ABSTRAK
PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA
Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta
Fransiska Nunuk Puji Raharjanti Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 2) apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 3) terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat survei. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sama, yaitu difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara pada Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner tentang persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha kepada 115 responden. Teknik pengujian dalam penelitian ini yaitu pengujian validitas dan reliabilitas, sedangkan teknik analisis data menggunakan uji asumsi klasik dan uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) persepsi atas kualitas
pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 2) motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 3) terdapat minimal dua rata-rata yang berbeda persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF PERCEPTION ON TRAINING QUALITY AND MOTIVATION TO PARTICIPATE IN TRAINING TOWARDS
ENTERPRENEURSHIP INTENTIONS on the Disabled in Yogyakarta Fransiska Nunuk Puji Raharjanti
Sanata Dharma University Yogyakarta
2016
This research aims to find out: 1) whether perception of the training quality influence the entrepreneurship intention, 2) whether motivation to participate in training influence the entrepreneurship intention, 3) differences in perception of the quality of training based on the types of disabilities: for persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements. This research is quantitative survey research. Population and sample in this research are the same, namely persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements at Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data is obtained by distributing questionnaires about perceptions of the training quality, motivation to participate in training and entrepreneurship intention to one hundred and fifteen respondents. The testing techniques in this research are testing the validity and reliability testing, while techniques of analysis data used are classic assumption test and T. testing. The research found that 1) perception of the training quality had positive influence on the entrepreneurship intention, 2) motivation to participate training had positive influence on the entrepreneurship intention, 3) there are at least two different perceptions of the training quality based on the three types of disabilities being discussed: persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements.
PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA
Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan dalam Rangka Menulis Skripsi
Program Studi Manajemen, Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma
Oleh:
Fransiska Nunuk Puji Raharjanti NIM: 122214013
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Motto dan Persembahan
“Daripada mengeluhkan
kegelapan, lebih baik
menyalakan lilin.”
(Pepatah Buddhis)
“Aku bersyukur kepada
-Mu, sebab Engkau telah
menjawab aku dan telah menjadi
keselamatanku.”
(Mazmur 118:21)
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah setia memberikan berkat dan senantiasa menyertai
langkahku.
Kedua orang tua dan kakakku tercinta, yang telah memberi doa serta dukungan kepadaku
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Persepsi Atas Kualitas Pelatihan Dan Motivasi Mengikuti Pelatihan Pada Niat
Berwirausaha: Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi ini
ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi Manajemen, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan terlaksana dengan baik tanpa
bantuan, dukungan, serta kerjasama dari berbagai yang dengan tulus hati dan rela
mengorbankan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis sampai penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Albertus Yudi Yuniarto, S.E., M.B.A., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Dr. Lukas Purwoto, S.E., M.Si., selaku Kepala Program Studi
Manajemen Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Ike Janita Dewi, S.E., M.B.A., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan
viii
4. Bapak Drs. P. Rubiyatno, M.M., selaku Dosen Pembimbing II yang bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
dukungan, dan saran selama penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Seluruh dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman
hidup selama penulis menempuh proses perkuliahan.
6. Staf sekretariat Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata
Dharma yang telah membantu dan mendukung penulis dalam meyelesaikan
skripsi ini.
7. Kepada orang tua saya Marcus Heronimus Triman dan Maria Goretti
Wagiyani (Alm.), yang selalu mendukung melalui doa, nasihat, kasih sayang,
dan semangat untuk terus berjuang dan selalu tekun dalam mencapai cita-cita
yang diinginkan.
8. Kepada saudara-saudaraku yang telah mendukung dan memberikan
masukan-masukan yang berguna bagi terwujudnya pembuatan skripsi ini.
9. Untuk teman baik saya, Putu Hendry Ryan Hartanto dan Christopher
Gunawan yang telah meluangkan waktunya dengan setia dan penuh sabar
selalu membimbing dan menasihati penulis dari disusunnya hingga
terselesaikannya skripsi ini.
10.Untuk sahabat-sahabat yang saya kasihi, Yohana, Remalya, Katarina Tiara,
Veronika, Monika, Fransisca Bestari, Christina Desty, Mbak Ayu, Mas
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAL PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAL DAFTAR ISI ... x
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiii
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xv
HALAMAL DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
HALAMAN ABSTRAK ... xvii
4. Motivasi mengkuti pelatihan ... 22
5. Niat berwirausaha... 29
B. Penelitian Terdahulu ... 32
xi
D. Kerangka Konseptual Penelitian ... 39
BAB III METODE PENELITIAN... 40
A. Jenis Penelitian ... 40
I. Operasionalisasi Variabel... 47
J. Prosedur Pengisian Kuesioner... 49
K. Uji Instrumen Penelitian ... 50
L. Teknik Analisis Data ... 52
BAB IV GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN ... 59
A. Sejarah Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) 59 B. Visi - Misi ... 60
C. Struktur Organisasi ... 61
D. Tugas dan Fungsi ... 61
E. Proses Pelayanan ... 62
F. Pengertian Penyandang Disabilitas ... 66
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 69
A. Deskripsi Data dan Analisis ... 69
1. Deskripsi Data Responden ... 69
2. Analisis Deskriptif Variabel ... 75
B. Hasil Uji Statistik dan Pembahasan ... 81
1. Hasil Pengujian Instrumen ... 81
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 84
xii
4. Hasil Uji t ... 88
5. Hasil Uji One Way Anova ... 89
C. Pembahasan ... 92
BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 98
A. Kesimpulan ... 98
B. Implikasi Manajerial bagi Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) ... 99
C. Implikasi bagi Peneliti Selanjutnya ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 103
xiii
III.3 Variabel Persepsi Atas Kualitas Pelatihan dan Indikator ... 45
III.4 Variabel Motivasi Mengikuti Pelatihan dan Indikator ... 45
III.5 Variabel Niat Berwirausaha dan Indikator ... 46
V.1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70
V.2 Persentase responden Berdasarkan Usia ... 70
V.3 Persentase Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 71
V.4 Persentase Responden Berdasarkan Golongan Difabel ... 72
V.5 Persentase Responden Berdasarkan Program Pelatihan Yang Diikuti ... 73
V.6 Persentase Responden Berdasarkan Lama Mengikuti Pelatihan ... 74
V.7 Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Mengikuti Pelatihan .... 75
V.8 Hasil Interpretasi Rata-rata Respon dari Responden ... 76
V.9 Deskripsi Variabel Persepsi Atas Kualitas Pelatihan ... 77
V.10 Deskripsi Variabel Motivasi Mengikuti Pelatihan ... 79
V.11 Deskripsi Variabel Niat Berwirausaha ... 80
V.12 Hasil Uji Validitas ... 82
V.13 Hasil Uji Reliabilitas ... 83
V.14 Hasil Uji Normalitas ... 84
V.15 Hasil Uji Multikolienaritas ... 85
V.16 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 86
xiv
V.18 Perbedaan Nilai Rata-rata Persepsi Atas Kualitas Pelatihan Antar
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 104
Lampiran 2 Lembar Kuesioner ... 108
Lampiran 3 Data Responden ... 114
Lampiran 4 Data Tabulasi Kuesioner ... 121
Lampiran 5 Analisis Persentase ... 134
Lampiran 6 Analisis Data Deskriptif dan Skala Pengukuran Variabel ... 137
Lampiran 7 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 140
Lampiran 8 Regresi Linear Berganda ... 145
Lampiran 9 Uji Asumsi Klasik ... 147
Lampiran 10 One Way Anova ... 149
Lampiran 11 Tabel rtabel dan Ftabel ... 153
xvii
ABSTRAK
PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA
Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta
Fransiska Nunuk Puji Raharjanti Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 2) apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 3) terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat survei. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sama, yaitu difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara pada Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner tentang persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha kepada 115 responden. Teknik pengujian dalam penelitian ini yaitu pengujian validitas dan reliabilitas, sedangkan teknik analisis data menggunakan uji asumsi klasik dan uji T. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 1) persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 2) motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 3) terdapat minimal dua rata-rata yang berbeda persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara.
xviii
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF PERCEPTION ON TRAINING QUALITY AND MOTIVATION TO PARTICIPATE IN TRAINING TOWARDS
ENTERPRENEURSHIP INTENTIONS on the Disabled in Yogyakarta Fransiska Nunuk Puji Raharjanti
Sanata Dharma University Yogyakarta
2016
This research aims to find out: 1) whether perception of the training quality influence the entrepreneurship intention, 2) whether motivation to participate in training influence the entrepreneurship intention, 3) differences in perception of the quality of training based on the types of disabilities: for persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements. This research is quantitative survey research. Population and sample in this research are the same, namely persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements at Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data is obtained by distributing questionnaires about perceptions of the training quality, motivation to participate in training and entrepreneurship intention to one hundred and fifteen respondents. The testing techniques in this reasearch are testing the validity and reliability testing, while techniques of analysis data used are classic assumption test and T. testing. The research found that 1) perception of the training quality had positive influence on the entrepreneurship intention, 2) motivation to participate training had positive influence on the entrepreneurship intention, 3) there are at least two different perceptions of the training quality based on the three types of disabilities being discussed: persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang paling mahal
dibanding dengan aset-aset lain karena sumber daya manusia merupakan
penggerak utama organisasi. Sumber daya manusia harus dikelola secara
optimal, continue dan diberi ekstra perhatian dalam memenuhi hak-haknya,
selain itu sumber daya manusia adalah patner pengusaha untuk mencapai
tujuan organisasi. Selain perusahaan, sumber daya manusia juga senantiasa
harus meningkatkan kompetensinya, seiring dengan perkembangan era
globalisasi (Ambarita, 2012).Agar dapat bersaing dalam persaingan bisnis,
perusahaan dituntut untuk memperoleh, mengembangkan, dan
mempertahankan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak
dipengaruhi oleh pelaku para pesertanya, serta peran fungsinya sangat
mendukung untuk keberhasilan organisasi. Perusahaan atau organisasi bukan
saja perlu memiliki produktivitas yang tinggi, tetapi juga harus menunjukkan
keunggulan dalam kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang
bermutu dan beraneka ragam sesuai dengan selera dan kebutuhan masyarakat.
individu-individu dengan kompetensi unggul yang diwujudkan melalui
pelatihan-pelatihan yang dapat digunakan sebagai upaya awal untuk
mengasah ketanggapan dan keterampilan seseorang terhadap pekerjaan yang
sedang dihadapi. Tujuan organisasi untuk selalu tanggap dalam memberikan
perhatian terhadap para pekerjanya yaitu agar produktivitas para pekerjanya
tetap seimbang dan dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang telah diharapkan
organisasi. Oleh karena itu, pemberian pelatihan dan motivasi adalah sebagai
pendorong dan upaya untuk mengurangi kecenderungan kemalasan dan
kelesuan yang akan dialami oleh para pekerja.
Pelatihan menurut Dessler (2009) adalah proses mengajarkan
karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka
butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan salah
satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia
kerja. Pekerja, baik yang baru ataupun yang sudah lama bekerja perlu
mengikuti pelatihan karena adanya tuntutanpekerjaan yang dapat berubah
akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya (Dessler,
2009). Pelatihan juga dinyatakan sebagai keseluruhan kegiatan untuk
memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi
kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan
dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
Organisasi menjadikan pelatihan sebagai upaya yang terencana untuk
membantu para pekerja mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang terkait dengan suatu pekerjaan, agar mereka dapat
meningkatkan prestasi kerja.
Motivasi juga memiliki peran penting dalam pelatihan.Kurangnya
motivasi pada pekerja mengakibatkan produktivitas dan kinerja menjadi
menurun. Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Counter (1999:50, dalam
Suwatno dan Priansa, 2011:171) menyatakan motivasi kerja sebagai
kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan
keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi
kebutuhan individual tertentu. Motivasi sebagai proses psikologis melalui
keinginan yang belum terpuaskan yang diarahkan ke pencapaian tujuan atau
intensif (Hodgetts dan Luthans, 2000, dalam Usmara, 2006:14). Dalam
melakukan suatu pekerjaan setiap pekerja membutuhkan motivasi yang ada
pada dirinya agar timbul suatu semangat atau kegairahan dalam bekerja.
Dengan motivasi yang kuat, serta pelatihan yang maksimal diharapkan
keterampilan yang diperoleh dapat meningkat sehingga tujuan atau harapan
organisasi dapat tercapai. Meskipun melalui pelatihan dan pemberian motivasi
dapat meningkatkan ketrampilan tetapi pada kenyataannya masih ada
organisasi yang mengalami masalah pada kurang efektifnya pelatihan dan
Dalam kenyataannya, tidak ada manusia yang terlahir sempurna,
walaupun terlahir secara lengkap dengan organ tubuh yang berfungsi dengan
baik, tetap setiap manusia memiliki kekurangan. Secara umum, mereka yang
tidak mampu melakukan seluruh atau sebagian dari aktivitas normal
kehidupan pribadi atau sosial karena mengalami kelainan tubuh atau mental
tersebut digolongkan sebagai penyandang disabilitas (difabel). Kaum difabel
sering dipandang rendah, sehingga tidak memungkiri adanya diskriminasi
yang menganggap bahwa kaum difabel tidak produktif dan tidak inovatif.
Salah satu diskriminasi yang dirasakan oleh kaum difabel adalah sulitnya
mencari pekerjaan karena banyak perusahaan yang menolak keberadaan
mereka. Akibatnya, banyak kaum difabel yang tidak mampu bekerja dan
menganggur karena terbatasi oleh keterbatasan mereka. Adapun kebijakan
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai pembaharuan untuk
melindungi kaum difabel, sebagaimana termuat dalam UU No 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat, yaitu mengenai kuota penempatan tenaga kerja
penyandang cacat atau difabel sebesar 1% di perusahaan. Namun, hal ini
masih menjadi permasalahan karena hingga saat ini kebijakan tersebut masih
belum terealisasi.
Menurut data WHO, Bank Dunia dan ILO bahwa, saat ini jumlah
penyandang disabilitas di dunia diperkirakan sebesar 15% dari jumlah
difabel menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) dan Kementrian Sosial
(Kemensos) sampai tahun 2010 mencapai 11.580.117 orang. Sedangkan data
menurut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) jumlah tenaga kerja
penyandang disabilitas pada tahun 2010 mencapai 7.126.409 orang yang
terdiri dari tuna netra 2.137.923 orang, tuna daksa 1.852.866 orang, tuna
rungu 1.567.810 orang, cacat mental 712.641 orang dan cacat kronis
sebanyak 855.169 orang. Di D. I. Yogyakarta, sebagian masyarakatnya juga
memiliki status sebagai difabel. Pada tahun 2011, tercatat jumlah difabel di D.
I. Yogyakarta sebanyak 29.110, diantaranya terdiri dari 15.667 pria dan
13.442 wanita. Jumlah tersebut merupakan jumlah total dari keseluruhan
difabel termasuk didalamnya untuk jenis cacat fisik maupun cacat mental.
Berikut data informasi mengenai jumlah difabel yang ada di D. I. Yogyakarta
dari tahun 2004 hingga tahun 2011:
Tabel I.1
Namun, dari keseluruhan jumlah difabel tidak semua dapat ditampung
oleh pusat-pusat rehabilitasi karena jumlahnya yang masih terbatas. Pusat
pelayanan difabel merupakan suatu tempat rehabilitasi bagi para penyandang
fisik (difabel) untuk bertempat tinggal, pemberian pelayanan, dan sebagai
sarana pembentukan kepribadian agar dapat hidup bersosial serta mandiri. D.
I. Yogyakarta yang menjadi tempat perancangan Pusat Pelayanan Difabel juga
masih tergolong minim dalam mendirikan pusat-pusat rehabilitasi maupun
fasilitas seperti alat transportasi bagi difabel.
Tersedianya lapangan pekerjaan yang begitu beragam, belum
membantu mengurangi jumlah kaum difabel yang ada di Indonesia.Bukan
berarti kaum difabel tidak mampu bekerja, namun kaum difabel memiliki
kemampuan dan bakat yang tidak sesuai dalam dunia kerja apabila
ditempatkan pada perusahaan. Untuk mengurangi pengangguran tersebut, para
difabel didukung dengan adanya berbagai pelatihan melatih keterampilan
untuk berwirausaha. Dengan berwirausaha para difabel dapat menyesuaikan
keterampilan dan keahlian mereka sesuai dengan kreativitas yang dimiliki,
seperti yang dilakukan oleh beberapa yayasan rehabilitasi kaum difabel yang
ada di Yogyakarta, salah satu diantaranya adalah Balai Rehabilitasi Terpadu
Penyandang Disabilitas (BRTPD). Dimana lembaga dari Dinas Sosial ini
memberi pelatihan bagi kaum difabel yang mengupayakan pelatihan
Sehingga dengan berwirausaha mereka tidak tergantung pada tersedianya
lapangan pekerjaan di perusahaan, tetapi dapat menciptakan sendiri lapangan
pekerjaan yang dapat mereka olah sesuai dengan kemampuan dan keahlian
yang mereka miliki.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH PERSEPSI ATAS
KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN
PADA NIAT BERWIRAUSAHA”. Peneliti berharap dengan adanya
penelitian ini mampu memberikan kontribusi bagi Balai Rehabilitasi Terpadu
Penyandang Disabilitas (BRTPD) yang nantinya dapat mengevaluasi bersama
segala kekurangan dan kendala pada program pelatihan yang telah diberikan
kepada kaum difabel. Peneliti juga berharap dengan adanya penelitian ini
dapat mengetahui kepuasan kaum difabel dalam mengikuti program pelatihan
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Selama ini teori dan praktik manajemen sumber daya manusia (MSDM)
telah banyak dibuat, tetapi selalu diasumsikan kepada mereka
individu-individu yang memiliki kelengkapan fisik. Teori dan praktik manajemen
sumber daya manusia (MSDM) kurang memfokuskan perhatiannya kepada
mereka individu yang memiliki keterbatsan dan berkebutuhan khusus seperti
Daerah Istimewa Yogyakarta selain disebut sebagai kota pelajar, juga
disebut sebagai kota ramah difabel. Banyaknya difabel di Indonesia dan
permasalahan lainnya, seperti kurangnya perhatian Pemerintah terhadap para
difabel menyebabkan difabel menjadi kurang produktif dan inovatif.
Terbatasnya ruang gerak mereka dalam bekerja, menjadikan mereka sulit
untuk mencari pekerjaan. Adanya beberapa yayasan di wilayah D.
I.Yogyakarta merupakan salah satu bentuk keprihatinan dari Pemerintah dan
masyarakat untuk menghapuskan diskriminasi yang dirasakan oleh para
difabel. Dinas Sosial D. I. Yogyakarta selaku instansi di bidang sosial
memiliki tugas dan kewajiban dalam pemenuhan hak dari aspek sosial.
Pemenuhan hak tersebut dijabarkan dalam pemberian kesempatan bagi difabel
untuk mendapatkan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial,
dan perlindungan sosial. Sebagai wujud apresiasi, Pemerintah Daerah D. I.
Yogyakarta melalui Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas
(BRTPD) pada Dinas Sosial memberikan pelayanan, perlindungan,
rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan bimbingan keterampilan, serta
bantuan sosial.
Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD)
memfokuskan agar difabel dapat mandiri melalui berwirausaha. Kemampuan
para difabel tentunya berbeda-beda, sesuai dengan keterbatasan yang mereka
memiliki keahilan dan keterampilan dibidangnya. Motivasi juga diperlukan
untuk mendukung para difabel dalam mengikuti pelatihan agar semakin giat
dalam belajar maupun bekerja dan terdorong untuk lebih produktif.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis
mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1) Apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat
berwirausaha?
2) Apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat
berwirausaha?
3) Apakah ada perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari aspek
jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pembatasan masalah untuk
memfokuskan penelitian ini supaya tidak terlalu jauh dari apa yang menjadi
tujuan dalam penelitian. Dimana, batasan masalah yang menjadi fokus penulis
adalah niat berwirausaha yang berhubungan dengan persepsi atas kualitas
pelatihan dan motivasi mengikuti pelatihan.
1) Persepsi atas kualitas pelatihan yaitu program pelatihan berupa bimbingan
Terpadu Penyandang Disabilitas) efisien dan efektif bagi difabel tuna
rungu, tuna wicara, tuna netra dan tuna daksa.
2) Motivasi mengikuti pelatihan, penulis membatasi mengenai berbagai
macam dorongan yang didapat oleh difabel baik dari luar maupun dari
dalam diri untuk melakukan sesuatu yang ingin dicapainya.
3) Niat berwirausaha, penulis membatasi bagaimana difabel memahami
secara sungguh-sungguh arti berwirausaha dan resikonya, serta memiliki
niat untuk membuka usaha secara mandiri.
D. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh
pada niat berwirausaha.
2) Untuk mengetahui apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada
niat berwirausaha.
3) Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan
dilihat dari aspek jenis difabel untuk tunadaksa, tuna netra dan tuna rungu
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1) Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan
pengalaman, sehingga dapat menjadi sarana pembelajaran dalam
menerapkan ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia yang selama ini
telah dipelajari.
2) Bagi Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi pihak lain yang
ingin melakukan penelitian lebih lanjut dan dapat menjadi sumber
pengetahuan, referensi dan informasi bagi yang membacanya.
3) Bagi Dinas Sosial
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat digunakan
sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pelatihan untuk
mengembangkan potensi-potensi para difabel agar sesuai dengan yang
12 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Persaingan yang semakin dinamis dan kompetitif menuntut organisasi
mampu berdaptasi dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi.
Globalisasi menyebabkan kehidupan manusia menjadi cepat berubah, tidak
pasti, dan penuh tantangan. Manusia berperan aktif dan dominan dalam setiap
kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu
terwujudnya organisasi. Maka, tujuan organisasi adalah mendayagunakan,
mempertahankan dan mengembangkan manusia agar mampu bekerja secara
efisien dan efektif untuk mencapai tujuan satu tujuan yang dicita-citakan.
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Wirawan (2009) berpendapat bahwa sumber daya manusia (SDM)
adalah sumber daya yang digunakan untuk menggerakkan dan
Istilah SDM terdiri atas dimensi-dimensi yang mencakup semua
hal yang terdapat dalam diri manusia:
1) Fisik manusia.
Keadaan fisik manusia meliputi tinggi-rendah atau berat ringannya
manusia, sehat-sakitnya fisik manusia, cantik-tampan atau
tidaknya, serta kuat-lemahnya fisik manusia. Kemampuan fisik
digunakan untuk menggerakkan, mengerjakan atau menyelesaikan
sesuatu.
2) Psikis manusia.
Keadaan psikis atau kejiwaan manusia antara lain meliputi sehat
atau sakitnya jiwa manusia, motivasi, semangat dan etos kerja,
kreativitas, inovasi, dan profesionalisme manusia.
3) Sifat atau karakteristik manusia.
Karakteristik manusia terdiri atas kecerdasan meliputi kecerdasan
intelektual, emosional, spiritual dan sosial, energi atau daya untuk
melakukan sesuatu, bakat dan kemampuan untuk berkembang.
4) Pengetahuan dan keterampilan manusia.
Pengetahuan manusia meliputi tinggi-rendahnya pendidikan,
pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki
5) Pengalaman manusia.
Pengalaman manusia meliputi pengalaman yang berhubungan
langsung atau tidak langsung dengan pekerjaan.
Veithzal Rivai (2009:1) menyatakan bahwa Manajemen SDM
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi
segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengendalian. Sadili Samsudin (2006:22) mengemukakan Manajemen
Sumber Daya Manusia merupakan aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan agar sumber daya manusia dalam organisasi dapat
didayagunakan secara efektif dan efisien guna mencapai berbagai
tujuan.
Berdasarkan defenisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunakan manusia
secara efektif dan efisien dengan memperoleh, mendidik,
mengembangkan, dan mempertahankan manusia agar mencapai suatu
hasil atau kepuasan pada tujuan yang sama.
2. Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan
yang kita terima melalui lima indera (Stanton, 2001, dalam Sangadji
dan Sopiah, 2013:64). Menurut Walgito (2010:100) persepsi diartikan
sebagai pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang
diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan
respon yang terintegrasi dalam diri inividu.
Sedangkan, menurut Simamora, persepsi adalah proses dimana
individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi
untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti (Simamora, 2002,
dalam Andryan 2008:18). Persepsi juga dapat diartikan sebagai suatu
pandangan individu terhadap lingkungannya yang dipengaruhi oleh
kepribadian dan karakteristik yang dimiliki seseorang dalam
lingkungannya (Triatna, 2015:36).
Jadi, menurut beberapa definisi teori di atas, dapat disimpulkan
bahwa persepsi merupakan pandangan individu yang mempunyai
makna berdasarkan pengalaman masa lalu yang diterima oleh indera
melalui rangsangan terhadap suatu objek yang menghasilkan tafisran
b. Faktor-faktor yang membentuk persepsi seseorang menurut Robbins
(2001, dalam Andryan 2008:19):
1) Pelaku persepsi
Bila individu memandang pada suatu objek dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihat, penafsiran itu sangat dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu tersebut.
2) Target atau Objek
Karakteristik-karakteristik dari target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Gerakan, bunyi, ukuran,
hal baru, latar belakang dan kedekatan dari target membentuk cara
individu memandangnya.
3) Situasi
Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi individu.
Faktor-faktor dalam situasi yang mempengaruhi persepsi yaitu
waktu, keadaan atau tempat kerja dan keadaan sosial.
3. Kualitas Jasa
a. Pengertian Kualitas
Kualitas adalah kondisi yang selalu berubah. Hal ini diperkuat
adanya pandangan dari Kadir (2001:19) yang menyatakan bahwa
kualitas adalah tujuan yang sulit dipahami, karena harapan para
konsumen akan selalu berubah. Setiap standar baru ditemukan,
baru lain yang lebih baru dan lebih baik. Dalam pandangan ini,
kualitas merupakan sebuah proses dan bukan hasil akhir
(meningkatkan kualitas kontinuitas).
Pendapat lain dari Garvin dan Davis (1994, dalam Nasution,
2005:3) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga
kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan konsumen. Kualitas adalah sesuatu yang
diputuskan oleh pelanggan. Artinya, kualitas didasarkan pada
pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap produk atau
jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut
(Wijaya, 2011:11).
Konsep kualitas dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan
atau kebaikan sebuah produk atau jasa, yang terdiri atas kualitas
desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain yaitu fungsi
spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran
seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk atau jasa
dengan persyaratan dan kualitas yang ditetapkan sebelumnya
(Tjiptono dan Chandra, 2007:110).
Dari definisi teori para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan atau
konsumen.
b. Pengertian Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu bagian dari pengembangan
sumber daya manusia yang efektif. Pelatihan memegang peranan
penting untuk meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia
(SDM). Pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan
yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam
pekerjaan atau tanggung jawabnya yang dibebankan pada saat ini.
Menurut Flippo (1995:76, dalam Suwatno dan Priansa, 2011:117)
pelatihan adalah suatu usaha peningkatan knowledge dan skill
seorang karyawan untuk menerapkan aktivitas kerja tertentu.
Buckley and Caple (1990, dalam Marwansyah, 2012:155)
berpendapat bahwa pelatihan merupakan upaya terencana dan
sistematis untuk menyesuaikan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, melalui pengalaman belajar, untuk
mewujudkan kinerja efektif dalam suatu kegiatan atau rangkaian
kegiatan. Pengertian lain mengenai pelatihan diberikan oleh Sikula
(dalam Martoyo, 2000:63) pelatihan dimaksudkan untuk
memperbaiki penguasaan berbagai berbagai keterampilan dan
tekhnik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif
Sesuai dengan teori tersebut, pelatihan dapat disimpulkan
sebagai proses belajar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam suatu aktivitas kerja untuk mewujudkan
kinerja yang efektif dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia.
c. Pengertian Kualitas Jasa
Penilaian antara kualitas jasa berbeda dengan penilaian
terhadap kualitas produk, karena sifat jasa yang tidak nyata
(intangible) menyebabkan sangat sulit bagi konsumen untuk
menilai jasa sebelum mengalaminya. Dalam penilaian kualitas
jasa, konsumen terlibat secara langsung serta ikut di dalam proses
jasa tersebut, sehingga yang dimaksud dengan kualitas jasa adalah
bagaimana tanggapan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi
atau yang dirasakannya (Jasfar, 2009:47).
Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap
kualitas jasa (Kotler, 2000, dalam Tjiptono dan Chandra,
2011:180). Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut
pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut
pandang atau persepsi konsumen. Persepsi konsumen terhadap
kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan
Lewis & Booms (1983, dalam Tjiptono dan Chandra,
2011:193) mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran seberapa
bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan
ekspektasi pelanggan. Menurut Olson dan Dover dalam Jasfar
(2009:49) harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen
sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan
standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Harapan
konsumen terbentuk menurut pengalamannya mengkonsumsi jasa,
informasi dari teman, keluarga (word of mouth) serta juga bisa dari
kebutuhannya (personal need). Apabila harapan konsumen
terlampaui, artinya jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas
yang luar biasa dan akan menimbulkan kepuasan yang sangat
tinggi (very satisfy). Sebaliknya, jika harapan tersebut tidak
tercapai, dapat diartikan bahwa kualitas jasa tersebut tidak
memenuhi apa yang diinginkannya. Dengan kata lain, perusahaan
atau penyedia jasa telah gagal melayani konsumen.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa adalah ukuran
tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan yang diberikan
sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Semakin baik
jasa yang dikonsumsi atau diterima konsumen, artinya harapan
konsumen terhadap kualitas jasa tersebut baik dan memberikan
d. Dimensi Kualitas Jasa (Pelatihan)
Harapan maupun penilaian konsumen terhadap kualitas jasa
dapat diukur atau dinilai melalui dimensi kualitas jasa.
Garvin (1987, 1988, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193)
mengemukakan ada delapan dimensi kualitas yang dapat
digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik:
1) Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari
produk inti yang dibeli atau digunakan.
2) Fitur atau ciri-ciri tambahan (features), yaitu karakteristik
sekunder atau pelengkap.
3) Reliabilitas (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan
mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
4) Keseuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications),
yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi
standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5) Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat terus digunakan.
6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,
kemudahan direparasi, serta penanganan keluhan secara
memuaskan.
8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan
reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Dari ketiga teori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa persepsi atas
kualitas pelatihan merupakan penilaian individu terhadap suatu objek yang
memberikan kesan atau makna berhubungan dengan kepuasan terhadap
layanan yang telah diterima sesuai dengan yang diharapkan.
4. Motivasi mengikuti pelatihan
Motivasi digunakan sebagai dorongan atau semangat agar para peserta
yang akan diberi pelatihan dapat mengikuti pelatihan dengan baik.
Motivasi berasal dari kata motif, artinya suatu keadaan dalam pribadi
orang yang mendorong individu untuk melaksanakan aktivitas tertentu
guna mencapai suatu tujuan (Pasaribu dan Simanjutak, 1984, dalam
Basrowi, 2011:65). Motif dalam bahasa Inggris yaitu “motive”, berasal
dari kata “motion”, yang berarti gerak atau bergerak. Motivasi sebagai
dorongan mental yang terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap pada perilaku
individu atas dasar kebutuhan.
Motivasi sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas, diantaranya
dalam pengajaran atau pelatihan. Dengan adanya motivasi tersebut,
diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal. Gie (dalam Martoyo,
dorongan yang bertujuan untuk menggiatkan orang-orang agar dapat
bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang dikehndaki dari
orang-orang tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Siagian (dalam
Basrowi, 2011:65), diantaranya:
a. Faktor Internal
1) Persepsi seorang mengenai diri sendiri.
2) Harga diri.
3) Harapan pribadi.
4) Kebutuhan.
5) Keinginan.
6) Kepuasan.
7) Prestasi yang dihasilkan.
b. Faktor Eksternal
1) Jenis dan sifat pekerjaan.
2) Kelompok kerja dimana seseorang berbagi.
3) Organisasi itu sendiri.
Basrowi (2011:66) mengatakan bahwa para ahli ilmu jiwa umumnya membedakan motivasi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Motivasi Primer
Motivasi primer didasarkan pada motif-motif dasar yang berasal dari
segi biologis atau jasmani manusia yang terdiri atas pemikiran tentang
tujuan, perasaaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan.
b. Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder artinya motivasi yang dipelajari.Motivasi ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.Para ahli menyebutkan bahwa
perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen yaitu afektif,
kognitif dan konatif.
Pembekalan melalui pelatihan perlu disesuaikan dengan kebutuhan
dan karakteristik para peserta pelatihan. Pelatihan dirancang menjadi suatu
proses belajar yang terarah dan diarahkan untuk membantu seorang
individu atau peserta agar dapat mengalami perubahan permanen dibidang
perilaku, kognisi-intelektualitasdan sikap (Blanchard, 1999, dalam
Soemarman, 2010:24).
Blanchard menguraikan perubahan tersebut, yaitu perubahan perilaku
(behavior) berupa tindakan teknis-prosedural dalam bentuk perubahan
keterampilan dan kecakapan tekhnis (skills) yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Perubahan kognisi-intelektualitas
tingkatan yang spesifik dan saling berhubungan, meliputi; pengetahuan
deklaratif (pengetahuan yang dikuasai), pengetahuan prosedural
(pemahaman tentang pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan secara
faktual), dan pengetahuan strategis (perencanaan, pemantauan, dan revisi
kegiatan yang diarahkan untuk pencapaian tujuan selanjutnya.).Perubahan
dibidang sikap (attitude) meliputi perubahan pendapat atau keyakinan
yang dapat bersifat positif maupun negatif terkait dengan rasa-perasaan
tertentu (feelings) berdasarkan peristiwa atau hal-hal yang terjadi.
Kepedulian terhadap motivasi belajar tidak dapat diabaikan apabila
seseorang ingin mencapai hasil yang maksimal dalam pelatihan yang
diikutinya. Kepedulian tersebut dinyatakan Blanchard sebagai berikut:
“Most scientific literature defines motivation as the direction, persistence, and amount of effort expended by an individual to achieve a specified outcome. … the persons’ motivation is reflected by what need she is trying to satisfy, the types of activity she does to satisfy the need, how long she keeps doing it, and how hard she works at it(Blanchardet al, 1999, dalam Soemarman, 2010:27).
Dari pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa motivasi menggambarkan
arah, presensi, dan usaha keras individu untuk mencapai hasil tertentu.
Motivasi seseorang tereflesikan dalam kebutuhan yang hendak
dipenuhinya, dalam aktivitas pemenuhannya, dalam jangka waktu dan
besaran usaha untuk pemenuhannya tersebut. Dengan melihat gambaran
Motivasi belajar merupakan proses psikologis yang menyebabkan
seseorang tergerakkan, terarahkan, dan melakukan sesuatu dengan
persistensi dalam kegiatan dan proses belajarnya (DeSimone, 1998, dalam
Soemarman, 2010:28). Perilaku yang dipengaruhi motivasi dapat
digambarkan melalui seorang yang termotivasi untuk mengikuti pelatihan.
Termotivasinya seseorang tersebut disebabkan oleh pengaruh kebutuhan
individual (sandang-pangan-papan), keinginannya untuk memperoleh
pengetahuan, dan tujuan pribadi individu yang pastinya telah dimiliki oleh
setiap individu.
Orang yang termotivasi lebih bersifat energik dan bersemangat dalam
mengerjakan sesuatu secara konsisten dan aktif dengan tanggung jawab
yang lebih besar. Sebaliknya, seorang yang kurang termotivasi cenderung
malas, tidak senang, dan masa bodoh dengan tanggung jawabnya. Masalah
yang kecil menjadi besar, dan sebagai konsekuensinya mereka tidak siap
ketika dihadapkan pada tantangan atau perubahan yang terjadi.
Mangkuprawira (2007:86) menguraikan enam prinsip-prinsip belajar
atau pelatihan, yaitu:
a. Partisipasi
Partisipasi belajar peserta yang proaktif, pelatihan akan memperbaiki
motivasi dan mengajak peserta lebih memperkuat proses dan wawasan
belajar. Hasil penerapan ini, memungkinkan peserta belajar lebih cepat
b. Pendalaman
Pendalaman merupakan proses penanaman daya ingat. Pendalaman
dilakukan agar peserta pelatihan mampu mengutarakan ide atau pesan
secara jernih disertai dengan pendekatan secara analitis dan objektif.
c. Relevansi
Relevansi adalah pemberian materi atau muatan yang bermanfaat atau
selaras dengan kebutuhan para peserta. Pelatih biasa menjelaskan
secara menyeluruh maksud sebuah pekerjaan dan memberikan respon
yang baru bagi peserta. Hal ini dilakukan agar respon tersebut
memiliki hubungan positif dengan motif belajar peserta melalui
penghayatan dan penerapannya terhadap pelatihan.
d. Pengalihan
Kebutuhan program pelatihan yang sepadan dengan kebutuhan suatu
pekerjaan membuat peserta pelatihan semakin cepat menyerap
pelatihan dalam upaya menguasai pekerjaan.
e. Umpan Balik
Umpan balik memberikan informasi kemajuan dari peserta pelatihan.
Umpan balik menjadi motivasi bagi peserta sehingga mereka mampu
menyesuaikan perilaku untuk mencapai proses belajar yang sangat
f. Suasana Nyaman
Proses pelatihan hendaknya memberikan suasana nyaman bagi peserta
pelatihan. Fasilitas yang mendukung dan pelatih yang berkompeten
juga mempengaruhi termotivasinya peserta dalam menerima pelatihan
tersebut.
Oleh sebab itu, seorang yang mengikuti pelatihan perlu diperhatikan
perkembangannya. Pelatih diharapkan menyampaikan informasi terkait
dengan kemajuan pada setiap peserta pelatihan, sehingga peserta
mengetahui sejauh mana mendalami materi pelatihan tersebut. Hal ini juga
dapat menjadi suatu motivasi para peserta pelatihan, ketika pelatihan yang
telah dilalui sudah sesuai dengan metode pelatihan yang ada dan pelatih
mengapresiasikan kemajuan peserta pelatihan sebagai sebuah prestasi.
Maka, dari teori di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi
mengikuti pelatihan adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk
melakukan kegiatan belajar yang dipengaruhi olehtujuan pribadi setiap
individu, diantaranya kebutuhan individual maupun keinginannya untuk
5. Niat Berwirausaha
a. Pengertian Niat Berwirausaha
Wirausaha menurut Scarborough, Zimmerer, dan Wilsondalam
Slametet.al.(2014:3) adalah seorang yang menciptakan bisnis baru
dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai
keuntungan dan pertumbuhan yang signifikan dengan cara
mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang
diperlukan. Menurut David E. Rye dalam Basrowi (2011:4)
wirausahawan yaitu seorang yang mengorganisasikan dan
mengarahkan usaha baru dan berani mengambil risiko sebagai proses
pemulaian usaha. Drucker dalam Suryana (2013:5) mendefinisikan
kewirausahaan sebagai suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda.Fahmi (2013:12) berpendapat bahwa
kewirausahaan bukanlah sifat genetis, melainkan keterampilan yang
dapat dipelajari. Artinya, setiap orang yang ingin memiliki sifat
kewirausahaan mau mempelajari segala hal tentang wirausaha dengan
sungguh-sungguh. Sejalan dengan pemikiran diatas, menurut Basrowi
(2011:2) kewirausahaan adalah proses kemanusiaan (human procces)
yang terkait dengan kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang
dan mengorganisasi sumber-sumber, sehingga peluang tersebut
terwujud menjadi suatu usaha yang menghasilkan laba atau nilai untuk
Menurut Michael Haris dalam Suryana (2008:5) untuk menjadi
wirausaha yang sukses, umumnya memiliki kompetensi yaitu yang
memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individual yang
meliputi sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi, serta tingkah laku yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan. Wirausaha
adalah orang yang selalu berorientasi pada hasil, maka pengetahuan
saja tidaklah cukup bagi seorang wirausaha, tetapi juga harus disertai
dengan keterampilan. Seorang wirausaha tidak lepas dari proses
menciptakan usaha baru, yakni sebuah proses entrepreneurial.
Lumpkin dan Dess dalam Slamet, dkk (2016:6) mengemukakan bahwa
proses entrepreneurial sebagai proses dalam mengupayakan sebuah
usaha baru, berupa produk yang diluncurkan ke dalam pasar,
memasuki pasar baru bagi produk yang telah ada saat ini, ataupun
penciptaan organisasi baru.
Kegiatan entrepreneurial dapat diprediksi melalui intensi yang
dimiliki seseorang (Slamet dkk, 2016:8). Menurut Ancok dalam
Wijaya (2007:119) menyatakan bahwa intense dapat didefinisikan
sebagai niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku.
Entrepreneurial intention atau niat kewirausahaan dapat diartikan
sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang
umumnya bersifat jangka panjang (Lee & Wong, dalam Suharti,
Indarti dan Kristiansen dalam Wijaya (2007:120), menyatakan
bahwa terdapat proses pembentukan niat berwirausaha yaitu need for
achievement, locus of control, dan self-efficacy. Individu yang
memiliki kemampuan menghadapi rintangan akan memiliki need for
achievement, locus of control, dan self-efficacy yang tinggi sehingga
berpotensi dalam berwirausaha.
Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan
berani dalam mengambil keputusan yang mereka buat. Keinginan
yang tinggi untuk berhasil dalam mencapai sesuatu, membentuk
kepercayaan diri dan pengendalian diri (locus of control) individu
tersebut. Pengendalian timbul dari kepercayaan (belief) individu
terhadap sesuatu yang ada diluar dirinya. Pengendalian diri individu
yang tinggi terhadap lingkungan dinamakan internal locus of control,
sedangkan pengendalian diri individu yang rendah terhadap
lingkungan dinamakan eksternal locus of control. Apabila internal
locus of control berperan dalam diri individu, maka individu berani
dalam mengambil keputusan serta resiko yang ada. Faktor selanjutnya
yang terbentuk dari kemampuan pengendalian diri individu adalah
self-efficacy (keahlian), individu merasa memiliki self-efficacy yang
tinggi akan memiliki intensi yang tinggi untuk kemajuan diri melalui
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan
bahwa niat berwirausaha adalah keinginan atau kesungguhan
seseorang melakukan suatu tindakan untuk menciptakan usaha baru
dengan melihat peluang dan resiko yang ada.
B. Penelitian Terdahulu
Dari peneliti sebelumnya yaitu Agus Imam Wahyudi, Universitas Islam
Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014 tentang “Pemberdayaan Difabel
dalam Rangka Pemberian Pengetahuan dan Pelatihan Keterampilan (Studi di
Yayasan Mandiri Craft, Sewon, Cabean, Bantul, Yogyakarta)”. Fokus
penelitian ini adalah pelaksanaan pemberdayaan difabel dalam rangka
pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan yang dilakukan Yayasan
Mandiri Craft. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah yang pertama pemberdayaan difabel yang
dilakukan oleh Yayasan Mandiri Craft adalah dengan melalui pemberian
pengetahuan dan pelatihan keterampilan usaha mainan edukatif, menjahit,
Bahasa Inggris dan komputer. Dalam pelaksanaannya para difabel mempunyai
minat bakat serta kesadaran yang cukup tinggi dalam mengikutinya. Kedua,
hasil pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan di Yayasan Mandiri
Craft sangat membantu dalam meningkatkan perekonomian para difabel.
Dan dari peneliti sebelumnya yaitu David Han, Manajemen, Universitas
Kecerdasan Menghadapi Rintangan, Sikap, dan Informasi terhadap Niat
Berwirausaha (Studi Kasus pada Mahasiswa Sanata Dharma Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan
informasi terhadap niat berwirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua mahasiswa Universitas Sanata Dharma Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi yang sedang atau sudah mengambil mata kuliah
kewirausahaan, dan sampel yang digunakan sebanyak 100 responden.
Penyebaran kuesioner ini menggunakan teknik sampling incidental. Teknik
analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda dengan
menggunakan program SPSS 14.0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan informasi
berperngaruh terhadap niat berwirausaha.
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian
penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun
perbedaannya, yaitu:
a. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Agus Imam Wahyudi
dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Pada kasus ini
Agus Imam Wahyudi melakukan penelitian pada difabel di Yayasan
Mandiri Craft, sedangkan penelitian ini dilakukan pada difabel di
sebelumnya menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Sedangkan,
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
b. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh David Han dengan
penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan. Peneliti
sebelumnya menggunakan variabel hasil belajar, kecerdasan
menghadapi rintangan, sikap, informasi serta niat berwirausaha.
Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan variabel persepsi atas
kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat
berwirausaha. Subjek pada penelitian sebelumnya, menggunakan
sampel dari data populasi seluruh mahasiswa Universitas Sanata
Dharma Program Studi Manajemen, sedangkan subjek dari penelitian
ini adalah seluruh difabel tuna rungu wicara, tuna netra dan tuna daksa
pada Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD).
Penyebaran kuesioner pada penelitian sebelumnya menggunakan
teknik sampling incidental, sedangkan pada penelitian ini tidak
menggunakan teknik sampling karena pengambilan data menggunakan
C. Hipotesis
Merumuskan hipotesis, merupakan upaya peneliti untuk merumuskan
jawaban sementara terhadap perumusan masalah yang telah ditetapkan.
Dianggap sementara karena jawaban masih dalam skala teoritis, yang masih
membutuhkan pembuktian empiris melalui pengujian verifikatif. Sugiyono
(2008:93) menyatakan hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih
rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan.
Dalam penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
1. Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan pada niat berwirausaha.
Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk
memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang
berarti dan masuk akal mengenai dunia (Schiffman dan Kanuk, 2007:137).
Sedangkan, menurut Simamora (2006:273), pelatihan terdiri atas
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian,
pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Pelatihan
dimaksudkan untuk mengajarkan bagaimana menunaikan aktivitas atau
pekerjaan tertentu. Sehingga, harapan untuk memiliki kemampuan dan
keahlian dapat dicapai apabila pelatihan tersebut juga dapat didampingi
oleh pelatih (trainer) yang ahli dalam mengaplikasikan pelatihan-pelatihan
bagi calon peserta binaan. Pelatihan diberikan bukan hanya sekedar untuk
memberikan pengalaman baru kepada para peserta, tetapi juga
dapat diaplikasikan kepada pekerjaan mereka sehari-hari. Semakin
berkualitasnya pelatihan tersebut, maka akan semakin membangun
kepercayaan diri peserta pelatihan dalam berlatih.
Pada hakikatnya manusia berkembang dari pengalaman, belajar, dan
berpikir. Ide kreatif dan inovatif untuk berwirausaha kadang kala muncul
melalui proses imitasi (peniruan) dan duplikasi, kemudian berkembang
menjadi proses pengembangan, dan berujung pada proses penciptaan
sesuatu yang baru dan berbeda (inovasi). Faktor pribadi yang memicu
kewirausahaan untuk berinovasi adalah dorongan untuk berprestasi,
komitmen yang kuat, pendidikan, dan pengalaman yang dimiiliki. Adanya
suatu dorongan untuk meraih harapan yang diinginkan tersebut merupakan
salah satu bentuk niat seseorang untuk berwirausaha sesuai dengan bidang
keterampilan yang dimiliki (Suryana, 2013:98).
Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis
mengajukan hipotesis pertama, yaitu:
: Persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada
2. Pengaruh motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha.
Pelatihan digunakan sebagai upaya awal membenahi berbagai
kelemahan dan memberikan pengalaman bagi seseorang pada setiap
pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Seseorang yang
mengikuti pelatihan, memiliki berbagai bentuk motivasi yang timbul dari
dalam dirinya sendiri maupun dari pihak lain. Motivasi mengikuti
pelatihan tersebut akhirnya akan membentuk pribadi seseorang untuk
memiliki perubahan hidup yang lebih baik, terutama untuk meningkatkan
kemampuan yang dimilikinya. Dengan kemampuan tersebut nantinya akan
menciptakan keyakinan pada dirinya bahwa seseorang dapat sukses
menjalankan proses wirausaha (efikasi diri). Jadi, menurut Slamet, dkk
(2014:7) salah satu faktor pembentuk jiwa wirausaha adalah faktor
motivasional yang meliputi efikasi diri dan persepsi atas keinginan.
Berbagai bentuk kegiatan wirausaha sering kali dapat diprediksi melalui
intensi yang dimiliki seseorang. Karena, wirausaha adalah individu yang
memiliki intensi untuk mencapai peluang tertentu, memasuki pasar baru,
dan menawarkan produk baru.
Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan diatas, maka penulis
mengajukan hipotesis kedua, yaitu:
3. Apakah terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari
jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara?
Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga
pada hubungan rangsangan terhadap bidang yang mengelilingi dan kondisi
dalam setiap diri individu. Menurut Jasfar (2009:15) jasa dapat berupa
pelayanan dari seseorang kepada orang lain, baik yang dapat dilihat
(explicit service) maupun yang tidak dapat dilihat, yang hanya bisa
dirasakan (implicit service) sampai kepada fasilitas-fasilitas pendukung
yang harus tersedia dalam penjualan jasa.
Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dirasa, diraba, dilihat,
dicium atau didengar sebelum dibeli. Pelanggan lebih menilai kualitas jasa
dari tempat dan suasana lingkungan, keterampilan dan keramahan orang,
tersedianya peralatan untuk mendukung proses jasa, alat-alat komunikasi,
simbol dan harga yang mereka amati, yang kesemuanya dibungkus dalam
suatu paket jasa. Tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu jasa dapat
diukur melalui perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang
diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa.
Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis
mengajukan hipotesis ketiga, yaitu:
D. Kerangka Konseptual Penelitian
Lembaga atau dinas sosial diadakan untuk memberdayakan, menampung,
memberikan, dan mengarahkan difabel agar lebih memiliki potensi dan bekal
untuk hidup dimasyarakat. Peran lembaga sosial dalam mengembangkan dan
memberdayakan difabel sebagai salah satu cara menumbuhkan kembali
kepercayaan diri para difabel untuk bersosialisasi pada lingkungan masyarakat
dan mampu hidup mandiri. Untuk itu, perlu adanya sarana pelatihan dan
motivasi yang keduanya saling mendukung untuk kemajuan difabel agar lebih
bersemangat dalam mengubah pola pikir ke arah yang lebih baik melalui
berwirausaha.
Untuk mempermudah memahami proposal penelitian, maka penulis
merumuskan kerangka konseptual sebagai berikut:
40 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian adalah
penelitian kuantitatif dengan metode survei. Kerlinger (1973, dalam Sugiarto,
2013:36) mengemukakan bahwa penelitian dengan metode survei adalah
penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang
dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,
sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative, distribusi, dan
hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.
B. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang yang membantu dalam pengerjaan
penelitian dengan memberikan informasi atau data yang dibutuhkan oleh
peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh difabel tuna daksa,
tuna netra, dan tuna rungu wicara yang sedang mengikuti pelatihan Balai
Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD).
2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah variabel yang dapat diukur dan yang akan
pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan, dan niat berwirausaha.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Peneliti akan melakukan penelitian yang dilakukan pada bulan Mei –
Juni 2016.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan pada salah satu yayasan penyandang
disabilitas (difabel) yaitu Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang
Disabilitas (BRTPD) pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah, Daerah
Istimewa Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Piring Srihardono, Pundong,
Bantul, Yogyakarta.
D. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah sama, karena peneliti
menggunakan seluruh anggota populasi sebagai anggota sampel. Selain itu,
akses keseluruhan populasi pada penelitian ini sudah jelas jumlahnya, maka
peneliti menggunakan populasi tersebut untuk dijadikan bahan penelitian atau
sumber data untuk diteliti. Maka, peneliti mampu melakukan uji terhadap
hipotesis dengan keseluruhan populasi yang ada.
Populasi dalam penelitian ini adalah difabel pada Balai Rehabilitasi