• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Gambaran Umum Sektor Pertanian

2.2.1 Gambaran Sektor Pertanian Propinsi Sumatera Utara

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa tingkat yang tinggi saja tidak cukup karena pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas hanya akan dinikmati segelintir orang kaya sementara orang miskin sama sekali tidak akan tersentuh.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 tercatat mencapai 5.13%, pada tahun 2005 mencapai 5.6% dan pada tahun 2006 mencapai 5.48%. pada triwulan (TW) 1 2007, realisasi pertumbuhan ekonomi tercatat mencapai 5.97%.

Pemerintah dalam Rancangan APBN Perubahan memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada TW II 2007 berkisar 6–6.11%, sehingga pertumbuhan ekonomi pada semester 1/2007 mencapai 6.04% dari target selama tahun 2007 sebesar 6.3%. meskipun perekonomian tumbuh namun belum mampu menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Pertumbuhan yang tidak menyerap tenaga kerja, nanti ujungnya kemiskinan yang semakin melebar. Meskipun perekonomian untuk 6% sampai 7%, namun belum mampu menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

level sebelum krisis pada tahun 1997 sebesar 4.7%. Sulitnya mengurangi tingkat pengangguran atau menciptakan lapangan kerja baru itu merupakan cermin dari lambatnya gerak laju ekspansi sektor usaha riil. Ini terjadi karena dunia usaha belum memiliki kapasitas baru untuk mengembangkan usaha yang dapat mendorong penyerapan angkatan kerja semakin bertambah. Dunia usaha masih mengeluh kesulitan memperoleh tambahan modal, baik modal investasi maupun modal kerja dari perbankan. Padahal perbankan saat ini masih mengalami kelebihan likuiditas. Masih rendahnya saluran dana perbankan ke sektor riil menunjukkan masih besarnya ketidakpastian dalam berusaha.

Dalam pembangunan ekonomi Sumatera Utara, sektor pertanian merupakan sektor prioritas yang pembangunannya difokuskan kepada pembangunan agribisnis dan ketahanan pangan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mencapai tingkat pertumbuhan Sektor pertanian adalah sektor yang relatif dapat bertahan dan tegar akibat krisis ekonomi.

Sektor pertanian memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Sumut, untuk 2003 sebesar 24.94%, 2004 sebesar 24.47% dan 2005 sebesar 23.44%. selain itu, sektor ini mampu menyerap angkatan kerja sekitar 51.60% dari 52.8 juta penduduk yang tergolong angkatan kerja.

Pembangunan agribisnis dimaksud untuk mengoperasionalkan pembangunan sistem usaha agribisnis menghasilkan berbagai produk pertanian yang memiliki nilai tambah dan daya saing di pasar domestik maupun internasional. Sedangkan pembangunan dimaksud untuk mengoperasionalkan

sistem ketahanan pangan sampai ke tingkat rumah tangga mencakup ketersediaan bahan pangan, sistim distribusi, sistem penganekaragaman konsumsi bahan pangan dan sistem kewaspadaan pangan termasuk mutu dan kandungan gizinya.

Di Sumatera Utara, selama ini sistem agribisnis yang berbasis sumber daya lokal telah berkembang dan sebagian diantaranya berhasil memasuki pasar internasional. Berbagai produk agribisnis hortikultura seperti jarak, wartel, lobak, bunga kol, pisang barangan, manggis, salak, kuini, durian dan lain-lain yang sampai saat ini menjadi ekspor unggulan daerah Sumut untuk pasar dmestik dan internasional seperti Singapura dan Malaysia

(http://www.bainfokomsumut.go.id/open.php?id=353&db=gis)

Potensi pertanian dan perkebunan tersebar di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Deli Serdang, Labuhan Batu, Asahan, dan Simalungun dengan komoditas utama (paling potensial) kelapa sawit, kopi, karet, coklat, teh, dan tembakau. Hasil yang berlimpah di sektor pertanian dan perkebunan di Sumatra Utara ternyata belum memberi dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat setempat. Sangat mungkin bahwa hasilnya lebih banyak tersedot ke pusat dan kurang terdistribusikan secara proporsional ke daerah. Hal serupa terjadi di daerah lain di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah kaya, seperti Kalimantan Timur, Aceh, Riau, Irian Jaya, dan lain-lainnya.

Hasil tanaman pangan dan areal pertanian di Sumatra Utara pada tahun 1997 adalah sebagai berikut: luas areal panen padi 797.545 ha, hasil produksinya

panen ubi kayu 35.246 ha, hasil produksinya 421.460 ton; luas panen kacang hijau 13.143 ha, hasil produksinya 12.568 ton; dan luas areal panen kedelai 36.529 ha, hasil produksinya 39.303 ton.

Sedangkan hasil produksi pertanian terutama tanaman pangan tahun 1998 menunjukkan perkembangan berikut; luas panen padi 823.749 hektar, hasil produksinya 2.321.049 ton; luas panen ubi kayu 40.917 hektar, hasil produksinya 488.149 ton; luas panen jagung 183.332 hektar, hasil produksinya 509.809 ton; luas panen ubi jaJar 12.015 hektar, hasil produksinya 106.618 ton; kacang tanah 24.907 hektar, hasil produksinya 26.037 ton; kacang kedelai 42.242 hektar, hasil produksinya 44.503 ton; dan kacang hijau 12.662 hektar, hasil produksinya 11.984 ton.

Hasil pertanian lainnya, yaitu sayur-sayuran pada tahun 1998 menunjukkan hasil sebagai berikut: bawang merah 53.741 ton; bawang putih 10.560 ton, daun bawang 18.286 ton; kentang 251.577 ton; kubis 229.589 ton; sawi 69.392 ton; wortel 57.942 ton; kacang panjang 28.955 ton; cabe 83.856 ton; tomat 121.929 ton; terung 29.538 ton; buncis 46.135 ton, dan ketimun 40.866 ton.

Hasil buah-buahan pada tahun 1998 adalah seperti berikut: alpukat 4.911 ton; jeruk 112.267 ton; mangga 10.999 ton; rambutan 17.881 ton; durian 53.554 ton; pepaya 15.090 ton, pisang 125.507 ton; nenas 42.755 ton; salak 93.232 ton; nangka 17.786 ton. Berdasarkan data ini, ternyata pisang mempunyai potensi yang paling baik dengan hasil yang sangat tinggi. Sementara itu, meski tidak ada dalam data BPS, Sumut juga dikenal sebagai daerah penghasil markisa. Bahkan buah

yang enak rasanya yang sudah dikemas dalam botol minuman ini sudah menjadi semacam trade mark Kota Medan. Sedangkan hasil buah-buahan lain belum dikelola secara modern seperti di Thailand, Filipina, Taiwan, dan negara-negara lainnya, padahal potensi hasil pertanian pangan di Sumut cukup menjanjikan dan tidak kalah dibandingkan dengan negara-negara itu. Jika potensi yang sangat baik itu dapat dikelola lebih profesional sudah pasti ia akan dapat meningkatkan pendapatan daerah, dan jika dieskpor ke negara lain akan mendatangkan devisa negara.(http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=vie w&id=3491&Itemid=1545).

Dokumen terkait