• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Balikpapan memiliki luas wilayah daratan sebesar 503.3 km2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160.10 km2, Balikpapan yang terletak pada posisi

116.5 °Bujur Timur dan 117 °Bujur Timur serta diantara 1.0 °Lintang Selatan dan 1.5 °Lintang Selatan. Balikpapan terdiri atas 5 (lima) kecamatan dan 27 kelurahan dan lima kecamatan tersebut adalah Balikpapan Selatan, Balikpapan Timur, Balikpapan Utara, Balikpapan Tengah dan Balikpapan Barat. Balikpapan di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, di sebelah barat dengan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Selat Makassar. Pada topografinya, kemiringan dan ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut sangat beragam. Mulai yang terendah dari wilayah pantai dengan ketinggian 0 meter sampai dengan wilayah berbukit dengan ketinggian 100 meter dari permukaan laut (d.p.l). Dominasi wilayah berbukit membuat sebagian besar wilayah, yaitu 42.33 % mempunyai kelas kemiringan antara 15 persen sampai dengan 40 % yang rawan tanah longsor (Balikpapan Dalam Angka 2012).

Berdasarkan arahan pembangunan jangka panjang kedua (PJP II) Balikpapan, untuk itu arah pengembangan kegiatan perkotaan untuk masing- masing-masing kecamatan di Balikpapan adalah (1) Kecamatan Balikpapan Timur, diarahkan untuk perluasan pemukiman, pengembangan obyek wisata dan pengembangan sektor perikanan, (2) Kecamatan Balikpapan Utara diarahkan untuk perdagangan dan jasa, (3) Kecamatan Balikpapan Barat diarahkan untuk perdagangan, jasa dan pemukiman, (4) Kecamatan Balikpapan Tengah, diarahkan untuk pemukiman dan fasilitas pelayanan kota.

Melalui keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur No.19 Tahun 1996, sejak tanggal 15 Oktober 1996 ditetapkan 7 kelurahan persiapan menjadi kelurahan definitive. Selanjutnya, pada tanggal 17 Mei 1996 ditetapkan pula melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur terdapat perubahan status Desa menjadi Keluarahan secara definitif dan saat ini wilayah Balikpapan terdiri dari 27 Kelurahan.

Sejarah Balikpapan

Balikpapan dalam sejarahya merupakan kota produksi tambang minyak dan industri yang menarik para penjajah Belanda dan Jepang. Kekayaan alam yang dimiliki Balikpapan menjadikan penjajah Belanda dan Jepang ingin menguasai wilayah tersebut. Selama masa kekuasaan para penjajah tersebut, mereka banyak mendatangkan para pekerja dari luar kota. Hal tersebut berlangsung lama, hingga Indonesia merdeka. Masuknya Belanda dan Jepang dengan berbagai kebijakan yang dilakukan memiliki pengaruh terhadap dinamika sosial yang ada di masyarakat Balikpapan. Dinamika sosial yang terjadi ialah melekatnya sistem kapitalis dalam proses produksi. Dalam hubungan ini, dengan bangkitnya perusahaan minyak dan hadirnya buruh kerja. Penetrasi kapitalis tersebut menjadikan masyarakat menjadi kenal sistem pasar dan transaksi keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Balikpapan termasuk sebagai pusat penghasil minyak bumi di Indonesia. Asal usul nama Balikpapan memiliki berbagai versi, dimana Pemerintah Balikpapan dalam website resminya menuliskan bahwa terdapat beberapa versi terkait dengan asal-usul nama Balikpapan yaitu versi Pertama dalam Buku 90 Tahun Balikpapan yang mengutip buku karya F. Valenijn tahun 1724. Dalam buku tersebut menjelaskan menurut legenda asal nama Balikpapan adalah karena sebuah kejadian yang terjadi pada tahun 1739, sewaktu dibawah Pemerintahan Sultan Muhammad Idris dari Kerajaan Kutai, yang memerintahkan kepada pemukim- pemukim di sepanjang Teluk Balikpapan untuk menyumbang bahan bangunan guna pembangunan istana baru di Kutai lama. Sumbangan tersebut ditentukan berupa penyerahan sebanyak 1 000 lembar papan yang diikat menjadi sebuah rakit dan dibawa ke Kutai Lama melalui sepanjang pantai. Setelah tiba di Kutai lama, terdapat 10 keping papan yang kurang (terlepas selama dalam perjalanan) dan hasil dari pencarian menemukan bahwa 10 keping papan tersebut terhanyut dan timbul disuatu tempat yang sekarang bernama "Jenebora". Peristiwa tersebut membuat nama Balikpapan itu diberikan, dimana dalam istilah bahasa Kutai "Baliklah - papan itu" atau papan yang kembali yang tidak mau ikut disumbangkan.

Versi Kedua menurut Pemerintah Balikpapan dalam legenda rakyat yang dimuat dalam buku 90 Tahun Balikpapan, dituliskan bahwa legenda dari orang- orang suku Pasir Balik atau biasa disebut Suku Pasir Kuleng, maka secara turun menurun telah dihikayatkan tentang asal mula nama "Negeri Balikpapan". Orang- orang suku Pasir Balik yang bermukim di sepanjang pantai teluk Balikpapan adalah berasal dari keturunan kakek dan nenek yang bernama "KAYUN KULENG dan PAPAN AYUN". Keturunan tersebut berasal dari kampung nelayan yang terletak di Teluk Balikpapan yang memberi nama "KULENG - PAPAN" artinya "BALIK - PAPAN" dalam bahasa Pasir, Kuleng artinya Balik dan Papan artinya Papan sekitar pada tahun 1527.

Perjalanan sejarah terbentuknya Balikpapan tidak terlepas dari pertambangan minyak. Sumur minyak yang ada pertama kali di Balikpapan ialah sumur pengeboran minyak Mathilda, sumur pengeboran perdana tersebut diresmikan pada tanggal 10 Februari 1897 di kaki gunung Komendur wilayah pantai Teluk Balikpapan (Pratama 2012). Penamaan sumur minyak Mathilda berasal dari nama anak JH Menten dari JH Menten dan Firma Samuel dan Co sebagai pemenang hak konsesi pengeboran ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda yang telah mengontrak Balikpapan dari Kesultanan Kutai. Pada saat itu Balikpapan merupakan bagian daerah sebelah selatan Kesultanan Kutai.

Pada tanggal 15 April 1898 ditemukan sumur minyak cukup banyak di daerah konsensi Matilda di Balikpapan yang menghasilkan 32 618 Barrel minyak di tahun 1899. Dalam meningkatkan proses produksi dan pengiriman hasil minyak, maka didirikan pelabuhan di Balikpapan dengan menggunakan tanah pemberian Sultan Kutai seluas 16 100 m2 yang diserahkan kepada pemegang konsensi tambang

minyak pada tanggal 1 Maret 1900 (Pratama 2012).

Pada tahun 1920 wilayah Balikpapan dibagi kedalam beberapa wilayah perkampungan yang masing-masing dipimpin oleh kepala kampong yang ditunjuk langsung dari Pemerintah Kolonial Belanda. Pembagian ini bertujuan untuk memudahkan pengontrolan serta pengawasan kampung. Kampung yang ada di Balikpapan pada saat itu yaitu (1) Kampung Baru meliputi wilayah kampung baru yang sekarang hingga Balikpapan seberang (Saat ini berubah menjadi Kabupaten

Penajam Paser Utara), (2) Kampung Karang Anyar daerahnya meliputi Rapak hingga Gunung Sari Ulu, (3) Kampung Klandasan Ilir meliputi Kawasan Klandasan sampai Manggar, (4) Kampung Klandasan Ulu meliputi Klandasan Ulu hingga daerah sekitar Melawai, (5) Kampung Prapatan meliputi Prapatan sampai Gunung Sari Ilir (Pratama 2012). Daerah sekitar Balikpapan yang termasuk wilayah penyangga seperti Samboja diberi status Onderdistrict Samboja. Balikpapan dan wilayah Samboja oleh Pemerintahan Kolonial Belanda kemudian dirubah statusnya menjadi Onderafadeling1 Balikpapan.

Perkembangan pemukiman di Balikpapan pada masa kolonial Belanda mengikuti pola umum perkembangan kota-kota pada masa kolonial. Pembagian masyarakat pada masa kolonial yang dibagi menjadi 3 kelompok utama dengan berdasarkan perbedaan ras, yakni Orang Pribumi, Eropa, Timur Asing (Tionghoa dan Arab). Pertumbuhan kampung-kampung di sekitar instalasi indsutri minyak terus mengalami penambahan pada masa tersebut. Kampung-kampung di Balikpapan tidak dibangun untuk kegiatan agrikultur atau bercocok tanam, akan tetapi sebagai sebuah pemukiman bagi para pendatang atau orang-orang pribumi pendatang (migran) yang berdagang atau bekerja pada industri minyak di Balikpapan (Pratama 2012).

Pembangunan infrastruktur oleh BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) berupa jalan, jaringan pipa minyak, fasilitas pergudangan, pemukiman pekerja, serta pembangunan stasiun serta perluasan jaringan kabel telegram antara Balikpapan hingga Tarakan. Pembangunan tersebut dilakukan semenjak adanya industri minyak seperti BPM. BPM mendatangkan kuli-kuli kontrak yang berasal dari Etnis Jawa dan buruh-buruh Tionghoa. Pelayanan rutin dengan KPM disediakan untuk keperluan mobilitas barang serta masyarakat yang masuk atau keluar dari Balikpapan. Konikkijk Nederlandsch-Indie Luchvaart Maatschappij pada tahun 1935 bukan hanya membuka jalur laut dalam menghubungkan Batavia (Etnis Jawa) dengan Balikpapan tetapi juga menyediakan jalur udara, sehingga sampai saat ini Bandara Internasional Sepinggan di wilayah Kalimantan Timur hanya berada di Balikpapan bukan di pusat kota Samarinda (Pratama 2012).

Pada masa kolonial Belanda, orang-orang Eropa bermukim di sekitar daerah Klandasan. Di daerah tersebut pemerintah kolonial Belanda juga membangun rumah sakit, gedung pusat administrasi BPM, sekolah pemerintahan, gedung dinas kapal motor, dan gedung kesenian di daerah pusat pemukiman. Pusat perekonomian di Balikpapan pada awal abad XX terletak di dua daerah, yaitu Klandasan dan Kebun Sayur. Pada kedua daerah tersebut terdapat pusat-pusat pertokoan yang dimiliki oleh orang Tionghoa, Jepang dan India. Adapula orang- orang India berdagang kain dan tekstil sedangkan orang-orang Jepang biasanya membuka toko serba ada yang menyuplai kebutuhan sehari-hari, tetapi ada juga yang membuka usaha studio foto dan perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan. Orang-orang Tionghoa baik yang totok maupun yang peranakan umumnya menjadi pedagang, mulai dari pedagang besar, menengah, hingga pedagang kelontong. Sebagian penduduk pribumi Balikpapan juga bercocok tanam,

1Onderafadeling: Suatu wilayah administratif yang diperintah oleh seorang kontrolir (wedana Bangsa Belanda

pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Sebuah onderafadeling terdiri atas beberapa landschap (setingkat kecamatan).

berladang, mengumpulkan hasil hutan, seperti rotan, sarang burung, dan berburu (Pratama 2012).

Setelah Kalimantan Timur bergabung dengan RI pada 24 Maret 1950, masih banyak masalah administrasi yang masih mengganjal dalam beberapa wilayah di Kalimantan Timur, khususnya Balikpapan. Undang-Undang No.3 Tahun 1953 Daerah Istimewa Kutai di Provinsi Kalimantan Timur yang dianggap setingkat dengan kabupaten. Balikpapan termasuk dalam kewedanaan Kutai Selatan yang terdiri atas Kecamatan Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Seberang dan Kecamatan Samboja. Terbitnya Undang-Undang No.27 Tahun 1959 yang berisi pengurangan wilayah dari Daerah Istimewa Kutai yaitu Balikpapan dan Samarinda yang kemudian kedua daerah tersebut dijadikan Kotapraja (Pratama 2012).

Pada tanggal 21 Januari 1960 diadakan acara serah terima antara Kepala Daerah Istimewa Kutai dengan Kepala Daerah Kotapraja Balikpapan. Penetapan batas-batas wilayah Kotapraja Balikpapan telah ditetapkan dalam SK Gubernur Kalimantan Timur no.26 Tahun 1960. Pada saat itu Menteri Dalam Negeri tidak menetapkan batas-batas wilayah Balikpapan, sehingga pemerintahan sehari-hari memakai penetapan batas wilayah menggunakan SK Gubernur.

Kilang minyak yang hancur akibat Perang Dunia ke II mulai diperbaiki pada awal tahun 1946, dengan membangun unit Trumble 1 dan Trumble II. Pada ttahun 1949 diselesaikan rehabilitasi unit penyulingan hampa. Unit tersebut berfungsi menghasilkan minyak paraffin yang merupakan produksi bahan baku lilin. Kapasitas Kilang Balikpapan juga ditingkatkan menjadi 50 000 Barrel perhari pada tahun 1948, kilang minyak kembali dioperasikan oleh BPM pada tahun 1950. Restorasi tidak hanya dilakukan di daerah kilang minyak juga diperbaiki. Perbaikan infrastruktur di sekitar kilang minyak tersebut juga memacu pertumbuhan ekonomi lainnya, yaitu berkembangnya industri perdagangan dan jasa sehingga menarik kehadiran tenaga kerja dari daerah lain untuk datang ke Balikpapan. Setelah tahun 1966 peran ekonomis industri minyak bagi pertumbuhan ekonomi kota sudah mulai tergantikan oleh sektor-sektor lain seperti jasa perhotelan, kehutanan dan transportasi. Akan tetapi motor penggerak perekonomian Balikpapan tetap pada industri minyak setelah perang dunia II hingga tahun 1960an (Pratama 2012).

Pada tahun 1960 juga dibuka program transmigrasi, dimana adanya pembukaan lahan untuk perkebunan sehingga masyarakat yang ingin memiliki lahan bisa ikut dalam program tersebut. Salah satu wilayah di Balikpapan yang menjadi tempat menampung transmigran adalah wilayah Kelurahan Karang Joang, kecamatan Balikpapan Utara. Peserta transmigran banyak diikuti oleh Etnis Jawa, karena sebelumnya sudah banyak Etnis Jawa yang bekerja di perusahaan minyak lalu memanggil keluarganya di Etnis Jawa untuk mengikuti program transmigrasi. Selain itu Pemerintahan memfokuskan untuk para petani yang tidak memiliki lahan dan masyarakat yang masih tinggal di dalam hutan lindung untuk menempati wilayah transmigran tersebut.

Balikpapan sudah tidak lagi menjadi kota Minyak yang berorientasi pada pengeboran melainkan pada jasa pengelolahan minyak mentah dari wilayah sekitar Balikpapan seperti di Sepinggan, Handil, Bekapai, Sanga-Sanga, Tarakan, Bunyu dan Tanjung serta minyak mentah yang diimpor dari luar negeri. Perkembangan industri minyak yang membuat Balikpapan menjadi kota Industri dan Kota Jasa

dengan adanya Bandara Udara Internasional, pelabuhan serta berbagai fasilitas jasa di Balikpapan.

Urbanisasi di Balikpapan

Urbanisasi merupakan petunjuk suatu wilayah mengalami tingkatan penduduk yang dalam kajian demografi dilihat sebagai peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di daerah yang berkategori sebagai perkotaan. Dalam hal ini, seperti yang didefiniskan Rusli (2012), urbanisasi merupakan proses meningkatnya proporsi jumlah penduduk yang bermukim di perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan ini disebabkan tiga faktor mendasar, yaitu (1) migrasi dari daerah pedesaan ke perkotaan, (2) pertumbuhan penduduk alamiah, pertumbuhan penduduk alamiah (selisih antar jumlah kelahiran dan jumlah kematian) diwilayah perkotaan, dan (3) reklasifikasi wilayah yang semula daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan sebagai akibat dari pembangunan wilayah (Yunus 2005).

Tingkat urbanisasi di Balikpapan termasuk tertinggi di Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Sejarah Balikpapan yang menjelaskan aktivitas industri minyak berlangsung yang menyebabkan dalam waktu yang relatif singkat Balikpapan mengalami lonjakan penduduk. Berdasarkan hasil sensus penduduk Balikpapan mulai tahun 1961 – 2010 (Tabel 4.1):

Tabel 4.1 Pertumbuhan penduduk tahun 1961-2010 di Balikpapana

No Tahun Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Tingkat Pertumbuhan Selang Tahun (% per tahun)

1 1961 91 706 3.81 2 1971 137 340 4.16 3 1980 280 675 8.17 4 1990 344 405 2.07 5 2000 406 833 1.74 6 2010 614 681 3,24 a

Sumber: Sensus Penduduk 2010

Berdasarkan data pada Tabel 4.1, tingkat pertumbuhan penduduk mengalami fluktuatif. Selama kurun waktu 52 tahun yaitu dari tahun 1961-2010 jumlah penduduk Balikpapan mencapai 7 kali lipat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi pada kurun waktu 1971–1980 yaitu 8.17 % yang sebelumnya 4.16 % pada periode tahun 1961–1971 berkaitan dengan pembukaan industri minyak dan industri di bidang kehutanan yang menyerap banyak buruh (Pratama 2012). Berdasarkan data Balikpapan dalam angka penduduk perkotaan sebanyak 93 % dan yang tinggal di pedesaan sebesar 7 %.

Balikpapan memiliki 5 kecamatan yaitu Kecamatan Balikpapan Utara, Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Selatan, Kecamatan Balikpapan Tengah, dan Kecamatan Balikpapan Timur. Berikut ini adalah perkembangan penduduk tahun 2001-2010 dari setiap kecamatan di Balikpapan.

Tabel 4.2 Pertumbuhan penduduk berdasarkan kecamatan di Balikpapan (%)a Tahun Balikpapan Selatan Balikpapan Timur Balikpapan Utara Balikpapan Tengah Balikpapan Barat 2001 32.87 10.04 18.65 22.00 16.44 2002 32.32 9.99 18.05 22.90 16.74 2003 33.47 9.77 18.60 21.12 17.03 2004 33.54 9.81 18.98 20.95 16.72 2005 33.73 9.79 18.82 20.94 16.71 2006 34.05 9.77 18.59 20.90 16.69 2007 34.36 9.68 18.64 20.71 16.61 2008 34.33 9.74 18.70 20.51 16.72 2009 34.14 9.77 19.03 20.38 16.68 2010 34.36 10.84 22.02 17.76 15.03 2011 34.39 10.88 22.10 17.67 14.96 a

Sumber: Balikpapan Dalam Angka 2012

Merujuk pada tabel 4.2, data pertumbuhan penduduk berdasarkan kecamatan di Balikpapan, menunjukkan kecamatan Balikpapan Selatan memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 191 737 jiwa atau sekitar 34.39 % penduduk, sedangkan Kecamatan Balikpapan Timur mempunyai jumlah paling sedikit yaitu 60 664 jiwa atau sekitar 10.88 % (Balikpapan Dalam Angka 2012).

Urbanisasi di Balikpapan juga memiliki pengaruh pada struktur umur penduduk. Struktur umur ini adalah informasi yang sangat penting karena berkaitan dengan perkembangan presentase kelompok sasaran pembangunan (RPJMD Balikpapan 2016). Berikut ini ialah grafik struktur umur penduduk tahun 2011 Balikpapan

Gambar 4.1Grafik struktur umur penduduk di Balikpapan Tahun 2011 a

a

Sumber: Balikpapan Dalam Angka 2012

Struktur umur penduduk Balikpapan yang tergolong menonjol adalah pada golongan usia dini (5-9 tahun) dan pada usia masa kerja (30-34 tahun) artinya saat ini di Balikpapan memiliki struktur umur penduduk muda karena umur median rendah serta usia masa kerja yang tinggi mengindikasikan di Balikpapan memiliki migrasi masuk yang besar, yaitu banyaknya penduduk pendatang yang mencari kerja di Balikpapan. Rasio beban tanggungan Umur Muda di Balikpapan juga lebih

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 0- 4 5- 9 10 -14 15 -19 20 -24 25 -29 30 -34 35 -39 40 -44 45 -49 50 -54 55 -59 60 -64 65+ Balikpapan Selatan Balikpapan Timur Balikpapan Utara Balikpapan Tengah Balikpapan Barat

tinggi dengan persentase sebesar 14.51 % dibandingkan rasio beban tanggungan Umur Tua dengan persentase hanya 3.97 %.

Urbanisasi di Balikpapan dapat terjadi karena dipicu oleh pertumbuhan industri. Selain itu, jumlah penduduk juga dipengaruhi oleh migrasi pendatang, dan penduduk yang keluar. Berikut ini adalah gambar migrasi masuk dan kembali Balikpapan dalam 5 tahun terakhir.

Gambar 4.2 Migrasi Balikpapan a

a

Sumber: Bappeda Balikpapan (2013)

Pada gambar 4.2 di atas menegaskan bahwa migrasi datang merupakan faktor dari bertambahnya jumlah penduduk di Balikpapan. Selain itu, Balikpapan juga memiliki letak yang strategis yang berada pada posisi silang jalur perhubungan nasional dan internasional. Perkembangan kota sebagai pusat jasa, perdagangan, dan industri yang tidak hanya berskala regional Kalimantan Timur, namun juga berkembang sebagai salah satu sentra di Indonesia Tengah. Potensi sumber daya yang besar di sekitar kota, terutama di wilayah hinterland seperti Kabupaten Kutai dan Pasir, maka Balikpapan menjadi daya tarik bagi perekonomian serta ditambah keberadaan Pelabuhan Laut Semayang dan Bandara Udara Sepinggan yang memudahkan masyarakat untuk datang ke Balikpapan.

Balikpapan memiliki keunggulan yaitu terdekat dengan jalur pelayaran internasional dari Selat Makassar selanjutnya ke Selat Malaka dan seterusnya ke Asia Timur atau Timur Tengah sehingga dapat dikatakan sebagai kota kolektor seperti Singapura. Selain itu Balikpapan memiliki potensi yang dapat mendorong pertumbuhan Balikpapan, potensi tersebut dipengaruhi oleh posisi geografis, pencapaian regional melalui kemudahan aksesbilitas di jasa perhubungan, sebagai pusat perekonomian yang dilengkapi saran dan prasarana kota, serta petumbuhan dan perkembangan kegiatan eksplorasi/pengilangan minyak dan gas bumi.

Sarana dan prasarana yang lengkap ditambah pertumbuhan dan perkembangan industri menjadi daya tarik warga pendatang ke Balikpapan untuk

mencari pekerjaan. Balikpapan juga terkenal dengan masyarakatnya yang heterogen. Masyarakat Balikpapan terdiri dari berbagai etnis dari seluruh wilayah Indonesia. Daerah Kalimantan Timur terdapat 28 suku/etnis (Lampiran 1) yang tersebar di daerah provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan sensus penduduk 2010, terdapat 5 suku/etnis yang banyak tersebar di Kalimantan Timur (Tabel 4.3)

Tabel 4.3 Sebaran penduduk berdasarkan suku/etnis di Kalimantan Timur a

Suku Persebaran Penduduk Persentase Penduduk

(%) Jawa 1.12 30.25 Sunda 0.50 1.57 Batak 0.44 1.05 Asal Sulawesi 2.97 6.42 Madura 0.65 1.32 a

Sumber: Sensus Penduduk 2010

Pada tabel 4.3, Etnis Jawa memiliki jumlah penduduk paling banyak diantara etnis lainnya yang ada di Balikpapan. Penyebab dari banyaknya Etnis Jawa di Balikpapan memiliki hubungan pada sejarah dari Balikpapan sendiri yaitu sejak zaman kolonial Belanda dimana sebagian penduduk dari Etnis Jawa di bawa ke Balikpapan sebagai pekerja di industri pada tahun 1920 (Pratama 2012). Kemudian Etnis Jawa lainnya mulai berdatangan dengan mengandalkan jaringan etnis yang akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.

Balikpapan yang memiliki tingkat karakteristik penduduk yang beragam, hal ini terlihat karena kota ini merupakan sentra industri minyak sehingga membuat banyak orang melakukan mobilisasi ke Balikpapan. Total populasi penduduk mencapai 31.39 % (sensus di tahun 2000), diantara keempat suku di Balikpapan tersebut suku Banjar merupakan yang terbanyak. Selain keempat suku di atas, banyak pula etnis dari pulau Sulawesi, Jawa, sumatera, dan pulau lainnya. Berikut merupakan etnis yang membentuk masyarakat atau orang Balikpapan .

Tabel 4.4 Persentase penduduk berdasarkan etnis di Balikpapan (%)a

Suku Persentase Penduduk

Paser 8,77 Kutai 10,34 Banjar 12,19 Bugis 14,44 Jawa 29,76 Rumpun Tionghoa 16,76 Minahasa 6,81 Batak 3,21 Aceh 2,08 Gayo 1,08 Gorontalo 0,06 a

Merujuk pada tabel 4.4, Etnis Jawa dominan di Balikpapan. Pada koridor cepat tumbuh masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut merupakan masyarakat suku Bugis dan suku Dayak. Masyarakat suku dayak merupakan masyarakat asli Ras Autronesia di pulau Kalimantan yang disebut dengan Rumpun Kalimantan, diantaranya yaitu Banjar, Kutai, Dayak, Paser yang biasa disingkat komunitas BAKUDA atau BAKUDAPA. Suku Bugis yang merupakan pendatang di kawasan ini mulai masuk ke Balikpapan pada tahun 1982, suku Bugis hanya bermukim di sekitar pesisir pantai. Namun sejalannya waktu, dengan banyaknya pertumbuhan penduduk di Balikpapan memaksa masyarakat suku bugis untuk mencari lahan-lahan lain untuk ditempati. Kawasan cepat tumbuh merupakan salah satu kawasan yang berada persis di wilayah bantaran sungai wain yaitu di Kelurahan Karang Joang, jika dilihat berdasarkan penyebaran penduduknya Etnis Bugis banyak menduduki wilayah bagian barat kawasan cepat tumbuh, sedangkanEtnis Dayak lebih memilih bermukim di wilayah bagian timur kawasan cepat tumbuh.

Masyarakat Balikpapan yang heterogen terdiri atas beragam etnis. Dalam masing-masing etnis berhimpun dalam kelompok-kelompok etnis yang disebut paguyuban. Peguyuban memiliki ciri-ciri khusus seperti budaya yang berbeda dengan kelompok etnik lainnya. Berhubungan dengan itu, masing-masing kelompok etnik membangun jaringan komunikasi dan interaksi sendiri untuk mereka manfaatkan. Adapun yang mewarnai interaksi antar etnis, tidak jarang muncul isu konflik di masyarakat Balikpapan.

Penelitian sebelumnya mengenai masyakarat Balikpapan dalam Barlan (2014) bahwa masyarakat di Balikpapan membentuk paguyuban secara tidak langsung menunjukkan pengakuan identitas etnis yang mereka miliki. Hal tersebut dibuktikan dengan penggunaan atribut-atribut etnis seperti bahasa, marga, dan penggunaan gelar bangsawan. Dalam hal ini, seperti Etnis Banjar yang menggunakan kata “Bubuhan” sebagai simbol pertemanan. Tidak jarang terdapat proses asimilasi dari etnis lain untuk menggunakan juga bahasa Banjar di Balikpapan. Sehubungan dengan itu, Lubis (2005) menjelaskan bahwa satu kelompok etnik memiliki suatu identitas khas yang berbeda dengan kelompok etnik lain. Cara mereka membedakan yang mudah terlihat dari cara mereka mengekspresikan atau mengartikulasikan kebudayaannya. Hal tersebut berhubungan dengan bagaimana mereka mengkonsepsikan dan menata pengelolaan dan penguasaan terhadap sumberdaya.

Pilarisasi berdasarkan etnis ini tentunya berperan dalam mempengaruhi aktor dalam bertindak baik dalam hal identitas budaya, jaringan keluatan politik, dan jaringan kekuatan ekonomi. Pilarisasi yang wujudkan dalam peran-peran paguyuban pada ketiga hal tersebut melahirkan pola hubungan yang saling terkait dimana pola hubungan ini pada dasarnya dilakukan untuk mempekuat posisi masing-masing pilar dan dapat menjadi kekuatan paguyuban atau pilar itu sendiri (Barlan 2014). Akan tetapi untuk keluarga miskin pendatang mereka tidak terlalu sering berkumpul dengan paguyuban yang ada di pusat Balikpapan. Mereka cenderung lebih menyukai berkumpul dengan sesama etnis mereka yang memiliki profesi yang sama dengan mereka, seperti kelompok Etnis Jawa, Etnis Bugis dan

Etnis Banjar bekerja di sektor pertanian dan Etnis Madura terkenal dengan produksi

Dokumen terkait