• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Voluntary Counseling and Testing (VCT)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1507/Menkes/SK/X/2005 tentang pedoman pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela, konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan, ARV dan memastikan pemecahaman berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.

Komisi Penanggulangan AIDS (2007) mendefinisikan Voluntary Counseling Test (VCT) sebagai proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara

lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV dan manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas isu HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti dan menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan.

Konseling HIV/AIDS adalah dialog antara seseorang (klien) dengan pelayan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasikan diri dengan stress dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan HIV/AIDS (Nursalam: 2007). Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes: 2006)

2.2.2 Tujuan VCT

Menurut Nursalam (2007), VCT mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Upaya pencegahan HIV/AIDS.

b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan klien tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.

c. Upaya pengembangan perubahan perilaku klien, sehingga secara dini mengarahkan klien menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.

2.2.3 Tahap VCT

a. Sebelum Deteksi HIV (Pra Konseling)

Pra konseling disebut juga konseling pencegahan AIDS. Dua hal yang penting dalam konseling ini, yaitu aplikasi perilaku klien yang menyebabkan klien dapat berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS dan apakah klien mengetahui HIV/AIDS dengan benar. Tujuan konseling pra tes HIV ini adalah agar klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS, klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan dirinya, klien dapat menurunkan rasa kecemasannya, klien dapat membuat rencana penyesuaian diri dalam kehidupannya, klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes darah HIV/AIDS atau tidak (Nursalam: 2007)

b. Informed Consent – Testing HIV

Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV dan tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan persetujuan tertulisnya. Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan bagi dirinya karena keterbatasan dalam memahami informasi maka tugas konselor untuk berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar dan dapat menyatakan persetujuannya (Depkes: 2006)

Tes HIV adalah tes darah yang dilakukan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau belum. Hal ini perlu dilakukan agar seseorang bisa mengetahui secara pasti status kesehatannya, terutama status kesehatan yang menyangkut risiko perilaku seksualnya selama ini (Nursalam: 2007).

Prinsip Testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian (Depkes: 2006).

c. Konseling Pasca Testing

Konseling pasca testing merupakan kegiatan konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun negatif, konseling pasca tes sangat penting untuk membantu klien yang hasilnya positif agar dapat mengetahui cara menghindarkan penularan HIV kepada orang lain. Cara mengatasinya dan menjalani hidup secara positif. Bagi mereka yang hasil tesnya HIV negatif, maka konseling pasca tes bermanfaat untuk membantu tentang berbagai cara mencegah infeksi HIV di masa mendatang (Nursalam: 2007).

2.2.4. Prinsip Pelayanan VCT

Secara Sukarela (Voluntary Counseling and Testing) Departemen Kesehatan (2006), prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT), terdiri dari:

a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV.

Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak ditangan klien. Kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan asuransi kesehatan.

b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif.

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam

menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif. d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT.

WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.

Dokumen terkait