• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Minyak Curah

2.2.1. Pengertian Minyak Curah

Secara alami minyak sawit mengandung dua macam kadar asam, yaitu asam stearat yang banyak mengandung gugus asam jenuh yang mudah beku dan asam palmitat yang mengandung banyak kadar asam tak jenuh yang sukar membeku. Kedua bagian ini kemudian dipisahkan sehingga minyak gorengnya akan sedikit mengandung asam stearat. Minyak goreng yang sedikit mengandung asam stearat ini tentunya akan lebih sulit membeku di temperatur yang dingin. Sisa dari hasil pemisahan ini adalah minyak curah yang sudah jelas mengandung banyak fat atau asam stearat ini.

Untuk membandingkan kualitas minyak goreng antara minyak kemasan dengan minyak curah adalah minyak kemasan dalam udara yang dingin tidak akan mudah membeku, sedangkan minyak curah pasti membeku jika terkena udara dingin sedikit saja. Minyak goreng dengan kadar lemak jenuh yang tinggi akan membeku jika terkena udara dingin, jadi jika membandingkan dua macam minyak kemasan tinggal dimasukkan ke dalam freezer dalam tempo tertentu kemudian bandingkan hasilnya, bandingkan dari keduanya mana yang paling banyak membeku. Maka yang paling banyak bagian yang beku berarti kualitasnya kurang bagus (Aminuddin, 2010).

2.2.2. Komposisi Minyak Goreng Curah

Menurut Rosiani (2010), mengatakan tidak ada masalah masyarakat menggunakan minyak goreng curah, hanya minyak goreng curah tidak boleh digunakan berulang kali. Minyak goreng curah berbeda dengan minyak goreng bermerek, seperti Filma, Bimoli dan sebagainya. Karena minyak goreng bermerek dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah proses penyaringan hanya satu kali.

Sehingga dari warnanya berbeda dengan minyak goreng bermerek yang lebih jernih dibanding minyak goreng curah. Begitu juga kandungan yang terdapat antara minyak curah dan minyak kemasan.

Dari segi kandungan minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan. Namun tidak ada masalah menggunakan minyak curah, asalkan tidak berlebihan dan tidak digunakan berulang- ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga kehitam-hitaman. Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan, sangat tidak baik bagi kesehatan. Minyak curah hanya mengalami penyaringan sampai tahap olein. Dan masih mengandung soft stearin (minyak fraksi padat) pada tingkat tertentu. Oleh karena itu minyak curah biasanya lebih keruh dibandingkan minyak bermerek. Selain itu tingkat sanitasi dan kebersihannya kurang baik, tidak sebersih minyak bermerek. Tidak ada salahnya menggunakan minyak goreng curah, hanya saja kadar kebersihannya berbeda dengan minyak kemasan dan minyak kemasan kadar lemaknya lebih rendah.

Minyak goreng kemasan umumnya melalui proses produksi lebih lama dibanding minyak curah karena mengalami beberapa proses. Proses produksi sedikit banyak mempengaruhi kualitas minyak goreng yang dihasilkan baik secara fisik maupun secara kandungan gizi. Sebetulnya minyak curah layak menjadi minyak sayur, hanya tingkat higienisnya tidak sebaik minyak kemasan.

2.2.3. Minyak Kelapa Sawit

Minyak goreng sawit dibagi menjadi 2 (dua) kategori umum yaitu: Minyak curah dan minyak kemasan. Minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan adalah sama-sama merupakan proses industri, namun yang membedakannya adalah dalam hal kualitas prosesnya. Minyak goreng yang dalam proses penyaringannya dilakukan hanya sekali dan dijual dalam bentuk Non Kemasan tanpa merek, maka itulah yang disebut Minyak Curah warnanya kuning keruh dan bila terkena suhu dibawah normal, maka berubah menjadi beku ( Mulyadi, 2012).

Apabila proses penyaringannya dilakukan hingga 3-4 kali penyaringan, maka jadilah minyak yang sangat jernih dan dikemas dan biasanya dikemas oleh industri besar menjadi Kemasan dan Bermerk dan Minyak Kemasan dan bermerk yang sekarang banyak beredar seperti: Merk minyak goreng Bimoli, Avena, Trofical (Mulyadi, 2012).

2.2.4. Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit adalah minyak yang dihasilkan dari inti kelapa sawit (parm kernel oil). Minyak kelapa sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarine, dan minyak makan lainnya dengan kandungan karoten yang tinggi. Minyak sawit merupakan sumber pro vitamin A yang murah dibandingkan dengan bahan baku lainnya. Minyak sawit dihasilkan dari proses ekstraksi bagian sabut buah dan biji buah kelapa sawit. Minyak yang dihasilkan dari bagian kulit atau sabut dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO) dan bagian dari biji buahnya disebut Palm Kernel Oil (PKO).

Daging kelapa sawit mengandung enzim lipase yang dapat menyebabkan kerusakan pada mutu minyak ketika struktur seluler terganggu. Enzim yang berada didalam jaringan daging buah tidak aktif karena terselubung oleh lapisan vakuola, sehingga tidak dapat berinteraksi dengan minyak yang banyak terkandung pada daging buah. Masih aktif di bawah 150C dan non aktif dengan temperatur diatas 500 C. Apabila trigliserida bereaksi dengan air maka menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Sebelum proses ektraksi minyak dilakukan, pertama-tama buah direbus di dalam stelizer. Salah satu tujuannya yaitu mengnonaktifkan aktifitas enzim. Didalam buah kelapa sawit ada enzim lipase dan oksidaseyang tetap bekerja sebelum enzim itu dihentikan dengan cara fisika dan kimia.

Cara fisika yaitu dengan cara pemanasan pada suhu yang dapat mendegradasi protein. Enzim lipasebertindak sebagai katalisator dalam pembentukan trigliserida dan kemudian memecahnya kembali menjadi asam lemak bebas/ Free Faty Acid (FFA). Enzim Oksidasi berperan dalam proses pembentukan peroksida yang kemudian dioksidasi lagi dan pecah menjadi gugusan aldehide dan kation. Senyawa yang terakhir bila dioksidasi lagi akan menjadi asam. Jadi Asam Lemak Bebas/ Free Faty Acid (FFA) yang terdapat dalam minyak sawit merupakan hasil kerja enzim lipase dan oksidasi.

Aktifitas enzim semakin tinggi apabila buah mengalami luka. Untuk mengurangi aktifitas enzim sampai di pabrik kelapa sawit diusahakan agar buah tidak rusak dan buah tidak busuk. Enzim tersebut tidak aktif lagi pada temperatur 500C. Karena itu perebusan di dalam sterilizer pada temperatur 1200 C akan menghentikan enzim.

Crude Palm Oil (PKO) masih mengandung non gliserida seperti asam lemak bebas, air, dan beberapa unsur logam dan kotoran lain. Oleh karena itu harus dilakukan pemurnian lanjutan yaitu melalui degumming, netralisasi, dan deoderisasi sehingga dihasilkan minyak yang tidak berbau dan lebih stabil. Minyak kelapa sawit mengandung asam lemak tidak jenuh dengan perbandingan yang hampir sama, yaitu 40% asam oleat, 44% asam palmitat. Minyak sawit juga merupakan sumber vitamin E, tokoferol dan tokotrienol yang berperan sebagai antioksidan, yaitu suatu zat yang dapat mencegah terjadinya oksodasi. Tokoferol dan tokotrienol dapat menangkap radikal bebas dan mencegah kanker.

2.2.5. Variabel yang Sangat Berpengaruh Terhadap Asam Lemak Bebas

Beberapa variabel proses yang sangat berpengaruh terhadap perolehan asam lemak seperti pengaruh suhu, kematangan buah, kadar pelukaan buah, pengadukan, penambahan air, penambahan CPO dan lama penyimpanan.

1. Pengaruh Temperatur

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kadar asam lemak yang paling tinggi didapat pada suhu kamar (25 0C – 27 0C). Enzim lipase pada buah kelapa sawit sudah tidak aktif pada suhu pendinginan 8 0C dan pada pemanasan pada suhu 50 0C. Secara umum temperatur sangat berpengaruh pada reaksi kimia, dimana kenaikan temperatur akan menaikkan kecepatan reaksi. Sifat enzim yang inaktif pada suhu tinggi, maka pada proses enzimatis ada batasan suhu supaya enzim dapat bekerja secara optimal. Penurunan aktifitas enzim pada suhu tinggi diduga diakibatkan oleh denaturasi protein. Pada suhu rendah, aktifitas enzim juga menurun yang diakibatkan oleh denaturasi enzim.

2. Pengaruh Penambahan Air

Air mempunyai pengaruh pada reaksi yang terjadi, dan pengaruh ini pada dasarnya adalah membantu terjadinya kontak antara substrat dengan enzim. Enzim lipase aktif pada permukaan antara lapisan minyak dan air, sehingga dengan melakukan pengadukan, maka kandungan air pada buah akan mampu untuk membantu terjadinya kontak ini. Pada proses hidrolisa ini, secara stokiometri air pada buah sudah berlebih untuk menghasilkan asam lemak (kadar air pada buah adalah sekitar 28%), tetapi karena air ini berada pada padatan maka perlu dilakukan pelumatan buah dan selanjutnya dilakukan pengadukan. Pengaruh kadar air pada produk yang dicapai sangat besar, dimana kandungan air yang sangat besar dapat mengakibatkan reaksi antara asam lemak dan gliserol tidak dapat terjadi dengan baik.

3. Pengaruh Pelukaan dan Pengadukan Buah

Enzim lipase tidak berada dalam minyak, tetapi berada dalam serat. Tingkat pelukaan buah dan pengadukan sangat berpengaruh terhadap proses hidrolisa karena akan membantu terjadinya kontak antara enzim dan minyak (substrat). Hal ini karena posisi enzim lipase pada buah sawit belum diketahui secara pasti, sehingga untuk mengatasi hal ini maka buah harus dilumat sampai halus, kemudian minyak dan seratnya dicampur kembali. Dengan proses seperti ini terbukti bahwa kadar asam lemak yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan jika buah tidak dilumat sampai halus (hanya dimemarkan/dilukai). Pengaturan kecepatan pengadukan pada reaksi ini perlu dilakukan, karena pada proses ini pengadukan berpengaruh kepada waktu kontak antara air, substrat dan enzim. Disamping itu, karena yang diaduk adalah campuran

serat dan minyak, maka pemilihan rancangan pengaduk sangat perlu untuk diperhatikan.

4. Pengaruh Kematangan Buah

Buah yang terdapat pada satu tandan buah kelapa sawit tidak akan matang secara serempak. Buah yang berada pada lapisan luar biasanya lebih matang jika dibandingkan dengan buah yang berada pada bagian yang lebih dalam. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan persentase minyak yang terdapat pada setiap buah yang berada dalam satu tandan. Pada buah kelapa sawit, semakin matang buah maka kadar minyaknya akan semakin tinggi. Dengan semakin tingginya kadar minyak pada buah maka proses hidrolisa secara enzimatis akan semakin cepat terjadi, sehingga perolehan asam lemak akan lebih tinggi.

5. Pengaruh Lama Penyimpanan

Secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, baik karena aktifitas mikroba maupun karena hidrolisa dengan bantuan katalis enzim lipase. Namun demikian asam lemak bebas yang terbentuk dianggap sebagai hasil hidrolisa dengan menggunakan enzim lipase yang terdapat pada buah sawit. 6. Pengaruh Penambahan CPO

Pada proses ini, kecepatan reaksi lebih rendah jika penambahan kadar CPO (Crude Palm Oil) terhadap campuran antara serat dan minyak semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi karena enzim lipase yang berada pada buah sudah jenuh atau jumlahnya terbatas, sementara jumlah substrat sudah sangat berlebih. Kecepatan reaksi bergantung kepada konsentrasi enzim lipase, bukan pada konsentrasi substrat (Fauziah, 2011)

2.3. Asam Lemak bebas

Asam Lemak Bebas adalah bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak/minyak yang biasanya dihubungkan dengan proses hidrolisis minyak. Hidrolisis minyak oleh air dengan katalis enzim dan panas pada ikatan ester trigliserida akan menghasilkan asam lemak bebas seperti yang terdapat pada reaksi berikut :

Enzim

Trigliserida + H2O Digliserida + Monogliserida + Asam Lemak Bebas

Panas

Keberadaan asam lemak bebas dalam minyak biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan minyak karena proses hidrolisis. Pembentukan asam lemak bebas akan mempercepat kerusakan oksidatif minyak karena asam lemak bebas lebih mudah teroksidasi. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. (Kusnandar, 2010).

2.3.1. Pengertian Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah hasil reaksi antara air dan lemak. Meningkatnya persen dari asam lemak bebas pada waktu penggorengan adalah terutama jumlah uap dari makanan selama proses penggorengan dan suhu penggorengan. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya asam lemak bebas termasuk adanya sisa-sisa makanan yang gosong didalam minyak. Asam lemak bebas adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa dari lemak. Asam lemak bebas adalah hasil dari hidrolisa lemak netral oleh

semua enzim yang termasuk golongan lipase, dimana enzim yang dapat menghidrolisa lemak ini terdapat dalam lemak hewani dan nabati yang berada dalam jaringan (Saputra, 2011).

Tingkat asam lemak bebas yang tinggi (sekitar 3-4 %) bisa menghasilkan asap yang berlebih dan rasa yang tidak sedap. Jumlah persen dalam asam lemak bebas dapat membantu dalam penilaian syarat dari minyak yang berkualitas baik. Persen asam lemak bebas yang rendah adalah pertanda minyak yang berkualitas (Raharjo, 2006).

2.3.2. Reaksi Hidrolisis Lemak

Reaksi hidrolisis lemak adalah reaksi pelepasan asam lemak bebas (Free Fatty Acid ) dari gliserol dalam struktur molekul lemak. Reaksi hidrolisis dapat terjadi pada lemak yang mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Reaksi hidrolisis dapat dipacu oleh adanya aktifitas enzim lipase atau pemanasan yang menyebabkan pemutusan ikatan ester dan pelepasan asam lemak bebas. Setiap pelepasan satu molekul asam lemak bebas memerlukan satu molekul air. Reaksi hidrolisis lemak dapat membebaskan ketiga asam lemak dari gliserin. Pembentukan bau tengik ini menunjukkan lemak sudah mengalami kerusakan. Pembentukan bau tengik yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis baik yang dipicu oleh adanya aktivitas enzim lipase maupun proses pemanasan disebut ketengikan hidrolitik. Derajat pembentukan bau tengik lemak yang rusak dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang dibebaskan.

Lipase merupakan enzim yang bisa terdapat dalam bahan pangan. Bila bahan pangan disimpan dan tidak diberi perlakuan pemanasan sebelumnya, maka lipase dapat aktif selama penyimpanan. Lipase dapat mengkatalis hidrolisis lemak yang

menyebabkan asam lemak terlepas dari gliserol. Akumulasi pelepasan asam lemak bebas, terutama yang memiliki rantai karbon pendek (misalnya, asam butirat dan asam kaproat ) akan menyebabkan pembentukan bau tengik.

Reaksi hidrolisis lemak dapat terjadi bila ada air dan pemanasan. Penggorengan bahan pangan yang mengandung air pada suhu tinggi misalnya dengan deep-fat-friying, dapat menyebabkan reaksi hidrolisis. Penggunaan suhu yang tinggi menghasilkan energi yang terlalu tinggi yang dapat memecah struktur lemak. Mula- mula lemak akan terhidrolisis membentuk gliserin dan asam lemak bebas kemudian akan terjadi reaksi lanjutan yang menyebabkan pemecahan molekul gliserin dan asam lemak bebas. Dengan dipicu proses pemanasan lemak (trigliserida) terhidrolisis membentuk asam lemak bebas dan gliserol. Pada suhu pemanasan yang terlalu tinggi, ikatan pada gliserin dapat pecah sehinnga menyebabkan lepasnya dua molekul air dan membentuk senyawa akrolein. Akrolein bersifat volatile dan membentuk asap yang dapat mengiritasi mata (Kusnandar, 2010).

2.3.3. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah menyatakan terjadinya oksidasi dari minyak. Bilangan peroksida berguna untuk penentuan kualitas minyak setelah pengolahan dan penyimpanan. Pada pengolahan minyak dengan cepat dan tepat dari minyak yang berkualitas baik, bilangan peroksidanya hampir mendekati nol. Peroksida akan meningkat sampai pada tingkat tertentu selama penyimpanan sebelum penggunaan, yang jumlahnya tergantung pada waktu, suhu, dan kontaknya dengan cahaya dan udara.

Selama oksidasi, nilai peroksida meningkat secara lambat-laun, yang kemudian dengan cepat mencapai puncak. Tingginya bilangan peroksida menandakan oksidasi yang berkelanjutan, tetapi rendahnya bilangan peroksida bukan berarti bebas dari oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida meningkat, tetapi menguap dan meningkatkan system penggorengan pada temperatur tinggi.

Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak. Peroksida mempercepat proses timbulnya bau tengik pada bahan pangan dan minyak goreng. Apabila jumlah peroksida pada bahan pangan dan minyak goreng tersebut melebihi standar mutu maka akaan beracun dan tidak dapat dikomsumsi seperti timbulnya gejala diare, kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, deposit lemak tidak normal, kontrol tidak sempurna pada pusat syaraf dan mempersingkat umur (Ketaren, 2005).

2.3.4. Bilangan Iodin

Bilangan iodin adalah suatu petunjuk dari jumlah ikatan rangkap di dalam minyak. Bilangan iodin adalah suatu istilah yang dipakai untuk menentukan derajat ketidakjenuhan. Tingginya bilangan iodin menandakan tingginya derajat ketidakjenuhan. Bilangan iodin juga sangat berguna sebagai pertanda dari bentuk minyak.

Selama pengolahan minyak, dengan meningkatnya tingkat hidrogenasi, bilangan iodine akan menurun. Minyak yang digunakan untuk menggoreng, bilangan iodinnya cendrung menurun seiring lamanya waktu penggorengan. Dengan demikian perlu untuk mengetahui bilangan iodin dari minyak segar untuk menentukan angka perubahan selama penggorengan (Kusnandar, 2010).

2.3.5. Produksi asam lemak bebas oleh enzim

Lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim yang termasuk golongan lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida) sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Indikasi dari aktifitas enzim lipase dalam organ yang mati dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam. Sebagai contoh, lemak daging ayam yang mengandung lipase menunjukkan kenaikan bilangan asam yang cepat, setelah hewan tersebut dipotong. Contoh lain adalah burung yang baru mati mengandung lemak dengan bilangan asam sekitar 0,2%. Namun setelah penyimpanan selama 24 jam pada suhu 0oC, bilangan asam akan naik menjadi 0,5%.

Minyak nabati hasil ekstraksi dari biji-bijian atau buah yang disimpan dalam jangka panjang dan terhindar dari proses oksidasi, ternyata mengandung bilangan dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba (Ketaren, 2005).

Dokumen terkait