• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan dan motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha: pada kaum difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan dan motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha: pada kaum difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta."

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA

Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta

Fransiska Nunuk Puji Raharjanti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 2) apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 3) terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat survei. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sama, yaitu difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara pada Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner tentang persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha kepada 115 responden. Teknik pengujian dalam penelitian ini yaitu pengujian validitas dan reliabilitas, sedangkan teknik analisis data menggunakan uji asumsi klasik dan uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) persepsi atas kualitas

pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 2) motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 3) terdapat minimal dua rata-rata yang berbeda persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara.

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PERCEPTION ON TRAINING QUALITY AND MOTIVATION TO PARTICIPATE IN TRAINING TOWARDS

ENTERPRENEURSHIP INTENTIONS on the Disabled in Yogyakarta Fransiska Nunuk Puji Raharjanti

Sanata Dharma University Yogyakarta

2016

This research aims to find out: 1) whether perception of the training quality influence the entrepreneurship intention, 2) whether motivation to participate in training influence the entrepreneurship intention, 3) differences in perception of the quality of training based on the types of disabilities: for persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements. This research is quantitative survey research. Population and sample in this research are the same, namely persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements at Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data is obtained by distributing questionnaires about perceptions of the training quality, motivation to participate in training and entrepreneurship intention to one hundred and fifteen respondents. The testing techniques in this research are testing the validity and reliability testing, while techniques of analysis data used are classic assumption test and T. testing. The research found that 1) perception of the training quality had positive influence on the entrepreneurship intention, 2) motivation to participate training had positive influence on the entrepreneurship intention, 3) there are at least two different perceptions of the training quality based on the three types of disabilities being discussed: persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements.

(3)

PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA

Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Menulis Skripsi

Program Studi Manajemen, Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi

Universitas Sanata Dharma

Oleh:

Fransiska Nunuk Puji Raharjanti NIM: 122214013

PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

Motto dan Persembahan

“Daripada mengeluhkan

kegelapan, lebih baik

menyalakan lilin.”

(Pepatah Buddhis)

“Aku bersyukur kepada

-Mu, sebab Engkau telah

menjawab aku dan telah menjadi

keselamatanku.”

(Mazmur 118:21)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah setia memberikan berkat dan senantiasa menyertai

langkahku.

Kedua orang tua dan kakakku tercinta, yang telah memberi doa serta dukungan kepadaku

(7)
(8)
(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Persepsi Atas Kualitas Pelatihan Dan Motivasi Mengikuti Pelatihan Pada Niat

Berwirausaha: Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi ini

ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Program Studi Manajemen, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan terlaksana dengan baik tanpa

bantuan, dukungan, serta kerjasama dari berbagai yang dengan tulus hati dan rela

mengorbankan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis sampai penulisan

skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Albertus Yudi Yuniarto, S.E., M.B.A., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. Lukas Purwoto, S.E., M.Si., selaku Kepala Program Studi

Manajemen Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ike Janita Dewi, S.E., M.B.A., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang

bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan

(10)

viii

4. Bapak Drs. P. Rubiyatno, M.M., selaku Dosen Pembimbing II yang bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan,

dukungan, dan saran selama penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Seluruh dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata

Dharma yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman

hidup selama penulis menempuh proses perkuliahan.

6. Staf sekretariat Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata

Dharma yang telah membantu dan mendukung penulis dalam meyelesaikan

skripsi ini.

7. Kepada orang tua saya Marcus Heronimus Triman dan Maria Goretti

Wagiyani (Alm.), yang selalu mendukung melalui doa, nasihat, kasih sayang,

dan semangat untuk terus berjuang dan selalu tekun dalam mencapai cita-cita

yang diinginkan.

8. Kepada saudara-saudaraku yang telah mendukung dan memberikan

masukan-masukan yang berguna bagi terwujudnya pembuatan skripsi ini.

9. Untuk teman baik saya, Putu Hendry Ryan Hartanto dan Christopher

Gunawan yang telah meluangkan waktunya dengan setia dan penuh sabar

selalu membimbing dan menasihati penulis dari disusunnya hingga

terselesaikannya skripsi ini.

10.Untuk sahabat-sahabat yang saya kasihi, Yohana, Remalya, Katarina Tiara,

Veronika, Monika, Fransisca Bestari, Christina Desty, Mbak Ayu, Mas

(11)
(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAL PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAL DAFTAR ISI ... x

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xv

HALAMAL DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

HALAMAN ABSTRAK ... xvii

4. Motivasi mengkuti pelatihan ... 22

5. Niat berwirausaha... 29

B. Penelitian Terdahulu ... 32

(13)

xi

D. Kerangka Konseptual Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

I. Operasionalisasi Variabel... 47

J. Prosedur Pengisian Kuesioner... 49

K. Uji Instrumen Penelitian ... 50

L. Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN ... 59

A. Sejarah Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) 59 B. Visi - Misi ... 60

C. Struktur Organisasi ... 61

D. Tugas dan Fungsi ... 61

E. Proses Pelayanan ... 62

F. Pengertian Penyandang Disabilitas ... 66

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Deskripsi Data dan Analisis ... 69

1. Deskripsi Data Responden ... 69

2. Analisis Deskriptif Variabel ... 75

B. Hasil Uji Statistik dan Pembahasan ... 81

1. Hasil Pengujian Instrumen ... 81

2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 84

(14)

xii

4. Hasil Uji t ... 88

5. Hasil Uji One Way Anova ... 89

C. Pembahasan ... 92

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Implikasi Manajerial bagi Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) ... 99

C. Implikasi bagi Peneliti Selanjutnya ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(15)

xiii

III.3 Variabel Persepsi Atas Kualitas Pelatihan dan Indikator ... 45

III.4 Variabel Motivasi Mengikuti Pelatihan dan Indikator ... 45

III.5 Variabel Niat Berwirausaha dan Indikator ... 46

V.1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

V.2 Persentase responden Berdasarkan Usia ... 70

V.3 Persentase Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 71

V.4 Persentase Responden Berdasarkan Golongan Difabel ... 72

V.5 Persentase Responden Berdasarkan Program Pelatihan Yang Diikuti ... 73

V.6 Persentase Responden Berdasarkan Lama Mengikuti Pelatihan ... 74

V.7 Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Mengikuti Pelatihan .... 75

V.8 Hasil Interpretasi Rata-rata Respon dari Responden ... 76

V.9 Deskripsi Variabel Persepsi Atas Kualitas Pelatihan ... 77

V.10 Deskripsi Variabel Motivasi Mengikuti Pelatihan ... 79

V.11 Deskripsi Variabel Niat Berwirausaha ... 80

V.12 Hasil Uji Validitas ... 82

V.13 Hasil Uji Reliabilitas ... 83

V.14 Hasil Uji Normalitas ... 84

V.15 Hasil Uji Multikolienaritas ... 85

V.16 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 86

(16)

xiv

V.18 Perbedaan Nilai Rata-rata Persepsi Atas Kualitas Pelatihan Antar

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 104

Lampiran 2 Lembar Kuesioner ... 108

Lampiran 3 Data Responden ... 114

Lampiran 4 Data Tabulasi Kuesioner ... 121

Lampiran 5 Analisis Persentase ... 134

Lampiran 6 Analisis Data Deskriptif dan Skala Pengukuran Variabel ... 137

Lampiran 7 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 140

Lampiran 8 Regresi Linear Berganda ... 145

Lampiran 9 Uji Asumsi Klasik ... 147

Lampiran 10 One Way Anova ... 149

Lampiran 11 Tabel rtabel dan Ftabel ... 153

(19)

xvii

ABSTRAK

PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA

Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta

Fransiska Nunuk Puji Raharjanti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 2) apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 3) terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat survei. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sama, yaitu difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara pada Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner tentang persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha kepada 115 responden. Teknik pengujian dalam penelitian ini yaitu pengujian validitas dan reliabilitas, sedangkan teknik analisis data menggunakan uji asumsi klasik dan uji T. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa 1) persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 2) motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 3) terdapat minimal dua rata-rata yang berbeda persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara.

(20)

xviii

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PERCEPTION ON TRAINING QUALITY AND MOTIVATION TO PARTICIPATE IN TRAINING TOWARDS

ENTERPRENEURSHIP INTENTIONS on the Disabled in Yogyakarta Fransiska Nunuk Puji Raharjanti

Sanata Dharma University Yogyakarta

2016

This research aims to find out: 1) whether perception of the training quality influence the entrepreneurship intention, 2) whether motivation to participate in training influence the entrepreneurship intention, 3) differences in perception of the quality of training based on the types of disabilities: for persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements. This research is quantitative survey research. Population and sample in this research are the same, namely persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements at Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data is obtained by distributing questionnaires about perceptions of the training quality, motivation to participate in training and entrepreneurship intention to one hundred and fifteen respondents. The testing techniques in this reasearch are testing the validity and reliability testing, while techniques of analysis data used are classic assumption test and T. testing. The research found that 1) perception of the training quality had positive influence on the entrepreneurship intention, 2) motivation to participate training had positive influence on the entrepreneurship intention, 3) there are at least two different perceptions of the training quality based on the three types of disabilities being discussed: persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements.

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang paling mahal

dibanding dengan aset-aset lain karena sumber daya manusia merupakan

penggerak utama organisasi. Sumber daya manusia harus dikelola secara

optimal, continue dan diberi ekstra perhatian dalam memenuhi hak-haknya,

selain itu sumber daya manusia adalah patner pengusaha untuk mencapai

tujuan organisasi. Selain perusahaan, sumber daya manusia juga senantiasa

harus meningkatkan kompetensinya, seiring dengan perkembangan era

globalisasi (Ambarita, 2012).Agar dapat bersaing dalam persaingan bisnis,

perusahaan dituntut untuk memperoleh, mengembangkan, dan

mempertahankan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak

dipengaruhi oleh pelaku para pesertanya, serta peran fungsinya sangat

mendukung untuk keberhasilan organisasi. Perusahaan atau organisasi bukan

saja perlu memiliki produktivitas yang tinggi, tetapi juga harus menunjukkan

keunggulan dalam kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang

bermutu dan beraneka ragam sesuai dengan selera dan kebutuhan masyarakat.

(22)

individu-individu dengan kompetensi unggul yang diwujudkan melalui

pelatihan-pelatihan yang dapat digunakan sebagai upaya awal untuk

mengasah ketanggapan dan keterampilan seseorang terhadap pekerjaan yang

sedang dihadapi. Tujuan organisasi untuk selalu tanggap dalam memberikan

perhatian terhadap para pekerjanya yaitu agar produktivitas para pekerjanya

tetap seimbang dan dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang telah diharapkan

organisasi. Oleh karena itu, pemberian pelatihan dan motivasi adalah sebagai

pendorong dan upaya untuk mengurangi kecenderungan kemalasan dan

kelesuan yang akan dialami oleh para pekerja.

Pelatihan menurut Dessler (2009) adalah proses mengajarkan

karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka

butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan salah

satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia

kerja. Pekerja, baik yang baru ataupun yang sudah lama bekerja perlu

mengikuti pelatihan karena adanya tuntutanpekerjaan yang dapat berubah

akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya (Dessler,

2009). Pelatihan juga dinyatakan sebagai keseluruhan kegiatan untuk

memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi

kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan

dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau

(23)

Organisasi menjadikan pelatihan sebagai upaya yang terencana untuk

membantu para pekerja mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan

kemampuan yang terkait dengan suatu pekerjaan, agar mereka dapat

meningkatkan prestasi kerja.

Motivasi juga memiliki peran penting dalam pelatihan.Kurangnya

motivasi pada pekerja mengakibatkan produktivitas dan kinerja menjadi

menurun. Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Counter (1999:50, dalam

Suwatno dan Priansa, 2011:171) menyatakan motivasi kerja sebagai

kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan

keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi

kebutuhan individual tertentu. Motivasi sebagai proses psikologis melalui

keinginan yang belum terpuaskan yang diarahkan ke pencapaian tujuan atau

intensif (Hodgetts dan Luthans, 2000, dalam Usmara, 2006:14). Dalam

melakukan suatu pekerjaan setiap pekerja membutuhkan motivasi yang ada

pada dirinya agar timbul suatu semangat atau kegairahan dalam bekerja.

Dengan motivasi yang kuat, serta pelatihan yang maksimal diharapkan

keterampilan yang diperoleh dapat meningkat sehingga tujuan atau harapan

organisasi dapat tercapai. Meskipun melalui pelatihan dan pemberian motivasi

dapat meningkatkan ketrampilan tetapi pada kenyataannya masih ada

organisasi yang mengalami masalah pada kurang efektifnya pelatihan dan

(24)

Dalam kenyataannya, tidak ada manusia yang terlahir sempurna,

walaupun terlahir secara lengkap dengan organ tubuh yang berfungsi dengan

baik, tetap setiap manusia memiliki kekurangan. Secara umum, mereka yang

tidak mampu melakukan seluruh atau sebagian dari aktivitas normal

kehidupan pribadi atau sosial karena mengalami kelainan tubuh atau mental

tersebut digolongkan sebagai penyandang disabilitas (difabel). Kaum difabel

sering dipandang rendah, sehingga tidak memungkiri adanya diskriminasi

yang menganggap bahwa kaum difabel tidak produktif dan tidak inovatif.

Salah satu diskriminasi yang dirasakan oleh kaum difabel adalah sulitnya

mencari pekerjaan karena banyak perusahaan yang menolak keberadaan

mereka. Akibatnya, banyak kaum difabel yang tidak mampu bekerja dan

menganggur karena terbatasi oleh keterbatasan mereka. Adapun kebijakan

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai pembaharuan untuk

melindungi kaum difabel, sebagaimana termuat dalam UU No 4 Tahun 1997

tentang Penyandang Cacat, yaitu mengenai kuota penempatan tenaga kerja

penyandang cacat atau difabel sebesar 1% di perusahaan. Namun, hal ini

masih menjadi permasalahan karena hingga saat ini kebijakan tersebut masih

belum terealisasi.

Menurut data WHO, Bank Dunia dan ILO bahwa, saat ini jumlah

penyandang disabilitas di dunia diperkirakan sebesar 15% dari jumlah

(25)

difabel menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) dan Kementrian Sosial

(Kemensos) sampai tahun 2010 mencapai 11.580.117 orang. Sedangkan data

menurut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) jumlah tenaga kerja

penyandang disabilitas pada tahun 2010 mencapai 7.126.409 orang yang

terdiri dari tuna netra 2.137.923 orang, tuna daksa 1.852.866 orang, tuna

rungu 1.567.810 orang, cacat mental 712.641 orang dan cacat kronis

sebanyak 855.169 orang. Di D. I. Yogyakarta, sebagian masyarakatnya juga

memiliki status sebagai difabel. Pada tahun 2011, tercatat jumlah difabel di D.

I. Yogyakarta sebanyak 29.110, diantaranya terdiri dari 15.667 pria dan

13.442 wanita. Jumlah tersebut merupakan jumlah total dari keseluruhan

difabel termasuk didalamnya untuk jenis cacat fisik maupun cacat mental.

Berikut data informasi mengenai jumlah difabel yang ada di D. I. Yogyakarta

dari tahun 2004 hingga tahun 2011:

Tabel I.1

(26)

Namun, dari keseluruhan jumlah difabel tidak semua dapat ditampung

oleh pusat-pusat rehabilitasi karena jumlahnya yang masih terbatas. Pusat

pelayanan difabel merupakan suatu tempat rehabilitasi bagi para penyandang

fisik (difabel) untuk bertempat tinggal, pemberian pelayanan, dan sebagai

sarana pembentukan kepribadian agar dapat hidup bersosial serta mandiri. D.

I. Yogyakarta yang menjadi tempat perancangan Pusat Pelayanan Difabel juga

masih tergolong minim dalam mendirikan pusat-pusat rehabilitasi maupun

fasilitas seperti alat transportasi bagi difabel.

Tersedianya lapangan pekerjaan yang begitu beragam, belum

membantu mengurangi jumlah kaum difabel yang ada di Indonesia.Bukan

berarti kaum difabel tidak mampu bekerja, namun kaum difabel memiliki

kemampuan dan bakat yang tidak sesuai dalam dunia kerja apabila

ditempatkan pada perusahaan. Untuk mengurangi pengangguran tersebut, para

difabel didukung dengan adanya berbagai pelatihan melatih keterampilan

untuk berwirausaha. Dengan berwirausaha para difabel dapat menyesuaikan

keterampilan dan keahlian mereka sesuai dengan kreativitas yang dimiliki,

seperti yang dilakukan oleh beberapa yayasan rehabilitasi kaum difabel yang

ada di Yogyakarta, salah satu diantaranya adalah Balai Rehabilitasi Terpadu

Penyandang Disabilitas (BRTPD). Dimana lembaga dari Dinas Sosial ini

memberi pelatihan bagi kaum difabel yang mengupayakan pelatihan

(27)

Sehingga dengan berwirausaha mereka tidak tergantung pada tersedianya

lapangan pekerjaan di perusahaan, tetapi dapat menciptakan sendiri lapangan

pekerjaan yang dapat mereka olah sesuai dengan kemampuan dan keahlian

yang mereka miliki.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH PERSEPSI ATAS

KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN

PADA NIAT BERWIRAUSAHA”. Peneliti berharap dengan adanya

penelitian ini mampu memberikan kontribusi bagi Balai Rehabilitasi Terpadu

Penyandang Disabilitas (BRTPD) yang nantinya dapat mengevaluasi bersama

segala kekurangan dan kendala pada program pelatihan yang telah diberikan

kepada kaum difabel. Peneliti juga berharap dengan adanya penelitian ini

dapat mengetahui kepuasan kaum difabel dalam mengikuti program pelatihan

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Selama ini teori dan praktik manajemen sumber daya manusia (MSDM)

telah banyak dibuat, tetapi selalu diasumsikan kepada mereka

individu-individu yang memiliki kelengkapan fisik. Teori dan praktik manajemen

sumber daya manusia (MSDM) kurang memfokuskan perhatiannya kepada

mereka individu yang memiliki keterbatsan dan berkebutuhan khusus seperti

(28)

Daerah Istimewa Yogyakarta selain disebut sebagai kota pelajar, juga

disebut sebagai kota ramah difabel. Banyaknya difabel di Indonesia dan

permasalahan lainnya, seperti kurangnya perhatian Pemerintah terhadap para

difabel menyebabkan difabel menjadi kurang produktif dan inovatif.

Terbatasnya ruang gerak mereka dalam bekerja, menjadikan mereka sulit

untuk mencari pekerjaan. Adanya beberapa yayasan di wilayah D.

I.Yogyakarta merupakan salah satu bentuk keprihatinan dari Pemerintah dan

masyarakat untuk menghapuskan diskriminasi yang dirasakan oleh para

difabel. Dinas Sosial D. I. Yogyakarta selaku instansi di bidang sosial

memiliki tugas dan kewajiban dalam pemenuhan hak dari aspek sosial.

Pemenuhan hak tersebut dijabarkan dalam pemberian kesempatan bagi difabel

untuk mendapatkan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial,

dan perlindungan sosial. Sebagai wujud apresiasi, Pemerintah Daerah D. I.

Yogyakarta melalui Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas

(BRTPD) pada Dinas Sosial memberikan pelayanan, perlindungan,

rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan bimbingan keterampilan, serta

bantuan sosial.

Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD)

memfokuskan agar difabel dapat mandiri melalui berwirausaha. Kemampuan

para difabel tentunya berbeda-beda, sesuai dengan keterbatasan yang mereka

(29)

memiliki keahilan dan keterampilan dibidangnya. Motivasi juga diperlukan

untuk mendukung para difabel dalam mengikuti pelatihan agar semakin giat

dalam belajar maupun bekerja dan terdorong untuk lebih produktif.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis

mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat

berwirausaha?

2) Apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat

berwirausaha?

3) Apakah ada perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari aspek

jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pembatasan masalah untuk

memfokuskan penelitian ini supaya tidak terlalu jauh dari apa yang menjadi

tujuan dalam penelitian. Dimana, batasan masalah yang menjadi fokus penulis

adalah niat berwirausaha yang berhubungan dengan persepsi atas kualitas

pelatihan dan motivasi mengikuti pelatihan.

1) Persepsi atas kualitas pelatihan yaitu program pelatihan berupa bimbingan

(30)

Terpadu Penyandang Disabilitas) efisien dan efektif bagi difabel tuna

rungu, tuna wicara, tuna netra dan tuna daksa.

2) Motivasi mengikuti pelatihan, penulis membatasi mengenai berbagai

macam dorongan yang didapat oleh difabel baik dari luar maupun dari

dalam diri untuk melakukan sesuatu yang ingin dicapainya.

3) Niat berwirausaha, penulis membatasi bagaimana difabel memahami

secara sungguh-sungguh arti berwirausaha dan resikonya, serta memiliki

niat untuk membuka usaha secara mandiri.

D. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh

pada niat berwirausaha.

2) Untuk mengetahui apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada

niat berwirausaha.

3) Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan

dilihat dari aspek jenis difabel untuk tunadaksa, tuna netra dan tuna rungu

(31)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1) Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan

pengalaman, sehingga dapat menjadi sarana pembelajaran dalam

menerapkan ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia yang selama ini

telah dipelajari.

2) Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi pihak lain yang

ingin melakukan penelitian lebih lanjut dan dapat menjadi sumber

pengetahuan, referensi dan informasi bagi yang membacanya.

3) Bagi Dinas Sosial

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat digunakan

sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pelatihan untuk

mengembangkan potensi-potensi para difabel agar sesuai dengan yang

(32)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Persaingan yang semakin dinamis dan kompetitif menuntut organisasi

mampu berdaptasi dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi.

Globalisasi menyebabkan kehidupan manusia menjadi cepat berubah, tidak

pasti, dan penuh tantangan. Manusia berperan aktif dan dominan dalam setiap

kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu

terwujudnya organisasi. Maka, tujuan organisasi adalah mendayagunakan,

mempertahankan dan mengembangkan manusia agar mampu bekerja secara

efisien dan efektif untuk mencapai tujuan satu tujuan yang dicita-citakan.

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses

pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya

secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Wirawan (2009) berpendapat bahwa sumber daya manusia (SDM)

adalah sumber daya yang digunakan untuk menggerakkan dan

(33)

Istilah SDM terdiri atas dimensi-dimensi yang mencakup semua

hal yang terdapat dalam diri manusia:

1) Fisik manusia.

Keadaan fisik manusia meliputi tinggi-rendah atau berat ringannya

manusia, sehat-sakitnya fisik manusia, cantik-tampan atau

tidaknya, serta kuat-lemahnya fisik manusia. Kemampuan fisik

digunakan untuk menggerakkan, mengerjakan atau menyelesaikan

sesuatu.

2) Psikis manusia.

Keadaan psikis atau kejiwaan manusia antara lain meliputi sehat

atau sakitnya jiwa manusia, motivasi, semangat dan etos kerja,

kreativitas, inovasi, dan profesionalisme manusia.

3) Sifat atau karakteristik manusia.

Karakteristik manusia terdiri atas kecerdasan meliputi kecerdasan

intelektual, emosional, spiritual dan sosial, energi atau daya untuk

melakukan sesuatu, bakat dan kemampuan untuk berkembang.

4) Pengetahuan dan keterampilan manusia.

Pengetahuan manusia meliputi tinggi-rendahnya pendidikan,

pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki

(34)

5) Pengalaman manusia.

Pengalaman manusia meliputi pengalaman yang berhubungan

langsung atau tidak langsung dengan pekerjaan.

Veithzal Rivai (2009:1) menyatakan bahwa Manajemen SDM

merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi

segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengendalian. Sadili Samsudin (2006:22) mengemukakan Manajemen

Sumber Daya Manusia merupakan aktivitas-aktivitas yang

dilaksanakan agar sumber daya manusia dalam organisasi dapat

didayagunakan secara efektif dan efisien guna mencapai berbagai

tujuan.

Berdasarkan defenisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunakan manusia

secara efektif dan efisien dengan memperoleh, mendidik,

mengembangkan, dan mempertahankan manusia agar mencapai suatu

hasil atau kepuasan pada tujuan yang sama.

2. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan

(35)

yang kita terima melalui lima indera (Stanton, 2001, dalam Sangadji

dan Sopiah, 2013:64). Menurut Walgito (2010:100) persepsi diartikan

sebagai pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang

diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan

respon yang terintegrasi dalam diri inividu.

Sedangkan, menurut Simamora, persepsi adalah proses dimana

individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi

untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti (Simamora, 2002,

dalam Andryan 2008:18). Persepsi juga dapat diartikan sebagai suatu

pandangan individu terhadap lingkungannya yang dipengaruhi oleh

kepribadian dan karakteristik yang dimiliki seseorang dalam

lingkungannya (Triatna, 2015:36).

Jadi, menurut beberapa definisi teori di atas, dapat disimpulkan

bahwa persepsi merupakan pandangan individu yang mempunyai

makna berdasarkan pengalaman masa lalu yang diterima oleh indera

melalui rangsangan terhadap suatu objek yang menghasilkan tafisran

(36)

b. Faktor-faktor yang membentuk persepsi seseorang menurut Robbins

(2001, dalam Andryan 2008:19):

1) Pelaku persepsi

Bila individu memandang pada suatu objek dan mencoba

menafsirkan apa yang dilihat, penafsiran itu sangat dipengaruhi

oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu tersebut.

2) Target atau Objek

Karakteristik-karakteristik dari target yang akan diamati dapat

mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Gerakan, bunyi, ukuran,

hal baru, latar belakang dan kedekatan dari target membentuk cara

individu memandangnya.

3) Situasi

Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi individu.

Faktor-faktor dalam situasi yang mempengaruhi persepsi yaitu

waktu, keadaan atau tempat kerja dan keadaan sosial.

3. Kualitas Jasa

a. Pengertian Kualitas

Kualitas adalah kondisi yang selalu berubah. Hal ini diperkuat

adanya pandangan dari Kadir (2001:19) yang menyatakan bahwa

kualitas adalah tujuan yang sulit dipahami, karena harapan para

konsumen akan selalu berubah. Setiap standar baru ditemukan,

(37)

baru lain yang lebih baru dan lebih baik. Dalam pandangan ini,

kualitas merupakan sebuah proses dan bukan hasil akhir

(meningkatkan kualitas kontinuitas).

Pendapat lain dari Garvin dan Davis (1994, dalam Nasution,

2005:3) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi

dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga

kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan konsumen. Kualitas adalah sesuatu yang

diputuskan oleh pelanggan. Artinya, kualitas didasarkan pada

pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap produk atau

jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut

(Wijaya, 2011:11).

Konsep kualitas dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan

atau kebaikan sebuah produk atau jasa, yang terdiri atas kualitas

desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain yaitu fungsi

spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran

seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk atau jasa

dengan persyaratan dan kualitas yang ditetapkan sebelumnya

(Tjiptono dan Chandra, 2007:110).

Dari definisi teori para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

(38)

sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan atau

konsumen.

b. Pengertian Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu bagian dari pengembangan

sumber daya manusia yang efektif. Pelatihan memegang peranan

penting untuk meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia

(SDM). Pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan

yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam

pekerjaan atau tanggung jawabnya yang dibebankan pada saat ini.

Menurut Flippo (1995:76, dalam Suwatno dan Priansa, 2011:117)

pelatihan adalah suatu usaha peningkatan knowledge dan skill

seorang karyawan untuk menerapkan aktivitas kerja tertentu.

Buckley and Caple (1990, dalam Marwansyah, 2012:155)

berpendapat bahwa pelatihan merupakan upaya terencana dan

sistematis untuk menyesuaikan dan mengembangkan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap, melalui pengalaman belajar, untuk

mewujudkan kinerja efektif dalam suatu kegiatan atau rangkaian

kegiatan. Pengertian lain mengenai pelatihan diberikan oleh Sikula

(dalam Martoyo, 2000:63) pelatihan dimaksudkan untuk

memperbaiki penguasaan berbagai berbagai keterampilan dan

tekhnik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif

(39)

Sesuai dengan teori tersebut, pelatihan dapat disimpulkan

sebagai proses belajar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan dalam suatu aktivitas kerja untuk mewujudkan

kinerja yang efektif dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia.

c. Pengertian Kualitas Jasa

Penilaian antara kualitas jasa berbeda dengan penilaian

terhadap kualitas produk, karena sifat jasa yang tidak nyata

(intangible) menyebabkan sangat sulit bagi konsumen untuk

menilai jasa sebelum mengalaminya. Dalam penilaian kualitas

jasa, konsumen terlibat secara langsung serta ikut di dalam proses

jasa tersebut, sehingga yang dimaksud dengan kualitas jasa adalah

bagaimana tanggapan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi

atau yang dirasakannya (Jasfar, 2009:47).

Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan

berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap

kualitas jasa (Kotler, 2000, dalam Tjiptono dan Chandra,

2011:180). Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut

pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut

pandang atau persepsi konsumen. Persepsi konsumen terhadap

kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan

(40)

Lewis & Booms (1983, dalam Tjiptono dan Chandra,

2011:193) mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran seberapa

bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan

ekspektasi pelanggan. Menurut Olson dan Dover dalam Jasfar

(2009:49) harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen

sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan

standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Harapan

konsumen terbentuk menurut pengalamannya mengkonsumsi jasa,

informasi dari teman, keluarga (word of mouth) serta juga bisa dari

kebutuhannya (personal need). Apabila harapan konsumen

terlampaui, artinya jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas

yang luar biasa dan akan menimbulkan kepuasan yang sangat

tinggi (very satisfy). Sebaliknya, jika harapan tersebut tidak

tercapai, dapat diartikan bahwa kualitas jasa tersebut tidak

memenuhi apa yang diinginkannya. Dengan kata lain, perusahaan

atau penyedia jasa telah gagal melayani konsumen.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa adalah ukuran

tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan yang diberikan

sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Semakin baik

jasa yang dikonsumsi atau diterima konsumen, artinya harapan

konsumen terhadap kualitas jasa tersebut baik dan memberikan

(41)

d. Dimensi Kualitas Jasa (Pelatihan)

Harapan maupun penilaian konsumen terhadap kualitas jasa

dapat diukur atau dinilai melalui dimensi kualitas jasa.

Garvin (1987, 1988, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193)

mengemukakan ada delapan dimensi kualitas yang dapat

digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik:

1) Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari

produk inti yang dibeli atau digunakan.

2) Fitur atau ciri-ciri tambahan (features), yaitu karakteristik

sekunder atau pelengkap.

3) Reliabilitas (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan

mengalami kerusakan atau gagal dipakai.

4) Keseuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications),

yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi

standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5) Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk

tersebut dapat terus digunakan.

6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,

kemudahan direparasi, serta penanganan keluhan secara

memuaskan.

(42)

8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan

reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Dari ketiga teori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa persepsi atas

kualitas pelatihan merupakan penilaian individu terhadap suatu objek yang

memberikan kesan atau makna berhubungan dengan kepuasan terhadap

layanan yang telah diterima sesuai dengan yang diharapkan.

4. Motivasi mengikuti pelatihan

Motivasi digunakan sebagai dorongan atau semangat agar para peserta

yang akan diberi pelatihan dapat mengikuti pelatihan dengan baik.

Motivasi berasal dari kata motif, artinya suatu keadaan dalam pribadi

orang yang mendorong individu untuk melaksanakan aktivitas tertentu

guna mencapai suatu tujuan (Pasaribu dan Simanjutak, 1984, dalam

Basrowi, 2011:65). Motif dalam bahasa Inggris yaitu “motive”, berasal

dari kata “motion”, yang berarti gerak atau bergerak. Motivasi sebagai

dorongan mental yang terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan,

menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap pada perilaku

individu atas dasar kebutuhan.

Motivasi sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas, diantaranya

dalam pengajaran atau pelatihan. Dengan adanya motivasi tersebut,

diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal. Gie (dalam Martoyo,

(43)

dorongan yang bertujuan untuk menggiatkan orang-orang agar dapat

bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang dikehndaki dari

orang-orang tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Siagian (dalam

Basrowi, 2011:65), diantaranya:

a. Faktor Internal

1) Persepsi seorang mengenai diri sendiri.

2) Harga diri.

3) Harapan pribadi.

4) Kebutuhan.

5) Keinginan.

6) Kepuasan.

7) Prestasi yang dihasilkan.

b. Faktor Eksternal

1) Jenis dan sifat pekerjaan.

2) Kelompok kerja dimana seseorang berbagi.

3) Organisasi itu sendiri.

(44)

Basrowi (2011:66) mengatakan bahwa para ahli ilmu jiwa umumnya membedakan motivasi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Motivasi Primer

Motivasi primer didasarkan pada motif-motif dasar yang berasal dari

segi biologis atau jasmani manusia yang terdiri atas pemikiran tentang

tujuan, perasaaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan.

b. Motivasi Sekunder

Motivasi sekunder artinya motivasi yang dipelajari.Motivasi ini

dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.Para ahli menyebutkan bahwa

perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen yaitu afektif,

kognitif dan konatif.

Pembekalan melalui pelatihan perlu disesuaikan dengan kebutuhan

dan karakteristik para peserta pelatihan. Pelatihan dirancang menjadi suatu

proses belajar yang terarah dan diarahkan untuk membantu seorang

individu atau peserta agar dapat mengalami perubahan permanen dibidang

perilaku, kognisi-intelektualitasdan sikap (Blanchard, 1999, dalam

Soemarman, 2010:24).

Blanchard menguraikan perubahan tersebut, yaitu perubahan perilaku

(behavior) berupa tindakan teknis-prosedural dalam bentuk perubahan

keterampilan dan kecakapan tekhnis (skills) yang diperlukan untuk

menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Perubahan kognisi-intelektualitas

(45)

tingkatan yang spesifik dan saling berhubungan, meliputi; pengetahuan

deklaratif (pengetahuan yang dikuasai), pengetahuan prosedural

(pemahaman tentang pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan secara

faktual), dan pengetahuan strategis (perencanaan, pemantauan, dan revisi

kegiatan yang diarahkan untuk pencapaian tujuan selanjutnya.).Perubahan

dibidang sikap (attitude) meliputi perubahan pendapat atau keyakinan

yang dapat bersifat positif maupun negatif terkait dengan rasa-perasaan

tertentu (feelings) berdasarkan peristiwa atau hal-hal yang terjadi.

Kepedulian terhadap motivasi belajar tidak dapat diabaikan apabila

seseorang ingin mencapai hasil yang maksimal dalam pelatihan yang

diikutinya. Kepedulian tersebut dinyatakan Blanchard sebagai berikut:

“Most scientific literature defines motivation as the direction, persistence, and amount of effort expended by an individual to achieve a specified outcome. … the persons’ motivation is reflected by what need she is trying to satisfy, the types of activity she does to satisfy the need, how long she keeps doing it, and how hard she works at it(Blanchardet al, 1999, dalam Soemarman, 2010:27).

Dari pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa motivasi menggambarkan

arah, presensi, dan usaha keras individu untuk mencapai hasil tertentu.

Motivasi seseorang tereflesikan dalam kebutuhan yang hendak

dipenuhinya, dalam aktivitas pemenuhannya, dalam jangka waktu dan

besaran usaha untuk pemenuhannya tersebut. Dengan melihat gambaran

(46)

Motivasi belajar merupakan proses psikologis yang menyebabkan

seseorang tergerakkan, terarahkan, dan melakukan sesuatu dengan

persistensi dalam kegiatan dan proses belajarnya (DeSimone, 1998, dalam

Soemarman, 2010:28). Perilaku yang dipengaruhi motivasi dapat

digambarkan melalui seorang yang termotivasi untuk mengikuti pelatihan.

Termotivasinya seseorang tersebut disebabkan oleh pengaruh kebutuhan

individual (sandang-pangan-papan), keinginannya untuk memperoleh

pengetahuan, dan tujuan pribadi individu yang pastinya telah dimiliki oleh

setiap individu.

Orang yang termotivasi lebih bersifat energik dan bersemangat dalam

mengerjakan sesuatu secara konsisten dan aktif dengan tanggung jawab

yang lebih besar. Sebaliknya, seorang yang kurang termotivasi cenderung

malas, tidak senang, dan masa bodoh dengan tanggung jawabnya. Masalah

yang kecil menjadi besar, dan sebagai konsekuensinya mereka tidak siap

ketika dihadapkan pada tantangan atau perubahan yang terjadi.

Mangkuprawira (2007:86) menguraikan enam prinsip-prinsip belajar

atau pelatihan, yaitu:

a. Partisipasi

Partisipasi belajar peserta yang proaktif, pelatihan akan memperbaiki

motivasi dan mengajak peserta lebih memperkuat proses dan wawasan

belajar. Hasil penerapan ini, memungkinkan peserta belajar lebih cepat

(47)

b. Pendalaman

Pendalaman merupakan proses penanaman daya ingat. Pendalaman

dilakukan agar peserta pelatihan mampu mengutarakan ide atau pesan

secara jernih disertai dengan pendekatan secara analitis dan objektif.

c. Relevansi

Relevansi adalah pemberian materi atau muatan yang bermanfaat atau

selaras dengan kebutuhan para peserta. Pelatih biasa menjelaskan

secara menyeluruh maksud sebuah pekerjaan dan memberikan respon

yang baru bagi peserta. Hal ini dilakukan agar respon tersebut

memiliki hubungan positif dengan motif belajar peserta melalui

penghayatan dan penerapannya terhadap pelatihan.

d. Pengalihan

Kebutuhan program pelatihan yang sepadan dengan kebutuhan suatu

pekerjaan membuat peserta pelatihan semakin cepat menyerap

pelatihan dalam upaya menguasai pekerjaan.

e. Umpan Balik

Umpan balik memberikan informasi kemajuan dari peserta pelatihan.

Umpan balik menjadi motivasi bagi peserta sehingga mereka mampu

menyesuaikan perilaku untuk mencapai proses belajar yang sangat

(48)

f. Suasana Nyaman

Proses pelatihan hendaknya memberikan suasana nyaman bagi peserta

pelatihan. Fasilitas yang mendukung dan pelatih yang berkompeten

juga mempengaruhi termotivasinya peserta dalam menerima pelatihan

tersebut.

Oleh sebab itu, seorang yang mengikuti pelatihan perlu diperhatikan

perkembangannya. Pelatih diharapkan menyampaikan informasi terkait

dengan kemajuan pada setiap peserta pelatihan, sehingga peserta

mengetahui sejauh mana mendalami materi pelatihan tersebut. Hal ini juga

dapat menjadi suatu motivasi para peserta pelatihan, ketika pelatihan yang

telah dilalui sudah sesuai dengan metode pelatihan yang ada dan pelatih

mengapresiasikan kemajuan peserta pelatihan sebagai sebuah prestasi.

Maka, dari teori di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi

mengikuti pelatihan adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk

melakukan kegiatan belajar yang dipengaruhi olehtujuan pribadi setiap

individu, diantaranya kebutuhan individual maupun keinginannya untuk

(49)

5. Niat Berwirausaha

a. Pengertian Niat Berwirausaha

Wirausaha menurut Scarborough, Zimmerer, dan Wilsondalam

Slametet.al.(2014:3) adalah seorang yang menciptakan bisnis baru

dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai

keuntungan dan pertumbuhan yang signifikan dengan cara

mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang

diperlukan. Menurut David E. Rye dalam Basrowi (2011:4)

wirausahawan yaitu seorang yang mengorganisasikan dan

mengarahkan usaha baru dan berani mengambil risiko sebagai proses

pemulaian usaha. Drucker dalam Suryana (2013:5) mendefinisikan

kewirausahaan sebagai suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu

yang baru dan berbeda.Fahmi (2013:12) berpendapat bahwa

kewirausahaan bukanlah sifat genetis, melainkan keterampilan yang

dapat dipelajari. Artinya, setiap orang yang ingin memiliki sifat

kewirausahaan mau mempelajari segala hal tentang wirausaha dengan

sungguh-sungguh. Sejalan dengan pemikiran diatas, menurut Basrowi

(2011:2) kewirausahaan adalah proses kemanusiaan (human procces)

yang terkait dengan kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang

dan mengorganisasi sumber-sumber, sehingga peluang tersebut

terwujud menjadi suatu usaha yang menghasilkan laba atau nilai untuk

(50)

Menurut Michael Haris dalam Suryana (2008:5) untuk menjadi

wirausaha yang sukses, umumnya memiliki kompetensi yaitu yang

memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individual yang

meliputi sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi, serta tingkah laku yang

diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan. Wirausaha

adalah orang yang selalu berorientasi pada hasil, maka pengetahuan

saja tidaklah cukup bagi seorang wirausaha, tetapi juga harus disertai

dengan keterampilan. Seorang wirausaha tidak lepas dari proses

menciptakan usaha baru, yakni sebuah proses entrepreneurial.

Lumpkin dan Dess dalam Slamet, dkk (2016:6) mengemukakan bahwa

proses entrepreneurial sebagai proses dalam mengupayakan sebuah

usaha baru, berupa produk yang diluncurkan ke dalam pasar,

memasuki pasar baru bagi produk yang telah ada saat ini, ataupun

penciptaan organisasi baru.

Kegiatan entrepreneurial dapat diprediksi melalui intensi yang

dimiliki seseorang (Slamet dkk, 2016:8). Menurut Ancok dalam

Wijaya (2007:119) menyatakan bahwa intense dapat didefinisikan

sebagai niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku.

Entrepreneurial intention atau niat kewirausahaan dapat diartikan

sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang

umumnya bersifat jangka panjang (Lee & Wong, dalam Suharti,

(51)

Indarti dan Kristiansen dalam Wijaya (2007:120), menyatakan

bahwa terdapat proses pembentukan niat berwirausaha yaitu need for

achievement, locus of control, dan self-efficacy. Individu yang

memiliki kemampuan menghadapi rintangan akan memiliki need for

achievement, locus of control, dan self-efficacy yang tinggi sehingga

berpotensi dalam berwirausaha.

Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan

berani dalam mengambil keputusan yang mereka buat. Keinginan

yang tinggi untuk berhasil dalam mencapai sesuatu, membentuk

kepercayaan diri dan pengendalian diri (locus of control) individu

tersebut. Pengendalian timbul dari kepercayaan (belief) individu

terhadap sesuatu yang ada diluar dirinya. Pengendalian diri individu

yang tinggi terhadap lingkungan dinamakan internal locus of control,

sedangkan pengendalian diri individu yang rendah terhadap

lingkungan dinamakan eksternal locus of control. Apabila internal

locus of control berperan dalam diri individu, maka individu berani

dalam mengambil keputusan serta resiko yang ada. Faktor selanjutnya

yang terbentuk dari kemampuan pengendalian diri individu adalah

self-efficacy (keahlian), individu merasa memiliki self-efficacy yang

tinggi akan memiliki intensi yang tinggi untuk kemajuan diri melalui

(52)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan

bahwa niat berwirausaha adalah keinginan atau kesungguhan

seseorang melakukan suatu tindakan untuk menciptakan usaha baru

dengan melihat peluang dan resiko yang ada.

B. Penelitian Terdahulu

Dari peneliti sebelumnya yaitu Agus Imam Wahyudi, Universitas Islam

Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014 tentang “Pemberdayaan Difabel

dalam Rangka Pemberian Pengetahuan dan Pelatihan Keterampilan (Studi di

Yayasan Mandiri Craft, Sewon, Cabean, Bantul, Yogyakarta)”. Fokus

penelitian ini adalah pelaksanaan pemberdayaan difabel dalam rangka

pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan yang dilakukan Yayasan

Mandiri Craft. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah yang pertama pemberdayaan difabel yang

dilakukan oleh Yayasan Mandiri Craft adalah dengan melalui pemberian

pengetahuan dan pelatihan keterampilan usaha mainan edukatif, menjahit,

Bahasa Inggris dan komputer. Dalam pelaksanaannya para difabel mempunyai

minat bakat serta kesadaran yang cukup tinggi dalam mengikutinya. Kedua,

hasil pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan di Yayasan Mandiri

Craft sangat membantu dalam meningkatkan perekonomian para difabel.

Dan dari peneliti sebelumnya yaitu David Han, Manajemen, Universitas

(53)

Kecerdasan Menghadapi Rintangan, Sikap, dan Informasi terhadap Niat

Berwirausaha (Studi Kasus pada Mahasiswa Sanata Dharma Program Studi

Manajemen Fakultas Ekonomi)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan

informasi terhadap niat berwirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah

semua mahasiswa Universitas Sanata Dharma Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi yang sedang atau sudah mengambil mata kuliah

kewirausahaan, dan sampel yang digunakan sebanyak 100 responden.

Penyebaran kuesioner ini menggunakan teknik sampling incidental. Teknik

analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda dengan

menggunakan program SPSS 14.0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa

hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan informasi

berperngaruh terhadap niat berwirausaha.

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian

penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun

perbedaannya, yaitu:

a. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Agus Imam Wahyudi

dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Pada kasus ini

Agus Imam Wahyudi melakukan penelitian pada difabel di Yayasan

Mandiri Craft, sedangkan penelitian ini dilakukan pada difabel di

(54)

sebelumnya menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Sedangkan,

penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.

b. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh David Han dengan

penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan. Peneliti

sebelumnya menggunakan variabel hasil belajar, kecerdasan

menghadapi rintangan, sikap, informasi serta niat berwirausaha.

Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan variabel persepsi atas

kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat

berwirausaha. Subjek pada penelitian sebelumnya, menggunakan

sampel dari data populasi seluruh mahasiswa Universitas Sanata

Dharma Program Studi Manajemen, sedangkan subjek dari penelitian

ini adalah seluruh difabel tuna rungu wicara, tuna netra dan tuna daksa

pada Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD).

Penyebaran kuesioner pada penelitian sebelumnya menggunakan

teknik sampling incidental, sedangkan pada penelitian ini tidak

menggunakan teknik sampling karena pengambilan data menggunakan

(55)

C. Hipotesis

Merumuskan hipotesis, merupakan upaya peneliti untuk merumuskan

jawaban sementara terhadap perumusan masalah yang telah ditetapkan.

Dianggap sementara karena jawaban masih dalam skala teoritis, yang masih

membutuhkan pembuktian empiris melalui pengujian verifikatif. Sugiyono

(2008:93) menyatakan hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih

rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan.

Dalam penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

1. Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan pada niat berwirausaha.

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk

memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang

berarti dan masuk akal mengenai dunia (Schiffman dan Kanuk, 2007:137).

Sedangkan, menurut Simamora (2006:273), pelatihan terdiri atas

serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian,

pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Pelatihan

dimaksudkan untuk mengajarkan bagaimana menunaikan aktivitas atau

pekerjaan tertentu. Sehingga, harapan untuk memiliki kemampuan dan

keahlian dapat dicapai apabila pelatihan tersebut juga dapat didampingi

oleh pelatih (trainer) yang ahli dalam mengaplikasikan pelatihan-pelatihan

bagi calon peserta binaan. Pelatihan diberikan bukan hanya sekedar untuk

memberikan pengalaman baru kepada para peserta, tetapi juga

(56)

dapat diaplikasikan kepada pekerjaan mereka sehari-hari. Semakin

berkualitasnya pelatihan tersebut, maka akan semakin membangun

kepercayaan diri peserta pelatihan dalam berlatih.

Pada hakikatnya manusia berkembang dari pengalaman, belajar, dan

berpikir. Ide kreatif dan inovatif untuk berwirausaha kadang kala muncul

melalui proses imitasi (peniruan) dan duplikasi, kemudian berkembang

menjadi proses pengembangan, dan berujung pada proses penciptaan

sesuatu yang baru dan berbeda (inovasi). Faktor pribadi yang memicu

kewirausahaan untuk berinovasi adalah dorongan untuk berprestasi,

komitmen yang kuat, pendidikan, dan pengalaman yang dimiiliki. Adanya

suatu dorongan untuk meraih harapan yang diinginkan tersebut merupakan

salah satu bentuk niat seseorang untuk berwirausaha sesuai dengan bidang

keterampilan yang dimiliki (Suryana, 2013:98).

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis

mengajukan hipotesis pertama, yaitu:

: Persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada

(57)

2. Pengaruh motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha.

Pelatihan digunakan sebagai upaya awal membenahi berbagai

kelemahan dan memberikan pengalaman bagi seseorang pada setiap

pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Seseorang yang

mengikuti pelatihan, memiliki berbagai bentuk motivasi yang timbul dari

dalam dirinya sendiri maupun dari pihak lain. Motivasi mengikuti

pelatihan tersebut akhirnya akan membentuk pribadi seseorang untuk

memiliki perubahan hidup yang lebih baik, terutama untuk meningkatkan

kemampuan yang dimilikinya. Dengan kemampuan tersebut nantinya akan

menciptakan keyakinan pada dirinya bahwa seseorang dapat sukses

menjalankan proses wirausaha (efikasi diri). Jadi, menurut Slamet, dkk

(2014:7) salah satu faktor pembentuk jiwa wirausaha adalah faktor

motivasional yang meliputi efikasi diri dan persepsi atas keinginan.

Berbagai bentuk kegiatan wirausaha sering kali dapat diprediksi melalui

intensi yang dimiliki seseorang. Karena, wirausaha adalah individu yang

memiliki intensi untuk mencapai peluang tertentu, memasuki pasar baru,

dan menawarkan produk baru.

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan diatas, maka penulis

mengajukan hipotesis kedua, yaitu:

(58)

3. Apakah terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari

jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara?

Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga

pada hubungan rangsangan terhadap bidang yang mengelilingi dan kondisi

dalam setiap diri individu. Menurut Jasfar (2009:15) jasa dapat berupa

pelayanan dari seseorang kepada orang lain, baik yang dapat dilihat

(explicit service) maupun yang tidak dapat dilihat, yang hanya bisa

dirasakan (implicit service) sampai kepada fasilitas-fasilitas pendukung

yang harus tersedia dalam penjualan jasa.

Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dirasa, diraba, dilihat,

dicium atau didengar sebelum dibeli. Pelanggan lebih menilai kualitas jasa

dari tempat dan suasana lingkungan, keterampilan dan keramahan orang,

tersedianya peralatan untuk mendukung proses jasa, alat-alat komunikasi,

simbol dan harga yang mereka amati, yang kesemuanya dibungkus dalam

suatu paket jasa. Tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu jasa dapat

diukur melalui perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang

diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa.

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis

mengajukan hipotesis ketiga, yaitu:

(59)

D. Kerangka Konseptual Penelitian

Lembaga atau dinas sosial diadakan untuk memberdayakan, menampung,

memberikan, dan mengarahkan difabel agar lebih memiliki potensi dan bekal

untuk hidup dimasyarakat. Peran lembaga sosial dalam mengembangkan dan

memberdayakan difabel sebagai salah satu cara menumbuhkan kembali

kepercayaan diri para difabel untuk bersosialisasi pada lingkungan masyarakat

dan mampu hidup mandiri. Untuk itu, perlu adanya sarana pelatihan dan

motivasi yang keduanya saling mendukung untuk kemajuan difabel agar lebih

bersemangat dalam mengubah pola pikir ke arah yang lebih baik melalui

berwirausaha.

Untuk mempermudah memahami proposal penelitian, maka penulis

merumuskan kerangka konseptual sebagai berikut:

(60)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian adalah

penelitian kuantitatif dengan metode survei. Kerlinger (1973, dalam Sugiarto,

2013:36) mengemukakan bahwa penelitian dengan metode survei adalah

penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang

dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,

sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative, distribusi, dan

hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang membantu dalam pengerjaan

penelitian dengan memberikan informasi atau data yang dibutuhkan oleh

peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh difabel tuna daksa,

tuna netra, dan tuna rungu wicara yang sedang mengikuti pelatihan Balai

Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD).

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah variabel yang dapat diukur dan yang akan

(61)

pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan, dan niat berwirausaha.

C. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian yang dilakukan pada bulan Mei –

Juni 2016.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan pada salah satu yayasan penyandang

disabilitas (difabel) yaitu Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang

Disabilitas (BRTPD) pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah, Daerah

Istimewa Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Piring Srihardono, Pundong,

Bantul, Yogyakarta.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah sama, karena peneliti

menggunakan seluruh anggota populasi sebagai anggota sampel. Selain itu,

akses keseluruhan populasi pada penelitian ini sudah jelas jumlahnya, maka

peneliti menggunakan populasi tersebut untuk dijadikan bahan penelitian atau

sumber data untuk diteliti. Maka, peneliti mampu melakukan uji terhadap

hipotesis dengan keseluruhan populasi yang ada.

Populasi dalam penelitian ini adalah difabel pada Balai Rehabilitasi

Gambar

Tabel Judul
Gambar Judul
Tabel rtabel dan Ftabel ...................................................................
Tabel I.1 Jumlah Difabel Berdasarkan Jenisnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

ninė veikla, nei mokslinis darbas. Meninė kūryba - ypatinga kūrybos sritis, kur tikrovės ir savęs pa­ žinimo pagrindu kuriami meno kūriniai, skirti

Yang kedua, justru penggunaan jilbab atau hijab adalah upaya wanita muslim di Amerika untuk mempertegas fungsi subjektivitas mereka yang tidak terikat pada

Pertama, memodifikasi matriks waktu (biaya) dan mengurangi dengan waktu terkecil (bukan nol) dalam setiap kolom dari sleuruh sel dalam kolom itu untuk mendapatkan paling

variabel bauran pemasaran jasa produk, harga, promosi, tempat, orang bukti fisik, dan proses memiliki pengaruh terbukti secara signifikan mempengaruhi variabel dependen

Pelaksanaan kegiatan di lapangan dilakukan dengan cara penyuluhan dan ceramah, penjelasan teori dan teknik penanaman mangrove, yang diikuti oleh masyarakat di Balai

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia–Nya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Salinitas Air Terhadap Persebaran Ikan

1. Formulir Permohonan Penggunaan Arsip; 2. Tata tertib pelayanan arsip di unit pengolah dan di unit kearsipan. Penggunaan arsip dilaksanakan sesuai dengan sistem

IV.1.1 Manfaat Sosial Neto dari “Economic Rent” dan “Excess Payment” Manfaat sosial neto dari rente ekonomi (economic rent) dihitung berdasarkan nilai output dari