GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI
PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
OKI OKTAVIANI
108101000056
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2013
iii
Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013
xv + 80 halaman + 9 tabel + 2 bagan + 5 lampiran
ABSTRAK
Keadaan kurang gizi pada anak terinfeksi HIV sangat berbahaya jika dibiarkan karena dapat mempercepat progresifitas HIV menjadi AIDS, sehingga diperlukan upaya yang lebih untuk memenuhi kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 38 anak terinfeksi HIV usia 0-12 tahun di Jakarta dan sekitarnya, terdapat 30% anak mengalami gizi kurang. Kemudian setelah dilakukan penilaian konsumsi makanan, ternyata terdapat 90% dari 10 anak yang dinilai mempunyai asupan gizi yang kurang. Walaupun 3 dari 10 anak tersebut adalah anak yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013, yang dilakukan sejak bulan Mei-Juli 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian fenomenologi.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan seorang pengasuh sebagai informan utama dan 3 anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar sebagai informan pendukung. Variabel penelitian yang diteliti adalah perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang terdiri dari ketersediaan makanan, perilaku pemberian makanan dan asupan makanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengasuh sudah memiliki perilaku yang positif terhadap pemenuhan kebutuhan gizi namun kebutuhan gizi anak masih belum terpenuhi, terutama pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral.
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH MAJOR
NUTRITION DEPARTMENT
Undergraduated thesis, August 2013
Oki Oktaviani, NIM : 108101000056
Overview Fulfillment Behavior Nutrition
among Children Living with Human Immunodeficiency Virus at Tegak Tegar Foundation Year in 2013
xv + 80 pages + 9 tables + 2 pictures + 5 attachments
ABSTRACT
State of malnutrition in HIV-infected children is very dangerous, if left as it can accelerate the progression of HIV to AIDS, so it requires more effort to meet the nutritional needs of HIV-infected children. Based on preliminary studies conducted on 38 HIV-infected children aged 0-12 years in Jakarta and surrounding areas, there are 30% of children suffered malnutrition. Then, after an assessment of food consumption, it turns out there is 90% of the 10 children assessed as having less nutrition. Although 3 of the 10 children are children who live at Tegak Tegar Foundation.
This study aims to describe the behavior of the nutritional needs of HIV-infected children in the Tegak Tegar Foundation in 2013, which was conducted from May to July 2013. This study used a qualitative approach to phenomenological research strategy.
Data was collected by in-depth interviews with a caregiver as key informants and 3 HIV-infected children living in Tegak Tegar Foundation as supporters informants. Research variables studied were the nutritional needs of behavior which consists of the availability of food, feeding behavior and food intake.
Results showed that caregivers already have a positive attitude to nutritional needs, but the needs are still unmet child nutrition, especially vitamin and mineral needs.
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh
Oki Oktaviani NIM: 108101000056
Pembimbing I Pembimbing II
Raihana Nadra Alkaff, M.MA Ratri Ciptaningtyas, MHS
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
vi
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN
GIZI PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013 telah diujikan dalam sidang ujian skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 30 Agustus 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program
Studi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta, 30 Agustus 2013
Sidang Ujian Skripsi Penguji
vii
RIWAYAT HIDUP
Nama : Oki Oktaviani
Tempat, Tgl Lahir : Tangerang, 14 Oktober 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. H. Jali. Kunciran Jaya RT 05/ RW 03 No.14
Kel. Kunciran Jaya, Kec. Pinang, Kota Tangerang, Banten
Tlp/ Hp : 08988844480
Email : vieniee@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Kunciran 2 Tangerang (1995-2000)
2. SD Negeri Pinang 1 Tangerang (2000-2001)
3. SMP Negeri 3 Tangerang (2001-2002)
4. YPI Ma’had Al-Zaytun (2002-2008)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat
dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan
sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013” dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Penulis menyadari bahwa selama dalam proses penelitian dan penyusunan
hingga terselesainya skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan yang sangat
berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. M.K Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak sekali masukan, perhatian dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini. “Terima kasih banyak ya bu, berkat ibu saya jadi tahu hal-hal detail dalam pembuatan tulisan yang baik, dan berkat penelitian ini saya jadi tahu sisi lain kehidupan”
4. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku pembimbing skripsi yang telah
ix
berkat ibu saya jadi tahu banyak hal, dan saya sangat bersyukur mendapat pembimbing seperti ibu”
5. Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D, dan Ibu Rostini selaku penguji yang telah membuat skripsi ini menjadi lebih baik. “Terima kasih atas kritik dan sarannya ya bu…”
6. Ibu pengasuh dan anak-anak di Yayasan Tegak Tegar, terima kasih karena
telah menerima saya dengan baik sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. “Terima kasih atas pengalaman berharga ini, semoga kalian selalu sehat dan ceria”
7. Kepada kedua orangtua yang dengan sabar memberi dukungan moril dan
materil penulis menyampaikan rasa kasih sayang dan hormat yang tak terhingga. “Terima kasih Mama….. terima kasih Papa…..”
8. Muhammad Amiral Mukminin S.T, terima kasih atas dukungan, do’a dan
kesabarannya. “This is dedicated for you”
9. Fety Fathimah A.M. sahabat seperjuangan. “Semangat dan lanjutkan
perjuangan ini tong…”
10.Sahabat-sahabat yang selalu memberikan motivasi Tihus, Ares, Ika, dan Desly. “Terima kasih ya untuk bantuan dan spiritnya selama ini…”
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang dari
kesempurnaan, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya untuk hasil yang
lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak.
Jakarta, September 2013
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Pertanyaan Penelitian ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
1. Tujuan Umum ... 4
xi
E. Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat Bagi Yayasan Tegak Tegar ... 5
2. Manfaat Bagi Peneliti ... 5
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. HIV/AIDS ... 6
1. Definisi HIV/AIDS ... 6
2. Patogenesis ... 7
B. HIV/AIDS pada Anak ... 7
C. Hubungan HIV dan Gizi ... 9
D. Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV ... 10
1. Energi ... 13
2. Protein ... 15
3. Vitamin dan Mineral ... 15
E. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV ... 23
F. Perilaku ... 26
1. Pengetahuan ... 26
2. Kepercayaan ... 28
xii
4. Orang penting sebagai referensi ... 29
5. Sumber-sumber daya (resources) ... 30
6. Perilaku Normal ... 30
G. Kerangka Teori ... 30
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH ... 32
A. Kerangka Konsep ... 32
B. Definisi Istilah... 34
1. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi... 34
2. Ketersediaan Makanan ... 34
3. Perilaku Pemberian Makan ... 34
4. Asupan Gizi Anak ... 35
BAB IV METODE PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36
C. Informan Penelitian... 37
D. Instrumen Penelitian ... 37
E. Pengumpulan Data ... 38
F. Analisis Data ... 39
xiii
A. Gamabaran Informan ... 41
1. Informan Utama ... 41
2. Informan Pendukung ... 42
B. Hasil Penelitian ... 42
1. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu atau Pengasuh ... 43
2. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi... 46
3. Asupan Gizi Anak Terinfeksi HIV ... 53
BAB VI PEMBAHASAN ... 63
A. Pengetahuan Gizi ... 63
B. Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi ... 65
1. Ketersediaan Makanan ... 66
2. Pemberian Makanan ... 68
C. Permasalahan Pemenuhan Kebutuhan Gizi ... 74
D. Asupan Gizi ... 76
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan AMB ... 12
Tabel 2.2 Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stress untuk Menetapkan kebutuhan energi orang sakit ... 12
Tabel 2.3 Angka Kecukupan Gizi Makro Anak... 13
Tabel 2.4 Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak ... 16
Tabel 5.1 Karakteristik Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tagak tegar ... 42
Tabel 5.2 Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak Terinfeksi HIV ... 60
Tabel 5.3 Asupan Vitamin dan Mineral Informan K selama 3 hari ... 61
Tabel 5.4 Asupan Vitamin dan Mineral Informan D selama 3 hari ... 61
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Siklus HIV dan Gizi Buruk ... 25
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immune
Deficiency Syndrome) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981
pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Menurut
World Health Organization (WHO) (2004), di seluruh dunia AIDS
menyebabkan kematian pada lebih dari 8 ribu orang setiap hari, oleh karena itu
infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis
agen infeksius.
Kemudian, menurut WHO (2011) secara global pada tahun 2010
terdapat 3,4 juta anak yang hidup dengan HIV/AIDS, 390 ribu kasus
diantaranya merupakan infeksi HIV baru pada anak-anak, dan terdapat 250 ribu
kematian pada anak yang disebabkan oleh AIDS.
Sementara itu, jumlah kasus AIDS pada anak (0-14 tahun) di Indonesia
sampai september 2012 sudah mencapai 1.147 anak, dan jumlah terseut belum
termasuk kasus di Jakarta yang merupakan daerah terbesar pertama kasus HIV.
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar
di dunia, dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya karena;
pertama, progresivitas penyakit lebih cepat pada anak; kedua, anak mempunyai
oportunistik sering muncul akibat berkurangnya status imunitas tubuh (Saloojee
& Violari, 2001).
Insidens AIDS yang tertinggi terjadi pada tahun pertama kehidupan dan
hampir seluruh kasus infeksi terjadi pada saat perinatal, dan gejala klinis akan
muncul dalam sepuluh tahun pertama kehidupan. Munculnya penyakit
pnemonia pneumocystis carinii, pnemonia interstisial limfoid, infeksi bakteri
berulang, dan kurang gizi merupakan gejala yang sangat sering ditemukan pada
penderita AIDS (Setiawan, 2009).
Jama (2010) menyatakan bahwa sebagian besar anak terinfeksi HIV
yang berusia kurang dari lima tahun mengalami kekurangan gizi. Pada
umumnya, penderita HIV/AIDS kekurangan asupan gizi karena penurunan
nafsu makan. Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS biasanya mengalami gejala
yang berpengaruh pada asupan gizi yang bisa mengakibatkan terjadinya
kekurangan gizi. Seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, diare, demam,
mual, muntah, dan infeksi jamur (lesi pada mulut). (Nursalam & Kurniawati,
2009).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), asupan gizi yang sehat dan
seimbang sangat diperlukan bagi anak yang terinfeksi HIV untuk
mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun, meningkatkan
kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga tubuh agar tetap aktif
dan produktif. Sementara itu, Gillespie dan Kadiyala (2005) menyatakan bahwa
program perawatan tanpa komponen gizi akan sia-sia, karena khasiat ART
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 38 anak
terinfeksi HIV usia 0-12 tahun di Jakarta dan sekitarnya, terdapat 30% anak
mengalami gizi kurang. Kemudian setelah dilakukan penilaian konsumsi
makanan, ternyata terdapat 90% dari 10 anak yang dinilai mempunyai asupan
gizi yang kurang. Walaupun 3 dari 10 anak tersebut adalah anak yang tinggal di
Yayasan Tegak Tegar.
Yayasan tegak tegar adalah salah satu yayasan pendamping ODHA
(orang dengan HIV/AIDS) yang mempunyai program dan kegiatan untuk anak
terinfeksi HIV. Salah satu programnya yaitu rumah singgah untuk anak
terinfeksi HIV, yang kegiatannya terdiri dari pendampingan dan perawatan
berbasis rumah, bantuan nutrisi dan pendidikan untuk anak terinfeksi HIV.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi
pada Anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Jumlah penderita HIV pada anak semakin lama semakin meningkat.
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar dan
berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, asupan
gizi yang sehat dan seimbang sangat diperlukan bagi anak yang terinfeksi HIV
untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun,
meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga tubuh
Maka dari itu peneliti terdorong untuk meneliti tentang Gambaran
Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tegak
Tegar Tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada
anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a Mengetahui upaya ibu atau pengasuh dalam rangka pemenuhan
kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun
2013.
b Mengidentifikasi masalah yang dihadapi ibu atau pengasuh dalam
memenuhi kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak
Tegar tahun 2013.
c Mengetahui gambaran asupan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Yayasan Tegak Tegar
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi
Yayasan Tegak Tegar tentang masalah dan solusi pemenuhan asupan gizi
pada anak terinfeksi HIV.
2. Manfaat Bagi Peneliti
a Memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan
masyarakat, khususnya masalah gizi pada anak yang terinfeksi
HIV/AIDS.
b Mengerti dan memahami bagaimana cara dan metode dalam melakukan
penelitian ilmiah.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013 yang
berlokasi di Yayasan Tegak Tegar. Menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dengan strategi penelitian fenomenologi. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi perilaku pemenuhan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIV/AIDS
1. Definisi HIV/AIDS
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.
HIV termasuk kelompok retrovirus yaitu virus yang mempunyai enzim
(protein) yang dapat mengubah RNA (Ribonucleic Acid), materi genetiknya
menjadi DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Kelompok ini disebut retrovirus
karena virus ini membalik urutan normal yaitu DNA diubah menjadi RNA.
Setelah menginfeksi, RNA HIV berubah menjadi DNA oleh enzim reverse
transcriptase. DNA kemudian disisipkan ke dalam sel DNA manusia. DNA
itu kemudian dapat digunakan untuk membuat virus baru yang menginfeksi
sel-sel baru, atau tetap bersembunyi dalam sel-sel hidup dalam waktu yang
panjang, atau tempat penyimpanan, seperti sel-sel CD4 yang istirahat.
Kemampuan HIV untuk tetap bersembunyi menyebabkan virus ini tetap ada
seumur hidup, bahkan dengan pengobatan yang efektif (Gallant, 2010).
Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome yang secara harfiah berarti kumpulan gejala menurunnya
kekebalan tubuh yang diperoleh, AIDS melemahkan atau merusak sistem
pertahanan tubuh sehingga akhirnya berdatanglah berbagai jenis penyakit
2. Patogenesis
Perjalanan penyakit HIV bermula saat virus HIV masuk ke dalam
tubuh manusia melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi virus,
dapat melalui parenatal (transfusi darah atau alat medis/jarum yang
terkontaminasi), transplasental, air susu ibu, dan hubungan seksual. Virus
selanjutnya berikatan dengan reseptor permukaan sel T CD4 dan bereplikasi
di dalamnya untuk menghasilkan virus baru dan menginfeksi sel T CD4
lain. Akibatnya terjadi penurunan jumlah sel T CD4 sampai akhirnya
mencapai titik dimana sistem imunitas menurun, yang artinya seseorang
akan mudah terserang infeksi oportunistik dan kerentanan terhadap infeksi
baru (Ratridewi, 2009).
Infeksi HIV dan penyakit oportunistik yang berlangsung lama dan
berulang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan nutrisi dan
penurunan berat badan secara progresif. Semakin buruk nutrisi maka akan
semakin rendah berat badan sehingga defisiensi imun semakin buruk,
demikian seterusnya sampai terjadi perburukan kondisi secara umum dan
berakhir pada kematian (Ratridewi, 2009).
B. HIV/AIDS pada Anak
Perjalanan penyakit anak yang terinfeksi HIV memiliki beberapa
perbedaan dengan orang dewasa. Pertama progresivitas penyakit lebih cepat
pada anak; kedua, anak mempunyai jumlah virus yang lebih banyak dibanding
dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif karena berkurangnya status
imunitas tubuh (Saloojee & Violari, 2001).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), biasanya bayi dan anak
terinfeksi HIV melalui:
1. Penularan dari orang tua kepada anak
a. Dari orang tua kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
b. Selama persalinan (intrapartum)
c. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh orang tua yang terinfeksi
(postpartum)
d. Bayi tertular melalui pemberian ASI
2. Penularan melalui darah
a. Tranfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV
b. Penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan
c. Penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan
tradisional misalnya tindik, sirkumsisi, dan lain-lain.
3. Penularan melalui hubungan seks
a. Pelecehan seksual pada anak
b. Pelacuran anak
Bayi yang tertular HIV dari orang tua bisa saja tampak normal secara
klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang
ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii.
gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau
hepatosplenomegali (pembesaran hepar dan lien). Anak yang terinfeksi HIV
juga sering mengalami infeksi bakteri kumat-kumatan, gagal tumbuh atau
wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada
mulut dan faring (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Sementara itu, Jama (2010) dalam penelitiannya terhadap 245 anak yang
terinfeksi HIV di Entebbe, Uganda mendapatkan bahwa penyakit yang paling
sering dialami anak-anak dalam 30 hari terakhir sebelum penelitian adalah mual
(14,4%) dan sulit menelan / esofagus candida (6,3%). Sebagian besar
anak-anak (72,7%) juga mengalami efek samping dari penggunaan ARV
(antiretroviral), seperti nafsu makan berkurang (27,3%), sakit kepala (18,4%),
nyeri perut (15,1%), dan mulas (12,7%).
Akibatnya, sebagian besar anak yang terinfeksi HIV mengalami
kekurangan gizi. Kekurangan gizi tersebut terjadi karena asupan makanan yang
kurang, malabsorpsi dan kehilangan zat gizi, peningkatkan kebutuhan energi
karena infeksi HIV, sehingga mempengaruhi status gizi mereka melalui
peningkatan REE (Resting Energy Expenditure), serta perubahan metabolik
yang kompleks yang berujung pada penurunan berat badan dan wasting yang
umum terjadi pada anak yang terinfeksi HIV/AIDS (Jama, 2010).
C. Hubungan HIV dan Gizi
HIV melemahkan respon imunitas tubuh dan kemampuan tubuh untuk
infeksi oportunistik yang menyebabkan meningkatnya penggunaan tubuh
terhadap energi dan zat gizi lainnya. Selain itu, HIV juga mempengaruhi asupan
makanan anak, sehingga kebutuhan tubuh akan zat gizi tidak terpenuhi, yang
apabila berlanjut akan menyebabkan gizi buruk (Tushemerirwe, 2011).
Gizi buruk yang terjadi pada anak yang terinfeksi HIV dapat
mengurangi keefektifan Anti Retroviral Therapy (ART), merusak sistem
kekebalan tubuh, dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik
sehingga mempercepat perkembangan HIV menjadi AIDS (East, Central and
Southern African Health Community) (ECSA-HC dkk, 2008).
Sementatra itu RCQHC (Regional Centre for Quality of Health Care)
(2008) menyatakan bahwa sistem kekebalan tubuh seseorang dapat
mempengaruhi asupan makanan dan mengakibatkan kekurangan gizi, sehingga
ART kurang manjur. Sebaliknya, ART juga dapat mempengaruhi konsumsi,
penyerapan, metabolisme dan ekskresi makanan melalui efek samping
(misalnya anemia, mual dan muntah) (Food and Nutrition Technical
Assistance) (FANTA, 2004).
D. Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV
Menurut Almatsier (2005), Angka Kebutuhan Gizi (Dietary
Requirements) adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang
(individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang adekuat.
Penentuan kebutuhan gizi seseorang selain dipengaruhi oleh umur, gender,
gizi juga harus memperhatikan perubahan kebutuhan karena infeksi, gangguan
metabolik, penyakit kronik, dan kondisi abnormal lainnya.
Menurut Almatsier (2005), komponen utama yang menentukan
kebutuhan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik.
Ada beberapa cara untuk menentukan AMB, yaitu:
1. Menggunakan Rumus Harris Benedict (1919)
Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
Perempuan = 65,5 + ( 9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
Keterangan :
BB = berat badan dalam kg
TB = tinggi badan dalam cm
U = Umur dalam tahun
2. Cara Cepat (2 cara)
a. Laki-laki = 1 kkal x kg BB x 24 jam
Perempuan = 0,95 kkal x kg BB x 24 jam
b. Laki-laki = 30 kkal x kg BB
Perempuan = 25 kkal x kg BB
3. Cara FAO/WHO/UNU
Cara ini memperhatikan umur, gender, dan berat ideal. Seperti pada
Tabel 2.1
Sumber : FAO/WHO/UNU (1985) dalam Almatsier (2005)
Menurut Almatsier (2005) Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selain
tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga
dipengaruhi oleh jenis dan berat ringannya penyakit. kebutuhan energi dalam
keadaan sakit berubah sesuai dengan jenis dan beratnya penyakit. Cara
penentuan kebutuhan energi orang sakit dapat dilakukan dengan cara:
1. Menghitung kebutuhan energi menurut kg berat badan (kkal/kg/hari).
2. Menurut persen kenaikan kebutuhan di atas Angka Metabolisme Basal
(AMB), yaitu dengan mengalikan AMB dengan faktor aktivitas dan faktor
trauma/stres.
Tabel 2.2
Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stress untuk Menetapkan kebutuhan energi orang sakit
No Aktivitas Faktor No Jenis trauma/stres Faktor
1 Istirahat di
Stres ringan: peradangan saluran cerna, kanker, bedah elektif, trauma kerangka moderat.
Sementara itu AKG (Angka Kecukupan Gizi) atau Recommended
Dietary Allowances (RDA) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang
dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di
suatu negara atau dapat diartikan sebagai kecukupan zat gizi untuk rata-rata
penduduk (Almatsier, 2005).
Tabel 2.3
Angka Kecukupan Gizi Makro Anak
Sumber: AKG (2004)
1. Energi
Menurut WHO (2003) kebutuhan energi bagi anak yang terinfeksi
HIV berbeda-beda tergantung tipe dan seberapa lama anak terinfeksi HIV,
dan apakah terdapat penurunan berat badan selama terkena infeksi akut.
Penemuan menunjukkan terjadinya kenaikan REE (Resting Energy
Expenditure) pada periode asymtomatic pada anak yang terinfeksi HIV.
Sama dengan asymtomatic pada orang dewasa yang terinfeksi HIV, rata-rata
kenaikan asupan energi yang direkomendasikan pada anak sebesar 10%
untuk menunjang pertumbuhan.
USAID (2007) menambahkan bahwa ketika anak terinfeksi HIV dan
sudah terdapat gelaja (symptomatic) akan tetapi tidak mengalami penurunan
Umur Energi (Kkal) Protein (g)
Laki-laki (10-12 th) 2050 50
Wanita (10-12 th) 2050 50
berat badan, energi yang dibutuhkan mengalami peningkatan 20%−30% dari
kebutuhan energi anak sehat.
Berdasarkan pengalaman klinis dan pedoman yang ada untuk
mengejar pertumbuhan pada anak-anak tanpa melihat status HIV, asupan
energi bagi anak-anak terinfeksi HIV yang mengalami penurunan berat
badan membutuhkan peningkatan sebesar 50%−100% dari kebutuhan energi
yang direkomendasikan pada anak sehat (WHO, 2003).
Sementara itu Almatsier (2005) menyatakan bahwa pada perhitungan
kebutuhan energi pada anak terinfeksi HIV harus diperhatikan faktor stres,
aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Kenaikan asupan energi yang
dianjurkan yaitu sebanyak 13% untuk setiap kenaikan 10C.
Nursalam dan Kurniawati (2009) menyatakan bahwa Konsumsi
sumber karbohidrat (nasi, gandum, tepung, kentang, ketela, maizena, dan
lain-lain) penting sebagai sumber energi. Sumber energi yang baik lainnya
adalah dengan mengkonsumsi lemak dan gula. Kalori yang dihasilkan oleh
lemak dan gula dapat membantu meningkatkan berat badan. Selain itu lemak
dan gula juga menambah rasa pada makanan sehingga bisa meningkatkan
nafsu makan.
Untuk mencukupi kebutuhan kalori dan protein sehari pada anak
terinfeksi HIV juga dapat dilakukan dengan cara memberikan makanan
lengkap sebanyak 3 kali ditambah dengan makanan selingan juga 3 kali
sehari. Kebutuhan kalori yang berasal dari lemak dianjurkan untuk
agar penyerapannya lebih baik dan mencegah diare. Kebutuhan zat gizi
makro tersebut di atas harus dipenuhi untuk mencegah terjadinya penurunan
berat badan yang drastis (Depkes RI, 2003).
2. Protein
WHO saat ini tidak merekomendasikan peningkatan asupan protein
pada anak terinfeksi HIV. Kebutuhan protein tetap normal, yaitu 12-15% dari
total asupan energi. Namun, karena kebutuhan energi meningkat sebesar 10%
atau 20-30%, maka kebutuhan protein juga meningkat, karena protein
dihitung sebagai persentase dari total asupan energi (ECSA-HC dkk, 2008).
Sementara itu, Almatsier (2005) menganjurkan untuk memberikan
diet protein tinggi pada anak terinfeksi HIV, yaitu 1,1-1,5 g/kg BB untuk
memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein
juga disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
Protein dan sejumlah lain vitamin dan mineral dapat diperoleh dari
kacang-kacangan (kacang tanah, buncis, kedelai, kacang hijau, kacang
almond, dan lain-lain). Selain itu protein juga diperoleh dari konsumsi
sumber protein hewani lainnya secara teratur setiap hari (Nursalam &
Kurniawati, 2009).
3. Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral sangat penting dalam perkembangan dan daya
baik maka virus akan mudah menyerang dalam kata lain penyakit sangat
mudah untuk memasuki tubuh penderita HIV/AIDS (Jafar, 2004).
Menurut Almatsier (2005) dianjurkan untuk memberikan vitamin dan
mineral 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi (AKG), terutama vitamin A,
B12, C, E, folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium. Bila perlu, dapat
ditambahkan vitamin berupa suplemen, akan tetapi megadosis harus
dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
Tabel 2.4
Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak
a. Vitamin A
Menurut Almatsier (2004), vitamin A berpengaruh terhadap fungsi
kekebalan tubuh pada manusia dan hewan. Retinol berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam
proses kekebalan tubuh humoral). Di samping itu kekurangan vitamin A
dapat menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel-T (limfosit
WHO merekomendasikan bagi anak yang terinfeksi HIV untuk
makan makanan sehat yang memenuhi kebutuhan zat gizi mikro.
Sayur-sayuran dan buah-buahan (sayur dan buah berwarna kuning, oranye, hijau
tua misalnya bayam, labu, wortel, apricot, papaya dan mangga yang
merupakan sumber vitamin A yang baik) (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Menurut ECSA-HC, dkk (2008) beberapa anak yang terinfeksi
HIV asupan makanannya tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi mikro sehingga mereka memerlukan suplemen, terutama jika terjadi
kekurangan. Suplementasi zat gizi mikro harus mengikuti rekomendasi
WHO dan tidak boleh melebihi tingkat RDA.
WHO merekomendasikan anak-anak 6-59 bulan yang terinfeksi
HIV untuk menerima suplemen vitamin A (200.000 IU untuk anak-anak >
12 bulan) setiap 4-6 bulan. Rekomendasi WHO ini bertujuan untuk
mencegah kekurangan vitamin A pada anak-anak. Akan tetapi tidak
dianjurkan untuk meningkatkan dosis atau frekuensi pemberian vitamin A
pada anak yang terinfeksi HIV (ECSA-HC dkk, 2008).
b. Vitamin B12
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), vitamin B12 bagi
penderita HIV penting untuk fungsi dan pengantaran saraf dan mencegah
kelainan sumsum tulang. Sementara itu Nadhiroh (2006) menyatakan
bahwa kelompok vitamin B diperlukan untuk menjaga sistem kekebalan
Menurut penelitian Tang dkk (1997) terdapat peningkatan risiko
perkembangan AIDS secara signifikan bagi mereka yang mempunyai
serum vitamin B12 yang rendah (RH = 2.21, 95% CI = 1,13-4,34), hal ini
memberikan bukti lebih lanjut bahwa konsentrasi vitamin B-12 yang
rendah mempercepat perkembangan penyakit.
Sumber utama vitamin B12 adalah makanan protein hewani yang
memperolehnya dari hasil sintesis bakteri di dalam usus, seperti hati,
ginjal, disusul oleh susu, telur, ikan, keju, dan daging. Vitamin B12 dalam
sayuran ada apabila terjadi pembusukan atau pada sintesis bakteri
(Almatsier, 2004).
c. Vitamin C
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), peran vitamin C pada
infeksi diantaranya memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan
menetralkan radikal bebas. Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk
membunuh jamur, kuman, atau virus yang masuk ke dalam tubuh;
“perang” antara sel-sel imun dengan zat asing membuat jaringan
disekitarnya juga ikut rusak; dan radikal bebas yang dihasilkan dapat
memperluas kerusakan itu lebih lanjut. Inilah hal khusus yang
dikhawatirkan pada orang dengan HIV, mengingat virus memerlukan
lingkungan seperti itu.
Buah-buahan berwarna dan sayur-sayuran berwarna gelap
tahan tubuh dalam melawan infeksi seperti tomat, kubis, jeruk, anggur,
lemon, jambu, nanas, buah beri, dan lain-lain yang dapat dikonsumsi
secara bergantian setiap harinya (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Sementara itu menurut Almatsier (2004), vitamin C umumnya
hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama
yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, papaya, gandaria, dan tomat.
Vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol.
d. Vitamin E (Tokoferol)
Menurut Almatsier (2004), fungsi utama vitamin E adalah sebagai
antioksidan yang larut dalam lemak. Sifat antioksidannya berfungsi
melindungi dan menstabilkan membran sel (Nursalam & Kurniawati,
2009).
Sumber utama vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan,
terutama minyak kecambah gandum dan biji-bijian. Minyak kelapa dan
zaitun hanya sedikit mengandung vitamin E. Sayuran dan buah-buahan
juga merupakan sumber vitamin E yang baik. Daging, unggas, ikan, dan
kacang-kacangan mengandung vitamin E dalam jumlah terbatas
(Almatsier, 2004).
e. Folat
Menurut Almatsier (2004), folat dibutuhkan untuk pembentukan
sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk
daging tanpa lemak, serelia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, dan jeruk.
Vitamin C yang ada dalam jeruk menghambat kerusakan folat. Bahan
makanan yang tidak banyak mengandung folat adalah susu, telur,
umbi-umbian, dan buah, kecuali jeruk.
Akan tetapi AZT (zidovudin) yang dikonsumsi ODHA berperan
dalam terjadinya defisiensi folat. Hal ini juga terjadi pada pemakaian
beberapa jenis obat yang juga biasa dipergunakan seperti: Trimethroprim
dan Bactrim (trimethhropin sulfamethroxazole) yang merupakan antagonis
folat karena mekanisme kerjanya secara langsung memblok folat,
demikian juga Barbiturat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dan sebagai obat tidur (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Kekurangan folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme
DNA. Akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama
sel-sel yang sangat cepat membelah, seperti sel-sel darah merah, sel-sel darah putih
serta sel-sel epitel lambung dan usus, vagina, dan serviks rahim.
Kekurangan folat menghambat pertumbuhan, menyebabkan anemia
megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan lidah dan gangguan
saluran cerna (Almatsier, 2004).
f. Zinc (Seng)
Menurut Almatsier (2004), Zinc (seng) berperan dalam fungsi
kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh
kehilangan indra rasa. Hipogeusia biasanya disertai penurunan nafsu
makan dan hiposmia atau kehilangan indra bau.
Kehilangan Zinc (seng) terjadi jika anak mengalami diare yang
merupakan gejala umum penyakit HIV. Namun, suplementasi seng di atas
tingkat RDA tidak dianjurkan karena akan menyebabkan efek samping
pada sistem kekebalan tubuh. Suplementasi Zinc pada anak yang
mengalami diare kronis harus mengikuti pedoman MTBS atau nasional.
Saat ini tidak ada peningkatan rekomendasi suplemen Zinc pada anak
terinfeksi HIV jika dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi HIV
(ECSA-HC. dkk, 2008).
Sumber seng yang paling baik adalah sumber protein hewani,
terutama daging, hati, kerang, dan telur. Serelia tumbuk dan
kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai
ketersediaan biologik yang rendah (Almatsier, 2004).
g. Selenium
Menurut Almatsier (2004), selenium bekerja sama dengan vitamin
E dalam perannya sebagai antioksidan. Selenium berperan serta dalam
sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan
konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi
bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian konsumsi
Sumber utama selenium adalah makanan laut, hati dan ginjal.
Daging dan unggas merupakan sumber selenium yang baik. Kandungan
selenium dalam serealia, biji-bijian, dan kacang-kacangan tergantung pada
kondisi tanah tempat tumbuhnya bahan makanan tersebut. kandungan
selenium pada sayur dan buah tergolong rendah (Almatsier, 2004).
Berdasarkan penelitian Campa dkk (1999), kadar plasma selenium
yang rendah merupakan prediktor kematian pada anak terinfeksi HIV, dan
diperkirakan terkait dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat plasma selenium merupakan
indikator yang sensitif dari perkembangan penyakit dan kematian pada
pasien HIV anak.
h. Fe (Besi)
Menurut ECSA-HC, dkk (2008), anak yang terinfeksi HIV harus
diberikan suplemen zat besi untuk mencegah anemia. Rekomendasi
suplementasi zat besi pada anak (usia 6-11 tahun) yaitu sebesar 30-60
mg/hari yang bertujuan untuk mencegah anemia.
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon
kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya
pembentukkan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh
berkurangnya sistesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan
oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi
adalah mieloperoksidase yang juga terganggu fungsinya pada defisiensi
besi. Di samping itu dua protein pengikat besi transferin dan laktoferin
mencegah terjadinya infeksi dengan cara memisahkan besi dari
mikroorganisme yang membutuhkannya untuk perkembangbiakan
(Almatsier, 2004).
Sumber zat besi yang baik adalah sayuran berdaun hijau,
biji-bijian, produk gandum, kacang-kacangan, daging merah, ayam, hati, ikan,
seafood dan telur (Nadhiroh, 2006).
Menurut Almatsier (2004), di samping jumlah besi, perlu
diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, yang dinamakan juga
dengan ketersediaan biologik (bioavailability). Pada umumnya besi di
dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi,
besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan
biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayur-sayuran, terutama
yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai
ketersediaan biologik yang rendah.
E. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemenuhan adalah “proses,
cara, perbuatan memenuhi”, sedangkan Kebutuhan Gizi menurut Almatsier
(2005) adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu)
untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Jadi, Pemenuhan
zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang adekuat.
Maslow dalam Notoatmodjo (2007) menekankan bahwa ketika
kebutuhan itu muncul pada seseorang, maka berarti hal tersebut merupakan
pendorong dan pengarah untuk terwujudnya perilaku.
Sementara itu menurut Soenardi (2004), perilaku pemenuhan kebutuhan
gizi adalah suatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan makan untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh baik
yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung.
Pemenuhan kebutuhan gizi pada anak yang terinfeksi HIV sangat
penting. Menurut FANTA dan AED (2008) jika kebutuhan gizi anak terinfeksi
HIV yang meningkat tidak terpenuhi karena kurangnya ketersediaan makanan,
asupan makanan rendah, pencernaan dan penyerapan (utilisasi) yang buruk,
maka akan mengakibatkan gizi buruk. Akibatnya, perkembangan dari HIV ke
AIDS jadi lebih cepat, sering mengalami infeksi oportunistik dan seperti itu
Bagan 2.1
Siklus HIV dan Gizi Buruk
Sumber: Diadaptasi dari RCQHC dan FANTA (2003) dalam FANTA (2008)
Orang yang hidup dengan HIV/AIDS seringkali tidak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup karena beberapa sebab, antara lain:
1. Penyakit HIV/AIDS dan obat-obatan yang dikonsumsi membuat seseorang
mengurangi nafsu makan, karena keduanya mengubah rasa makanan dan
3. Kelelahan, isolasi, dan depresi membuat ODHA menurun nafsu makannya,
keinginan untuk berusaha mempersiapkan makanan, serta keinginan untuk
makan secara teratur.
4. Tidak cukup uang untuk membeli makanan karena kehilangan sumber
penghasilan akibat kelemahan tubuh atau pemutusan hubungan kerja
(FAO-WHO, 2002).
F. Perilaku
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok. Pemikiran dan
perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi,
sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap
objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan) (Notoatmodjo, 2007).
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan diperoleh dari
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh
pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan
atau kakinya terkena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya
setelah melihat anak tetangganya terkena penyakit polio sehingga cacat,
karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.
Sementara itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan
gizi seseorang akan mempengaruhi praktik makan seseorang. Sebagaimana
diungkapkan oleh Mandal (2005), pendidikan gizi pada ibu akan berpengaruh
positif terhadap status gizi anak-anak mereka. Lain halnya dengan penelitian
di Uganda yang meneliti tentang kesenjangan pengetahuan gizi, sikap, dan
praktik serta hubungannya dengan karakteristik demografis wanita ODHA di
wilayah perbatasan, menunjukkan bahwa sebagian besar (89,5%) wanita
telah diberikan pelatihan tentang pentingnya gizi bagi ODHA; akan tetapi,
hanya 21,8% yang mengkonsumsi makanan utama 3 kali dalam sehari
(Bukusuba, dkk., 2010).
Segal-Isaacson, dkk (2006) membagi 466 wanita ODHA secara acak
dalam 4 kelompok yang menerima dua kali sesi pelatihan yang terdiri dari
pelatihan pengelolaan stress dan pendidikan gizi. Hasilnya menunjukkan
bahwa pendidikan gizi dapat meningkatkan gizi dan pola makan pada wanita
2. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu tanpa adanya pembuktian terlebih
dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan
waktu melahirkan Notoatmodjo (2007).
Sementara itu berdasarkan penelitian Komwa, dkk (2010), pada
survei cross-sectional terhadap 322 orang dewasa di Bugosa, Uganda,
menyatakan bahwa 91,6% percaya bahwa orang dengan infeksi HIV harus
makan makanan bergizi khusus, dan peserta dengan infeksi HIV dilaporkan
makan lebih banyak buah (p = 0,020) dan sayuran (p = 0,012) dibandingkan
peserta lainnya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keyakinan kesehatan
yang konsisten tentang HIV/AIDS berhubungan dengan praktik diet
seseorang.
3. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain
yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang
lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, antara lain:
1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat
ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepersen pun
sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang
sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif
terhadap rumah sakit, sebab ia teringat kepada tetangganya yang
meninggal setelah beberapa hari di rumah sakit.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seseorang akseptor KB
dengan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan, meskipun sikapnya
sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tidak mau ikut KB dengan
alat apapun.
4. Nilai (value)
Di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai
yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup
bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu
hidup di masyarakat.
4. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang
dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia
5. Sumber-sumber daya (resources)
Sumber daya di sini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan
sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau
kelompok masyarakat.
McLeod dkk (2011) menyatakan bahwa kualitas makan ibu yang
buruk akan berimplikasi terhadap ibu maupun anak. Sosial ekonomi dan
pengetahuan gizi merupakan determinan yang penting terhadap gizi. Oleh
karena itu dibutuhkan intervensi yang efektif untuk membantu ibu dalam
mencapai diet yang sehat baik untuk diri mereka sendiri maupun keluarga
mereka.
6. Perilaku Normal
Perilaku normal, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan
sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini
terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu
masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat,
sesuai dengan peradaban manusia. Perilaku normal adalah salah satu aspek
dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap
perilaku seseorang.
G. Kerangka Teori
Dari uraian tentang teori perilaku WHO dalam Notoatmodjo (2007)
itu, perilaku yang sama di antara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab
atau latar belakang yang berbeda-beda. Secara sederhana dapat diilustrasikan
sebagai berikut:
B = f (TF, PR, R, C) Dimana:
B = Behaviour PR = Personal Reference
F = fungsi R = Resources
TF = Thoughts and feeling C = Culture
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat
ditentukan oleh pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang
dijadikan referensi dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat
32
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku
pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusunlah kerangka berfikir pada
penelitian ini.
Penelitian ini dimulai dari mengetahui gambaran pengetahuan gizi ibu
atau pengasuh, kemudian melihat perilaku ibu atau pengasuh dalam memenuhi
kebutuhan gizi anak yang terdiri dari penyediaan makanan, dan perilaku ibu
atau pengasuh dalam memberikan makanan pada anak.
Setelah itu, peneliti menilai asupan gizi anak menggunakan food recall
24 jam sebagai evaluasi perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak
Kerangka konsep pada penelitian ini digambarkan pada bagan di bawah
ini:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV
Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi
Asupan Gizi Anak
B. Definisi Istilah
1. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi
Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah upaya-upaya yang dilakukan ibu atau pengasuh untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang tinggal di yayasan Tegak Tegar.
Metode yang digunakan untuk menilai perilaku pemenuhan kebutuhan
gizi adalah metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai
informannya.
2. Ketersediaan Makanan
Ketersediaan makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
ketersediaan makanan yang ada di Yayasan Tegak Tegar yang dapat
mendukung terpenuhinya kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang tinggal
di Yayasan Tegak Tegar.
Metode yang digunakan untuk menilai ketersediaan makanan adalah
metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai informannya.
3. Perilaku Pemberian Makan
Perilaku pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
perilaku pemberian makanan yang dilakukan oleh ibu atau pengasuh sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan gizi anak.
Metode yang digunakan untuk menilai perilaku pemberian makanan
adalah metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai
4. Asupan Gizi Anak
Asupan gizi anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah asupan
gizi yang didapat anak dalam sehari melalui konsumsi makanan dalam
jangka waktu 24 jam.
Metode yang digunakan untuk mengetahui gambaran asupan makan
anak adalah metode wawancara dengan menggunakan form food recall 24
jam dengan anak sebagai informan utamanya dan ibu atau pengasuh sebagai
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi
penelitian fenomenologi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara mendalam dan observasi. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam
Moleong (2010), penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara holistik (utuh) serta untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam tentang suatu hal.
Melalui pendekatan kualitatif peneliti berusaha mengeksplorasi dan
memahami permasalahan yang terjadi pada pemenuhan kebutuhan gizi anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013. Peneliti mengumpulkan
data berupa informasi bagaimana cara ibu atau pengasuh dalam memenuhi
kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2013 di Yayasan Tegak
Tegar Kota Tangerang Selatan. Yayasan ini mengasuh 4 anak terinfeksi HIV,
Yayasan Tegak Tegar adalah yayasan yang mayoritasnya beranggotakan
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dari segala latar belakang resiko penularan.
Salah satu program di Yayasan ini adalah Rumah singgah untuk anak dengan
HIV/AIDS yang kegiatannya meliputi:
Pendampingan dan perawatan berbasis rumah
Bantuan nutrisi untuk anak dengan HIV
Pendidikan anak
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1 Informan Utama
Informan utama pada penelitian ini yaitu 1 orang odha. Beliau merupakan
ibu kandung dari salah satu anak sekaligus pengasuh bagi dua anak
terinfeksi HIV lainnya yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.
2 Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini yaitu 3 orang anak terinfeksi HIV
yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1 Pedoman wawancara mendalam
2 Pedoman observasi
E. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data dengan menjamin
kerahasiaan informan yang diwawancarai (Moleong, 2010). Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik
wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Berikut penjelasan
masing-masing teknik:
1 Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam ini dilakukan dengan cara melakukan tanya
jawab dengan informan secara langsung. Wawancara dilakukan langsung
oleh peneliti dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun
terlebih dahulu.
Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali wawancara dengan informan
utama (pengasuh) kurang lebih 30 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan
pada setiap kali wawancara dengan 1 orang informan pendukung (anak)
kurang lebih 15 menit. Wawancara lanjutan dilakukan pada hari dan waktu
yang berbeda jika setelah wawancara sebelumnya terdapat informasi yang
kurang dan harus digali lagi.
2 Observasi
Observasi adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain
meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Observasi pada penelitian ini bertujuan untuk melihat praktik
komposisi dan porsi makanan, penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi
makan, dan pemberian makanan selingan pada anak.
3 Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang
didapatkan dari dokumen, arsip-arsip, dan surat-surat pribadi yang memiliki
keterkaitan dengan masalah yang diteliti.
Telaah dokumen pada penelitian ini yaitu dengan melihat profil
yayasan yang terdiri dari visi misi, tujuan dan kegiatan yang dilakukan di
Yayasan Tegak Tegar.
F. Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model analisis
interaktif yang dikemukakan Miles dan Huberman. Analisis interaktif ini terdiri
dari tiga komponen utama, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan yang dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses
pengumpulan data sebagai suatu siklus (Miles dan Hubberman, 1992).
Tiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transpormasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan dengan memfokuskan data
yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhir dapat dilakukan.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Beberapa jenis bentuk penyajian data adalah matriks, grafik,
jaringan, bagan, dan lain sebagainya.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan
memperhatikan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen (berupa
data-data awal yang belum siap digunakan dalam analisis), setelah data
41
BAB V
HASIL
A. Gamabaran Informan 1. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini yaitu ibu kandung dari seorang
anak terinfeksi HIV sekaligus pengasuh dari tiga orang anak terinfeksi HIV
lainnya yang tinggal di Yayasan Tegak Tegak tahun 2013. Beliau berusia 46
tahun. Beliau adalah seorang odha yang tertular dari almarhum suaminya,
almarhum suaminya tertular HIV karena menggunakan narkoba suntik.
Di Yayasan Tegak Tegar beliau menjabat sebagai seorang Project
Manager. Pendidikan terakhir beliau adalah Sarjana Kesejahteraan Sosial
Masyarakat. Kegiatan sehari-hari beliau adalah ibu rumah tangga sekaligus
pelaksana program Yayasan Tegak tegar, tiga hari dalam seminggu beliau
menjadi relawan di rumah sakit dan terkadang sebagai pembicara di acara
seminar HIV.
Pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari ia dan anak-anak yang
tinggal di Yayasan Tegak Tegar biasanya diperoleh dari donatur sebesar 5
juta rupiah per bulan. Pendapatan juga bisa berasal dari warung sembako
2. Informan Pendukung
Informan pendukung pada penelitian ini yaitu 3 anak terinfeksi HIV
yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013. Berikut karakteristik
ketiga anak tersebut:
Tabel 5.1
Karakteristik Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tagak tegar
Karakteristik K D N
Usia 9 tahun
9 bulan 11 tahun
12 tahun
10 bulan
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki
Berat Badan 26,4 kg 29,9 kg 26,25 kg
Tinggi Badan 125,2 cm 140,2 cm 132,2 cm
IMT 16,84 15,21 15,01
Status gizi
menurut IMT/U Normal Normal Normal
Status gizi diadaptasi dari(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
B. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini terdiri dari gambaran pengetahuan gizi ibu atau
pengasuh sebagai komponen dasar dari terbentuknya perilaku pemenuhan
kebutuhan gizi, gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang meliputi
ketersediaan makanan dan pemberian makan serta permasalahan yang dihadapi
dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan
Untuk memvalidasi data mengenai perilaku pemberian makan yang
didapat dari informan utama, maka dilakukan cross cek kepada informan
pendukung yaitu anak terinfeksi HIV itu sendiri. Serta dengan cara observasi
langsung beberapa kali di yayasan Tegak Tegar.
1. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu atau Pengasuh
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama (pengasuh)
diketahui bahwa gizi menurutnya adalah makanan yang bersih, yang
mempunyai kandungan zat gizi yang seimbang seperti karbohidrat, protein,
dan zat gizi lainnya untuk pemenuhan kebutuhan seseorang. Berikut kutipan
hasil wawancara tentang gizi yang pengasuh ketahui:
“gizi itu berarti makanan seimbang, makanan sehat yang
seimbang, bersih, bernutrisi, protein, karbohidrat dan sebagainya buat pemenuhan kebutuhan tubuh gitu” (Pengasuh)
Kemudian untuk mengetahui bahwa informan dapat mengaplikasikan
apa yang diketahuinya tentang gizi, maka kemudian ditanyakan lagi tentang
makanan sumber zat gizi tersebut. Ternyata berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa informan mengetahui makanan-makanan sumber zat-zat
gizi yang disebutkan, seperti makanan yang mengandung karbohidrat,
protein, vitamin, dan serat, bahkan informan menjelaskan tentang makanan
sumber zat-zat gizi tersebut yang biasanya diberikan pada anak-anak.
Berikut kutipan hasil wawancaranya:
a Makanan yang mengandung energi
b Makanan yang mengandung protein
“telur, ikan, karena yang bisa dijangkau itu, sering sih telur
karena yang paling gampang masaknya itu, apalagi yang kecil suka banget tinggal dikasih lada sama garam dikit dia suka banget
itu….”(Pengasuh)
c Vitamin
“buah-buahan, sayuran. Iya ga sih…..”(Pengasuh)
d Serat
“serat itu… apa ya… buah juga kayanya serat, sayur… sawi..” (Pengasuh)
Kemudian untuk mengetahui pengetahuan gizi informan yang lebih
dalam maka informan diminta untuk menggambarkan apa yang ia ketahui
tentang gizi bagi anak terinfeksi HIV. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“kalo gizi bagi anak HIV ya… makanan-makanan yang baik, kayanya sama dengan anak yang lain, hanya mungkin bedanya bagi anak yang terinfeksi tidak disarankan banyak mengandung micin, minuman-minuman yang bersoda juga tidak dianjurkan, jadi gizi bagi anak yang terinfeksi umumnya sama, yang jelas tadi kalo aku masak ya tidak menggunakan penyedap hanya menggunakan garam dan gula sebagai penyedapnya, minuman bersoda boleh tapi tidak
sering kan sebenarnya itu tidak baik juga” (Pengasuh)
Akan tetapi ketika diobservasi, ternyata informan utama tetap
menggunakan vitsin sebagai penyedap rasa saat ia memasak sayur. Ketika
ditanyakan kembali, beliau berdalih bahwa masakan tersebut bukan untuk
anak, tapi bagi yang dewasa. Pada saat itu memang kebetulan anak-anak
sudah makan dan memang mereka tidak makan sayur karena sayur tersebut
masih diolah. Sementara itu dari pengamatan sebelum dan sesudahnya