• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

5.3 Gambaran Perencanaan Pemasaran Sosial Program VCT

Secara umum, Puskesmas Ciputat memang mengakui telah melaksanakan pemasaran sosial program VCT. Penanggungjawab program VCT Puskesmas mengakui telah melakukan perencanaan latar belakang, tujuan dan fokus program, analisis situasi, segmentasi pasar, faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku, perencanaan bauran pemasaran, perencanaan pemantauan dan evaluasi, perencanaan anggaran biaya serta perencanaan implementasi kampanye dan manajemen. Perencanaan yang tidak dilakukan yaitu perencanaan positioning. Berikut kutipannya,

“Kita sudah melakukan pemasaran sosial VCT, ya perencanaan latar belakang, tujuan dan fokus program tapi detailnya di dinas kesehatan, analisis situasi, segmentasi pasar, faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku, perencanaan bauran pemasaran, perencanaan pemantauan dan evaluasi, perencanaan anggaran biaya serta perencanaan implementasi kampanye dan manajemen. Kalau perencanaan positioning kita belum punya. Kalau proposal pemasaran sosialnya kita tidak buat, kita adanya POA tahunan atau bulanan, gabung aja sama program yang lain, jadi ya nggak ada perencanaan secara tertulis kalau untuk pemasaran sosialnya, kita langsung melaksanakan POA” (D-RS-1)

Informan Kepala Puskesmas dan Bagian promosi kesehatan mengatakan tidak begitu mengetahui detail perencanaan karena tidak terlibat dalam perencanaan perencanaan pemasaran sosial, mereka hanya terlibat saat pelaksanaan pemasaran sosial. Berikut kutipannya,

“Saya tidak begitu terlibat saat perencanaan, saya hanya terlibat saat proses pelaksanaannya di lapangan” (F-RS-2)

“Mungkin ada. Perencanaan pemasaran sosialnya mungkin penanggungjawab program yang lebih tahu ya, saya tidak begitu terlibat saat perencanaan. Kalau proposal, kita nggak punya proposal pemasaran

sosialnya, adanya POA tahunan dan bulanan” (A-RS-3)

Setelah melakukan telaah dokumen rencana kegiatan (POA) Operasional BOK UPT Puskesmas Ciputat bulan Mei dan Juni 2014, ternyata perencanaan yang dilakukan Puskesmas Ciputat hanya berupa identifikasi uraian kegiatan, sasaran, lokasi, waktu, pelaksana, serta unit cost. Dokumen POA ini merupakan resume semua kegiatan yang akan dilakukan Puskesmas selama satu bulan. Perencanaan ini hanya mendukung data untuk segmentasi pasar, bauran pemasaran, perencanaan anggaran biaya, perencanaan pemantauan dan evaluasi, perencanaan implementasi kampanye dan manajemen. Sedangkan data tentang identifikasi identifikasi faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku terdapat dalam rekam medik. Data latar belakang, tujuan dan fokus program VCT, analisis situasi, penentuan tujuan dan target pemasaran sosial, pernyataan positioning tidak tergambar dalam dokumen POA. Sehingga memang dapat disimpulkan proses perencanaan pemasaran sosial yang dilakukan Puskesmas belum optimal.

Puskesmas melaksanaan pemasaran sosial tanpa melakukan perencanaan pemasaran sosial secara detail tentang latar belakang, tujuan dan fokus program VCT, analisis situasi, penentuan tujuan dan target

pemasaran sosial, serta pernyataan positioning. Pelaksanaan pemasaran sosial tersebut dimulai sejak launching klinik VCT awal tahun 2012 di Aula lantai dua Puskesmas bersama Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, LSM, KPA dan lainnya. Selain itu pelaksanaan melalui sosialisasi-sosialisasi setiap bulannya baik melalui Rapat Koordinasi Kelurahan, Pertemuan Puskesmas, Pertemuan tingkat Dinas Kesehatan, Pertemuan dengan Puskesmas lain maupun langsung turun ke sasaran. Berikut kutipan hasil wawancara,

“Pelaksanaan pemasaran sosialnya, langsung sosialisasi VCT baik pada saat launching klinik awal tahun 2012 maupun sosialisasi pada saat rapat koordinasi kelurahan (rakorkel), pertemuan puskesmas, pertemuan tingkat dinas kesehatan, pertemuan dengan puskesmas lain, maupun langsung turun ke sasaran” (D-RS-1).

Pelaksanaan pemasaran sosial program VCT di Puskesmas Ciputat melibatkan beberapa orang dan lembaga, yaitu tim VCT Puskesmas yang terdiri dari konselor, analis, perawat, bidan, bagian promosi kesehatan, klinik metadon (PTRM), Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Bidang promosi kesehatan Puskesmas dan LSM juga mengakui bahwa mereka hanya terlibat saat pelaksanaan sosialisasi, tidak terlibat dalam perencanaan pemasaran sosial, berikut kutipan wawancaranya. “Kalau pelaksanaan pemasaran sosialnya, melibatkan kader, staff lain, promkes, bidan desa, semua staf, LSM juga” (D-RS-1)

“Dilibatkan perencanaannya sih nggak, tapi pelaksanaan dilibatkan”. (F-RS-2)

“Yang terlibat perencanaan program pemegang program... ya, dr Derly, klinik metadon. Saat pelaksanaan sosialisasi kita libatkan dinas, kita juga kerjasama dg komunitas LSM, sama penjangkau dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS)”( A-RS-3)

“Iya, kalau pelaksanaan LSM Kotek sudah dilibatkan dari awal pembukaan klinik ya,” (C-RS-4)

“Kita melibatkan lima Puskesmas, Ciputat, Setu, Jombang, Pondok Aren, Kampung Sawah, LSM Kotek dan BMG, LSM BMG untuk penjangkauan Kotek untuk pendampingan, KPA saat sosialisasi program” (P-RS-5)

Dapat disimpulkan bahwa Puskesmas Ciputat belum melakukan perencanaan pemasaran sosial program Voluntary Counseling and Testing (VCT) HIV-AIDS secara optimal karena belum ada bukti otentik proposal pemasaran sosial VCT yang dilegalisasi Kepala Puskesmas. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya minat masyarakat disebabkan karena belum optimalnya perencanaan pemasaran sosial. Puskesmas tidak membuat proposal pemasaran sosial karena tidak mengetahui ketentuan seharusnya. Sedangkan data yang menjadi acuan sosialisasi yaitu data kasus HIV-AIDS Tangerang Selatan. Berikut kutipannya,

“Nggak tahu ketentuannya, kalau data yang kita pakai ya data kasus HIV tangsel” (D-RS-1).

5.4 Gambaran Perencanaan Latar Belakang, Tujuan dan Fokus Program VCT

Langkah pertama perencanaan pemasaran sosial program VCT yaitu perencanaan latar belakang, tujuan dan fokus program VCT. Secara umum, Puskesmas Ciputat mengakui perencanaan ini tidak dilakukan oleh Puskesmas, namun dilakukan secara detail oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Puskesmas Ciputat hanya sebagai eksekutor atau pelaksana program VCT. Sedangkan menurut LSM, perencanaan latar belakang program VCT dilakukan oleh Dinas Kesehatan saat forum rapat bersama program Klinik VCT dengan seluruh Puskesmas dan LSM. Berikut ini kutipan wawancaranya,

“Kalau perencanaan latar belakang, tujuan dan fokus kebijakan itu semua urusan atasan, saya hanya pelaksana program. Biasanya kebijakan awal langsung dari dinas kesehatan, pembahasan latar belakang dan sebagainya itu atasan yang tau detailnya” (D-RS-1)

“Perencanaan fokus utamanya berada di dinas, kita lebih utama secara eksekusinya ke pelaksana”(A-RS-3)

“Kita kumpul bareng, sama seluruh PKM difasilitasi sama Dinas Kesehatan, iya ada pembahasan latar belakang” (C-RS-4).

Setelah melakukan wawancara dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Dinkes mengakui ada perencanaan latar belakang, tujuan dan fokus program VCT yang dilaksanakan ketika forum bersama seluruh Puskesmas dan LSM. Namun hasil telaah dokumen di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, peneliti hanya menemukan dokumen

latar belakang program dalam slide presentasi HIV dan VCT. Peneliti tidak menemukan dokumen proposal pemasaran sosial program VCT. Berikut kutipannya,

“Latar belakang, fokus dan tujuan dibahas saat forum bersama di Dinkes yang diundang seluruh Puskesmas, ada LSM juga. Kalau dokumennya kita nggak punya. Hanya ada slide presentasi HIV dan VCT” (P-RS-5)

Dalam penelitian ini, perencanaan latar belakang, tujuan dan fokus program didefinisikan sebagai identifikasi sponsor program, alasan penyelenggaraan, masalah sosial (epidemiologi/isu khusus), tujuan dan fokus program VCT. Pertama yaitu latar belakang, yang meliputi sponsor program, alasan penyelenggaraan, masalah sosial (epidemiologi/isu khusus). Kedua yaitu perencanaan tujuan program dan ketiga yaitu fokus program.

Untuk menggambarkan latar belakang program, peneliti hanya menemukan data kasus HIV di Kota Tangerang Selatan di dalam slide presentasi untuk sosialisasi HIV-AIDS dan program terapi Rumatan Metadon (PTRM), serta ketentuan konseling dan tes HIV atau VCT. Pertama yaitu sponsor program. Sebenarnya, Dinas Kesehatan sudah menyebutkan lembaga donor yang menjadi sponsor program VCT dalam Laporan Bulanan Program Pengendalian Penyakit HIV-AIDS Kota Tangerang Selatan Proyek GF ATM Komponen AIDS Bulan Januari sampai dengan Maret 2014. Sponsor yang disebutkan hanya yang memberikan dukungan dana. Sponsor utama program yaitu Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan melalui dana Bantuan Opersional

Kesehatan (BOK) APBD Kota Tangerang Selatan dan Lembaga donor GFATM komponen AIDS (GFAIDS) HIV Cooperation Program for Indonesia (HCPI) melalui 3 paket (ronde 1 pada periode 2003-2007, ronde 4 untuk periode 2005-2011, ronde 8 serta ronde Single Stream of Funding (SSF) yang sedang berjalan).

Aspek kedua yang disusun dalam latar belakang yaitu alasan penyelenggaraan program. Secara umum, Program Voluntary Counselling and Testing (VCT) diselenggarakan di Puskesmas Ciputat pada tahun 2012 sebagai kelanjutan dari klinik metadon PTRM tahun 2010. Program ini merupakan tindak lanjut Dinas Kesehatan Provinsi Banten dan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan atas Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1507/MENKES/ SK/X/2005, 18 Oktober 2005 tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing). Sedangkan menurut Kepala Puskesmas sebagai informan kunci, program VCT ini berawal dari screening VCT pada pasien program metadon, kemudian Puskesmas mengembangkan klinik VCT untuk kelompok beresiko, ibu hamil dan masyarakat umum setelah mendapatkan pelatihan dari Kementrian Kesehatan. Berikut kutipannya, “Kalau program VCT itukan pertama kalinya berkaitan dengan program metadon ya, dimana pengalihan atau substitusi dari para pengguna narkoba suntik ke obat steril metadon, yang mana dalam perjalanan kita curigai ada risiko HIV sampai tingkatan menjadi AIDS, maka kita bikin program VCT untuk pasien metadon, kemudian berkembang, kita kirim tenaga VCT untuk ikut pelatihan VCT dari Kemenkes, kemudian kita

melakukan program dari dan BOK, kita membuka klinik VCT, dari BOK kita bikin program screening HIV pada kelompok masyarakat, bisa ibu hamil, komunitas supir angkot untuk mengetahui seberapa besar kasus HIV di wilayah kerja Puskesmas Ciputat ini sesuai dengan sasaran VCt yaitu masyarakat umum. (A-RS-3)

Selain itu, klinik VCT Puskesmas Ciputat merupakan klinik VCT pertama di Kota Tangerang Selatan. Klinik ini dibentuk untuk percepatan pencapaian indikator menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular langsung yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010–2014, yaitu terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi dibawah 0,5% serta jumlah orang yang berumur 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan testing HIV sebanyak 700.000 orang.

Sedangkan untuk alasan penyelenggaraan pemasaran sosial yaitu untuk meningkatkan minat masyarakat dalam pemanfaatan layanan VCT. Selain itu, untuk mengurangi stigma masyarakat terhadap Orang Dengan HIV-AIDS maupun terhadap orang yang melakuakan tes VCT. Berikut kutipannya,

Pemasaran sosial VCT dilakukan untuk meningkatkan minat masyarakat memanfaatkan layanan VCT dari tadinya hanya untuk pasien metadon, kita arahkan ke kelompok beresiko, ibu hamil dan masyarakat umum. Untuk mengurangi stigma juga. Kita kerjasama dengan LSM ” (D-RS-1)

Aspek ketiga dalam perencanaan latar belakang yaitu identifikasi masalah sosial yang melatarbelakangi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan 2013, program ini dilatarbelakangi oleh masalah belum tercapainya indikator capaian program. Capaian program VCT di Tangerang Selatan pada juni 2013 hanya 28% atau 69 orang yang terdiri dari klien VCT Puskesmas Ciputat dan Pondok Aren. Angka ini sangat rendah jika dibandingkan dengan indikator target pada bulan juni 2013 yaitu sebanyak 243 orang atau 100%. Hasil evaluasi capaian pada september 2013 naik menjadi 34% atau 99 orang dari target kumulatif 100% atau 289 orang. Dari sini dapat dilihat bahwa indikator pencapaian 100% yang ditargetkan belum tercapai. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran kelompok risiko tinggi (risti) akan bahaya penyakit IMS dan HIV-AIDS serta rendahnya minat untuk VCT karena kurangnya dukungan promosi layanan.

Latar belakang masalah sosial adanya klinik VCT menurut LSM Kotek yaitu karena setiap tahunnya terjadi peningkatan kasus HIV-AIDS. Penularan masalah HIV di Ciputat yaitu dari pemakai narkoba, seks, dari suami ke istri, dan anak, sekitar 300 lebih kelompok beresiko di Tangsel yang sudah dampingi LSM, mulai dari suami, istri, anak, LSL, Waria, Ciputat termasuk zona merah selain Pamulang, penderita HIV terbanyak dari ibu rumah tangga, berikut kutipannya.

“Kalau permasalahan yang terjadi, risiko HIV sekitar ciputat banyak dari pemakai narkoba, seks, dari suami ke istri, terus ke anak, untuk anak tidak terlalu banyak tapi sudah ada dan tambah banyak, kalau sudah infeksi lumayan banyak, lebih banyak dari suami ke istri sekitar 300 lebih kelompok beresiko yang sudah kita dampingi, itu campur dari suami,

istri, anak, LSL, Waria, untuk ciputat sendiri juga banyak, yang termasuk zona merah di ciputat dan pamulang, ciputat lebih banyak ibu rumah tangga. Setiap tahun peninggkatannya ada, awal tahun 2010 sekitar 10-20 sekarang sudah cukup banyak (C-RS-4).

Selain itu, program ini berawal dari tingginya kelompok berisiko di Tangerang Selatan. Estimasi tahun 2012 terdapat sekitar 11.741 Laki-laki Seks dengan Laki-Laki (LSL), jumlah ODHA LSL 1.597, estimasi Wanita Penjaja Seks Tidak Langsung (WPSTL) 236 orang, ODHA WPSTL 17 orang, estimasi pelanggan WPSTL 2.334, ODHA Pelanggan WPSTL 21 orang, estimasi Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL) 70 orang, ODHA WPSL 7 orang, estimasi pelanggan WPSL 1.196, ODHA pelanggan WPSL 21 orang, estimasi waria 357 orang, ODHA Waria 43 orang, estimasi pelanggan waria 2.451 orang, ODHA pelanggan waria 49 orang, estimasi IDU 103 orang, ODHA Injecting Drug Use (IDU) 30 orang, ODHA Laki-laki Risiko Rendah 443 orang, ODHA Perempuan Risiko Rendah 259 orang (Dinkes Tangsel: 2012).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009-2014 yaitu, Ciputat merupakan zona merah kasus HIV-AIDS dengan total kasus HIV-AIDS berjumlah 83 orang. Zona kuning atau tertinggi kedua yaitu Kecamatan Pamulang berjumlah 55 orang, disusul dengan zona hijau atau tertinggi ketiga yaitu Pondok Aren berjumlah 47 orang. Peta penyebaran kasus HIV-AIDS di Kota Tangerang Selatan dari tahun 2009 sampai Mei 2014 dapat dilihat di gambar 5.1.

Masalah-masalah HIV-AIDS di Kota Tangerang Selatan yang dapat digunakan dalam justifikasi latar belakang program klinik VCT di Puskesmas Tangerang Selatan di dapat dilihat dari data Grafik Kumulatif Kasus HIV-AIDS Tahun Diagnosa 2009 s.d Mei 2014, Grafik Penemuan Kasus dan Kematian HIV-AIDS Tahun 2009 s.d Mei 2014, Persentase Kumulatif Kasus HIV-AIDS Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009 s.d Mei 2014, Persentase Kumulatif Kasus HIV-AIDS Berdasarkan Cara Penularan Tahun 2009 s.d Mei 2014, Persentase Kumulatif Kasus HIV-AIDS Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2009 s.d Mei 2014, Persentase Kumulatif Kasus HIV-AIDS Berdasarkan Range Umur Tahun 2009 s.d Mei 2014. Data ini dapat dilihat dalam lampiran 6.

Masalah HIV-AIDS telah dinyatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat. Tingginya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok penyalahgunaan narkoba suntik dan wanita pekerja seks memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi HIV ke masyarakat umum. Keadaan ini tentunya tidak boleh dibiarkan, mengingat kebanyakan dari mereka yang beresiko tertular HIV tidak tahu akan status HIV-nya, apakah sudah terinfeksi atau belum. Karena itu, penanganannya harus berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat, salah satunya adalah upaya deteksi dini untuk mengetahui akan status HIV seseorang melalui Konseling dan Tes HIV Sukarela atau Voluntary Counselling and Testing (Dinas Kesehatan Banten: 2006).

Sedangkan tujuan program menurut Dinas Kesehatan sesuai dengan tujuan program VCT Kementrian Kesehatan yaitu menyediakan

layanan tes VCT bagi masyarakat yang membutuhkan di Kota Tangerang Selatan agar dapat diperoleh dukungan psikologis, pemberian informasi, dan pengetahuan HIV-AIDS sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat, aman dan bertanggungjawab. Sedangkan fokus program yaitu screening HIV-AIDS menggunakan dua pendekatan yaitu Konseling dan Tes HIV secara sukarela atau Voluntary Counselling and Testing (VCT) dan Konseling Tes HIV atas inisiasi petugas Kesehatan atau Provider Initiated Test and Counselling (PITC). Penerapan bisa dilakukan di layanan IMS, PTRM, TB, antenatal care dimana tingkat prevalensi HIV tinggi. Populasi yang menjadi fokus program adalah ibu hamil, komunitas supir angkot, salon-salon waria, kelompok metadon, kelompok beresiko, dan masyarakat umum di Kota Tangerang Selatan khususnya daerah Ciputat dan sekitarnya, seperti Pamulang.

` Berikut kutipan wawancara dengan narasumber:

Tujuannya sama dengan tujuan VCT Kementrian kesehatan ya, menyediakan layanan tes HIV bagi masyarakat yang membutuhkan di Kota Tangerang Selatan agar dapat diperoleh dukungan psikologis, pemberian informasi, dan pengetahuan HIV-AIDS sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat, aman dan bertanggungjawab. Untuk fokus program, kita screening HIV-AIDS dengan dua pendekatan yaitu Konseling dan Tes HIV secara sukarela atau Voluntary Counselling and Testing (VCT) oleh klien dan Konseling Tes HIV atas inisiasi petugas Kesehatan atau Provider Initiated Test and

Counselling (PITC). Penerapan bisa dilakukan di layanan IMS, PTRM, TB, antenatal care dimana tingkat prevalensi HIV tinggi. (P-RS-5)

“Tujuannya agar banyak masyarakat yang melakukan tes VCT untuk lihat status HIVnya. Fokusnya untuk masyarakat umum (D-RS-1).

Sedangkan hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas dan LSM menunjukkan bahwa tujuan program VCT adalah untuk penanggulangan HIV-AIDS, berikut kutipannya,

“Tujuan utama untuk penganggulangan HIV dan AIDS, dimana kalau kasusnya bisa ditemukan, maka harus ada pengobatan, kalau sembuh kan susah, kalau pengobatan atau rujukan bisa, kita rujuk ke RS Fatmawati. Kita ke semua kelompok masyarakat, Yang di fokuskan biasanya ibu hamil, komunitas supir angkot, salon-salon waria, kelompok metadon, kelompok-kelompok lokalisasi, tempat khusus sih nggak ada, tapi itu ada tempat warung remang-remang, untuk informasi biasanya dari para penjangkau itu tadi”. (A-RS-3)

“Untuk program, tujuannya ya untuk penanggulangan HIV-AIDSnya ya, terutama ya di ibu hamil gitu kan” untuk fokusnya di Tangsel, pemakai narkoba kan banyak, hubungan seks dari suami ke istri juga banyak gitu kan, lebih diutamakan di Puskesmas Ciputat, karena VCT berawal dari Ciputat, PTRM awalnya waktu itu, buka setiap hari untuk pasien narkoba ya., (C-RS-4)

Sedangkan responden dari Kepala Promosi Kesehatan Puskesmas Ciputat mengatakan tidak terlibat dalam penentuan tujuan.

“Saya mah nggak tahu tujuan, latar belakang gitu-gitu, kalau itu tanya langsung sama penanggungjawab programnya, saya cuma bantu sosialisasi” (F-RS-2)

Sedangkan kendala dalam perencanaan latar belakang, fokus dan tujuan program VCT menurut para informan yaitu penanggungjawab program VCT Puskesmas Ciputat tidak mengetahui detail latar belakang, tujuan dan fokus program karena tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, hanya dilibatkan sebagai eksekutor program. Sedangkan kendala menurut Kepala Puskesmas yaitu mengkoordinir pemeriksaan VCT ketika di lapangan yang terkadang membutuhkan biaya lebih untuk meyakinkan tokoh kuncinya yaitu mucikari, kendala menurut LSM yaitu diskriminasi saat pelaksanaan dan meyakinkan klien beresiko untuk VCT. Berikut kutipan wawancara dengan informan,

“Saya mah, nggak ngerti kendalanya pas perencanaan latar belakang,

yang penting melaksanakan program saja”. (D-RS-1)

“Kendalanya nggak ada ya, karena saya tidak dilibatkan” (F-RS-2) “Kendalanya paling susah jika kita punya tempat tujuan, lokasi, susahnya mengumpulkan sasaran tersebut, nah misal di tegal rotan, kan banyak penularan dari perilaku seks ya, kita susah mengkoordinir untuk pemeriksaan, itupun lewat ‘germo-germo’ lah atau apa istilahnya ‘cetek’, yang terkadang juga membutuhkan biaya, pada intinya susah mengumpulkan” (A-RS-3)

“Diskriminasi, banyak orang awam yang nggak mau, padahal risiko udah ada, biasanya dari mereka tahu VCT sampai yakin mau VCT sekitar

2 minggu” (C-RS-4)

5.5 Gambaran Analisis Situasi Program VCT di Puskesmas Ciputat

Dokumen terkait