• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

B. Gambaran pola peresepan pada pasien hipertensi

2. Gambaran pola peresepan obat hipertensi

Gambaran pola peresepan obat hipertensi pada pasien hipertensi meliputi jumlah golongan obat hipertensi yang diresepkan pada pasien, jumlah jenis obat hipertensi yang diresepkan pada pasien, jumlah obat tiap lembar rekam medik pasien, kombinasi obat hipertensi yang diberikan pada pasien dan cara pemberian obat hipertensi pada pasien.

a. Golongan obat hipertensi yang diresepkan pada pasien. Distribusi golongan obat hipertensi yang digunakan pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul ditunjukkan oleh Tabel IV.

Table IV. Distribusi golongan obat hipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Panembahan Senopati

Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 Golongan obat hipertensi Jumlah obat

N=114 Persentase (%) CCB 75 65,8 ACE inhibitor 25 22 ARB 47 41,2 Diuretik 19 16,7 β-blocker 7 6,1 α-Blocker 1 0,9

Jumlah golongan obat hipertensi 174

Keterangan: ARB (Angiotensin II Receptor Blocker), ACE inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme inhibitor), CCB (Calcium Channel Blocker)

Dari Tabel IV dapat dilihat jumlah golongan obat hipertensi yang paling banyak diresepkan adalah CCB sebanyak 75 obat (43%), ACE inhibitor

dengan pernyataan Eight Joint National Comitee (JNC 8) yaitu first line terapi pada pasien hipertensi dengan atau tanpa komplikasi adalah diuretik tiazid,

ACE inhibitor, CCB dan ARB dengan atau tanpa kombinasi (James et al.,

2013).

b. Jenis obat hipertensi yang diresepkan pada pasien. Jenis obat hipertensi yang digunakan pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel IV. Dari Tabel IV di bawah, dapat dilihat jenis obat yang paling banyak diresepkan pada terapi hipertensi adalah amlodipin yaitu sebanyak 72 peresepan (41,3%) kemudian terbanyak kedua adalah captopril yaitu sebanyak 21 peresepan (12,1%) dan yang ketiga adalah candesartan yaitu sebanyak 20 peresepan (11,5%). Hasil ini sesuai dengan pernyataan Eight Joint National Comitee (JNC 8) yaitu first line terapi pada pasien hipertensi dengan atau tanpa komplikasi adalah diuretik tiazid, ACE inhibitor, CCB dan ARB dengan atau tanpa kombinasi. (James et al., 2013). Selain itu dalam kareakteristik pasien hipertensi ditemukan bahwa jumlah penderita hipertensi dengan usia

Adult dan geriatri memiliki jumlah terbanyak. Pasien dengan usia 40 tahun keatas dalam penelitian ini adalah sebanyak 102 pasien.

Tabel V. Distribusi jenis obat hipertensi yang digunakan pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Panembahan Senopati Bantul

Yogyakarta periode Desember 2013 Jenis obat

hipertensi

Jumlah obat

N=114 Persentase (%) Calcium Channel Blocker

Amlodipin 72 63,2 Nifedipin 3 2,6 ACE inhibitor Captopril 21 18,4 Imidapril 3 2,6 Lisinopril 1 0,9

Angiotensin II Reseptor Blocker

Valsartan 14 12,3 Candesartan 20 17,5 Irbesartan 6 5,3 Telmisartan 7 6,1 β- Blocker Bisoprolol 7 6,1 α – Blocker Terazosin HCl 1 0,9 Diuretik HCT 5 4,4 Furosemid 12 10,5 Spironolakton 2 1,7

Pada usia tersebut terjadi penurunan fungsi pembuluh darah, dimana terjadi kekakuan pembuluh darah yang diakibatkan oleh menurunnya nitrit oksida dan meningkatnya kada endothelin pada pembuluh darah. Hal tersebut akan meningkatkan resistensi perifer sehingga obat dari golongan

Calcium Channel Blocker sesuai diberikan pada pasien dengan kondisi tersebut (Lilly, 2010).

c. Jumlah obat hipertensi tiap lembar rekam medik. Distribusi jumlah obat hipertensi per peresepan yang digunakan pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul ditunjukkan oleh Tabel VI. Dari Tabel VI di bawah dapat dilihat bahwa jumlah penggunaan satu obat hipertensi tanpa kombinasi adalah 63 peresepan (55,3%), jumlah penggunaan 2 obat hipertensi adalah sebanyak 40 peresepan (36%), jumlah penggunaan 3 obat hipertensi adalah sebanyak 9 peresepan (8,7%) dan tidak terdapat peresepan dengan jumlah obat hipertensi yang digunakan 4 obat atau lebih.

Tabel VI. Distribusi jumlah obat hipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi tiap lembar rekam medik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember

2013

Terapi antihipertensi dimulai dengan 2 obat ketika individu memiliki peningkatan tekanan darah lebih dari 20 mm Hg di atas batas tekanan darah sistolik dan/ atau lebih dari 10 mm Hg di atas batas tekanan darah diastolik. Karena rekomendasi ini terkait dengan target tekanan darah spesifik untuk

No Jumlah obat hipertensi

Jumlah lembar rekam medik N=114 Persentase (%) 1 1 63 55,3 2 2 41 36 3 3 10 8,7 4 ≥4 0 0

setiap pasien, itu berlaku tidak hanya untuk hipertensi terisolasi tetapi juga pada komplikasi diabetes, penyakit ginjal, dan penyakit jantung, dengan tujuan tekanan darah yang berbeda (Nesbitt, 2007).

d. Jumlah kombinasi golongan obat hipertensi tiap lembar rekam medik. Distribusi jumlah kombinasi obat hipertensi yang digunakan pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul ditunjukkan oleh Tabel VII. Dari Tabel VII di bawah dapat dilihat bahwa penggunaan kombinasi obat hipertensi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi antara Calcium Channel Blocker (CCB) dengan

Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) yaitu sebanyak 19 peresepan (37%). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Miura and Saku (2012) yaitu penggunaan kombinasi antara Calcium Channel Blocker dan

Angiotensin II Receptor Blocker banyak digunakan dalam terapi karena efek penurunan tekanan darah yang dihasilkan baik dan keamanan dari kombinasi obat tersebut juga baik.

Menurut The Task Force for the Management of Arterial Hypertension of theEuropan Society of Hypertension (ESH) and of the European Society

of Cardiology (ESC) terapi kombinasi antara obat golongan Calcium Channel Blocker dengan Angiotensin II Receptor Blocker merupakan kombinasi pilihan yaitu kombinasi dengan efektifitas bagus dan aman (Mancia et al., 2013). Terapi antihipertensi memiliki manfaat dan target

yang jelas, namun tercapainya kontrol tekanan darah yang optimal cukup sulit untuk didapatkan (Nesbitt, 2007).

Tabel VII. Distribusi jumlah kombinasi golongan obat hipertensi pada tiap lembar rekam medik pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan

Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 No Kombinasi obat hipertensi

Jumlah lembar rekam medik N=114 Persentase (%) 1 ACE inhibitor + CCB 5 4,4 2 CCB + ARB 19 16,7

3 β-blocker + ACE inhibitor 2 1,7

4 ACE inhibitor + CCB + Diuretik 3 2,6

5 β-blocker + CCB 1 0,9

6 ARB + CCB + Diuretik 1 0,9

7 ARB + ACE inhibitor 3 2,6

8 Diuretik + CCB 2 1,7

9 ARB + β-blocker + Diuretik 3 2,6

11 β-blocker + Diuretik 1 0,9

12 CCB + CCB 4 3,5

13 ARB + Diuretik 3 2,6

14 Diuretik + Diuretik 1 0,9

15 Diuretik + ACE inhibitor + Diuretik 1 0,9

17 ACE inhibitor + Diuretik 2 1,7

Jumlah kombinasi obat 51

Keterangan : ARB (Angiotensin II Receptor Blocker), ACE inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme inhibitor), CCB (Calcium Channel Blocker).

Terapi kombinasi memberikan efek tercapainya kontrol tekanan darah yang lebih baik pada pasien, akan tetapi harus dilakukan pertimbangan cermat terhadap pemilihan obat. Kombinasi obat yang optimal (ACE inhibitor ditambah ARB, ACE inhibitor atau ARB ditambah CCB, ACE inhibitor atau ARB ditambah diuretik) digunakan dalam penggunaan klinis yang spesifik. Terapi kombinasi yang telah ditemukan terbukti aman dan

ditoleransi dengan baik pada pasien, dengan bukti manfaat klinis dalam kebanyakan studi pengobatan hipertensi (Nesbitt, 2007).

penelitian ini keseluruhan dari peresepan obat hipertensi yang diresepkan pada pasien hipertensi diberikan dengan cara pemberian peroral. Hal ini disebabkan karena rute peroral merupakan rute yang paling mudah diterima oleh pasien rawat jalan karena pasien mengkonsumsi obat secara mandiri. Rute pemberian lain seperti intravena hanya diberikan pada pasien dalam keadaan darurat (tekanan darah diastolik ≥120 mmHg) yang membutuhkan penurunan tekanan darah secara signifikan. Salah satu obat hipertensi yang digunakan dalam kondisi darurat ini adalah kalium nitroprusida (Lehne, 2013).

Dokumen terkait