• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Sejarah Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD)

Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) terletak di kecamatan Pundong yang berlokasi di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2006, tepatnya tanggal 27 Mei 2006, Yogyakarta dan sekitarnya diguncang gempa berkekuatan 6,2 skala richter. Salah satu daerah terparah dan rusak berat yang dilanda gempa adalah Pundong. Hal ini akibat dari rapuhnya tanah dibawah Pundong serta berdekatan dengan sesar Opak.

Pada tahun 27 Mei 2009 resmi dibangun Pusat Rehabilitasi Terpadu Penyandang Cacat (PRTPC) yaitu rumah sakit yang dikhususkan untuk membantu korban gempa yang terluka. Kemudian, pada tanggal 24 Agustus 2011, Pusat Rehabilitasi Terpadu Penyandang Cacat (PRTPC) yang berlokasi di Dusun Piring, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta berganti nama menjadi Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD). Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) merupakan sebuah lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang bernaung di bawah Dinas Sosial Pemerintah Daerah Isitimewa Yogyakarta yang berdasarkan keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor

81/KEP/2009 tentang pembentukan satuan tugas rehabilitasi terpadu penyandang cacat tuna daksa, tuna rungu wicara dan tuna netra. Terbentuknya Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) adalah salah satu bentuk implementasi peraturan daerah No. 4 Tahun 2012 tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Tujuan didirikannya untuk memberdayakan penyandang disabilitas agar mampu mendayagunakan apa yang dimiliki, memiliki kemauan dan kemampuan melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Visi – Misi 1. Visi

Pusat perlindungan, pelayanan, rehabilitasi sosial dan medis bagi penyandang disabilitas yang kreatif, inovatif, dan professional.

2. Misi

a. Penyelenggaraan perlindungan, pelayanan, rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, keterampilan bagi penyandang disabilitas netra, grahita, daksa, rungu wicara, dan wreda disabilitas.

b. Peningkatan profesionalitas SDM penyelenggara pelayanan.

c. Pengembangan mutu, metoda, model, dan standar layanan rehabilitasi. d. Memperluas rujukan baik pada tahap sebelum rehabilitasi, selama

e. Menjadi pusat penelitian dan pengembangan bagi TKSP maupun TKSM.

C. Struktur Organisasi

Gambar IV.1 Struktur Organasasi BRTPD

D. Tugas dan Fungsi

1. Tugas

Melaksanakan perlindungan pelayanan, rehabilitasi medis, dan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas netra, grahita, daksa, rungu wicara, dan wreda disabilitas.

2. Fungsi

a. Penyusunan program balai.

b. Penyusunan pedoman operasional.

c. Pengembangan mutu layanan rehabilitasi sosial dan medis.

KEPALA BALAI SUBBAGIAN TATA USAHA KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKSI REHABILITASI I MEDIK SEKSI BINA DAKSA,

RUNGU DAN WICARA SEKSI BINA NETRA

d. Identifikasi, seleksi, dan penilaian (assessment).

e. Penyelenggaraan perlindungan, pelayanan, rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

f. Penyelenggaraan rujukan bagi penyandang disabilitas sebelum, selama, dan sesudah rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

g. Pelaksananaan kemitraan dengan instansi atau lembaga lainnya.

h. Fasilitasi pemberdayaan penyandang disabilitas netra, grahita, daksa, rungu wicara, dan kehidupan bermasyarakat.

i. Pelayanan konsultasi, penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial.

j. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan program balai.

k. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas dan fungsinya.

E. Proses Pelayanan 1. Pendekatan Awal

a. Orientasi dan Konsultasi b. Identifikasi

2. Penerimaan a. Registrasi b. Assessment

c. Penempatan dalam program 3. Bimbingan Rehabilitasi a. Rehabilitasi Medis 1) Pelayanan klinik 2) Fisiotherapy, Hydrotherapy 3) Speechtherapy, ADL, OM b. Rehabilitasi Sosial 1) Pembinaan fisik

2) Bimbingan mental-sosial, spiritual, dan psikologis c. Bimbingan Keterampilan

1) Massage (Pijat)

Massage merupakan jenis keterampilan yang dikhususkan bagi tuna netra. Jenis keterampilan massage ini dibagi menjadi dua bagian yakni massage putra dan massage putri. Dalam proses pemberian keterampilan massage ini ada 3 tahap yang harus dilalui bagi setiap para peserta pelatihan yaitu:

- Tahap I : Sport (Dasar pemijatan) - Tahap II : Kelanjutan (Pengobatan)

2) Desain grafis

Peserta pelatihan harus memahami dasar-dasar dari komputer, termasuk didalamnya program Corel Draw dan Photoshop. Bagi calon peserta pelatihan yang belum mengerti dasar computer, akan diberikan bimbingan kelas komputer untuk pembekalan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah membuat brosur, poster, sablon kaos, mencetak mug, dan mendesain pola.

3) Komputer

Pada dasarnya keterampilan komputer sama dengan desain grafis, namun dikhususkan pada aplikasi Microsoft Office. Pada pemberian bimbingan ini peserta pelatihan bukan saja hanya menguasai Microsoft Office, tetapi juga diberikan keterampilan dalam merakit hardware. Dengan demikian, para difabel memiliki bekal bekerja di bidang komputer.

4) Menjahit

Keterampilan menjahit akan dilakukan bagi peserta pelatihan yang berpendidikan minimal Sekolah Dasar (SD) dimana mereka telah mengenal angka dan memiliki kemampuan untuk berhitung. Pada kegiatan ini mereka diajarkan untuk membuat pola baju, celana, kemeja, jaket, bordir dan kemudian merealisasikan pola tersebut menjadi barang jadi.

5) Elektronika

Keterampilan ini bertujuan untuk para peserta pelatihan untuk ahli dalam memperbaiki ataupun merakit elektronik, seperti reparasi handphone, radio, televisi, lemari es, komputer dan lain sebagainya.

6) Kerajinan Perak

Dalam kerajinan perak difabel diberi pelatihan mengenai kerajinan perak yang di dalamnya membahas tentang cara pembuatan dan macam-macamnya. Kerajinan perak dalam prakteknya tidak menggunakan perak asli, tetapi diganti dengan bahan lain seperti tembaga. Hasil dari keterampilan ini, memberikan peserta pelatihan kemampuan dalam hal membuat gelang, cincin, dan pernak-pernik lainnya yang menggunakan bahan seperti perak maupun tembaga.

7) Kerajinan Kulit

Kerajinan kulit dalam prakteknya juga menggunakan bahan sepreti flannel. Pada kegiatan ini peserta pelatihan dilatih untuk membuat jaket, kotak perhiasan, dompet, nampan, tempat pensil, tempat tissue, dan lain-lain. Kerajinan kulit ini juga memudahkan bagi peserta pelatihan yang sudah mampu berhitung, berlogika dan mengenal matematika.

d. Resosialisasi

1) Praktek Kerja Lapangan 2) Bantuan Sosial (UEP) e. Pembinaan Lanjut

1) Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat

2) Bimbingan pengembangan usaha (peningkatan keterampilan) 3) Bimbingan pemantapan (peningkatan usaha)

f. Terminasi (Pemutusan hubungan dari kegiatan pelayanan) F. Pengertian Penyandang Disabilitas

Penyandang cacat, merupakan isitilah yang sampai sekarang masih digunakan orang untuk menyebut sekelompok masyarakat yang memiliki gangguan, kelainan, kerusakan, atau kehilangan fungsi organ tubuhnya. Namun, istilah penyandang cacat dianggap bersifat diskriminatif sehingga dirumuskan istilah disabilitas yang dianggap lebih menghormati hak-hak penyandang cacat sebagai individu yang bermartabat. Sesudah meratifikasi

Convention on the Right of Person with Disabilities (CRPD) pada 30 Maret

2007 istilah penyandang cacat digantikan menjadi penyandang disabilitas atau difabel yang merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different

abilities people, yakni orang dengan kemampuan yang berbeda. Sebagai

bentuk komitmen kuat pemerintah terhadap Convention on the Right of

Person with Disabilities (CRPD) maka dikeluarkanlah Undang-Undang No.19

Istilah disabilitas merupakan adaptasi dari kata bahasa Inggris “disability”

yang menurut Badan Kesehatan Dunia memiliki tiga aspek, yaitu aspek

impairment, disability, dan handicap. Impairment adalah kehilangan struktur,

fungsi psikologis, fisiologis atau anatomis. Disability, artinya suatu keterbatasan atau kehilangan kemampuan sebagai akibat dari impairment untuk melakukan suatu kegiatan dalam batas-batas yang dipandang normal bagi seorang manusia. Sedangkan handicap adalah suatu kerugian bagi seorang individu sebagai akibat adanya impairment dan disability.

Menurut Tung (2015:127), jenis cacat secara fisik dapat dibagi menjadi beberapa kategori:

1. Tuna Netra; indra penglihatan tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.

2. Tuna Rungu; individu kehilangan daya dengarnya, sehingga menghalangi penderitanya untuk menerima suara melalui telinganya. 3. Tuna Daksa; individu mengalami kehilangan atau kelainan anggota

tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, maupun pertumbuhan yang salah bentuk, sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk melakukan gerakan tubuh tertentu.

4. Tuna Wicara; individu tidak dapat bicara atau mengucapkan kata-kata dengan normal.

Tuna wicara pada dasarnya memiliki gangguan wicara dan bahasa (speech and language disorder), yang terdiri dari dua bagian:

a. Gangguan berbicara (speech disorder), yakni kesulitan dengan produksi bahasa lisan, gangguan artikulasi, kelancaran dari gangguan vocal, tertunda atau tidak adanya suara yang dihasilkan. b. Gangguan berbahasa (language disorder), yakni permasalahan

menerima dan atau mengekspresikan bahasa yang meliputi tertundanya bahasa, perbedaan bahasa, penyimpangan bahasa atau ketiadaan bahasa yang dihasilkan.

69 BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait