• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) 4.1.1. Sejarah Singkat

Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam memiliki pengaruh yang kuat kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai perbankan syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amin Azies, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah Baitut Tamwil–Salman, Bandung yang sempat tumbuh mengesankan. Dan juga lembaga yang serupa dalam bentuk koperasi, yaitu Koperasi Ridho Gusti, Jakarta.

Prakarsa yang lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilaksanakan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan kegiatan loka karya “Bunga Bank dan Perbankan” yang diselenggarakan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990. Kemudian, hasil loka karya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV MUI pada tanggal 22 – 25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta. Berdasarkan amanat Munas tersebut, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia yang disebut Tim Perbankan MUI. Tim inilah yang merintis pendirian bank Islam pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia.

BMI didirikan pada tanggal 24 Rabiul Awal 1412 H atau tanggal 1 November 1991 berdasarkan akta pendirian No.1 di hadapan notaris Yudo Paripurno, S.H. di Jakarta. Akte tersebut telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.C2-2413.HT.01.01 tahun 1992 tanggal 21 Maret 1992, telah didaftarkan di Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat pada tanggal 30 Maret 1992, dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.34 tanggal 28 April 1992.

BMI memulai kegiatan operasionalnya pada tanggal 27 Syawal 1412 H atau tanggal 1 Mei 1992 dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp 106.126.382.000,00 dan modal dasar BMI sebesar Rp 500 milyar. Pemegang saham pada saat itu terdiri dari 180 perorangan, 31 yayasan, 19 perusahaan, lima organisasi sosial, dan dua koperasi.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.430/KMK.017/1995 tanggal 24 April 1992, BMI beroperasi sebagai Bank Umum. Pada tahun 1993, BMI melakukan penawaran umum saham dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sehingga berubah menjadi perusahaan publik dengan nama PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. BMI mulai beroperasi secara resmi sebagai Bank Devisa pada tanggal 27 Oktober 1994 berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/76/KEP/DIR. BMI memperoleh status sebagai Bank Persepsi yang mengizinkan perseroan untuk menerima setoran pajak berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.S-106/MK.03/1995 tertanggal 7 Maret 1995. BMI dinyatakan sebagai bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil pada tanggal 30 Maret 1995 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 131/KMK.017/1995.

BMI telah mencapai laba sebesar Rp 95,05 Miliar pada periode Juni 2006 dengan aset mencapai Rp 7,64 Triliun (unaudited). Dari segi kualitas pembiayaan, tingkat Non-Performing Financing (NPF) relatif kecil yaitu 1,63 persen (net) dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 15,25 persen. Dari segi rentabilitas, Return On Asset (ROA) 2,60 persen, Return On Equity (ROE) 21,29 persen, dan Biaya Operasi Pendapatan Operasi (BOPO) 81,37 persen. Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun adalah Rp 5,83

Triliun dan pembiayaan disalurkan mencapai Rp 6,2 Triliun dan Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 89,08 persen.

BMI meraih Indonesian Best Brand Award 2006 untuk kategori Bank Syariah pada tanggal 27 Juli 2006. Di tahun yang sama pula, BMI memperoleh InfoBank Golden Thropy 2006, Bisnis Indonesia Award 2006 dengan kategori Bank Nasional Terbaik 2006 “Top Five”, serta Manggala Bhakti Husada Arutala 2006 dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebagai institusi yang telah berperan aktif dan berkontribusi secara nyata dalam penanggulangan masalah tembakau di Indonesia.

BMI juga meraih beberapa penghargaan di tahun-tahun sebelumnya. BMI meraih Islamic Finance News Awards 2005 dari International Islamic Finance News dengan predikat Best Islamic Bank in Indonesia, Internasional Islamic Bank Award (IIBA) 2005 dengan predikat The Most Efficient, Superbrands 2004 & 2005, KLIFF Award (2004) sebagai The Most Outstanding Performance, Innovation Award 2005 dengan predikat Customer Mode of Entry dari Majalah SWA bekerjasama dengan MARS, BPPT dan Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Indonesian Best Brand 2005 “Top Five” dari Majalah SWA bekerjasama dengan MARS, Bank Pelopor KPR Syariah Di Indonesia dari majalah Property & Bank yang, serta Top of Mind (TOM) dari Karim Business Consulting (KBC).

Jumlah jaringan BMI sampai bulan Agustus 2006 mencapai 198 outlet yang tersebar di 31 propinsi meliputi 46 Cabang, 9 Cabang Pebantu (Capem), 11 Unit Pelayanan Syariah (UPS), 86 Kantor Kas, dan 46 GERAI. Disamping itu BMI telah menjalin kerjasama dengan PT. Pos Indonesia dengan menghadirkan 1.200 titik layanan Sistem Online Payment Point (SOPP) Kantor Pos di seluruh Nusantara. 4.1.2. Visi, Misi, dan Strategi

Visi BMI adalah menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional. Misi BMI

adalah menjadi role model Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen, dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder.

Strategi usaha yang diterapkan BMI adalah:

1). Menaikkan pendapatan melalui ekspansi pembiayaan secara selektif dan prudent (hati-hati) dengan penekanan pada usaha kecil dengan memanfaatkan jaringan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) tanpa mengabaikan pembiayaan kepada usaha menengah dan besar dengan penekanan pada perusahaan-perusahaan yang mendukung pengembangan usaha kecil.

2). Meningkatkan mutu pelayanan dan pengembangan produk andalan.

3). Meningkatkan profesionalitas Sumber Daya Insani (SDI).

4). Menaikkan jumlah kantor pelayanan baru pada daerah-daerah strategis.

5). Mengembangkan teknologi informasi dan teknologi pelayanan. 6). Meningkatkan intensitas pengawasan dan menumbuhkan budaya

patuh pada peraturan. 4.1.3. Produk dan Jasa

Produk BMI terdiri dari produk penghimpunan dana, penanaman dana, produk jasa, dan jasa layanan. Masing-masing produk untuk setiap kategorinya dapat dilihat pada Lampiran 8. 4.1.4. Prosedur Pemberian Pembiayaan Mudharabah

Prosedur pemberian pembiayaan mudharabah di BMI secara umum terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) Tahap Aplikasi, (2) Tahap Evaluasi, (3) Tahap Realisasi, (4) Tahap Monitoring, dan (5) Tahap Penutupan.

1). Tahap Aplikasi

Pengajuan proposal oleh calon mudharib yang dilengkapi dengan surat permohonan mendapatkan pembiayaan, surat-surat legalitas

usaha, laporan keuangan dua tahun terakhir, proyeksi cash flow selama masa pembiayaan, dan data jaminan.

2). Tahap Evaluasi

Analisis potensi bisnis mudharib dari aspek keuangan (neraca, rasio-rasio keuangan, cash flow, dll), industri (kekuatan persaingan, lokasi, kapasitas produksi, target pasar, dll), yuridis (validitas dokumen dan data), dan karakter jaminan (kecepatan transaksi dari jaminan, likuiditas jaminan, kekuatan hukum, dll). 3). Tahap Realisasi

Penandatanganan kontrak atau akad dan surat notaris kemudian dilanjutkan dengan pencairan dana.

4). Tahap Pembinaan (Monitoring)

Bertujuan untuk mengetahui kebenaran penggunaan dana, mengikuti perkembangan usaha, dan memberikan petunjuk untuk kemajuan usaha.

5). Tahap Penutupan

Pelunasan dana pembiayaan dan perhitungan bagi hasil. 4.1.5. Prosedur Penanganan Pembiayaan Mudharabah

BMI membentuk sebuah komite pembiayaan yang disebut dengan Asset and Liabilities Committee (ALCO) dalam menangani pembiayaan mudharabah. Komite ini bertugas dan bertanggung jawab untuk menyetujui pemberian, penambahan, dan perpanjangan masa pembiayaan. Komite ini diketuai oleh Direktur Utama (Dirut) dan beranggotakan beberapa direktur dan asisten direktur dari divisi terakit, antara lain Divisi Financing and Sattllement Group (FSG), Divisi Business Development Group (BDG), dan Divisi Treasury.

Kewenangan yang dilimpahkan kepada direksi oleh komisaris dilimpahkan kembali kepada para anggota komite pembiayaan sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota. Berdasarkan tingkatannya, komite pembiayaan terbagi menjadi:

a. Kantor cabang di bawah penanganan Pimpinan Cabang memiliki limit plafon pembiayaan sebesar Rp 350 Juta – Rp 400 Juta.

b. Kantor pusat di bawah penanganan Kepala Urusan memiliki limit plafon pembiayaan sebesar Rp 500 Juta.

c. Komisaris di bawah penanganan Direksi memiliki limit plafon pembiayaan sebesar Rp 1 Milyar.

4.1.6. Perhitungan Distribusi Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Secara umum, dalam mendistribusikan bagi hasil kepada mudharib, BMI terlebih dahulu membuat proyeksi pendapatan, aktualisasi pendapatan, pokok pembayaran, marjin keuntungan, dan nisbah bagi hasil. Tabel perhitungan distribusi bagi hasil pembiayaan mudharabah menurut Djabir (2000) dapat dilihat pada Lampiran 10.

Dokumen terkait