• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu atau Pengasuh

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama (pengasuh) diketahui bahwa gizi menurutnya adalah makanan yang bersih, yang mempunyai kandungan zat gizi yang seimbang seperti karbohidrat, protein, dan zat gizi lainnya untuk pemenuhan kebutuhan seseorang. Berikut kutipan hasil wawancara tentang gizi yang pengasuh ketahui:

“gizi itu berarti makanan seimbang, makanan sehat yang

seimbang, bersih, bernutrisi, protein, karbohidrat dan sebagainya buat pemenuhan kebutuhan tubuh gitu” (Pengasuh)

Kemudian untuk mengetahui bahwa informan dapat mengaplikasikan apa yang diketahuinya tentang gizi, maka kemudian ditanyakan lagi tentang makanan sumber zat gizi tersebut. Ternyata berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa informan mengetahui makanan-makanan sumber zat-zat gizi yang disebutkan, seperti makanan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan serat, bahkan informan menjelaskan tentang makanan sumber zat-zat gizi tersebut yang biasanya diberikan pada anak-anak.

Berikut kutipan hasil wawancaranya:

a Makanan yang mengandung energi

“gandum, jagung, nasi ubi, singkong pernah kita buat juga masak ubi” (Pengasuh)

b Makanan yang mengandung protein

“telur, ikan, karena yang bisa dijangkau itu, sering sih telur

karena yang paling gampang masaknya itu, apalagi yang kecil suka banget tinggal dikasih lada sama garam dikit dia suka banget

itu….”(Pengasuh)

c Vitamin

“buah-buahan, sayuran. Iya ga sih…..”(Pengasuh)

d Serat

“serat itu… apa ya… buah juga kayanya serat, sayur… sawi..” (Pengasuh)

Kemudian untuk mengetahui pengetahuan gizi informan yang lebih dalam maka informan diminta untuk menggambarkan apa yang ia ketahui tentang gizi bagi anak terinfeksi HIV. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“kalo gizi bagi anak HIV ya… makanan-makanan yang baik, kayanya sama dengan anak yang lain, hanya mungkin bedanya bagi anak yang terinfeksi tidak disarankan banyak mengandung micin, minuman-minuman yang bersoda juga tidak dianjurkan, jadi gizi bagi anak yang terinfeksi umumnya sama, yang jelas tadi kalo aku masak ya tidak menggunakan penyedap hanya menggunakan garam dan gula sebagai penyedapnya, minuman bersoda boleh tapi tidak

sering kan sebenarnya itu tidak baik juga” (Pengasuh)

Akan tetapi ketika diobservasi, ternyata informan utama tetap menggunakan vitsin sebagai penyedap rasa saat ia memasak sayur. Ketika ditanyakan kembali, beliau berdalih bahwa masakan tersebut bukan untuk anak, tapi bagi yang dewasa. Pada saat itu memang kebetulan anak-anak sudah makan dan memang mereka tidak makan sayur karena sayur tersebut masih diolah. Sementara itu dari pengamatan sebelum dan sesudahnya didapati biasanya anak-anak memakan sayur yang biasanya tersedia, akan

tetapi sayangnya peneliti saat itu tidak melihat langsung apakah sayur tersebut dimasak menggunakan vitsin atau tidak.

Sementara itu, dalam hal peningkatan kebutuhan gizi bagi anak terinfeksi HIV ternyata informan tidak tahu. Berdasarkan hasil wawamcara ia mengatakan bahwa kebutuhan gizi anak HIV sama saja dengan kebutuhan anak lainnya yang tidak terinfeksi HIV. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“kebutuhanya sama sih, kalo masak kita kasih nasi, tempe,

tahu, ikan, daging ayam, sayur-sayurannya….sayur sop, sayur

asem, buah pepaya biasanya siang kita kasih atau sore jam 4 gitu, kadang jam 10, jadi kalo snack kita kasih buah-buahan, wortel, tomat kadang anak-anak ga suka tapi kadang kita jus. Karena itu yang terjangkau yang mudah yang bergizi juga. Yang sering kita

pake itu papaya, tomat, dan wortel” (Pengasuh)

Kemudian ketika ditanyakan tentang manfaat terpenuhinya kebutuhan gizi bagi anak terinfeki HIV, ternyata ia menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan gizi bagi anak terinfeksi HIV sangat penting karena menjadikan mereka lebih kuat dan tidak mudah terserang penyakit. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“udah jelas ya…jadi ga gampang sakit, makanan baik, kalo

aku liat ya jadi ga gampang sakit, pengennya lari, semangat. Kalo kurang makan kan kurang semangat. Karena pengalaman tuh yang beberapa hari ga doyan makan yang 3 anak itu ya jadi lemes, mungkin pada sariawan jadi makanannya kurang. Jadi repot deh

malah komplikasi..batuk, pilek” (Pengasuh)

Ketika ditanyakan apakah informan pernah mendapatkan konseling gizi, ia mengatakan pernah, tapi sudah lama sekali, yaitu saat anaknya terkena gizi buruk saat usia tiga tahun. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“Kebetulan dulu waktu anak saya dengan gizi buruk

memang dikasih penjelasan tentang gizi, dulu susunya menggunakan susu khusus, dianjurkan banyak makan buah, sayur.Pernah, pernah dapet di Rumah Sakit Carolus. Kalo sekarang ga pernah lagi, paling baca-baca aja… pokoknya yang jelas makanan seimbang deh”

(Pengasuh)

Sementara itu untuk saat ini biasanya informasi tentang gizi ia dapatkan melalui internet.

2. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi a. Ketersediaan Makanan

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama didapatkan informasi bahwa ketersediaan beras untuk saat ini selalu ada dan selalu tercukupi bahkan terkadang ibu masih bisa membagikannya kepada tetangga yang kurang mampu, karena biasanya yayasan mendapat bantuan berupa beras sebanyak 50 kg per bulan dari gereja.

Begitu pula dengan ketersediaan susu, biasanya ketersediaan susu di Yayasan Tegak Tegar didapatkan dari donatur tetap. Selain untuk anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan, susu juga didistribusikan bagi anak-anak terinfeksi HIV yang tidak tinggal di Yayasan akan tetapi masih berada dalam kelompok binaan dari Yayasan Tegak Tegar. Biasanya setiap anak mendapatkan 4 dus susu bubuk 800 gram setiap bulannya.

Sementara untuk lauk pauk, biasanya pengasuh membelinya seminggu sekali di pasar tradisional yang letaknya tidak jauh dari yayasan, dengan menghabiskan anggaran kurang lebih 250 ribu rupiah setiap kali belanja. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“biasanya kita belanja seminggu, misalnya kaya sayur,

lauk, pauk bisa habis sekitar 250 ribu, kadang dapet buah kadang buahnya lain, itu di luar beras, di luar kebutuhan gas”

(Pengasuh)

Kemudian berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan beberapa kali, ibu atau pengasuh mengolah dan memasak sendiri makanan untuk anak-anaknya, dengan dibantu oleh seorang temannya yang tinggal di yayasan tersebut. Saat mengolah dan memasak makanan untuk anaknya tersebut terkadang ia mengajak serta anak-anaknya karena kebetulan anak-anak tersebut sekolah siang.

b. Pemberian Makanan

1) Porsi dan Komposisi makanan

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, biasanya anak-anak yang menentukan porsi makan mereka sendiri, kecuali untuk anak dengan inisial N, karena ia harus diberikan perhatian yang lebih untuk urusan makan. N sangat sulit sekali untuk makan, agar tepenuhi kebutuhan gizinya, biasanya ibu menyuapinya sedikit demi sedikit. Berdasarkan hasil observasi porsi makan informan N ternyata sangat sedikit untuk anak seusianya, biasanya ia makan dengan anak yang masih balita, seporsi makanan untuk berdua, atau 1 porsi tapi hanya 1 piring kecil (piring cangkir) yang berisi sedikit nasi dan lauk pauknya.

Berbeda dengan anak berinsial K dan D, mereka mempunyai porsi makan yang cukup baik, bahkan terkadang mereka nambah jika

kebetulan lauk pauk yang disediakan merupakan lauk yang mereka suka.

Kemudian, berdasarkan observasi yang peneliti lakukan komposisi makanan yang anak-anak makan kurang baik, karena komposisi makanan mereka tidak seimbang. Mereka hanya memakan banyak nasi dan lauk hewani, akan tetapi mereka sama sekali tidak memakan sayur.

Selanjutnya pada pengamatan di waktu yang berbeda, di piring mereka memang disertakan sayur, akan tetapi sayur tersebut hanya disingkirkan dan tidak dimakan.

Sementara itu berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama yaitu ibu atau pengasuh, ia mengatakan bahwa anak-anak memang kurang suka sayur, tapi kadang dipaksa dengan cara dijus atau dicontohkan oleh ibu tersebut. Berikut kutipannya tentang makanan apasaja yang biasanya diberikan untuk anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar:

“makan biasa sih, kaya sawi, kangkung, bayam, sop, buncis…. pasti ada sayur walaupun dia ga mau tapi dipaksa,

kita suapin karena kalo terbiasa makan sayur lama-lama jadi suka, kan kebanyakan anak-anak ga suka sayur. Tapi ya … itu kalo kita pergi semua, ya… sampe sore sayur ya ga ada yang sentuh. Tapi kalo saya ada pagi ya… dikasih sayur, disuapin…

kalo ga disuapin ya disingkir-singkirin, tapi belakangan akhirnya dimakan. Karena saya ajarin ke mereka kalo makanan dibuang itu ga boleh, kan belinya pake uang, uangnya dari mana..kita kerja, akhirnya mereka makan

Sementara itu berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung (anak terinfeksi HIV) mereka menyatakan bahwa setiap hari pengasuh menyediakan sayur dan lauk pauk lainnya untuk mereka, seperti kutipan hasil wawancara tentang makanan yang diberikan oleh pengasuh kepadanya di bawah ini:

“Makan soup… soupnya isinya… wortel, trus… habis wortel… apalagi ya, kol, terus..buncis” (Informan K).

“Nasi, sayur, udah” (Informan N)

“Sayur, nasi, jajanan, lauknya kadang-kadang ayam,

terus tempe tahu, udah” (Informan D)

Sementara itu untuk buah, informan utama atau pengasuh menyatakan bahwa paling tidak 2 hari sekali pasti ia menyediakan buah. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan utama tentang penyediaan buah di Yayasan Tegak Tegar

“jarang sih ya.. buahnya paling ada tomat sama

wortel, yang sering papaya, kemaren kita baru makan papaya,

harusnya sekarang ada…. Tapi udah habis, 2 hari sekali pasti ada buah, kadang di 2 hari kalo kita ngerasa ga beli jus,

buat… gitu, seharusnya sih harus selalu tersedia, tapi ya

kadang-kadang ga ngontrol… gitu, tantenya juga kalo ga disuruh ngejus, ga dijus….kdang sampe busuk ga dimakan, kalo ga dijus ga dimakan, tapi kalo dijus juga kalo ga disaring mereka ga mau, tapi kita paksa harus dirayu, harus disaring juga jusnya, jadi harus ada waktu untuk perhatiin mereka

makan, kalo didiemin aja ya… anak-anak semaunya dia…

makan kalo udah laper, dulu waktu ada mbaknya rajin …. selalu dibuatin jus…. Tantenya juga sama mamanya sekarang

kadang suka males-males, ntar-ntar aja deh… eh akhirnya lupa..”(Pengasuh)

Sementara itu berdasarkan hasil wawancara tentang ketersediaan buah, anak-anak menjawab seperti di bawah ini:

“Ada…, buah jeruk sama buah semangka, kemarin aku

makan semangka”(informan D)

“Iya, kemarin makan semangka, terus

papaya”(informan D)

“Setiap hari kadang beli kadang ga, mama kemarin beli semangka sama jeruk” (informan N)

2) Frekuensi dan waktu pemberian makan

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa biasanya anak 3 kali memakan makanan utama dan 2 kali makan makanan selingan dalam sehari. Untuk makanan selingan yang diberikan biasanya anak-anak jajan sore, atau kadang dibuatkan jus setiap jam 10 pagi dan dibuatkan snack sendiri seperti kroket kentang jam 4 sore. Berikut kutipan hasil wawancaranya

“Makanan utama 3 kali ya, pagi, siang, dan sore

menjelang malam, diiringi dengan snack setiap jam 10 sama jam 4 biasanya kalo jam 10 jam 4 untuk balita dikasih bubur

sama susu, tapi ya itu kalo makanan utama 3 kali itu”

(Pengasuh)

“Biasanya kalo snack… Jajan paling juga, suka ada

tukang syomay, mpek-mpek atau bakso kadang sore mereka

minta… kadang kita buatin juga mie, singkong atau kentang

yang dibuat kroket, yang sering sih buah menjelang makan siang tuh mereka laper..paling dibuatin jus atau dimakanin

3) Pantangan makanan

Pantangan makanan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kebersihan dan kualitas makanan serta pengaruhnya terhadap nafsu makan dan zat gizi lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama (pengasuh) diketahui bahwa tidak ada pantangan makanan secara mutlak bagi anak-anak, seperti mie instan dan ciki yang tidak diperbolehkan, akan tetapi terkadang tetap dikonsumsi bersama. Pantangan makanan secara spesifik juga dilakukan karena makanan tersebut menimbulkan penyakit bagi salah satu anak sehingga hanya pada anak tersebutlah makanan itu tidak boleh dikonsumsi. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“buat anak-anak sih ga boleh makan ciki, mie instan boleh tapi ga sering-sering juga kita kasih, ya.. paling seminggu sekali, ciki ga boleh sama sekali, paling untuk seru-seruan makan bareng-bareng tapi jarang, kita juga ga jualan ciki di

warung. Si K….. dan si D… biasanya ga boleh makan es, klo

makan es pasti ketahuan, pasti habis makan es udah pasti sakit,

biasanya K….. suka sesek nafas karena kan dia punya asma gitu,

jadi kalo makan es udah pasti sakit, walaupun ga ngaku tapi akhirnya teman-temannya yang bilang, baru deh dia ngaku. Klo ciki ga tau deh, klo dirumah sih ga boleh, soalnya pengalaman anakku suka makan ciki, minat makannya jadi ga ada juga, itu jadi gampang sakit juga. (Pengasuh)

c. Permasalahan Pemenuhan Kebutuhan Gizi

Dari hasil wawancara diketahui bahwa anak-anak kurang menyukai buah dan sayur yang disediakan, walaupun biasanya mereka tetap dipaksa dengan berbagai macam cara, misalkan dengan menjus

buah-buahan dan menyaringnya, mencontohkannya, merayunya, memberinya uang dan mengurangi kemudian menambahkan porsinya sedikit demi sedikit sampai akhirnya buah atau sayur tersebut dimakan, seperti kutipan di bawah ini:

“Untuk sayur dan buah, anak-anak sih ga pada suka kalo kita ga paksa, anak-anak sih sukanya buah yang mahal-mahal kaya anggur atau buah yang kecil-kecil tapi kita jarang beli, yang sering kita beli memang mereka ga suka tapi kalo di depan saya ya suka ga suka mereka pasti mau... kadang kita rayu ntar dapet duit sambil kita tutup hidungnya, kalo ga kita contohin nih.. mama juga minum.. ga ada yang muntah sih.. paling porsi kita kurangin

separo, tapi lama-lama kita tambahin, lama-lama habis”

(Pengasuh)

Akan tetapi permasalahan selanjutnya adalah ketika tidak ada yang memaksanya, misalkan ketika pengasuh sedang sibuk, tidak ada di rumah, dan tidak ada yang mengingatkan dan merayunya, biasanya anak-anak tidak mau makan sayur. Seperti kutipan wawancara berikut ini:

“permasalahannya ya… itu….klo ga diperhatiin sama

kita ya gitu seenaknya, klo udah laper baru makan, kalo ga

disuapin makannya ya… sayurnya disingkirin, dan kalo kita pergi

semua ya.. sayur ga ada yang sentuh. Jadi ya… itu sih

kesulitannya” (Pengasuh)

kemudian ibu atau pengasuh juga mendapatkan masalah yang lebih sulit dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak dengan inisial N. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam diketahui bahwa sangat sulit bagi pengasuh untuk memberikan makanan pada N yang tidak lain adalah anak kandungnya sendiri. Walaupun usianya lebih tua dari yang lain, tapi ia lebih manja. Biasanya ia makan harus dengan makanan

yang ia sukai saja, dan biasanya makannya pun harus disuapi berbarengan dengan anak yang diasuh lainnya yang masih balita. Pengasuh mengatakan bahwa anaknya maunya makannya yang enak-enak saja seperti ayam goreng, akan tetapi ia tidak bisa menyanggupi karena ia harus adil dengan anak yang lainnya.

3. Asupan Gizi Anak Terinfeksi HIV

Dokumen terkait