• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2. Gambaran Pedagang Gorengan Kaki Lima yang Menggunakan Minyak

Setelah dilakukan wawancara melalui lembar kuesioner pada pedagang gorengan kaki lima diketahui bahwa ke empat pedagang gorengan menggunakan minyak goreng lama yang kemudian dicampur dengan minyak goreng baru untuk memulai menggoreng, hal ini disebabkan karena minyak yang digunakan tidak habis dalam sehari sehingga digunakan untuk hari berikutnya, sementara hanya satu pedagang yang mengatakan menggunakan minyak goreng baru karena dalam sehari minyak yang dipakai habis/bersisa sedikit saja.

Pedagang gorengan kaki lima menggunakan minyak goreng curah dalam sehari ± 10-15 Kg, pedagang gorengan pada umumnya buka mulai pukul 10.00 wib dan tutup pada pukul 22.00 wib. Jadi dalam sehari pedagang gorengan bisa menggoreng ± 100x menggoreng dalam sehari. Dalam memulai menggoreng biasanya pedagang menuangkan minyak pertama kali ke wadah penggorengan sebanyak 2 Kg apabila minyak pada hari sebelumnya habis dipakai, tetapi bila minyak masih bersisa pada hari sebelumnya pedagang mencampurkan, kemudian selama proses menggoreng minyak semakin lama semakin habis, lalu dicampur lagi dengan minyak goreng baru demikian seterusnya. Penambahan minyak goreng baru dengan minyak goreng lama yang sudah kental, berbau tengik, banyak asap atau berbusa dan warna berubah

menjadi hitam akan dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun.

Secara umum pedagang kaki lima mendirikan usaha mikro kecil dengan sendirinya tanpa ada peraturan tertulis untuk mendirikan usaha/kegiatan dari BPOM ataupun instansi yang berwewenang, sehingga kelima pedagang gorengan kaki lima tidak memiliki izin untuk berusaha.

Penelitian Aprillio (2010), menyatakan bahwa minyak goreng yang dipakai untuk memasak sebaiknya maksimal 4 kali, agar gorengan tidak banyak mengandung asam lemak jenuh yang dapat membahayakan kesehatan. Minyak yang mengalami proses panas kedingin berulang sampai 4 kali, akan menurunkan mutunya karena mengandung banyak asam lemak jenuh yang dapat menyumbat pembuluh darah.

Tingkat pengetahuan pedagang gorengan tentang dampak kesehatan dari penggunaan minyak goreng berulang diketahui bahwa 60% tidak mengetahui dampak tersebut sedangkan 40% mengetahui dampak kesehatan yang akan terjadi seperti peningkatan kolestrol darah. Pengetahuan merupakan faktor yang penting untuk pedagang kaki lima agar penggunaan minyak goreng berulang dapat diminimalisir. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2003).

Pedagang gorengan kaki lima merupakan pedagang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering juga diberi istilah pedagang sektor informal atau pedagang kaki lima mikro yang melibatkan banyak konsumen. Pedagang kaki lima pada umumnya lebih memilih minyak goreng jenis curah dari pada minyak goreng kemasan

maupun oplosan, karena ingin praktis dan lebih ekonomis agar mendapatkan keuntungan yang besar dengan memperkecil biaya produksi.

Menurut Gunaryo, 2012 minyak goreng jenis curah hanya menggunakan drum, sementara jalur distribusinya cukup panjang. Proses pendistribusian minyak curah mulai dari produsen ke distributor yang menggunakan truk tangki, lalu distributor ke pedagang dengan drum serta pedagang ke konsumen memakai wadah terbuka membuat kebersihan minyak curah itu tidak terjamin. Dalam proses itu, tidak diketahui standar kesehatannya. Selain itu, dari sisi produksi, minyak goreng curah juga hanya melalui satu kali proses penyaringan dan rentan menyisakan kadar lemak yang lebih tinggi. Kondisi itu terlihat dari warna minyak curah yang kurang jernih.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada pedagang gorengan kaki lima bahwa lokasi menggoreng berada di lingkungan yang terbuka, sangat dekat dengan jalan raya yang padat lalu lintas sehingga dapat terkontaminasi debu, polusi sisa pembakaran kendaraan bermotor, kotoran lainnya yang tersapu oleh angin.

Kondisi proses mengoreng juga dalam keadaan terbuka tanpa ada ruang khusus untuk menggoreng sehingga dapat membuat minyak goreng ataupun makanan gorengan tersebut terkontaminasi oleh logam berat yaitu Timbal (Pb). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bety, 2009 yaitu untuk mengetahui kadar timbal pada makanan jajanan gorengan berdasarkan lama waktu pajanan. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan kadar timbal pada semua gorengan.

Proses menggoreng dilakukan pada siang hari dimana sinar matahari langsung, yang kaya akan sinar ultra violet efektif dalam mempercepat dan merangsang proses kerusakan minyak. Hal ini disebabkan adanya pigmen, persenyawaan sterol, vitamin

dan konstituen lain yang bukan lemak. Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara dan kena cahaya sebagian besar ditentukan oleh jumlah sinar yang sampai kepermukaan bahan. Molekul trigliserida yang terkena cahaya ultraviolet dalam jangka waktu lama, akan menghasilkan sejumlah kecil aldehida dan metil keton yang berbau tidak enak. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata sinar gelombang pendek (dengan energi tinggi) merupakan akselarator yang efektif pada proses oksidasi lemak (Ketaren, 2008).

Pada waktu proses pemanasan minyak dan penggorengan, aerasi terutama terjadi pada permukaan minyak dalam ketel, namun akhirnya udara akan masuk ke dalam minyak akibat peristiwa pergerakan, sirkulasi atau pengadukan minyak. Aerasi udara secara berlebihan selama proses penggorengan harus dihindarkan untuk mengurangi proses oksidasi. Zat menguap juga harus dicegah agar tidak berkondensasi di atas permukaan minyak dan kembali menetes ke dalam minyak goreng dalam ketel.

Minyak yang telah dipakai pedagang gorengan dibiarkan di wadah terbuka tanpa penutup kemudian kembali digunakan dalam beberapa waktu untuk menggoreng, sehingga kombinasi dari cahaya dan oksigen dapat mempercepat proses oksidasi. Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Cahaya merupakan akselator terhadap timbulnya ketengikan, misalnya minyak yang disimpan tanpa udara(O2), tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi tengik. Hal ini karena dekomposisi

5.3. Kadar Asam Lemak Bebas/Free Faty Acid (FFA) Pada Minyak Goreng

Dokumen terkait