan Affandi (2002) menyatakan besarnya sampel tidak boleh kurang/minimum 5%. Hasil pendapat responden akan dilihat dari hasil skala pendapat melalui tabel frequensi.

Penggunaan tabel ini dilakukan untuk dapat memberikan penilaian terhadap jawaban responden dan menguatkan pendapat mereka terkait model pengelolaannya. Dalam penelitian ini ada kemungkinan terdapat perbedaan jumlah skala yang digunakan,supaya adanya kesamaan digunakan analisis skala sikap Likert.

Menurut Kusmaryadi dan Sugiarto (2002), skala Likert ini merupakan alat untuk mengukur sikap dari keadaan yang sangat positif ke jenjang sangat negatif, untuk menunjukkan sejauh manakah tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap pernyataan yang diajukan oleh peneliti. Skala Likert ini disebut juga sebagai Summated Rating Method. Dengan menggunaan Summated RatingMethod akan ditentukan skor pada pengukuran skala Linkert, yaitu pemberian skor tertinggi dan terendah dari masing-masing jawaban pertanyaan yang diajukan kepada responden. Dalam penelitian ini ditentukan skor dari yang tertinggi hingga yang terendah. Jawaban pertanyaan tertinggi diberi nilai 5, sedangkan untuk

(46)

jawaban terendah adalah 1. Jawaban diantara kedua skala tersebut disesuaikan dengan jumlah jawaban yang ada, untuk pertanyaan sangat setuju diberi nilai 5, setuju diberi nilai 4, ragu-ragu diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2, dan 1 sangat tidak setuju.

Untuk memperoleh peringkat pendapat para pemangku kepentingan, diajukan 10 pertanyaan. Dengan total nilai maksimum 50. Selanjutnya nilai setiap responden dijumlah dan dibuat peringkatan dengan skala penilaian sebagai berikut:

Skor tertinggi – skor terendah = selisih perkategori Jumlah kategori

= 50 – 10 = 8 (selisih kategori) 5

Berdasarkan rumus tersebut di atas, dapat diperoleh tingkat nilai skala sikap masyarakat masing-masing seperti dalam Tabel 3.1.

Tabel. 3.1 Tingkat Nilai Skala Sikap Masyarakat

SKALA SIKAP MASYARAKAT

SIKAP SKALA KATEGORI

Sangat setuju 5 > 42 – 60

Setuju 4 > 34 – 42

Ragu-ragu 3 > 26 – 34

Tidak setuju 2 > 18 – 26

Sangat tidak setuju 1 10 – 18 Sumber : Hasil Modifikasi Skala Likert

Untuk mengetahui akurasi data responden dimaksud dimana variabel tertentu tidak diukur secara langsung tetapi melalui indikator atau faktor tertentu

(47)

yang diteliti maka dilakukan pengujian. Pengujian ini dilakukan dengan uji validitas dan reabilitas secara statistika.

3.7.4. Analisis Strategi Pengelolaan

Analisa ini menggunakan metode SWOT dalam menganalisa data dari beberapa faktor internal dan eksternal secara kualitatif. Rangkuti (2000), mengatakan bahwa Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi kebijakan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatandan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Faktor-faktor eksternal, meliputi:

1. Peluang, yaitu berbagai hal yang membuka peluang seperti kebijakan baru, perubahan kondisi sosial budaya, dukungan masyarakat, kebijaksanaan yang bersifat administratif, birokratik dan lain-lain.

2. Ancaman, yaitu berbagai hal yang dapat merupakan acaman bagi organisasi dalam melaksanakan tugas dan meningkatkan kinerja, antara lain karena perubahan kondisi sosial budaya yang kurang menguntungkan, menurunnya tingkat kesadaran masyarakat, dukungan instansi lainnya.

Identifikasi faktor-faktor internal, berupa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh suatu organisasi, antara lain:

1. Kekuatan, yaitu berbagai indikator yang menggambarkan faktor kekuatan bagi organisasi dalam mendukung peningkatan kinerja. Seperti tersedianya SDM aparatur yang berkualitas, disiplin yang tinggi, motivasi kerja yang baik, kerjasama antar staf dan lain-lain.

(48)

2. Kelemahan diisi dengan berbagai faktor yang kurang mendukung pelaksanaan tugas seperti kurang tersedianya data dan informasi, rendahnya sumberdaya aparatur, baik jumlah maupun mutu, lemahnya disiplin dan rendahnya komunikasi dan kerjasama, semangat kerja dan motivasi yang rendah dan lain-lain.

Berdasarkan analisa kondisi eksternal dan internal yang ditemukan dalam penelitian akan dituangkan dalam matriks Analisa SWOT untuk dirumuskan dalam strategi-strategi sebagai arahan dalam menentukan program-program bagi pengembangan agrowisata kawasan hutan Salib Kasih di Kabupaten Tapanuli Utara.

Dari analisa secara makro, dalam upaya mewujudkan pengelolaan obyek agrowisata yang terintegrasi dengan wisata rohani kawasan hutan Salib Kasih terdapat 4 masalah yang dapat digunakan untuk merencanakan pembangunan kepariwisataan, antara lain:

1. Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan (S), dengan cara memanfaatkan indikator peluang (0) yang dimiliki, disebut Strategi S-0.

2. Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan (S) untuk meminimalkan ancaman (T) yang muncul, dikenal Strategi S-T.

3. Strategi yang meminimalkan kelemahan (W) yang ada dengan memanfaatkan peluang (0) yang dimiliki ini, disebut Strategi W-0.

4. Strategi mengurangi kelemahan (W) yang dimiliki untuk memperkecil atau menghilangkan ancaman (T) yang muncul, disebut Strategi W-T.

(49)

Berdasarkan analisa kondisi internal dan ekternal yang ditemukan dalam penelitian, pada tahap selanjutnya akan dituangkan dalam matriks analisa SWOT pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Matriks Analisa SWOT Kekuatan/ Peluang

(S - O) Pengelolaan

agrowisata yang teintegrasi dengan wisata rohani kawasan

hutan Salib Kasih

Kekuatan (Strenghts)

Kelemahan (Weakness)

Peluang (Oppurtunities)

Ancaman (Treats)

Peluang/

Kelemahan (W - O)

Kekuatan/

Ancaman (S - T)

Ancaman/

Kelemahan (W - T)

(50)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administrasi lokasi penelitian terletak di Desa Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.

Kawasan tersebut berjarak sekitar 6 Km dari Tarutung, ibukota Kabupaten Tapanuli Utara, yang dapat ditempuh dengan menggunakan sarana angkutan kota atau kendaraan bermotor lainnya. Secara astronomis terletak pada 01°54’ - 02°07’

Lintang Utara dan 98°52’ - 99°04’ Bujur Timur. Sedangkan secara pengelolaan hutan lokasi penelitian ini merupakan wilayah KPH Unit 21 pada UPTD KPH Wilayah IV Balige.

Desa Simorangkir Julu terletak di kaki bukit Siatas Barita ini memiliki luas wilayah sekitar 3 Km², yang meliputi daerah pemukiman, pertanian, perkebunan, termasuk kawasan hutan Salib Kasih.

Adapun desa ini memiliki batas administrasi sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tarutung

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lumban Siagian dan Simorangkir Habinsaran

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Simanampang dan Enda Portibi - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hutagalung Kecamatan Tarutung.

Berdasarkan data statistik BPS Tarutung pada Buku Kecamatan Siatas Barita Dalam Angka (2017) Desa Simorangkir Julu memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.249 jiwa. Komposisi penduduknya dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 590 jiwa dan perempuan sebanyak 659 jiwa dari jumlah rumah tangga

Gambar

Gambar 1.1Kerangka Pemikiran Penelitian Permasalahan :
Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2.2 Deskripsi Lokasi Wisata Rohani Salib Kasih
Gambar 2.3 Potensi Usaha Pertanian di Kawasan Hutan Salib Kasih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kementerian Sosial berkomitmen mendorong selurh Pemda untuk bersama-sama melakukan upaya penutupan lokalisasi hingga pada tahun 2019, Indonesia bebas lokalisasi. Dalam

(1) Untuk memiliki SPPT-SNI Minyak Goreng Sawit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Produsen dan/atau Pengemas mengajukan permohonan penerbitan SPPT-SNI Minyak

Wij bevestigen dat bovengenoemde werknemer de activiteiten tot tevredenheid voor ons heeft verricht..

Peran terapi tawa dalam menyum- bang pengontrolan tekanan darah dan penurunan kondisi stres, dirasakan oleh peserta pada kelompok eksperimen, penu- runan dan adaptasi

“Bagaimana pengaruh modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja terhadap tingkat keberhasilan usaha baik secara parsial maupun simultan pada

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa glukosidase didalam saluran #erna sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat

Jaringan yang mengangkut air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya dari akar menuju daun disebut xilem. Xilem terdiri dari beberapa macam sel, yaitu sel

 Dalam welfare state, hak kepemilikan diserahkan kepada swasta sepanjang hal tersebut memberikan insentif ekonomi bagi pelakunya dan tidak merugikan secara sosial,