• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perkara Cerai Talak dan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Salatiga

ANALISIS ALASAN DAN IMPLIKASI PERCERAIAN

A. Gambaran Perkara Cerai Talak dan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Salatiga

Perceraian merupakan bagian dari dinamika rumah tangga. Perceraian ada karena adanya perkawinan. Walaupun tujuan perkawinan bukan perceraian sebagaimana amanat Undang-undang, tapi perceraian merupakan sunnatullah dengan beragam penyebab yang melatar belakanginya. Pada prinsipnya, suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena berbagai hal. Dalam Undang-undang Pasal UU No. 1 Tahun 1974, putusnya perkawinan disebabkan karena tiga hal yaitu : kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Sebenarnya perceraian bisa dihindari jika suatu pasangan suami istri sama-sama menjalankan tanggung jawab masing-masing, maka akan terwujud ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntunan agama dan amanat Negara yaitu sakinah mawaddah, warahmah.

Wujud dari tanggung jawab sebagai suami istri itu sandiri adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban suami istri, sebagaimana dijelaskan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam BAB IV Pasal 30-34. Pasal 30 disebutkan, “suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”. Hal ini

menunjukkan bahwa harus ada semacam sinergisitas tanggung jawab yang harus dipikul bersama oleh suami dan istri dalam membina ruumah tangga

yang baik. Sehingga konsep rub „al-jinayat dalam fikih munakahat, yaitu

menata pengamanannya dalalm suatu tertib pergaulan yang menjamin ketentraman pasangan suami-istri dapat terealisasi secara sempurna.

Meskipun konflik keluarga tidak selamanya terselesaikan secara damai tanpa harus bercerai, namun jalan perceraian itu adalah sebuah perbuatan yang legal dan sah-sah saja untuk dilakukan, akan tetapi perceraian di dalam Islam amatlah tidak dianjurkan, karena Islam tetap memandang bahwa peerceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas hukum Islam, sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:

Artinya: “Dari Ibnu umar ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda “Sesuatu yang halal yang amat dibenci oleh Allah ialah Talak” (Rasjid, 2011: 401)

Perkara perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama Salatiga untuk diproses secara hukum terbilang cukup signifikan dengan jumlah yang semakin bertambah tiap tahunnya. Padahal kita tahu bahwa Pengadilan Agama, khususnya Pengadilan Agama Salatiga sendiri dalam azasnya selalu mempersulit perceraian dan lebih memprioritaskan perdamaian baik melalui cara mediasi maupun lainnya mediasi. Selain itu, dalam proses perceraian terlebih berkenaan masalah cerai gugat, di Indonesia harus dilakukan di depan lembaga taklik talak yang dalam hal ini adalah Pengadilan Agama, sebagaimana telah diatur Undang-undang Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974

yang isinya memuat ketentuan imperative bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan.

Dalam 5 tahun terakhir, angka perceraian di Indonesia meningkat lebih dari 40%. Sekitar 2 juta pasangan menikah tiap tahunnya dan sekitar 200.000 pasangan bercerai tiap tahun. Angka ini 10% dari angka pernikahan itu sendiri. Umumnya terjadi pada pernikahan yang masih berusia muda (di bawah 5 tahun). Alasan perceraian yang paling tinggi ialah ketidak harmonisan (Damayanti: online). Angka perceraian di Indonesia menduduki peringkat tertinggi dibanding Negara Islam lainnya (Bahari, 2012: 12). Gejolak yang mengancam kehidupan struktur keluarga ini semakin bertambah jumlahnya. Ironisnya dari berbagai kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga hampir 70% adalah gugatan perceraian oleh istri kepada suaminya, sedang sisanya adalah cerai talak dari permohonan suami. Hal ini menunjukkan bahwa telah ada semacam pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat.

Dahulu perceraian adalah hak mutlak dari seorang suami yang dijatuhhkan kepada istrinya dengan sebab yang beragam di antaranya karena permasalahan sudah tidak adanya rasa ketenangan dan keharmonisan dalam rumah tangga dan lain sebagainya. Selain itu, dahulu istri paling khawatir atau takut jika diceraikan oleh suaminya, namun kenyataan sekarang yang terjadi menunjukkan bahwa sebagian besar istrilah yang lebih banyak mengajukan cerai ke Pengadilan Agama. Pergeseran nilai ini merupakan fenomena sosial

yang menyangkut kultur budaya di masyarakat yang menganggap lebih modern dan mapan. Keberanian istri dalam mengajukan gugatan cerai mengindikasikan perkembangan positif kesadaran perempuuan akan hak-haknya yang mulai meningkat. Dari yang dulunya masih takut-takut ketika hak-hak dirinya apabila dalam rumah tangganya merasa dizhalimi oleh suami, maka perempuan tersebut tidak merasa enggan lagi untuk melaporkan ketidak adilan dan kekerasan yang terjadi pada rumah tangganya, bahkan gugat cerai istri kepada suami sudah menjadi hal yang dipandang biasa pada masa sekarang.

Dalam praktiknya yang terjadi di Pengadilan Agama Salatiga, percerain yang dilakukan oleh istri atau yang lebih dikenal dengan cerai gugat mengalami kenaikan atau bahkan lebih tinggi volumenya dibandingkan dengan perkara cerai talak. Melonjaknya angka perceraian terlihat jelas sekali mulai tahun 2015 hingga 2016. Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2015 telah menangani perkara cerai talak sebanyak 379 perkara, sedangkan cerai gugat sebanyak 945 perkara, kemudian tahun 2016 cerai talak sebanyak 368 perkara, sedangkan cerai gugat sebanyak 948 perkara. Dari data perkara perceraian tahunan di Penadilan Agama Salatiga tersebut dapat kita lihat, bahwa dalam kurun waktu dua tahun telah terjadi kenaikan perceraian yang terjadi pada cerai gugat namun cerai talak mengalami penurunan. Terjadinya penurunan perkara cerai talak di tahun 2016 dari tahun sebelumnya namun berbanding terbalik dengan perkara cerai gugat yang mengalami penambahan perkara yang melebihi separuh dari perkara cerai talak. Fenomena ini sungguh

sangat disayangkan sekali ketika kasus perkara cerai yang diajukan suami kepada istri tergolong rendah kenaikan tiap tahunnya, namun melihat perkara cerai yang diajukan istri kepada suami justru mengalami kenaikan berkali setiap tahunnya sebagaimana pada keterangan di atas. Untuk lebih mudahnya, berikut adalah grafik perkara perceraian di Pengadilan Agama Salatiga;

Gambar 4.1. Data perceraian di Pengadilan Agama Salatiga

B. Analisis Alasan Cerai Talak dan Cerai Gugat di Pengadilan Agama