• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A.Landasan Teori

B. Penelitian Terdahulu

Dari peneliti sebelumnya yaitu Agus Imam Wahyudi, Universitas Islam

Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014 tentang “Pemberdayaan Difabel

dalam Rangka Pemberian Pengetahuan dan Pelatihan Keterampilan (Studi di Yayasan Mandiri Craft, Sewon, Cabean, Bantul, Yogyakarta)”. Fokus

penelitian ini adalah pelaksanaan pemberdayaan difabel dalam rangka pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan yang dilakukan Yayasan Mandiri Craft. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah yang pertama pemberdayaan difabel yang dilakukan oleh Yayasan Mandiri Craft adalah dengan melalui pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan usaha mainan edukatif, menjahit, Bahasa Inggris dan komputer. Dalam pelaksanaannya para difabel mempunyai minat bakat serta kesadaran yang cukup tinggi dalam mengikutinya. Kedua, hasil pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan di Yayasan Mandiri Craft sangat membantu dalam meningkatkan perekonomian para difabel.

Dan dari peneliti sebelumnya yaitu David Han, Manajemen, Universitas

Kecerdasan Menghadapi Rintangan, Sikap, dan Informasi terhadap Niat Berwirausaha (Studi Kasus pada Mahasiswa Sanata Dharma Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan informasi terhadap niat berwirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa Universitas Sanata Dharma Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi yang sedang atau sudah mengambil mata kuliah kewirausahaan, dan sampel yang digunakan sebanyak 100 responden. Penyebaran kuesioner ini menggunakan teknik sampling incidental. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan program SPSS 14.0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan informasi berperngaruh terhadap niat berwirausaha.

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun perbedaannya, yaitu:

a. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Agus Imam Wahyudi dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Pada kasus ini Agus Imam Wahyudi melakukan penelitian pada difabel di Yayasan Mandiri Craft, sedangkan penelitian ini dilakukan pada difabel di Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas (BRTPD). Penelitian

sebelumnya menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Sedangkan, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.

b. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh David Han dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan. Peneliti sebelumnya menggunakan variabel hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, informasi serta niat berwirausaha. Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan variabel persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha. Subjek pada penelitian sebelumnya, menggunakan sampel dari data populasi seluruh mahasiswa Universitas Sanata Dharma Program Studi Manajemen, sedangkan subjek dari penelitian ini adalah seluruh difabel tuna rungu wicara, tuna netra dan tuna daksa pada Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD). Penyebaran kuesioner pada penelitian sebelumnya menggunakan teknik sampling incidental, sedangkan pada penelitian ini tidak menggunakan teknik sampling karena pengambilan data menggunakan seluruh populasi.

C. Hipotesis

Merumuskan hipotesis, merupakan upaya peneliti untuk merumuskan jawaban sementara terhadap perumusan masalah yang telah ditetapkan. Dianggap sementara karena jawaban masih dalam skala teoritis, yang masih membutuhkan pembuktian empiris melalui pengujian verifikatif. Sugiyono (2008:93) menyatakan hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan.

Dalam penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: 1. Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan pada niat berwirausaha.

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia (Schiffman dan Kanuk, 2007:137). Sedangkan, menurut Simamora (2006:273), pelatihan terdiri atas serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Pelatihan dimaksudkan untuk mengajarkan bagaimana menunaikan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Sehingga, harapan untuk memiliki kemampuan dan keahlian dapat dicapai apabila pelatihan tersebut juga dapat didampingi oleh pelatih (trainer) yang ahli dalam mengaplikasikan pelatihan-pelatihan bagi calon peserta binaan. Pelatihan diberikan bukan hanya sekedar untuk memberikan pengalaman baru kepada para peserta, tetapi juga memberikan pengetahuan, keterampilan dan pembentukan sikap yang

dapat diaplikasikan kepada pekerjaan mereka sehari-hari. Semakin berkualitasnya pelatihan tersebut, maka akan semakin membangun kepercayaan diri peserta pelatihan dalam berlatih.

Pada hakikatnya manusia berkembang dari pengalaman, belajar, dan berpikir. Ide kreatif dan inovatif untuk berwirausaha kadang kala muncul melalui proses imitasi (peniruan) dan duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan, dan berujung pada proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda (inovasi). Faktor pribadi yang memicu kewirausahaan untuk berinovasi adalah dorongan untuk berprestasi, komitmen yang kuat, pendidikan, dan pengalaman yang dimiiliki. Adanya suatu dorongan untuk meraih harapan yang diinginkan tersebut merupakan salah satu bentuk niat seseorang untuk berwirausaha sesuai dengan bidang keterampilan yang dimiliki (Suryana, 2013:98).

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis mengajukan hipotesis pertama, yaitu:

: Persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha.

2. Pengaruh motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha.

Pelatihan digunakan sebagai upaya awal membenahi berbagai kelemahan dan memberikan pengalaman bagi seseorang pada setiap pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Seseorang yang mengikuti pelatihan, memiliki berbagai bentuk motivasi yang timbul dari dalam dirinya sendiri maupun dari pihak lain. Motivasi mengikuti pelatihan tersebut akhirnya akan membentuk pribadi seseorang untuk memiliki perubahan hidup yang lebih baik, terutama untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan kemampuan tersebut nantinya akan menciptakan keyakinan pada dirinya bahwa seseorang dapat sukses menjalankan proses wirausaha (efikasi diri). Jadi, menurut Slamet, dkk (2014:7) salah satu faktor pembentuk jiwa wirausaha adalah faktor motivasional yang meliputi efikasi diri dan persepsi atas keinginan. Berbagai bentuk kegiatan wirausaha sering kali dapat diprediksi melalui intensi yang dimiliki seseorang. Karena, wirausaha adalah individu yang memiliki intensi untuk mencapai peluang tertentu, memasuki pasar baru, dan menawarkan produk baru.

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan diatas, maka penulis mengajukan hipotesis kedua, yaitu:

: Motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha.

3. Apakah terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara?

Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada hubungan rangsangan terhadap bidang yang mengelilingi dan kondisi dalam setiap diri individu. Menurut Jasfar (2009:15) jasa dapat berupa pelayanan dari seseorang kepada orang lain, baik yang dapat dilihat (explicit service) maupun yang tidak dapat dilihat, yang hanya bisa dirasakan (implicit service) sampai kepada fasilitas-fasilitas pendukung yang harus tersedia dalam penjualan jasa.

Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dirasa, diraba, dilihat, dicium atau didengar sebelum dibeli. Pelanggan lebih menilai kualitas jasa dari tempat dan suasana lingkungan, keterampilan dan keramahan orang, tersedianya peralatan untuk mendukung proses jasa, alat-alat komunikasi, simbol dan harga yang mereka amati, yang kesemuanya dibungkus dalam suatu paket jasa. Tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu jasa dapat diukur melalui perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa.

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis mengajukan hipotesis ketiga, yaitu:

: Terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel.

Dokumen terkait