• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perencanaan Pemasaran Sosial Program Voluntary Counselling And Testing (VCT) HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Perencanaan Pemasaran Sosial Program Voluntary Counselling And Testing (VCT) HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat Tahun 2014"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERENCANAAN PEMASARAN SOSIAL PROGRAM VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) HIV-AIDS

DI PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN 2014

SKRIPSI

Disusun Oleh: SUROTUL ILMIYAH

NIM : 1110101000038

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN

Skripsi, 15 Juli 2014

Surotul Ilmiyah, NIM : 1110101000038

Gambaran Perencanaan Pemasaran Sosial Program Voluntary Counselling And Testing (VCT) HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat Tahun 2014

xxiv+ 177 halaman + 6 lampiran

Kata kunci: perencanaan pemasaran sosial, VCT, HIV-AIDS ABSTRAK

Peningkatan epidemi HIV-AIDS masih menjadi masalah serius kesehatan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Konseling dan tes HIV sukarela (Voluntary Counselling and Testing) merupakan strategi kesehatan masyarakat untuk mengantisipasi tingginya penyebaran infeksi HIV. Puskesmas Ciputat, puskesmas pertama di Tangerang Selatan yang sudah memiliki layanan VCT. Namun, dalam pelaksanaannya ditemukan adanya masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perencanaan pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conselling and Testing) HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat.

(4)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH DEPARTMENT

HEALTH PROMOTION SPECIALIZATION Undergraduate Thesis, July 15, 2014

Surotul Ilmiyah, NIM: 1110101000038

The Overview of Social Marketing Planning of Voluntary Counselling and Testing (VCT) of HIV-AIDS Program in Ciputat Health Center, 2014

xxiv + 177 pages + 6 appendix

Keywords: social marketing planning, VCT, HIV-AIDS ABSTRACT

HIV-AIDS epidemic increased remains a serious public health problem in the world, including Indonesia. Voluntary Counselling and Testing (VCT) is a public health strategy to anticipate the spread of HIV infection. Ciputat Health Center is the first health center in South Tangerang which already have VCT services. However, It found a problem in practice. This study aims to describe the social marketing planning of VCT (Voluntary Counselling and Testing) of HIV-AIDS program in Ciputat Health Center, 2014.

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi

GAMBARAN PERENCANAAN PEMASARAN SOSIAL PROGRAM VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) HIV-AIDS

DI PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN 2014

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Peminatan Promosi Kesehatan

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh: SUROTUL ILMIYAH

NIM. 1110101000038

Jakarta. September 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Raihana. N. Alkaff, SKM, MMA NIP. 1978121620090120005

(6)

PANITIA SIDANG SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Jakarta, September 2014

Penguji I

Raihana. N. Alkaff, SKM, MMA NIP. 1978121620090120005

Penguji II

dr. Yuli Prapancha Satar, MARS NIP. 195 3073 01 98 0111001

Penguji III

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Surotul Ilmiyah Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir : Pasuruan, 30 Juni 1993 Agama : Islam

Kewarnegaraan : Indonesia Alamat

: Jl. Ibnu Taimia IV No. 195 Komplek Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15419

E-mail : ilmiyah_hkarim@yahoo.co.id Telepon : 085780334188

Riwayat Pendidikan :

TAHUN PENDIDIKAN FORMAL

1996 – 1998 TK Dharma Wanita

1998 – 2004 SDN Sambirejo 2 Pasuruan

2004 – 2007 MTs Negeri Pasuruan

2007 – 2010 SMA Al-Yasini Pasuruan

(8)

Penghargaan:

TAHUN PENGHARGAAN

2010 Penerima Beasiswa S1 Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementrian Agama RI 2011 Juara Harapan 3 Lomba National Business Plan 2012 Runner Up dan Juara Favorit Mahasiswa Berprestasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2013 Delegasi Indonesia untuk AISEF Student Exchange, ASEAN Youth Friendship Network in Chiang Mai, Thailand

2013 Best Delegate International Studies Club ISCDC United State Diplomatic Course

2013 Inspiring Writer for a Great Dream Book, Ministry of Religious Affairs

2013 Juara 1 Lomba Health Interprofesionalism Education

Pengalaman Kerja :

TAHUN PROFESI

2010 Freelance Writer in Mata Pena Writer (MPW) 2011-2012 Researcher in KOMPAS

2013 Project Officer of Health, Indonesian Women’s Institute

2013 Project Officer in Middle East Institute

2011-2013 Marketing Manager in Alphabet English Course and Camp

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dan junjungan Nabi besar kita, Muhammad SAW atas segala limpahan rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “GAMBARAN PERENCANAAN PEMASARAN SOSIAL PROGRAM VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) HIV-AIDS DI PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN 2014”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Prof. DR (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, Febrianti, SP, M.Si dan Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat, Catur Rosidati, MKM yang senantiasa mengorganisasi Prodi Kesehatan Masyarakat dengan baik.

4. Raihana N. Alkaff, SKM, MMA, selaku dosen pembimbing fakultas, mentor promosi kesehatan yang telah memberi kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk melakukan penelitian

5. Dr. Drs. M. Farid Hamzenz, M.Si selaku dosen pembimbing fakultas, mentor promosi kesehatan yang telah memberi kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk melakukan penelitian

6. dr. Yuli Prapancha Satar, MARS yang telah banyak memberikan saran selama menjadi penguji sidang skripsi

7. Milza N. Rosad, SH, MARS yang telah banyak memberikan saran selama menjadi penguji sidang skripsi

(10)

Badriah, PhD, Rostini, MKM, Julie Rostina, MKM, Narila Mutia Nasir, Ph.D, Gitalia Budhi Utami, MKM, Farihah Sulasiah, MKM, Riastuti MKM, Minsarnawati Tahangnacca, MKM, Lilis Muchlisoh, MKM, Ratri Ciptaningtyas,S.sn.Kes, Prof. Alisa, Prof. Huzaimah Tahido Yanggo dosen penulis yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat, saran dan bimbingan selama kuliah

9. Dr. Abdillah Assegaff, dr. Derly, Ibu Februanti, Bidan Popoy, Bidan Rahma, Mba Chory LSM Kotek, Mas Puja, S.Kep dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, segenap staff serta ibu kader Puskesmas Ciputat terima kasih atas ilmu yang diberikan, telah mengizinkan peneliti untuk menyelesaikan penelitian skripsi

10.Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementrian Agama RI, Bapak Dr. H. Imam Safei, M.Pd, Kasubdit Pendidikan Pesantren, Drs. Khaeroni, M.Si Kasubdit Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Bapak Ruchman Basori yang telah memberikan banyak inspirasi dan membimbing selama proses menjalankan studi S1 dari Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB)

11.dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed pembimbing dan pengelola PBSB Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

12.Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Miftahul Ulum Al-Yasini beserta Dewan Guru, KH. A. Mujib Imron, SH, MH, Ibu Nyai Hj. Zakiyah, Ning Hj. Hanifah, Ning Hj. Ilvi Nur Diana, Ning Hj. Nanik, Mas Ahmad Ghozali, SE, Mas Fuad, dr. Kholidatul Husna yang telah memberikan banyak wejangan, ilmu yang bermanfaat serta semangat untuk menempuh pendidikan tinggi.

13.Keluarga tercinta, khususnya untuk Ayah H. Abdul Karim dan Umi Hj. Siti Anisah, Adik tersayang M. Ainul Yaqin, M. Ainur Rofiq yang selalu memberikan doa dan motivasi tak terhingga selama proses studi dan skripsi. Terima kasih untuk kasih sayang yang tak bertepi.

(11)

15.Dr. H. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Si, anggota DPR RI Komisi VIII beserta istri Hj. Rita Fitria, SPd.I yang telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi serta memberikan tempat untuk mengajar di TPQ At Taawun.

16.Sahabat seperjuangan penulis Kurnia Anisah, S.Farm, Qoriatus Sholiha, Miftahul Ma’wah, Ayu Wulan Sari, Siti Anisah Mahfudzhoh sahabat di Community Santri Scholar of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), KOPRI dan ASPI PMII Cabang Ciputat, Sahabat-sahabat terbaikku di Promosi Kesehatan 2010, Promkes 2011, Kesmas 2010, terima kasih atas kebersamaan yang telah kita lalui selama empat tahun ini semoga kebersamaan ini selalu terjaga

17.Terima kasih untuk seluruh sahabat Redaktur majalah SANTRI CSS MoRA Nasional, sahabat seprofesi di LSM Indonesian Women’s Institute (IWI) Hj. Siti Haniatunnisa Ma’ruf Amin, LLB, MH, Any Arifaeni, SThi, sahabat di Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI), sahabat Pimpinan Wilayah Fatayat NU Banten, Pimpinan Cabang Fatayat Tangerang Selatan.

18.Terima kasih untuk anak didikku di TPQ At-Ta’awun, member -member ku dan sahabat tutor di Alphabet English Course and Camp. 19.Terima kasih untuk kakak angkatku di CSS MoRA Kak Ida Farida,

SKM, Zumroti, SKM, Liazul Kholifah, SKM, Azizatul Hamidiyah, SKM dan adik angkatku di CSS MoRA, Sukma Mardiyah, Astuti, Sri Purwanti, semoga kebersamaan kita tetap terjaga.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan dan kesuksesan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(12)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Detik ini, Hari ini

Bulan dan Bintang bersaksi

Mereka bercerita pada batu pualam, Cerita tentang gadis kecil yang tak asing Wajahnya berseri,

Ia berjalan memegang buku, memanggul tas punuknya

Ia bercerita tentang memoar kejoranya sejak kecil hingga dewasa Berkali-kali Ia terjatuh, berdarah ..

Namun berkali-kali pula ia terbangun lagi dan berada di puncak Di dadanya, yang ada hanya satu

Bagaimana aku bisa menjadi bintang untuk ayah Bagaimana aku bisa menjadi cahaya untuk bunda

Bagaimana aku bisa menjadi tajalli untuk Allah dan Rosulnya Gadis itu tertunduk dan terpaku

Kini ia sudah tumbuh seindah mawar berduri Indah dilihat dan sulit diraih

Cita-citanya hanya satu

Ingin memegang toga dan bersujud di pangkuan ayah bunda Menebar senyum untuk desanya,

Menebar ranum untuk bangsanya, Menebar kejora untuk agamanya, Kini, toga itupun dalam genggaman,

Semoga keberuntungan dan keberkahan selalu dihadapan. Cinta dan Cita ini untukmu Ayah, Bunda

Terima kasih untuk segalanya..

It’s begin from My Parent’s Dream in my name..“Surotul Ilmiyah”

Semoga tetap menjadi Teladan dan Pelita dalam Ilmu Pengetahuan Karya sederhana ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku tersayang. H. Abdul Karim dan Hj. Siti Anisah.

Terima kasih atas semua cinta dan doa yang mengiringi langkah..

(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ………....………..…. i

ABSTRAK ………... ii

ABSTRACT ………... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ………... iv

LEMBAR PENGESAHAN ………... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...vi

KATA PENGANTAR………... viii

LEMBAR PERSEMBAHAN………... xi

DAFTAR ISI ………... xii DAFTAR TABEL ………...xvii

DAFTAR BAGAN ………... xviii

DAFTAR GAMBAR ………. xix DAFTAR LAMPIRAN …………... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……...……….…...1

1.2Rumusan Masalah...……….………...10

1.3Pertanyaan Penelitian……….………...12

1.4 Tujuan Penelitian ……..…….………..……….……...13

1.5 Manfaat Penelitian.……….…...14

1.3.1 Bagi Puskesmas Ciputat………...14

1.3.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat...………...14

(14)

1.6 Ruang Lingkup Penelitian...14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HIV-AIDS………...……….………16

2.1.1 Pengertian HIV………..……….16

2.1.2 Pengertian AIDS...…………...……… 17

2.1.3 Cara Penularan HIV...………...18

2.1.4 Mengetahui Status HIV...…………...………...19

2.1.5 Hal-Hal yang tidak menularkan HIV...………...19

2.1.6 Proses Infeksi...……….. 20

2.1.7 Penyakit Penyerta AIDS...………...22

2.1.8 Terapi untuk Pegidap HIV...………...27

2.1.9 Pencegahan Penularan HIV...………...28

2.2 Voluntary Counseling and Testing (VCT) ...……30

2.2.1 Definisi VCT...………...30

2.2.2 Tujuan VCT...………...31

2.2.3 Tahap VCT...32

2.2.4. Prinsip Pelayanan VCT...33

2.3 Pemasaran Sosial...35

2.3.1 Batasan dan Pengertian ...37

2.3.2 Prinsip Pemasaran sosial...38

2.3.3 Langkah Kegiatan Pemasaran Sosial...39

2.3.4 Langkah Perencanaan Pemasaran Sosial...39

2.3.5 Faktor Penentu Keberhasilan Pemasaran Sosial...45

(15)

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1. Kerangka Pikir………...51

3.2. Definisi Istilah………...52

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1Jenis Penelitian ...56

4.2Lokasi dan Waktu Penelitian...57

4.3Informan Penelitian………...63

4.4Pengumpulan Data ...63

4.5Instrumen Penelitian...64

4.6Sumber Data...64

4.7Validasi Data...65

4.8Pengolahan dan Analisis Data ...66

4.9Penyajian Data...67

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...68

5.1.1 Situasi HIV-AIDS di Ciputat Tangerang Selatan...70

5.1.2 Layanan HIV-AIDS di Kota Tangerang Selatan...70

5.1.3 Klinik VCT di Puskesmas Ciputat...71

5.1.4 Sumber Daya Manusia VCT...71

5.1.5 Anggaran Kesehatan Klinik VCT...71

5.1.6 Visi dan Misi Puskesmas...72

5.2 Gambaran Informan Penelitian...72

(16)

5.4 Gambaran Perencanaan Latar Belakang, Tujuan dan Fokus

Program...78

5.5 Gambaran Analisis Situasi Program VCT di Puskesmas Ciputat.88 5.6 Gambaran Perencanaan Segmentasi Pasar...90

5.7 Gambaran Tujuan dan Target Pemasaran Sosial...101

5.8 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku...104

5.9 Gambaran Pernyataan Positioning... 110

5.10 Gambaran Bauran Pemasaran (Marketing Mix)...110

5.11 Gambaran Perencanaan Pemantauan dan Evaluasi...118

5.12 Gambaran Perencanaan Anggaran Biaya...122

5.13 Gambaran Perencanaan Implementasi Kampanye, Manajemen.123 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian...128

6.2 Gambaran Perencanaan Pemasaran Sosial Program VCT...129

6.3 Gambaran Perencanaan Latar Belakang, Tujuan, Fokus Program 134 6.4 Gambaran Analisis Situasi Program VCT di Puskesmas Ciputat...139

6.5 Gambaran Perencanaan Segmentasi Pasar...144

6.6 Gambaran Tujuan dan Target Pemasaran Sosial...149

6.7 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku...152

6.8 Gambaran Pernyataan Positioning...155

6.9 Gambaran Bauran Pemasaran (Marketing Mix)...156

6.10 Gambaran Perencanaan Pemantauan dan Evaluasi...163

6.11 Gambaran Perencanaan Anggaran Biaya...168

(17)

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...173

7.1 Simpulan………...……...…….…...173

7.2 Saran………...……...………...176

(18)

DAFTAR TABEL

No. Tabel

Tabel 3.1 Matriks Definisi Istilah...51 Tabel 4.1 Informan Penelitian...59 Tabel 5.1 Tenaga Kesehatan Voluntary Counselling and Testing (VCT)...73 Tabel 5.2. Informan Penelitian...76 Tabel 6.1 Analisis SWOT Pemasaran Sosial Program VCT di Puskesmas

Ciputat... 143 Tabel 6.2 Strategi Produk Pemasaran Sosial VCT... 157 Tabel 6.3 Peran Pihak Yang Terlibat dalam Pemasaran Sosial VCT

(19)

DAFTAR BAGAN

No. Bagan

(20)

DAFTAR GAMBAR

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Penelitian Lampiran 2 Pedoman Wawancara Mendalam Lampiran 3 Lembar Observasi

Lampiran 4 Lembar Telaah Dokumen Lampiran 5 Matriks Hasil Wawancara

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Ricardi. (2013). Target Adopter Transformasi Pemasaran Sosial yang Mengubah Wajah Indonesia. Jakarta: UI Press.

Basir, Abdul. (2006). Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Minat Ulang Konsumen Menggunakan Pelayanan Rawat Jalan di Klinik “Aba Medica“

Jepara. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.

Buchari A, 2005. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta, Bandung.

Cheng, Hong, Kotler, Lee. 2009. Social Marketing for Public Health An Introduction. USA: Jones and Bartlett Publishers.

Clinical Services Unit FHI. 2007. Standar Operasional Prosedur Klinik IMS dan VCT. Jakarta: Family Health Indonesia (FHI).

Cooper D.R dan Schinder, P.S. 2006. Metode Riset Bisnis. Jakarta: Media Global

Edukasi.

Creswell, John W. 2003. Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches, SAGE dalam Badriyah F dan Alkaff R. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV-AIDS secara Sukarela (Voluntary Counseling and Testing). Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

(23)

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2013. Laporan Bulanan Program Pengendalian Penyakit HIV-AIDS Kota Tangerang Selatan Proyek GF ATM

Komponen AIDS Bulanan Q-15 Bulan Januari s.d Maret 2014. Pamulang: Dinas Kesehatan Tangerang Selatan

Dinas Kesehatan Provinsi Banten. 2006. Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary Counselling and Testing) Informasi untuk Petugas Kesehatan

dan Penjangkau Masyarakat. Banten: Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. 2012. Estimasi Jumlah Populasi Kunci Tahun 2012. Pamulang: Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan RI. (2013). Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan III Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Ditjen PP & PL DepKes RI, 2006. Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counseling and Testing). Jakarta.

http://www.aids-ina.org/files/publikasi/panduanvct.pdf

Ermarini, Anggia. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Layanan VCT pada Populasi Berisiko Tinggi HIV/AIDS di Provinsi Banten

Tahun 2013. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

ibid. 2013. Panduan Penanggulangan AIDS Perspektif Nahdlatul Ulama. Jakarta: PP LKNU

Glanz, Karen, Lewis, F.M., Rimer, B.K (2008). Health Behavior and Health Education Theory, Research, and Practice. Fourth Edition. San Fransisco:

(24)

ibid. (1997). Health Behavior and Health Education: Theory, Research, and Practice. Second Edition. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Gordon, Ross dkk. 2006. The Effectiveness of Social Marketing Interventions for Health Improvement: What’s The Evidence?.UK: The Royal Institute of Public

Health

Hardiyanto. 2008. Modul Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana

Kasali, Renald. 2007. Membidik Pasar Indonesia. Jakarta: Gramedia

Keller, Anand Punam. 2008. Designing Effective Health Communications: A Meta-Analysis. USA: Tuck School of Business at Dartmouth American

Marketing Association

Kementrian Kesehatan. 2011. Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV (Voluntary Counseling dan Testing = VCT) Untuk Konselor HIV Panduan

Peserta. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

ibid. 2013. Rencana Aksi Nasional Pengendalian HIV-AIDS Sektor Kesehatan 2014-2019. Jakarta

ibid. 2013. Final Laporan HIV-AIDS Triwulan III 2013. Jakarta: P2PL Kemenkes. Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan

Dasar Puskesmas

http://bksikmikpikkfki.net/file/download/KMKNo.128Th2004ttg Kebijakan

DasarPuskesmas.pdf. diakses tanggal 15 Juli 2014 pukul 20.00 WIB.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1507/MENKES/SK/X/2005 Tentang Pedoman Pelayanan konseling dan

(25)

www.perpustakaan.depkes.go.id diakses tanggal 23 juni 2014 pukul 12.00 WIB

Komisi Penanggulangan AIDS. 2007. Voluntary Conseling Test (VCT). Jakarta.

http://kpa-provsu.org/vct.php

Kotler, Philip. (2002). Marketing Management, Millenium Edition. USA: Pearson Custom Publishing.

Laporan Bulanan Program Pengendalian Penyakit HIV-AIDS Kota Tangerang Selatan tahun 2014,

Lee, Nancy & Kotler. 2012. Social Marketing Influencing Behaviors for Good Fourth Edition. USA: SAGE Publication.

Maulana, Heri. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Milles, M.B. and Huberman, M.A. 1984. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication

ibid. 1984. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication dalam Sahid, Rahmat. 2011. Analisis Data Penelitian Kualitatif Model Miles Dan Huberman. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Moleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

(26)

Novelli, D. William. (1990). Applying Social Marketing to Health Promotion and Disease Prevention dalam Glanz, Karen, Lewis, F.M., Rimer, B.K. Health Behavior and Health Education Theory, Research, and Practice. First

Edition. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Nursalam, Kurniawati Ninuk D., 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

ibid. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Pusat Promosi Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Pembinaan dan Penyuluhan Kampanye Pencegahan HIV-AIDS “Aku Bangga

Aku Tahu” Bagi Fasilitator Kabupaten/Kota. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Puskesmas Ciputat. 2014. Formulir VCT. Ciputat: UPT Puskesmas Ciputat. ibid. 2014. Laporan Bulanan Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS/VCT) Juni

2014. Ciputat: Puskesmas

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010–2014

http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regulasi/kepmenkes/RENST

RA_2010-2014.pdf diakses tanggal 30 Juni 2014 pukul 21.00 WIB.

Rimawati, Eti, dkk. 2011. Ketrampilan Konselor Klinik VCT (Studi Kasus di BKPM Paru Semarang). Semarang: Semantik.

(27)

Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan RI.

Sampeluna, Noviana, dkk. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan DI RSUD Lakipadada Kabupaten Tana

Toraja, Makassar: Universitas Hasanudin

UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

http://www.kpi.go.id/download/regulasi/UU 32 -2004 - pemenrintahdaerah.

diakses tanggal 15 Juli 2014 pukul 20.00 WIB.

UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

dan daerah yang telah disempurnakan dengan UU No. 33 tahun 2004

ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/peraturan/uu/uu_33_2004.pdf diakses tanggal

15 Juli 2014 pukul 20.00 WIB..

WHO HIV Treatment. 2013. Core Epidemiological Slides HIV/AIDS Estimates 2013. United Stated: WHO.

Wulansari, Ayu. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Ibu Hamil untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Puskesmas Ciputat Tahun 2014. Jakarta:

(28)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Sedangkan AIDS adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh disebabkan oleh virus HIV. Infeksi tersebut menyebabkan penderita sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. (Kementrian Kesehatan: 2011)

Dewasa ini, epidemi HIV-AIDS masih menjadi masalah serius kesehatan masyarakat dunia, di negara maju maupun negara berkembang. Hal ini terbukti dengan komitmen global pada target ketujuh MDGs (Millenium Development Goals) 2015 yaitu menghentikan dan mulai menurunkan kecenderungan penyebaran penyakit HIV/AIDS. Data penemuan kasus WHO 2013 menunjukkan, tahun 2012 jumlah Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) di seluruh dunia diperkirakan sudah mencapai 35,3 juta (32,2-38,8 juta) dengan infeksi HIV baru mencapai 2,3 juta (1,9-2,7 juta) dan diperkirakan 1,6 juta (1,4-1,9 juta) orang meninggal karena AIDS. Setiap hari, sekitar 6.300 orang terinfeksi HIV, 700 orang pada anak-anak berusia dibawah 15 tahun, sekitar 5.500 infeksi pada orang remaja/dewasa muda berusia 15 tahun keatas, yaitu 47% wanita, 39% remaja usia 15-24 tahun (WHO: 2013).

(29)

– 440.000) orang. Prevalensi infeksi HIV pada remaja dan dewasa usia 15-49 tahun

sekitar 0,3% dan estimasi jumlah orang terinfeksi HIV dari remaja dan anak-anak berkembang menjadi AIDS sekitar 220 000 orang.

Menurut Kementrian Kesehatan (2011), cara penularan paling utama di Asia adalah melalui hubungan seks, dimana prevalensi HIV lebih dari 40%. Ledakan epidemi HIV dari penasun terjadi di 100 kawasan di seluruh dunia. Penggunaan alat suntik bersama lebih menonjol djumpai di banyak negara Asia, Eropa Timur dan Selatan. Dari sini dapat dilihat bahwa Benua Asia khususnya Asia Tenggara termasuk tertinggi kedua di dunia untuk kasus HIV-AIDS.

Kecenderungan epidemik baik tingkat global maupun regional secara umum membentuk tiga pola epidemi, yaitu epidemi meluas (HIV sudah menyebar di masyarakat umum), epidemi terkonsentrasi (HIV menyebar di kalangan sub populasi tertentu seperti kelompok pekerja seks), dan epidemi rendah (HIV telah ada, namun belum meluas ke sub populasi tertentu). Secara umum di Asia, negara yang tergolong epidemi generalisata yaitu Kamboja, sebagian India, Myanmar, dan Thailand. Epidemi terkonsentrasi yaitu sebagian China, Indonesia, Malaysia, Nepal dan Vietnam. Sedangkan epidemi rendah yaitu Bangladesh, Bhutan, Laos, Filipina, Republik Korea, dan Srilanka (Kementrian Kesehatan: 2011). Dari sini dapat dilihat bahwa Indonesia tergolong negara dengan epidemi terkonsentrasi.

(30)

pada kelompok umur 20–29 tahun (34,5%), kemudian diikuti kelompok umur 30–39 tahun (28,7%), kelompok umur 40-49 tahun (10,6%), kelompok umur 15-19 tahun (3,2%) dan 50-59 tahun (3,2%). Jumlah AIDS tertinggi adalah pada kelompok wiraswasta (5630), ibu rumah tangga (5353), karyawan (4847), buruh kasar (1897), penjaja seks (1771), petani, peternak, nelayan (1757), pelajar/ mahasiswa (1123). Sedangkan faktor risiko penularan terbanyak adalah melalui heteroseksual (60,9%), penasun (17,4%), diikuti penularan melalui perinatal (2,7%), dan homoseksual (2,8%). (Kementrian Kesehatan: 2013). Data menunjukkan bahwa infeksi HIV mulai menyebar ke masyarakat luas (epidemi generalisata), terutama kalangan ibu rumah tangga dan wiraswasta, selain dari penjaja seks.

Laporan triwulan III Kementrian Kesehatan 2013 menunjukkan, Provinsi dengan infeksi HIV terbanyak adalah DKI Jakarta (27.224), Jawa Timur (15.273), Papua (12.840), Jawa Barat (9.340), Jawa Tengah (5882), Bali (7791), Sumatera Utara (7588), Jawa Tengah (5882), Kalimantan Barat (3973), Kepulauan Riau (3640), Sulawesi Selatan (3563), Banten (2983). Sedangkan, sepuluh provinsi dengan kasus AIDS terbanyak adalah Papua (7.795 kasus), Jawa Timur (7.714 kasus), DKI Jakarta (6299 kasus), Jawa Barat (4131 kasus), Bali (3798 kasus), Jawa Tengah (3348 kasus), Kalimantan Barat (1699 kasus), Sulawesi Selatan (1660 kasus), Banten (957 kasus), dan Riau (951 kasus) (Kementrian Kesehatan: 2013).

(31)

total kasus HIV-AIDS. Sedangkan akses perawatan HIV di Banten hanya 1.906 (48%) dari 3.940 total kasus HIV-AIDS. Akses PDP ini juga mencakup akses VCT. Banten juga merupakan provinsi urutan kesembilan dengan kasus AIDS terbanyak di Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya masalah terkait dengan akses kesehatan HIV-AIDS di Provinsi Banten. Sedangkan, Profil Kesehatan 2012 menyebutkan, estimasi populasi berisiko HIV-AIDS tahun 2012 di Provinsi Banten cukup besar yaitu 20.000 orang yang terdiri dari WPS (Wanita Pekerja Seks), MSM (Man Sex Man), IDU (Injection Drug Use), dan Waria.

Dalam laporan triwulan III Kemenkes 2013 disebutkan, Kota Tangerang Selatan merupakan kota dengan angka temuan kasus terendah di Banten yaitu 17 kasus infeksi HIV dari total 28 kasus AIDS kumulatif. Selain itu, tiga Kab/Kota dengan angka temuan kasus terendah lain yaitu Kab. Pandeglang, Kab. Lebak, Kota Serang. Kabupaten/Kota dengan angka tertinggi dalam temuan kasus yaitu Kab. Tangerang 125 kasus dari 303 kasus, Kota Tangerang 85 dari total 302 kasus, Kota Cilegon 44 dari 82 total kasus, Kab. Serang 35 dari 91 kasus.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Banten 2012, Kota Tangerang Selatan memiliki estimasi populasi beresiko tertinggi kedua di Banten yaitu 18.488 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 11.741 Laki-laki Seks dengan Laki-laki (LSL), 236 Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL), 2.334 pelanggan WPSTL, 70 Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL), 1.196 pelanggan WPSL, 357 waria, 2.451 pelanggan waria, 103 orang pengguna jarum suntik (Dinas Kesehatan Banten: 2012).

(32)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV-AIDS. Peraturan ini mengatur upaya-upaya promotif, preventif, konseling testing HIV serta pengobatan sebagai landasan untuk meningkatkan upaya-upaya didalam penanggulangan HIV-AIDS. Program Konseling dan Tes HIV atau Voluntary Counseling and Testing (VCT) dianggap sebagai pintu masuk bagi masyarakat untuk

memperoleh akses ke semua layanan HIV-AIDS, penemuan kasus secara dini, pengobatan segera, serta peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku dalam pencegahan HIV (Kementrian Kesehatan: 2011).

Di Indonesia, Program penanggulangan HIV/AIDS melalui pengamanan darah, komunikasi-informasi dan edukasi (KIE) telah berjalan cukup baik, namun program pelayanan dan dukungan masih terbatas, khususnya program konseling dan tes sukarela (Voluntary Counselling and Testing). Di negara maju, VCT merupakan komponen

utama dalam program penanggulangan HIV/AIDS, tetapi sampai kini VCT belum merupakan strategi besar di negara berkembang, termasuk Indonesia (Rahmawati: 2011).

Voluntary counseling and testing (VCT) merupakan salah satu strategi

(33)

dapat dibangun di berbagai layanan yang terintegrasi di pelayanan kesehatan baik formal atau klinik yang terletak di komunitas (Kementrian Kesehatan: 2011).

Berdasarkan data laporan triwulan Kemenkes 2013, layanan HIV-AIDS di Indonesia yang aktif melaporkan sebanyak 899 layanan Konseling dan Tes HIV. Jumlah kunjungan masyarakat untuk VCT ada 203.654 orang. Namun, yang berhasil melakukan tes VCT sejumlah 187.061 orang, dengan kasus HIV positif sebanyak 10.210 orang atau 5,5 %. Profil Kesehatan 2012, sebanyak 4,152 orang beresiko yang berkunjung ke klinik VCT di Provinsi Banten. Hal ini masih sedikit jika di bandingkan dengan estimasi populasi berisiko HIV/AIDS tahun 2012 di Provinsi Banten yaitu sebanyak 20.000 orang (Profil Kesehatan: 2012).

Sedangkan di Kota Tangerang Selatan, menurut laporan triwulan III Kementrian Kesehatan tahun 2013, jumlah yang melakukan tes VCT di Puskesmas sebanyak 99 orang, yaitu 98 orang di Puskesmas Ciputat dan 1 orang di Puskesmas Jombang. Namun, dari 99 orang yang melakukan tes VCT di Puskesmas se-Tangerang Selatan, hanya terdapat sebanyak 17 orang yang terdeteksi HIV positif yaitu di Puskesmas Ciputat. Semua klien VCT ini hanya berasal dari populasi kunci atau kelompok populasi beresiko tinggi seperti transgender, pekerja seks, pengguna NAPZA, bukan masyarakat umum.

(34)

didominasi oleh kelompok kunci yang sebelumnya telah melakukan terapi metadon. Artinya, pelayanan tes VCT hanya dilakukan oleh sejumlah kecil kelompok, belum secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat luas sekitar Ciputat. Padahal, Kementrian Kesehatan (2011) mengatakan, sasaran VCT adalah masyarakat umum terutama penduduk usia 15 tahun keatas sesuai dengan Sasaran Strategis Pengendalian HIV-AIDS dan IMS tahun 2010-2014.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2014, dari tujuh kecamatan di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Kecamatan Ciputat merupakan dominan wilayah yang terdiagnosa oleh penyakit HIV AIDS. Ciputat merupakan zona merah kasus HIV-AIDS di Kota Tangerang Selatan dengan total kasus 83 orang. Wilayah tertinggi kedua yaitu Pamulang dengan total kasus 55 orang. Wilayah tertinggi ketiga yaitu Pondok Aren 47 orang.

Hasil wawancara dengan Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menyebutkan, potensi HIV-AIDS yang tidak terdeteksi masih cukup banyak mengingat adanya lokasi yang beresiko di Ciputat seperti di Alang-Alang, Tegal Rotan, Kampung Sawah, Pondok Kacang Timur, Setu, Victor dan beberapa layanan panti pijat. Puskesmas Ciputat merupakan salah satu Puskesmas yang memberikan layanan VCT di Tangerang Selatan, selain puskesmas Jombang dan puskesmas yang baru membuka layanan VCT seperti Puskesmas Pondok Aren, Setu dan Kampung Sawah. Layanan VCT ini bertujuan untuk menjaring pasien yang terinfeksi HIV terutama pasien yang berasal dari daerah ciputat dan sekitarnya.

(35)

penanggulangan HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat. Layanan VCT di Puskesmas Ciputat ini masih tergolong baru dua tahun beroperasi, namun termasuk puskesmas yang aktif menjaring pasien HIV dibanding dengan puskesmas yang lain.

Hasil wawancara mendalam dengan Penanggungjawab Program VCT di Puskesmas Ciputat menunjukkan, layanan VCT sudah beroperasi dari tahun 2010 setelah melalui pelatihan konselor VCT dari Kementrian Kesehatan RI. Namun, terdapat beberapa kendala yang dialami puskesmas dalam peningkatan layanan VCT. Kendala-kendala tersebut berupa kurangnya jumlah sumber daya kesehatan (SDM) VCT, baik SDM konselor yang melakukan layanan VCT, maupun koordinator pelayanan non medis yang melakukan upaya promosi kesehatan. Puskesmas mengaku, kendala yang dirasa paling prioritas adalah kurangnya upaya perencanaan pemasaran sosial program VCT pada masyarakat umum. Lemahnya perencanaan pemasaran sosial ini berdampak pada sedikitnya hasil penjaringan klien VCT.

Penanggungjawab program VCT di Puskesmas mengatakan, target VCT setiap bulan minimal ada 50 orang yang memeriksakan diri, namun kenyataannya terdapat kurang dari 20 orang saja dalam satu bulan. Berdasarkan hasil telaah dokumen laporan bulanan VCT Puskesmas Ciputat juni 2014, jumlah klien yang berkunjung bulan juni hanya sebanyak lima orang. Hal ini terlihat ada indikasi kurangnya minat masyarakat untuk mendatangi layanan VCT di Puskesmas Ciputat.

(36)

Bashir (2006) minat masyarakat dalam pemanfaatan layanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya dukungan kelompok acuan (keluarga, teman, tetangga) serta adanya kegiatan promosi kesehatan menggunakan strategi pemasaran sosial program.

Menurut Ermarini (2013), faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan layanan VCT di Banten yaitu umur, jenis kelamin, jenis populasi kunci dimana WPS sebagai reference, pengetahuan VCT, keyakinan manfaat VCT, dukungan LSM dan dukungan petugas kesehatan. Sedangkan yang tidak berhubungan adalah status perkawinan, pendidikan, pengetahuan HIV, dukungan teman, dukungan keluarga dan dukungan pasangan. Menurut Hardiyanto (2008) pada tahap pengetahuan tentang produk kesehatan, diperlukan program komunikasi yang menyampaikan isi secara rinci dan jelas dengan frekuensi penampilan pesan yang cukup tinggi agar ekspos cukup kuat untuk memberikan pengetahuan. Oleh karena itu diperlukan perencanaan pemasaran sosial program untuk menumbuhkan minat dalam pemanfaatan produk kesehatan.

Menurut pengakuan Penanggungjawab program VCT Puskesmas Ciputat, salah satu upaya pemasaran sosial yang telah dilakukan puskesmas yaitu sosialisasi program melalui lokakarya bulanan (lokbul), lokakarya mingguan (lokmin), rapat koordinasi kelurahan (rakorkel) dan setiap ada kesempatan di pelayanan kesehatan. Rata-rata klien yang datang periksa adalah orang yang sudah memanfaatkan layanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dan dari rujukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

(37)

pemasaran sosial program VCT masih belum optimal, sehingga berimbas pada sedikitnya jumlah klien yang memanfaatkan layanan VCT di Puskesmas Ciputat. Berdasarkan fakta tersebut, peneliti mengangkat masalah penelitian yaitu kurangnya minat masyarakat untuk melakukan pemeriksaan VCT yang disebabkan kurangnya perencanaan pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat.

Oleh karena itu, peneliti bermaksud melakukan kajian lebih mendalam tentang gambaran pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat Tahun 2014 yang meliputi perencanaan pemasaran sosial berupa identifikasi latar belakang, tujuan dan fokus program, analisis situasi, menentukan target sasaran, tujuan dan target pemasaran, faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku, bauran pemasaran, rencana pemantauan dan evaluasi, rencana anggaran dan perencanaan implementasi kampanye dan manajemen.

1.2 RUMUSAN MASALAH

(38)

VCT, semuanya berasal dari kelompok kunci, bukan kelompok masyarakat umum. Sedangkan, klien yang terdeteksi HIV positif hanya berjumlah 17 dari 99 orang. Pasien infeksi HIV tersebut rata-rata adalah pasien tetap yang sudah menggunakan layanan metadon dan rujukan dari LSM, padahal diluar itu masih banyak kelompok beresiko di wilayah Ciputat, Tangerang Selatan.

Berdasarkan hasil wawancara, pihak puskesmas mengakui bahwa kurangnya minat masyarakat ini disebabkan karena kurangnya perencanaan pemasaran sosial program VCT, meskipun sudah ada upaya sosialisasi layanan VCT pada masyarakat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kendala utama Puskesmas dalam pelaksanaan layanan VCT adalah rendahnya minat masyarakat terhadap program, serta kurangnya perencanaan pemasaran sosial program.

Atas dasar itu, peneliti ingin melihat gambaran pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat Tahun 2013. Dalam menentukan

(39)

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka berikut beberapa pertanyaan dalam penelitian ini:

1) Bagaimana gambaran perencanaan pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

2) Bagaimana gambaran perencanaan latar belakang, tujuan dan fokus program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

3) Bagaimana gambaran perencanaan analisis situasi pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

4) Bagaimana gambaran perencanaan segmentasi pasar pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

5) Bagaimana gambaran perencanaan tujuan dan target pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

6) Bagaimana gambaran perencanaan identifikasi faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku pemanfaatan program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

7) Bagaimana gambaran perencanaan pernyataan positioning pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

8) Bagaimana gambaran perencanaan bauran pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

9) Bagaimana gambaran perencanaan pemantauan dan evaluasi (monev) pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

(40)

11)Bagaimana gambaran perencanaan kampanye implementasi dan manajemen pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka berikut tujuan dari penelitian ini: 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perencanaan pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat

1.4.2Tujuan Khusus

1) Mengetahui gambaran perencanaan latar belakang, tujuan dan fokus program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

2) Mengetahui gambaran perencanaan analisis situasi pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

3) Mengetahui gambaran perencanaan segmentasi pasar pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

4) Mengetahui gambaran perencanaan tujuan dan target pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

5) Mengetahui gambaran perencanaan identifikasi faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku pemanfaatan program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

(41)

7) Mengetahui gambaran perencanaan bauran pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

8) Mengetahui gambaran perencanaan pemantauan dan evaluasi (monev) pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

9) Mengetahui gambaran serta kendala dalam perencanaan anggaran biaya pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

10) Mengetahui gambaran perencanaan kampanye implementasi dan manajemen pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas Ciputat

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1.5.1. Manfaat Bagi Puskesmas Ciputat

1. Mendapatkan masukan terkait perencanaan pemasaran sosial program VCT HIV-AIDS

1.5.2. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai perencanaan pemasaran sosial program VCT HIV-AIDS. 1.5.3. Manfaat Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan perencanaan pemasaran sosial program VCT HIV-AIDS.

(42)
(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HIV dan AIDS

2.1.1 Pengertian HIV

HIV adalah nama virus yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficency Virus, yaitu virus atau jasad renik yang sangat kecil yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia terdapat sel-sel darah putih yang berfungsi untuk melawan dan membunuh bibit atau kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh manusia, sehingga manusia tidak jatuh sakit. Inilah yang disebut sistem kekebalan yang merupakan daya tahan tubuh seseorang (Kemenkes: 2013).

Dalam sel darah putih, atau sistem kekebalan tubuh manusia terdapat sel CD4 (atau disebut juga sel T). Jika ada bibit penyakit, kuman atau virus yang masuk atau menyusup ke dalam tubuh, sel CD4 akan mengenali si penyusup ini, kemudian mengirimkan informasi tentang data-data si penyusup, sehingga tubuh memproduksi sel darah putih yang sesuai untuk menangkal atau membunuh kuman, virus atau bibit penyakit tersebut. Virus HIV yang masuk ke dalam tubuh manusia secara khusus menjadikan sel-sel CD4 sebagai target sasarannya, dengan cara menghancurkan dinding selnya, masuk dan berkembang atau memperbanyak diri di dalamnya, lalu keluar mencari sel CD4 yang lain dan melakukan serangan yang sama, sehingga lama kelamaan tubuh semakin banyak kehilangan sel-sel CD4 (Kemenkes: 2013)..

(44)

jumlah sel-sel CD4, mengakibatkan semakin sedikit sel-sel pertahanan yang terbentuk karena rusaknya sistem informasi sel darah putih. Akibatnya jumlah virus semakin banyak dalam tubuh dan semakin menguasai.

2.1.2 Pengertian AIDS

Pada saat tubuh telah begitu parah kehilangan sel-sel CD4 hal ini berarti orang tersebut telah masuk dalam kondisi AIDS. AIDS adalah sebutan untuk kondisi tubuh seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya telah sangat rusak, akibat serangan HIV. AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome yang artinya kumpulan gejala yang diakibatkan hilang atau berkurangnya kekebalan tubuh (Kemenkes: 2013).

Pada kondisi ini tubuh telah sangat parah kehilangan sistem kekebalannya, sehingga segala jenis kuman, virus dan bibit penyakit dapat menyerang tubuh tanpa dapat dilawan. Bahkan untuk serangan penyakit atau virus yang paling umum seperti influenza yang bagi orang sehat dapat hilang dengan sendirinya tanpa diobati, cukup dengan makan dan istirahat/tidur, tidak demikian halnya dengan orang dalam kondisi AIDS, baginya serangan influenza akan menetap lebih lama dan terasa lebih menyakitkan.

(45)

menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien (Kemenkes: 2013).

2.1.3 Cara Penularan HIV

Untuk berada di dalam tubuh manusia, HIV harus masuk langsung ke dalam aliran darah orang yang bersangkutan. Sedangkan di luar tubuh manusia HIV sangat cepat mati. HIV bertahan lebih lama di luar tubuh manusia hanya bila darah yang mengandung HIV tersebut masih dalam keadaan belum mengering. Dalam media darah kering HIV akan cepat mati. Di dalam tubuh manusia, HIV terutama terdapat dalam cairan: darah, cairan kelamin (cairan sperma dan cairan vagina), dan ASI (air susu ibu). Telah terbukti ketiga cairan inilah yang dapat menularkan HIV. (Kemenkes: 2013).

Penularan HIV terjadi jika ada kontak atau percampuran dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, yaitu:

- Melalui hubungan seksual

- Melalui darah, yaitu saat penggunaan jarum suntik yang tidak steril diantara

(46)

rahimnya, dan alat suntik atau benda tajam yang tercemar drah yang mengandung HIV (alat cukur, jarum akupuntur, alat tindik, dll).

- Melalui ASI, dari ibu yang mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya

Dua penyebab utama penularan (transmisi) HIV di Indonesia yaitu melalui hubungan seksual, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril diantara pengguna narkoba. (Kemenkes: 2013).

2.1.4 Mengetahui Status HIV

Untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV, harus dilakukan tes darah untuk melihat apakah ada zat anti-bodi HIV dalam darah, yang merupakan bukti terdapatnya HIV dalam darah. Tes ini disebut Tes anti-bodi HIV atau Tes HIV. Tes HIV ini termasuk bagian dari VCT (Voluntary Conselling and Testing) atau KTS (Konseling dan Tes HIV Sukarela) yang terdapat di hampir semua rumah sakit daerah. Orang yang terinfeksi HIV akan terlihat normal seperti orang sehat lainnya, dan mungkin dia sendiri juga tidak tahu bahwa dirinya mengidap HIV (Kemenkes: 2013)

2.1.5 Hal-Hal yang Tidak Menularkan HIV

HIV mudah mati di luar tubuh manusia, maka HIV tidak dapat ditularkan melalui kontak sosial sehari-hari seperti:

- Bersenggolan atau menyentuh - Berjabat tangan

(47)

- Menggunakan WC/toilet yang sama - Tinggal serumah

- Menggunakan piring/alat makan yang sama - Gigitan nyamuk atau serangga yang sama

2.1.6 Proses Infeksi

Secara singkat seseorang yang terinfeksi HIV akan mengalami tahapan yang dibagi dalam empat stadium (Kemenkes: 2013).:

1) Stadium Satu

Stadium ini dinamakan window period (periode jendela). Stadium ini dimulai sejak saat pertama terinfeksi HIV. Tidak ada tanda-tanda khusus, dalam beberapa hari atau beberapa minggu orang tersebut mungkin akan menjadi sakit dengan gejala-gejala mirip flu, yaitu adanya demam, rasa lemas dan lesu, sendi-sendi terasa nyeri, batuk, dan nyeri tenggorokan. Gejala-gejala ini akan berlangsung beberapa hari atau minggu saja, kemudian hilang dengan sendirinya.

Jika dilakukan tes darah untuk HIV, hasilnya mungkin negatif, karena belum terdeteksinya antibodi HIV dalam darah. Periode ini disebut Periode Jendela (window period) yaitu sejak masuknya HIV ke dalam tubuh, diikuti dengan perubahan serologis pada darah sampai tes anti-bodi terhadap HIV dinyatakan positif.

(48)

melawan virus tersebut. Pada HIV kebalikannya, jika ditemukan adanya anti-bodi HIV dalam tubuh itu adalah konfirmasi adanya HIV dalam tubuh. Meski masih dalam Periode Jendela, hasil tes darah untuk HIV masih negatif, namun orang tersebut sudah dapat menularkan HIV kepada orang sehat lainnya. (Kemenkes: 2013).

2) Stadium Dua

Stadium ini dinamakan HIV Positif Tanpa Gejala/Asimtomatik. HIV telah berkembang biak, dan hasil tes darah untuk HIV dinyatakan positif. Namun orang tersebut masih terlihat sehat, dan merasa sehat. Pada stadium ini tidak ada gejala yang terlihat, orang tersebut masih terlihat sama seperti orang sehat lainnya. Hal ini berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun.

3) Stadium Tiga

Stadium ini dinamakan munculnya gejala AIDS. Pada stadium ini, sistem kekebalan tubuh menurun. Mulai muncul gejala meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya, pembesaran kelenjar limfe atau kelenjar getah bening secara tetap dan merata, tidak hanya muncul di satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan. Flu terus menerus (Kemenkes: 2013). 4) Stadium Empat

(49)

(bronchi) atau paru-paru dan sarkoma kaposi, dan berbagai kanker. (Kemenkes: 2013).

2.1.7 Penyakit Penyerta AIDS

Jenis penyakit yang sering ditemukan pada pengidap yang telah masuk ke kondisi AIDS yaitu:

1) Penyakit paru-paru utama

- Pneumonia pneumocystis (PCP)

Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.

- Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). (Kemenkes: 2013).

(50)

2) Penyakit saluran pencernaan utama - Esofagitis

Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo).

Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).

Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV

3) Penyakit syaraf dan kejiwaan utama

(51)

infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.

- Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru

- Meningitis kriptokokal

Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

- Leukoensefalopati

(52)

- Kompleks demensia AIDS

Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin

- Kerusakan syaraf

Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah.

4) Kanker tumor ganas (malignan) - Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

- Kanker getah bening

(53)

misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL).

- Limfoma

Limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.

- Kanker leher rahim

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.

- Kanker lainnya, limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan

kanker anus.

5) Infeksi oportunistik lainnya

- Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak

spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. (Kemenkes: 2013).

- Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau

(54)

(setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.

2.1.8 Terapi untuk Pengidap HIV

Ada beberapa macam obat ARV, penggunaan ARV secara kombinasi (triple drugs) yang dijalankan dengan dosis dan cara yang benar mampu membuat jumlah

HIV menjadi sangat sedikit, bahkan sampai tidak terdeteksi. Menurut data Pokdisus AIDS FKUI/RSCM, lebih dari 250 ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) yang minum HIV secara rutin setiap hari, setelah 6 bulan jumlah viral load-nya (banyaknya jumlah virus dalam darah) tidak terdeteksi (Kemenkes: 2013).

Meski sudah tidak terdeteksi, pemakaian ARV tidak boleh dihentikan, karena jika dihentikan dalam waktu dua bulan akan kembali kekondisi sebelum diberi ARV. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan ARV.

Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan pengobatan tersebut, diantaranya karena:

- Adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir (diare, tidak enak

badan, mual, dan lelah),

- Terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan - Infeksi HIV tertentu yang resisten obat,

- Tingkat kepatuhan pasien, serta

(55)

Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. (Kemenkes: 2013).

Banyak faktor yang memengaruhi kecepatan perkembangan HIV dalam tubuh seseorang, diantaranya ialah:

- Kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh)

dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat.

- Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya

seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. - HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang

akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. - Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata

waktu berkembangan AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

2.1.9 Pencegahan Penularan HIV

(56)

situasi dan kondisi yang dapat membuat kita tertular, berperilaku sesuai dengan iman dan norma agama serta adat budaya luhur bangsa kita(Kemenkes: 2013)..

Ada tiga cara pencegahan penularan HIV (termasuk ABCDE) 1) Pencegahan penularan melalui hubungan seksual (ABC)

- A = abstinence = puasa, tidak melakukan hubungan seksual sebelum

menikah. Hubungan seksual hanya dilakukan melalui pernikahan yang sah. - B = be faithful = setia pada pasangan, yaitu jika telah menikah, melakukan

hubungan seksual hanya dengan pasangannya saja (suami atau istri sendiri). Tidak melakukan hubungan seksual diluar nikah.

- C = using condom = menggunakan kondom, yaitu bagi salah satu pasangan

yang telah terinfeksi HIV agar tidak menularkan kepada pasangannya. 2) Pencegahan penularan melalui darah (termasuk DE)

- D = drugs = tidak menggunakan narkoba, karena saat sakaw tidak ada

pengguna narkoba yang sadar akan kesterilan jarum suntik, apalagi ada rasa kekompakan untuk memakai jarum suntik yang sama secara bergantian, dan menularkan HIV dari pecandu yang telah terinfeksi kepada pecandu lainnya. - E = equipment = Mewaspadai semua alat-alat tajam yang ditusukkan ke

tubuh atau yang dapat melukai kulit, seperti jarum akupuntur, alat tindik, pisau cukur, agar semuanya steril dari HIV lebih dulu sebelum digunakan, atau pakai jarum atau alat baru yang belum pernah digunakan

- Mewaspadai darah yang diperlukan untuk transfusi, pastikan telah dites

(57)

3) Pencegahan penularan dari ibu kepada anak

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25-45%. Risiko ini semakin besar jika ibu telah masuk ke kondisi AIDS. Risiko dapat diturunkan jika dilakukan:

- Intervensi berupa pemberian obat antiretroviral (ARV) kepada ibu

selama masa kehamilan (biasanya mulai usia kehamilan 36 minggu); - Kemudian ibu melakukan persalinan secara bedah (Caesar); dan

- Ibu memberikan susu formula sebagai pengganti ASI, karena ASI ibu

yang mengidap HIV mengandung virus (HIV). 2.2 Voluntary Counseling and Testing (VCT)

2.2.1 Definisi VCT

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1507/Menkes/SK/X/2005 tentang pedoman pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela, konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan, ARV dan memastikan pemecahaman berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.

(58)

lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV dan manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas isu HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti dan menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan.

Konseling HIV/AIDS adalah dialog antara seseorang (klien) dengan pelayan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasikan diri dengan stress dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan HIV/AIDS (Nursalam: 2007). Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes: 2006)

2.2.2 Tujuan VCT

Menurut Nursalam (2007), VCT mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Upaya pencegahan HIV/AIDS.

b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan klien tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.

(59)

2.2.3 Tahap VCT

a. Sebelum Deteksi HIV (Pra Konseling)

Pra konseling disebut juga konseling pencegahan AIDS. Dua hal yang penting dalam konseling ini, yaitu aplikasi perilaku klien yang menyebabkan klien dapat berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS dan apakah klien mengetahui HIV/AIDS dengan benar. Tujuan konseling pra tes HIV ini adalah agar klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS, klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan dirinya, klien dapat menurunkan rasa kecemasannya, klien dapat membuat rencana penyesuaian diri dalam kehidupannya, klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes darah HIV/AIDS atau tidak (Nursalam: 2007)

b. Informed Consent – Testing HIV

(60)

Tes HIV adalah tes darah yang dilakukan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau belum. Hal ini perlu dilakukan agar seseorang bisa mengetahui secara pasti status kesehatannya, terutama status kesehatan yang menyangkut risiko perilaku seksualnya selama ini (Nursalam: 2007).

Prinsip Testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian (Depkes: 2006).

c. Konseling Pasca Testing

Konseling pasca testing merupakan kegiatan konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun negatif, konseling pasca tes sangat penting untuk membantu klien yang hasilnya positif agar dapat mengetahui cara menghindarkan penularan HIV kepada orang lain. Cara mengatasinya dan menjalani hidup secara positif. Bagi mereka yang hasil tesnya HIV negatif, maka konseling pasca tes bermanfaat untuk membantu tentang berbagai cara mencegah infeksi HIV di masa mendatang (Nursalam: 2007).

(61)

Secara Sukarela (Voluntary Counseling and Testing) Departemen Kesehatan (2006), prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT), terdiri dari:

a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV.

Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak ditangan klien. Kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan asuransi kesehatan.

b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif.

Gambar

Tabel 3.1 Matriks Definisi Istilah...................................................................51
Gambar 5.1 Peta Penyebaran Kasus HIV-AIDS Tangerang Selatan  2014...... 70
gambaran pemasaran sosial program VCT (Voluntary Conseling Test) di Puskesmas
gambaran perencanaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

5.2 Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2008

MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA.. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri seseorang sangat dibutuhkan, karena dengan keinginan atau dorongan yang murni atau alamiah berasal dari diri akan

The research used descriptive survey with a qualitative approach which was done and aims to explain the perception of Men Sex Men (MSM) about HIV/AIDS and VCT

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang HIV dan AIDS dengan minat melakukan VCT pada ibu rumah tangga di Kelurahan Sosromenduran,

Hasil Penelitian : umur rata-rata adalah 29,20 tahun, mayoritas Usia 20- 35 tahun, jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan, kunjungan VCT sebagian besar ngatif,