• Tidak ada hasil yang ditemukan

CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT DI PEGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2015-2016 (Analisis Alasan dan Implikasi Perceraian) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT DI PEGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2015-2016 (Analisis Alasan dan Implikasi Perceraian) SKRIPSI"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT

DI PEGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2015-2016

(Analisis Alasan dan Implikasi Perceraian)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

RIYADUS SOLICHIN

211-12-005

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

(2)
(3)

CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT

DI PEGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2015-2016

(Analisis Alasan dan Implikasi Perceraian)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

RIYADUS SOLICHIN

NIM : 21112005

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

(4)

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan Hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Riyadus Solichin

NIM : 21112005

Judul : CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT DI

PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2015-2016 (ANALISIS ALASAN DAN IMPLIKASI PERCERAIAN)

dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan

dalam sidang munaqasyah.

(5)

KEMENTRIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(6)

PERYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Riyadus Solichin

NIM : 21112005

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syari‟ah

Judul Skripsi : CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN

AGAMA SALATIGA TAHUN 2015-2016 (ANALISIS ALASAN DAN IMPLIKASI PERCERAIAN)

menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 16 Maret 2017 Yang menyatakan,

(7)

MOTTO

(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunian-Nya, shalawat salam semoga tetap tercurah kepada rasulullah SAW, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Bapak dan Ibuku tercinta, almarhum Bapak Sahudi dan Ibu Himawati

karya ini terangkai dari keringat, kasih sayang dan do‟amu. Setiap keringat

dan kasih sayangmu yang keluar karenaku menjelma dalam setiap huruf, setiap do‟a yang terpanjat menyatu menyampuli karya hidupku.

 Adikku yang aku banggakan dik Mar‟atus Solikhah, semangat belajarmu

menjadi cambuk dan semangatku pula tuk belajar selalu. Semoga karya ini mampu membuatmu bangga dan mampu menggantikan peranku sebagai kakak yang selama ini belum bisa menjadi kakak yang baik bagimu karena masih terabai oleh ego dan inginku.

 Saudara, sahabat, dan orang yang saya cintai yang belum bisa saya

(9)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirahim

Alhamdulillahhirobbil‟alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah dan taufiq-Nya kepada

penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “CERAI

TALAK DAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA

TAHUN 2015-2016 (ANALISIS ALASAN DAN IMPLIKASI PERCERAIAN)”

tanpa halangan yang berarti.

Shalawat serta salam penulis ucapkan kepada nabi Akhiruzaman, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah visioner yang telah memberikan spirit perjuangan kepada penulis dan semoga kita semua sebagai umatnya mendapatkan Syafaatnya min hadza ila yaumil qiyamah, Aamiin Yaa

Robbal‟alamin.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan bayak terima kasih kepada:

1. Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dra. Siti Zumrotun, M.Ag., Selaku Dekan Fakultas Syariah yang juga

selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas membimbing,

mengarahkan, serta mencurahkan waktu dan tenaganya kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

(10)

4. Moh. Khusen M.Ag., M.A., selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama IAIN Salatiga yang telah membimbing dan membina penulis baik selama penulis menerima beasiswa bidikmisi maupun sewaktu penulis sebagai wakil ketua DEMA IAIN Salatiga.

5. Dr. Ilyya Muhsin, S.HI., M. Si,. Selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syari‟ah yang telah membimbing

penulis sewaktu menjadi ketua DEMA Fakultas Syari‟ah periode 2015.

6. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat

bermanfaat.

7. Kepada Ibu dan adik penulis yang telah memberikan dan mencurahkan

segala kemampuannya untuk mendukung memenuhi keinginan penulis untuk tetap bersekolah. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada.

8. Sahabat-sahabati PMII Salatiga dari Rayon, Komisariat hingga Cabang

yang senantiasa memberi ilmu, masukan dan hiburan di saat aku lalai dalam pergerakan dan perjuanganku.

9. Segenap sahabat-sahabatku pengurus HMJ Syari‟ah periode 2013, HMJ

Syari‟ah dan Ekonomi Islam periode 2014, Dewan Mahasiswa (DEMA)

Fakultas Syari‟ah periode 2015 dan Dewan Mahasiswa (DEMA) IAIN Salatiga periode 2016.

10.Seluruh teman-teman seperjuanganku di Ahwal Al Syakhshiyyah angkatan

(11)

11.Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 16 Maret 2017

Riyadus Solichin

(12)

ABSTRAK

Solichin, Riyadus. “Cerai Talak Dan Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Tahun

2015-2016 (Analisis Alasan dan Imlikasi Perceraian)”. Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

Kata Kunci: Pernikahan, Cerai, Cerai Talak, Cerai Gugat.

Penelitian ini berusaha mengungkap problematika yang dahulu tabu dimasyarakat namun sekarang malah menjadi hal yang biasa terjadi yaitu perceraian. Penelitian ini penelitian berusaha membandingkan perceraian yaitu antara cerai talak dan cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Salatiga. Pertayaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat di Pengadilan Agama Kota Salatiga? Bagaimanakah implikasi cerai talak dan cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2015-2016?

Melalui penelitian kualitatif, peneliti berusaha untuk mengungkap fokus permasalahan diatas. Dengan metode tersebut kami melakukan wawancara kepada beberapa narasumber sesuai dengan data yang peneliti butuhkan. Dan untuk mendukung penelitian ini, peneliti juga mencari sumber-sumber/ literature yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Peneliti juga akan menggunakan data serta dokumentasi yang ada. Dan untuk menguji hasil temuan data tersebut maka peneliti menganalisis data dengan menggunakan kerangka teoritik yang peneliti susun.

(13)

DAFTAR ISI

Sampul

Lembar Berlogo

Judul ... i

Nota Pembimbing ... ii

Pengesahan Kelulusan ... iii

Pernyataan Keaslian ... iv

Motto ... v

Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Abstrak ... x

Daftar Isi... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Penegasan Istilah ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 11

(14)

H. Sistematika Penulisan ... 24

BAB II CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN 1. Pengertian Perceraian ... 26

2. Macam-macam dan Cara Pemutusan Hubungan Perkawinan ... 35

3. Alasan-alasan Perceraian... 43

B. PROSES MENGAJUAN PERCERAIAN 1. Proses mengajuan Cerai Talak ... 44

2. Proses mengajukan Cerai Gugat ... 46

3. Tatacara Perceraian ... 48

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA A. PROFIL PENGADILAN AGAMA SALATIGA 1. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga ... 65

2. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga... 71

3. Visi Misi Pengadilan Agama Salatiga ... 71

4. Struktur Pengadilan Agama Salatiga... 72

5. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga ... 73

B. PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA ... 74

(15)

D. ANGKA PERCERAIAN CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA

1. Cerai Talak di Pengadilaan Agama Salatiga ... 78

2. Cerai Gugat di Pengadilan Agama Salatiga ... 78

E. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERCERAIAN

1. Faktor Cerai Talak ... 79 2. Faktor Cerai Gugat ... 81 BAB IV ANALISIS ALASAN DAN IMPLIKASI PERCERAIAN

A. GAMBARAN PERKARA CERAI TALAK DAN CERAI

GUGAT DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA ... 87

B. ANALISIS ALASAN CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT DI

PENGASILAN AGAMA SALATIGA... 91

C. ANALISIS IMPLIKASI CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT

DI PENGADILAN BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 110 B. Saran ... 112 DATAR PUSTAKA ... 113

(16)

DAFTAR TABEL

1. Table 1.1 Daftar cerai talak dan cerai gugat ... 7

2. Table 3.4 data cerai talak ... 78

3. Table 3.5 data cerai gugat ... 78

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Daftar Riwayat Hidup

Lampiran II Penunjukan Pembimbing Skripsi

Lampiran III Permohonan Izin Penelitian

Lampiran IV Daftar Nilai SKK

(18)

DAFTAR TABEL

1. Table 2.1 Daftar Informan Penelitian ... 16

2. Table 3.1 Fasilitas Pendidikan di Desa Sidoharjo ... 66

3. Table 3. 2 Proful Pelaku Perkawinan Poliandri ... 74

4. Table 3. 3 Bentuk Keluarga Berdasarkan Pemukiman ... 83

5. Table 3. 4 Bentuk Keluarga Berdasarkan Jenis Anggota Keluarga ... 85

6. Table 3. 5 Bentuk Keluarga Berdasarkan Bentuk Perkawinan ... 86

7. Table 3. 6 Bentuk Keluarga Berdasarkan Jenis Perkawinan ... 88

8. Table 4. 3 Dampak Hukum Perkawinan Poliandri ... 98

9. Table 4. 2 Dampak Sosiologis Perkawinan Poliandri ... 106

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Daftar Riwayat Hidup

Lampiran II Penunjukan Pembimbing Skripsi

Lampiran III Permohonan Izin Penelitian

Lampiran IV Daftar Nilai SKK

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal penciptaan alam semesta dan seisinya, Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi ini berpasang-pasangan termasuk di dalamnya laki-laki dan perempuan. Dalam upaya menghalalkannya, manusia memiliki aturan yang berbeda dari makhluk yang lain, yaitu adanya pernikahan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 menyebutkan

tentang pengertian pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan

ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakaan ibadah (Departemen Agama RI, 2000: 14).

Pernikahan adalah sebuah karunia dari Allah SWT kepada hamba-Nya karena pernikahan dapat memberikan rasa ketentraman, kedamaian dan rasa cinta kasih antara pasangan suami istri, seperti firman Allah SWT dalam surat Ar Rum ayat 21 yang berbunyi:

ْنُكٌَْيَب َلَعَجَو بَهْيَلِااْىٌُُكْسَتِّل بًجاَوْصَا ْنُكِسُفًَْا ْيِّه ْنُكَل َكَلَخ ْىَا هِتيا ْيِهَو

(21)

Para ulama memerinci makna lafal nikah menjadi empat macam.

Pertama, nikah diartikan akad yang sebenarnya dan diartikan percampuran

suami istri dalam arti kiasan. Kedua, sebaliknya nikah diartikan

percampuran suami istri dalam arti sebenarnya dan akad berarti kiasan.

Ketiga, nikah lafal musytarak (mempunyai dua makna yang sama).

Keempat, nikah diartikan adh-damm (bergabung secara mutlak) dan al-ikhtilath (percampuran). Dari keterangan tersebut, jelas bahwa nikah diucapkan pada dua makna yaitu akad pernikahan dan hubungan intim antara suami dan istri. Nikah menurut syara‟ maknanya tidak keluar dari

dua makna tersebut (Azzam, 2009: 38)

Perkawinan mempunyai tujuan seperti dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pada pasal 1 yang disebutkan bahwa:

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan naluri hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya (Basyir, 2007: 13).

(22)

sakinah mawaddah warahmah” (Departemen Agama RI, 2000: 14). Menurut ajaran agama Islam, menikah adalah menyempurnakan agama. Oleh karenanya, barang siapa yang menuju kepada pernikahan, maka dia telah berusaha menyempurnakan agamanya dan berarti juga turut berjuang untuk kesejahteraan masyarakat.

Setiap pasangan yang telah melangsungkan pernikahan dan memulai lembaran baru dalam kehidupannya menuai kebahagiaan pada awal perjalanannya. Namun selang beberapa tahun bahkan beberapa bulan sejak pernikahannya akan ada masalah-masalah yang bermunculan di tengah-tengah keluarga, yang disebabkan oleh beberapa pengaruh dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Pada era yang bebas akan konsumsi informasi dari TV, smartphone yang semakin canggih akhir-akhir ini, dimungkinkan banyak sekali menyumbangkan kontribusi yang besar bagi ketidak keharmonisan sebuah keluarga.

(23)

Perceraian merupakan solusi akhir dari semua konflik yang tidak kunjung ditemukan solusinya. Menurut hukum positif di Indonesia perceraian hanya dapat dilakukan melalui Pengadilan Agama untuk masyarakat yang beragama Islam, sesuai dengan UU No.7 tahun 1989 jo. UU No. 50 tahun 2009. Hal tersebut juga diatur dalam Kompalasi Hukum Islam (KHI) pasal 113, perkawinan dapat putus karena: kematian, perceraian dan atas putusan Pengadilan(Departemen Agama RI, 2000: 56).

Perceraian pada hakekatnya adalah suatu proses dimana hubungan suami istri tidak ditemui lagi keharmonisan dalam keluarga. Mengenai definisi perceraian dalam undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 tidak diatur secara eksplisit, melainkan hanya menentukan bahwa perceraian hanyalah satu sebab dari putusnya perkawinan, disamping sebab lain yakni kematian dan putusan pengadilan. Perceraian ialah penghapusan perkawinan karena keputusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu (Subekti, 1953: 42). Dengan diberlakukannya UU No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana peraturan itu juga dijadikan sebagai hukum positif di Indonesia, maka terhadap perceraian diberikan pembatasan yang ketat dan tegas baik mengenai syarat-syarat untuk bercerai maupun tata cara mengajukan perceraian, hal ini dijelaskan dengan ketentuan pasal 39 UU No 1 tahun 1974 yaitu:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan

(24)

2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri;

3. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam

peraturan perundangan tersebut.

Selanjutnya pada pasal 115 KHI disebutkan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (Departemen Agama RI, 2000: 56)

Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 prinsipnya memperketat terjadinya perceraian, dimana perceraian hanya dapat dilaksanakan di hadapan sidang pengadilan, dengan alasan-alasan tertentu. Putusnya perkawinan dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian, maka dari berbagai peraturan tersebut dapat diketahui ada dua macam perceraian yaitu cerai gugat dan cerai talak.

Cerai talak hanya berlaku bagi mereka yang beragama Islam dan diajukan oleh pihak suami. Cerai talak adalah istilah yang khusus digunakan di lingkungan Peradilan Agama untuk membedakan para pihak yang mengajukan adalah suami, sedangkan cerai gugat yang mengajukan adalah dari pihak istri. Sebagaimana disebutkan dalam Kompilasi Hukum

Islam pasal 114, bahwa: “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena

perceraian dapat terjadi karena talak ataupun berdasarkan gugatan perceraian” (Departemen Agama RI, 2000: 56).

(25)

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua)

tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun

atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan

berat yang membahayakan pihak lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit

dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan

dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

g. Suami menlanggar taklik talak;

h. Peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidak rukunan dalam rumah tangga (Departemen Agama RI, 2000: 57).

Pengadilan dalam hal ini adalah Pengadilan Agama berkontribusi besar dalam upayanya menjaga keutuhan rumah tangga yang sedang dilanda permasalahan-permasalahan dari rumah tangga yang diajukan gugatannya ke pengadilan melalui mediasi-mediasi yang diusahakan oleh majelis hakim. Namun pengadilan juga tidak segan-segan memutuskan suatu pernikahan apabila proses mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil dan salah satu dari kedua belah pihak masih tetap kekeh pada gugatannya.

(26)

sekalipun. Dan dari rumah tangga tersebut, salah satu pihak menuntut untuk bercerai dengan melayangkan gugatan, baik cerai talak maupun cerai gugat ke Pengadilan Agama dalam hal ini adalah Pengadilan Agama Kota Salatiga.

Penulis tertarik meneliti mengenai cerai talak dan cerai gugat dan berusaha untuk menganalisis dari alasan dan implikasinya. Pemilihan tempat penelitian di Kota Salatiga dikarenakan angka kasus perceraian yang diajukan cukup tinggi setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada laporan tahunan Pengadilan Agama Salatiga tahun 2015 dan 2016 tentang cerai talak dan cerai gugat, sebagai berikut:

Tabel 1.1 daftar cerai talak dan cerai gugat

No Bulan Tahun 2015 Tahun 2016

Sumber laporan tahunan Pengadilan Agama Salatiga

(27)

sangatlah menarik untuk diteliti, yang memang sebenarnya perkara perceraian adalah perkara yang halal namun dibenci oleh Allah SWT. akan tetapi banyak sekali masyarakat yang menjalaninya. Maka dari itu, penulis mencoba mengangkat persoalan yang terjadi, sehingga diangkatlah judul

“CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA

TAHUN 2015-2016 (Analisis Alasan dan Implikasi Perceraian)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang di atas, maka dapat ditarik permasalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya cerai talak

maupun cerai gugat di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2015-2016?

2. Bagaimanakah implikasi cerai talak dan cerai gugat yang terjadi di

Pengadilan Agama Salatiga tahun 2015-2016?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya cerai talak

maupun cerai gugat di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2015-2016.

2. Mengetahui implikasi cerai talak dan cerai gugat yang terjadi di

(28)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dapat menyumbangkan informasi dan wawasan

terkait praktek-praktek Hukum Islam khususnya dalam masalah hukum Perceraian yang berkembang di masyarakat.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber bahan rujukan ilmiah bagi

para peneliti.

c. Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi ilmu bagi para

pembaca pada umumnya dan bagi para mahasiswa IAIN Salatiga pada khusunya.

2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi tentang potensi-potensi terjadinya perceraian dalam upayanya membangun keharmonisan keluarga agar terwujudnya

keluarga yang sakinah mawaddah dan warahmah dapat menangani

(29)

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi peneliti mengenai pentingnya menjaga keutuhan keluaga yang harus dijaga oleh baik suami dan istri.

b. Bagi Pasangan yang telah menikah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pasangan yang telah menikah supaya senantiasa menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangganya agar tidak sampai bercerai.

c. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau bahan pertimbangan oleh pemerintah dalam merumuskan kembali aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan mengenai prosesi perceraian, suapaya pemerintah bisa menekan angka perceraian.

E. Penegasan Istilah

Supaya tidak terjadi kesalahpahaman pengertian dalam memahami topik penelitian ini, maka peneliti perlu memberikan penegasan istilah untuk beberapa kata yang terlihat masih abstrak, sehingga mempermudah pemahaman selanjutnya, antara lain sebagai berikut:

1. Pernikahan

(30)

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU No 1 tahun 1974) dan didalam KHI (pasal 2) pengertian pernikahan, yaitu akad yang sangat

kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakaan ibadah (Departemen Agama RI, 2000: 14).

2. Perceraian

Kata cerai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: v

(kata kerja), 1. pisah; 2. putus hubungan sebagai suami istri; talak.

Kemudian, kata perceraian mengandung arti: n (kata benda), 1.

Perpisahan; 2. Perihal bercerai (antara suami istri); perpecahan.

Adapun kata bercerai berarti: v (kata kerja), 1. Tidak bercampur

(berhubungan, bersatu, dsb) lagi: 2. Berhenti berlaki bini (suami istri) (KBBI, 1997: 185).

Perceraian dalam bahasa Arab disebut dengan talak. Menurut

bahasa talak berasal dari kata “ithlaq” yang berarti melepaskan atau

meninggalkan. Menurut istilahnya yaitu atinya “melepaskan ikatan

(31)

3. Cerai Talak

Cerai talak yaitu perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan (diikrarkan) di depan sidang Pengadilan

Agama (vide. Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 PP No. 9 Tahun 1975)

4. Cerai gugat

Cerai gugat yaitu Perceraian yang diajukan gugtana cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (vide Pasal 20 sampai dengan Pasal 36).

F. Tinjauan Pustaka

Dari hasil penelusuran penulis, ditemukan beberapa karya ilmiah yang membahas tentang cerai talak dan cerai gugat, di antaranya:

1. Skripsi dengan judul “Analisis Hukum Islam terhadap Frekuensi Cerai

Talak dan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Bangkalan dan

Pengadilan Agama Surabaya (Studi Komparasi Terhadap Cerai Talak

(32)

Kabupaten Bangkalan lebih besar dibandingkan cerai gugat, hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran hukum pada masyarakat bangkalan. Sedangkan di Kota Surabaya berbanding terbalik dengan yang terjadi di Bangkalan, cerai gugat justru lebih besar daripada cerai talak, hal ini disebabkan kesadaran hukum yang tinggi pada masyarakat Surabaya.

2. Skripsi dengan judul “Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan

Agama Sidoarjo (Studi Kasus Tahun 2004 sampai 2006)” oleh Agung Rohmawanto pada tahun 2008. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor penyebab cerai gugat yang tertinggi di Kabupaten Sidoarjo kurun waktu 3 tahun, yakni 2004 sampai 2006 adalah tidak adanya tanggung jawab suami dan perselisihan yang terus menerus terjadi.

3. Skripsi dengan judul “Fenomena Cerai Gugat (Studi Data Cerai

(33)

Dari beberapa karya tulis ilmiah di atas, penulis melakukan penelitian yang berbeda, yakni lokasi dan tahun yang berbeda, penulis melakukan penelitian di Pengadilan Agama Salatiga tentang perkara cerai talak dan cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2015 dan 2016, sehingga tidak mengulangi penelitian yang sudah ada.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian dan pendekatan

Untuk membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian, penulis menggunakan metode kualitatif dan beberapa pendekatan untuk menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Secara jelasnya penulis akan paparkan sebagai berikut:

a. Penelitian kualitatif

Dalam buku Prof. Dr. Lex J. Moleong, M.A dari kutipan

Bogdan dan Taylor (2011: 4) bahwa, “metode kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Dari pengertian tersebut, sudah barang tentu sesuai

(34)

Penelitian ini termasuk field research, berarti penelitian lapangan yaitu penelitian obyek di lapangan untuk mendapatkan data, gambaran yang jelas dan konkrit tentang perkara perceraian yang telah diputus oleh Pengadilah Agama Salatiga.

b. Pendekatan

Pendekatan yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan dua keadaan atau lebih, hubungan antar variable, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi dan lain-lain. Selain itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normative, yakni sebuah pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, produk-produk hukum, perbandingan konsep hukum, sejarah ataupun idiologi yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat ukum (Soekanto & Mamudji, 1995: 13-14).

(35)

informasi mengenai alasan-alasan pengajuan cerai talak dan cerai gugat serta implikasi yang timbulkan dari perceraian tersebut. Diharapkan melaui penelitiaan ini mampu menguak apa yang menjadi rumusan masalah yang penulis rumuskan sebelumnya

c. Kehadiran Peneliti

Melalui penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data. Peneliti datang dan secara langsung berinteraksi dengan subyek penelitian dan melakukan wawancara mendalam dan aktivitas-aktivitas lainnya demi memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini. Peneliti terjun langsung kepada subyek penelitian, tanpa mewakilkan kepada orang lain, supaya kegiatan yang berkaitan dengan menggali, mengidentifikasi data informasi dapat diperoleh secara akurat.

d. Lokasi Penelitian

Adapun untuk lokasi penelitian yaitu berada di Pengadilan Agama Kota Salatiga, Jl Lingkar Selatan Dukuh Jagalan Rt 14 Rw 05 Cebongan Salatiga, Telp (0298) 322853, Fax (0298) 325243

2. Kebutuhan dan Sumber Data

(36)

a. Data primer

Data primer: data yang diperoleh dari berbagai sumber, data yang diperoleh langsung dari penelitian, termasuk apa yang didengar dan disaksikan oleh penulis.

1) Informan

Adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi seorang informan harus memiliki banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi tim anggota penelitian walaupun hanya bersifat informal, sebagai anggota tim dengan kebaikanya dan kesukarelaanya ia dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat (Moleong, 2002: 90). Dalam penelitian ini adalah hakim, panitera dan pegawai di Pengadilaan Agam Kota Salatiga.

2) Dokumen

(37)

maupun surat-surat keterangan, baik itu berupa putusan-putusan pengadilan dan dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, hasil kajian buku-buku karya lmiah serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan penelitia ini adalah sebagai berikut :

1) Undang-undang Perkawinan no. 1 tahun 1974

2) Kompilasi Hukum Islam (KHI)

3) PP No. 9 Tahun 1975

4) Al-Qur‟an dan Hadits

5) Buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini

6) Arsip-arsip yang mendukung

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik yakni:

a. Observasi

(38)

pengumpul data dalam event yang diamati, observasi dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Observasi partisipan/partisipatoris

Dalam obsetvasi jenis ini peneliti adalan bagian dari apa yang diamati.

2) Observasi nonpartisipan/nonpartisipatoris

Dalam pengamatan ini peneliti tidak berada di dalam atau melakukan keterlibatan dalam kegiatan yang diamati. Namun peneliti di sini hanya akan menggunakan observasi partisipan/ partisipatoris, supaya data yang diperoleh saat

observasi merupakan data yang real di lapangan yakni di

Pengadilan Agama Kota Salatiga.

b. Wawancara

Dalam teknik wawancara penulis melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan dalam hal ini hakim pengadilan dan panitera di lingkungan Pengadilan Agama Kota Salatiga yang mengetahui kondisi sosial dari gejala tersebut untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.

c. Dokumentasi

(39)

Dalam penelitian ini, dokumentasi yang dimaksud adalah pengambilan beberapa fenomena keluarga yang diteliti, prosesi penelitian baik itu wawancara maupun observasi.

d. Catatan Lapangan

Catatan lapangan merupakan catatan yang peneliti buat di lapangan pada saat melaksanakan penelitian yang berisikan informasi penting apa saja yang didapatkan peneliti berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dirasakan saat melaksanakan observasi lapangan.

e. Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis, Dalam penganalisisan data tersebut penulis menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk urian sebagai berikut:

1) Reduksi Data

Yaitu dengan melakukan proses identifikasi satuan unit.

2) Kategorisasi

Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan.

3) Sintesisasi

(40)

4) Menyusun Hipotesis Kerja

Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang proporsional (Moleong, 2011: 288-289).

f. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam rangka mendapatkan informasi yang factual dan terperinci, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengecekan data yang diurai sebagai berikut:

1) Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai sebuah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Artinya melalui teknik ini data pokok yang ada akan dibandingkan dengan data pendukung lainnya, baik berdasarkan sumber, metode, penyidik dan teori.

2) Uraian Rinci

Dalam teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin.

3) Auditing

Auditing adalah proses pemeriksaan kebergantungan dan kepastian data dalam penelitian. Jadi nantinya segala bentuk informasi yang didapatkan baik berbentuk catatan ataupun data

lainnya akan sangat bermanfaat dalam proses auditing (Syafi‟i dkk,

(41)

g. Tahap-tahap Penelitian

Penelitian kualitatif terbagi menjadi tiga tahap, yaitu: tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan pra-lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2009: 127).

1) Tahap Pra-Lapangan

Tahap pra-lapangan adalah tahapan penelitian sebelum berada di lapangan. Ada lima kegiatan yang harus dilakukan peneliti pada tahapan ini. Tahapan ini perlu ditambahkan satu pertimbangan tahapan lagi yaitu etika penelitian.

Dalam tahap pertama ini, ada lima hal yang harus

Tahap ini digunakan sebelum peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya. kemudian peneliti membuat rancangan kegiatan dan memilih salah satu lokasi untuk dijadikan obyek penelitian.

2) Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahapan ini merupakan tahapan penelitian yang

(42)

mencari informasi tentang penelitian yang dilakukan dengan responden yang dituju. Melakukan kegiatan ini peneliti akan mengumpulkan data-data yang sesuai fokus penelitian.

Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu:

a) Memahami latar penelitian

b) Adaptasi penelitian

c) Berperan serta sambil mengumpulkan data

3) Tahap Analisis Data

Setelah semua data telah terkumpul, maka peneliti menganalisis data yang sudah ada dengan teori-teori yang sudah ada, sehingga dapat disimpulkan beberapa hasil penelitian, analisis data terdapat beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:

a) Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah kegiatan yang mengantisipasi kegiatan sebelum melakukan penelitian ke lapangan. Penelitian dirancang sehingga nanti mudah dalam menganalisis dan sebagai bukti pada penelitian.

b) Reduksi data

(43)

c) Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui data kita akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan dalam mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapatkan dari penyajian tersebut.

d) Kesimpulan

Setelah melalui proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, kemudian menarik kesimpulan dari apa yang telah dianalisis.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan, pemahaman yang jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan, yaitu yang mencakup:

Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini penulis menguraikan: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan.

(44)

Bab III Paparan data dan temuan penelitian. Yang dibahas dalam bab ini yaitu gambaran umum tentang Pengadilan Agama Salatiga, paparan data perceraian (cerai talak dan cerai gugat) di Pengadilan Agama Kota Salatiga tahun 2015-2016, faktor-faktor penyebab dan implikasi perceraian.

Bab IV Pembahasan. Dalam bab ini menguraikan dan menganalisis hasil penelitian.

(45)

BAB II

Cerai Talak dan Cerai Gugat

A. Tinjauan Umum tentang Perceraian 1. Pengertian Perceraian

a. Pengertian Perceraian dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 mengatur tentang putusnya perkawinan, sebagai berikut:

1) Pasal 38, menyatakan Perkawinan dapat putus karena:

a) Kematian;

b) Perceraian; dan

c) atas keputusan Pengadilan.

2) Pasal 39, menyatakan:

(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang

Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak;

(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa

antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri;

(3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur

(46)

3) Pasal 40, menyatakan:

(1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.

(2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal

ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

b. Pengertian Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur putusnya hubungan perkawinan sebagai berikut:

1) Putusnya Hubungan Perkawinan

a) Pasal 113 KHI, menyatakan Perkawinan dapat putus

karena:

1) Kematian;

2) Perceraian; dan

3) Atas putusan Pengadilan.

b) Pasal 115 KHI menyatakan:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

c) Pasal 114 KHI menyatakan:

(47)

c. Pengertian Perceraian dalam Fiqh Islam

1) Pengertian talak

Talak terambil dari kata “ithlak” yang menurut bahasa

artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Menurut syara‟, talak

yaitu: “melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan

suami istri”. Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengkibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi

dalam talak raj‟i (Ghazaly, 2006: 191). Dalam talak raj‟i

seorang suami masih diperbolehkan ruju‟ kepada istri sebanyak

dua kali, selama masih dalam iddah.

Lafal talak telah ada sejak zaman Jahiliyah. Syara‟

datang untuk menguatkannya bukan secara spesifik atas umat ini. Penduduk Jahiliyah menggunakannya ketika melepas tanggungan, tetapi dibatasi tiga kali. Hadis diriwayatkan dari Urwah bin Zubair berkata: “Dulunya manusia menalak istrinya

tanpa batas dan bilangan.” Seseorang yang menalak istri, ketika

(48)

maksud menyakiti wanita, Diriwayatkan bahwa seorang laki laki pada zaaman Jahiliyah menalak istrinya kemudian kembali sebelum habis masa menunggu. Andaikata wanita di talak seribu kali kekuasaan suami untuk kembali masih tetap ada. Maka datanglah seorang wanita kepada aisyah ra. Mengadu bahwa suaminya menalaknya dan kembali tetapi kemudian menyakitinya (Azzam, 2009: 255).

Kata “talak” berasal dari bahasa arab berasal dari kata

thalaqha- yuthaliku- thalaqaqan” yang bermakna melepas

atau mengurai tali pengikat. Baik tali pengikat itu bersifat kongkrit seperti pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali perkawinan. Kata talak merupakan isim masdar dari kata

thallaqa- yuthaliku- tathliiqan. Jadi kata ini semakna dengan kata taqliq yang bermakna “irsal” dan “tarku” yaitu melepaskan dan meninggalkan. Menurut Sabiq (2009: 206) kata talak

berasal dari kata thalaq adalah al-ithlaq artinya melepaskan

(49)

Talak (yang dapat rujuk) dua kali. Setelah itu boleh

rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan

dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqoroh :229 )

Ulama sepakat bolehnya talak, ungkapanya

menunjukkan bolehnya talak sekalipun makruh. Akad nikah sebagaimana yang kami sebutkan dilaksanakan untuk selamanya sampai akhir hayat. Agar suami istri dapat membangun rumah tangga sebagai pijakan berlindung dan bersenang-senang dibawah naungannya dan agar dapat mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang baik (Azzam, 2009: 257).

Oleh karena itu, hubungan antara suami istri adalah hubungan yang tersuci dan terkuat. Tidak ada dalil yang menunjukkan kesuciannya dari pada Allah menyebutkan antara

suami istri sebagai janji yang berat (mitsaq ghalizh)

sebagaimana firman Allah yang artinya: “dan mereka (isteri

(50)

Siapa saja manusia yang menghendaki rusaknya hubungan antara suami istri, dalam pandangan islam ia keluar dari padanya dan tidak memiliki sifat kehormatan. Rasulullah bersabda: Tidak tergolong kami orang yang merusak hubungan suami istri terhadap suaminya (Azzam, 2009: 257).

Sedangkan ijma‟ menyepakati bahwa hubungan suami

istri adalah hubungan tersuci dan terkuat, maka hubungan ini tidak boleh diremehkan dan direndahkan. Keduanya harus

berusaha menggapai mawaddah warrahmah dalam menjalani

biduk rumah tangga.

3) Hukum talak dalam Islam

Pada prinsipnya asalnya, talak itu hukumnya makruh berdasarkan sabda rasulullah Saw

ُ قالََّطلاُىالااعا تُُ هَّللاُىال إُُ لالَاحْلاُُ ضاغْ باأ

Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Azza

wjalla adalah talak ( Ibnu Hajar Al’ Asqolany, 733:233 hadist ke 1098)

(51)

secara murni dan buruk adab terhadap suami, hukumnya makruh.

Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat tentang hukum talak secara rinci. Menurut mereka hukum talak terkadang wajib dan terkadang haram dan sunnah. Al-Baijarami berkata: Hukum talak ada lima yaitu adakalanya wajib seperti talaknya orang yang bersumpah ila‟ (bersumpah

tidak mencampuri istri) atau dua utusan dari keluarga suami dan istri, adakalanya haram seperti talak bid‟ah dan adakalanya

sunnah seperti talaknya orang yang lemah, tidak mampu melaksanakan hak-hak pernikahan.

Demikian juga sunnah, talaknya suami yang tidak ada orang tua yang bukan memberatkan, karena buruk akhlaknya dan ia tidak tahan hidup bersamanya, tetapi ini tidak mutlak karena umumnya wanita seperti itu. Rasulullah telah mengisyaratkan dengan sabdanya : Wanita yang baik seperti burung gagak yang putih kedua sayap dan kedua kakinya.

Hadis ini sindiran kelangkaan wujudnya Al-A‟shaamm artinya

putih kedua sayapnya atau kedua kakinya dan atau salah satunya.

(52)

dari hakam perkara syiqaq, yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak bisa didamaikan lagi, dan kedua pihak memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan persengketaan mereka. Termasuk talak wajib ialah talak dari orang yang melakukan ila, terhadap istrinya setelah lewat empat bulan.

Adapun talak yang diharamkan, yaitu talak yang tidak diperlukan. Talak ini dihukumi haram karena akan merugikan suami istri serta tidak ada manfaatnya. Talak mubah terjadi hanya apabila diperlukan, misalnya karena istri sangat jelek, pergaulanya jelek atau tidak dapat diharapkan adanya kebaikan dari pihak istri. Apabila pernikahan dilanjutkan pun tidak akan mendapat tujuan apa-apa.talak mandub atau talak sunnah, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang sudah keterlaluan yang tlah melanggar perintah-perintah Allah misalnya meninggalkan sholat atau kelakuanyasudah tidak dapat diperbaiki lagi atau istri sudah tidak menjaga kesopanan dirinya.

4) Rukun dan Syarat Talak

Rukun talak ada empat yaitu:

a) Suami (orang yang menjatuhkan talak), syaratnya adalah:

(1) Berakal

(2) Baligh

(53)

b) Istri (yang ditalak),

(1) Mempunyai ikatan pernikahan dengan suami yang

menjatuhkan talak

(2) Masih dalam talak raj‟i yang dijatuhkan sebelumnya

c) Ucapan talak

(1) Talak dengan ucapan. Ucapan talak ada dua macam

yaitu:

(a) Sharih (tegas), yaitu kata-kata yang tidak dapat

diartikan lain jecuali talak. Talak dengan ucapan kata-kata yang tegas tidak memerlukan niat

(b) Kinayah (sindiran), yaitu kata-kata kalimat yang

dapat berarti talak dapat pula berarti lain. Contoh: “pulanglah engkau kerumah orang tuamu” maka

jatuhlah talak, tetapi jika suami tidak berniat menceraikan istrinya, tidaklah jatuh talak bagi istrinya

(2) Talak dengan tulisan, dapat dijatuhkan juga dengan

(54)

(3) Talak dengan isyarat, hanya berlaku bagi orang yang tidak dapat berbicara (bisu) dan tidak dapat membaca dan menulis.

2. Macam-macam dan Cara Pemutusan Hubungan Perkawinan a. Macam-macam Talak Menurut KHI

Dalam Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan macam-macam talak dan cara pemutusan sebagaimana berikut:

1) Pasal 117 KHI

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.

2) Pasal 118 KHI

Talak Raj`I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujujk selamaisteri dalam masa iddah.

3) Pasal 119 KHI

a) talak Ba`in Shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk

tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

b) Talak Ba`in Shughraa sebagaimana tersebut pada ayat (1)

adalah :

(1) talak yang terjadi qabla al dukhul;

(55)

(3) talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

4) Pasal 120 KHI

Talak Ba`in Kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri, menikah degan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba`da al dukhul dan hadis masa iddahnya.

5) Pasal 121 KHI

Talak sunny adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.

6) Pasal 122 KHI

Talak bid`i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan haid atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.

7) Pasal 123 KHI

Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.

8) Pasal 124 KHI

(56)

b. Macam-macam Talak menurut Hukum Islam

Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak di bagi menjadi dua yaitu :

1) Talak Raj‟i

Talak raj‟i yaitu thalaq dimana suami masih mempunyai hak

untuk rujuk kepada istrinya, dimana istri dalam keadaan sudah digauli. Hal ini sesuai dengan QS Al-Baqarah : 229 yang

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229)

2) Talak Ba‟in

Talak Ba‟in adalah talak yang memisahkan sama sekali

hubungan suami istri. Talak Ba‟in terbagi menjadi dua bagian :

a) Talak ba‟in sughra yaitu talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan nikah baru kepada bekas istrinya. Artinya bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya.

Yang termasuk dalam talak ba‟in sughra ialah :

(1) Talak yang dijatuhkan kepada istrinya sebelum

(57)

(2) Talak dengan penggantian harta atau yang disebut khulu‟

(3) Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang di

penjara, talak karena penganiayaan, atau yang semacamnya

Hukum talak bai‟in sughra :

a. Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri.

b. Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk

berkhalwat (menyendiri berdua-duaan)

c. Masing-masing tidak saling mewarisi manakal

meninggal

d. Bekas istri, dalam masa iddah, berhak tinggal di

rumah bekas suaminya dengan berpisah tempat tidur dan mendapat nafkah

e. Rujuk dengan akad dan mahar yang baru

b) Talak ba‟in kubra, ialah talak yang mengakibatkan hilangnya hak rujuk kepada mantan istri. Walaupun keduanya baik suami istri itu masih ingin melakukanya, baik diwaktu iddah maupun sesudahya. Yang termasuk dalam thalaq bain kubra adalah : perceraian yang mengandung unsur sumpah seperti ila, zihar dan li‟an.

(58)

kubra adalah segala macam perceraian yang mengandung

unsur-unsur seperti : ila, zihar, dan li‟an.

Hukum talak ba‟in kubra :

(1) Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri

(2) Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk

berkhalwat (menyendiri berdua-duaan)

(3) Bekas istri dalam masa iddah, berhak tinggal di rumah

bekas suaminya dengan berpisah tempat tidur dan mendapat nafkah

(4) Suami haram kawin lagi dengan istrinya, kecuali

bekas istri telah kawin dengan laki-laki lain.

Maksudnya apabila seorang suami menceraikan istrinya dengan talak tiga, maka perempuan itu tidak boleh dikawini lagi sebelum perempuan tersebut menikah dengan laki-laki lain. Apabila suami yang telah terlanjur menjatuhkan talak sampai tiga kali terhadap istri, tiba-tiba menyesal, tidak boleh minta kepada seseorang untuk mengawini bekas istrinya itu, dengan permintaan setelah berlalu beberapa waktu dan setelah terjadi persetubuhan supaya menceraikan istrinya, guna memungkinkan kawin lagi dengan suami pertama itu. Dalam hubungan ini hadits Nabi riwayat Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai dan Ibnu Majahdari Ali memperingatkan, “Allah mengutuk laki-laki

(59)

perkawinan kembali dengan bekas suaminya yang lama) dan

laki-laki yang menyuruh orang lain kawin sebagai

muhallilnya(Basyir, 1999: 81)

Ditunjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, talak dibagi menjadi tiga macam sebagai berikut:

1) Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan

tuntunan as-sunnah. Dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat:

a) Istri yang ditalak sudah pernah digauli, bila dijatuhkan

terhadap istri yang belum pernah digauli tidak termasuk talak sunni.

b) Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak,

yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi‟iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid (menopause), atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau karena suami meminta tebusan (khulu‟), atau ketika istri dalam haid, semuanya

tidak termasuk talak sunni.

c) Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik

(60)

d) Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah diaguli, termasuk talak sunni.

2) Talak Bid‟i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau

bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni.

Termasuk talak bid‟i:

a) Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid

(menstruasi) baik dipermulaan haid maupun

dipertengahannya.

b) Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci

tetapi pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud.

3) Talak la sunni wala bid‟i, yaitu talak yang tidak termasuk

kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid‟i yaitu:

a) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah

digauli.

b) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah

haid, atau istri yang telah lepas haid.

(61)

Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang digunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:

1) Talak syarih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata

yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi. Beberapa contoh talak syarih ialah seperti suami berkata kepada istrinya:

a) Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai

sekarang juga.

b) Engkau saya firaq sekarang juga,engkau saya pisahkan

sekarang juga.

Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istri dengan talak syarih, maka menjadi jatuhlah talak dengan sendirinya, sepanjang diucapkannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri.

2) Talak kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata

sindiran, atau samar-samar suami berkata kepada istrinya:

a) Engkau sekarang telah jauh dari diriku

b) Selesaikan sendiri segala urusanmu

c) Janganlah engkau mendekati aku lagi

d) Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga

(62)

f) Susullah keluargamu sekarang juga

g) Pulanglang kerumah orang tuamu sekarang

h) Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu

i)Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang

j)Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian

Ucapan-ucapan tersebut mengandung kemungkinan cerai dan mengandung kemuungkinan lain, tentang kedudukan talak dengan kata-kata kinayah atau sidiran ini

sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin

Al-Husaini,bergantung kepada niat suami. Artinya, jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh. (Ghazaly, 2006:195)

3. Alasan-alasan Perceraian

Dalam Pasal 116 KHI disebutkan bahwa, perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat

yang membahayakan pihak lain;

e. sakah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan

(63)

f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak;

h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.

B. Proses Mengajukan Perceraian 1) Proses mengajukan Cerai Talak

Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI menyebutkan tentang proses mengajukan cerai talak sebagaimana berikut:

a. Pasal 129 KHI

Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

b. Pasal 130 KHI

Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi

c. Pasal 131 KHI

1) Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan

(64)

penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.

2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menashati kedua

belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak.

3) Setelah keputusannya mempunyai kekeutan hukum tetap suami

mengikrarkan talaknya disepan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya.

4) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6

(enam) bulah terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan yant tetap utuh.

5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak Pengadilan Agama

membuat penetapan tentang terjadinya Talak rangkap empat yang merupakan bjukti perceraian baki bekas suami dan isteri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami

untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga

(65)

2) Proses mengajukan Cerai Gugat

a. Pasal 132 KHI

1) Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada

Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.

2) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri,

Ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.

b. Pasal 133 KHI

1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116

huruf b, dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun

terhitung sejak tergugat meninggalkan gugatan

meninggalkan rumah.

2) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau

menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman besama.

c. Pasal 134 KHI

(66)

pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut.

d. Pasal 135 KHI

Gugatan perceraraian karena alsan suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam pasal 116 huruf c, maka untuk mendapatkan

putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup

menyapaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

e. Pasal 136 KHI

(1) Selama berlangsungya gugatan perceraian atas permohonan

penggugat atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mingkin ditimbulkan, Penghadilan Agama dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.

(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas

permohonan penggugat atau tergugat, Pengadilan Agama dapat :

(a) menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;

(b) menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin

(67)

bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.

3) Tatacara Perceraian

Berdasarkan pasal 39-41 Undang-Undang Perkawinan dan dalam Peraturan Pemerintah No. 9/1975 pasal 14-36, perceraian ada 2 macam yaitu:

a) Cerai talak

Tatacara tentang seorang suami yang hendak mentalak isterinya diatur dalam P.P. No. 9/1975 pasal 14-18 yang pada dasarnya dalah sebagai berikut:

(1) Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan

menurut agama Islam yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan Agama di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Di sini ditegaskan bahwa pemberitahuan itu harus dilakukan secara tertulis

dan yang diajukan oleh suami tersebut bukanlah surat

permohonan tetapi surat pemberitahuan. Setelah terjadi perceraian di muka Pengadilan, maka Ketua Pengadilan

membuat surat keterangan tentang terjadinya

(68)

(2) Setelah pengadilan menerima surat pembritahuan tersebut, kemudian setelah mempelajarinya, selambat-lambatnya 30 hari setelah menerima surat itu, Pengadilan memanggil suami dan isteri yang akan bercerai itu, untuk dimintai penjelasan.

(3) Setelah Pengadilan mendapat penjelasan dari

suami-isteri, ternayat memang terdapat alasan-alasan untuk bercerai dan Pengadilan berpendapat pula bahwa antara suami-isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumahtangga, maka Pengadilan memutuskan untuk mengadakan sidang untuk menyaksikan perceraian itu.

(4) Sidang Pengadilan tersebut, setelah meneliti dan

berpendapat adanya alasan-alasan untuk perceraian dan setelah berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan tidak berhasil, kemudian menyaksikan perceraian yang dilakukan oleh suami itu di dalam sidang tersebut.

(5) Kemudian Ketua Pengadilan memberi surat keterangn

(69)

(6) Perceraian itu terjadi terhitung pada saat terjadi perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.

b) Cerai gugat

Cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh salah satu pihak kepada Pengadilan dan perceraian itu terjadi dengan suatu putusan Pengadilan.

Tatacara perceraian ini diatur dalam P.P. No. 9/1975 pasal 20-36 yang pada dasarnya adalah sebagai berikut:

(1) Pengajuan gugatan

(a) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri

atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah

hukumnya meliputi tempat tergugat.

(b) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau

tidak diketahui atau tidak mempunyai kediaman yang tetap, begitu juga tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan

di tempat kediaman penggugat.

(c) Demikian juga gugatan perceraian dengan alasan

(70)

gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat

penggugat.

(2) Pemanggilan

(a) Pemanggilan harus disampaikan kepda pribadi yang

bersangkutan apabila tidak dapat dijumpai,

panggilan disampaikan melalui surat atau yang

dipersamakan dengannya. Pemanggilan ini

dilakukan setiap akan dilakukan persidangan.

(b) Yang melakukan pemanggilan tersebut adalah

jurusita (Pengadilan Negeri) dan petugas yang ditunjuk (Pengadilan Agama).

(c) Panggilan tersebut harus dilakukan dengan cara

yang patut dan sudah diterima oleh para pihak atau kuasanya selambat-lambatanya 3 hari sebelum sidang dibuka. Panggilan kepada tergugat harus dilampiri dengan salinan surat gugat.

(d) Pemanggilan bagi tergugat yang tempat

kediamannya tidak jelas atau tidak mempunyai tempat kediaman tetap, panggilan dilakukan dengan

cara menempelkan gugatan pada papan

(71)

dilakukan dua kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.

(e) Apabila tergugat berdiam di luar negeri

pemanggilannya melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

(3) Persidangan

(a) Persidangan untuk memeriksa gugatan perceraian

harus dilakukan oleh Pengadilan

selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya surat gugatan di Kepaniteraan. Khusus bagi gugatan yang tergugatnya bertempat kediaman di luar negeri, persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 6 bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian itu.

(b) Para pihak yang berpekara dapat menghadiri sidang

atau didampingi kuasanya atau sama sekali menyerahkan kepada kuasanya dengan membawa surat nikah/rujuk, akta perkawinan, surat keterangan lainnya yang diperlukan.

(c) Apabila tergugat tidak hadir dan sudah dipanggil

(72)

(d) Pemeriksaan perkara gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

(4) Perdamaian

(a) Pengadilan harus berusaha untuk mendamaikan

kedua belah pihak baik sebelum maupun selama persidangan sebelum gugatan diputuskan.

(b) Apabila terjadi perdamaian maka tidak boleh

diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.

(c) Dalam usaha mendamaikan kedua belah pihak

Pengadilan dapat meminta bantuan kepada orang lain atau badan lain yang dianggap perlu.

(5) Putusan

(a) Pengucapan putusan Pengadilan harus dilakukan

dalam sidang terbuka.

(b) Putusan dapat dijatuhkan walaupun tergugat tidak

hadir, asal gugatan itu didasarkan pada alasan yang telah ditentukan.

(c) Perceraian dianggap terjadi dengan segala

(73)

beragama Islam perceraian dianggap terjadi sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sedang bagi agama lain terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh pegawai pencatat(Wasman dkk, 2011:158-163).

C. Sebab-sebab Putusnya Perkawinan

Suatu perkawinan menjadi putus adalah karena talak baik talak mati atau hidup. Sedangkan talak itu sendiri hanya berhak dilakukan oleh suami. Talak bukan merupakan kesewenang-wenangan seorang suami sebagai sejata untuk memutus ikatan perkawinan dengan istrinya, namun jatuhnya talak bisa disebabkan beberapa alasan. Alasann-alasan itu bisa datang dari suami maupun istri sehingga mengakibatkan talak. Ada beberapa sebab perceraian yang dirumuskan oleh para ulama klasik. Diantaranya adalah imam syafi‟I yang menuliskan sebab-sebab putusnya

perkawinan selain talak yaitu khulu’, fasakh, syiqaq, nusyuz, ila’, dzihar,

li’an yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Khulu’

Menurut bahasa kata khulu’ berarti tebusan. Karena istri

menebus dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang

pernah dia terima. Sedangkan menurut istilah khulu’ berati talak yang

Gambar

Tabel 1.1 daftar cerai talak dan cerai gugat
Tabel 3.1 Jenis Perkara yang diputus
Tabel 3.2 data cerai talak
Gambar 4.1. Data perceraian di Pengadilan Agama Salatiga

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 30 menunjukkan tegangan pada material ASTM A299 saat rotasi setengah lingkaran Tabel 4.13 dan Gambar 4.31 menunjukkan perbandingan tegangan yang terjadi saat

Penelitian dengan judul faktor kondisi, fekunditas, dan seks rasio ikan yang ditangkap di Sungai Serayu pada tempat bermuaranya Sungai Logawa wilayah Kecamatan

motivasi yang diberikan kepada karyawan sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pada Department Housekeeping kami masih menemui beberapa kendala dalam meningkatkan

Masalah dan solusi yang ditawarkan Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka solusi yang ditawarkan adalah sebagai berikut melakukan inovasi yang berbasis

Formulasi  yang  lebih  sederhana  adalah:  sebuah  argumen  merupakan  serangkaian   premis  yang  mendukung  sebuah  kesimpulan...  Sebuah  proses  penalaran

Sehingga dapat disimpulkan bahwa F hitung > F tabel (68,535 > 2,70), artinya kesadaran merek, persepsi kualitas produk dan persepsi nilai secara bersama atau

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat, tuntunan dan kasih yang melimpah kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah mikro express yang dilakukan BPRS Mandiri Mitra Sukses telah berhasil memberikan dampak