• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. PEMBAHASAN

6.2 Pembahasan Penelitian

6.2.5 Gambaran Tidak Menggunakan APD dengan Benar

Tidak menggunakan APD dengan benar dalam penelitian adalah tidak memakai helm, safety glasses, sarung tangan, pelindung nadi atau pelindung tangan, masker, otto, kedok las, dan safety shoes pada saat melakukan pengelasan. Menurut Bintoro (1999), demi keamanan dan kesehatan tubuh, operator las harus memakai alat-alat yang mampu melindungi tubuh dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat pengelasan. Perlengkapan tersebut, antara lain pelindung muka, safety glasses, masker wajah, pakaian las, apron, sarung tangan, dan sepatu las.

APD yang harus digunakan oleh operator las di unit welding telah sesuai dengan dengan yang dikemukakan oleh Bintoro (1999), yaitu, helm, masker, earplug, safety glasses, pelindung tangan dan lengan, safety shoes, kedok las, sarung tangan, dan otto. APD tersebut wajib digunakan pekerja pada saat melakukan pengelasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih

terdapat pekerja di unit welding yang melepas APD pada saat melakukan pengelasan, diantaranya adalah:

1. Pekerja tidak menggunakan safety glasses pada saat melakukan pengelasan. Hal ini disebabkan karena safety glasses yang mereka pakai sudah kusam akibat cara pemeliharaan pekerja yang kurang baik terhadap safety glasses tersebut sehingga mengganggu pandangan pekerja pada saat mengelas dan mereka terkadang malas untuk memakainya. Penggunaan safety glasses pada saat pengelasan sangat penting karena safety glasses dapat melindungi mata pekerja dari risiko percikan api yang timbul akibat pengelasan yang dapat mengenai dan melukai mata pekerja.

2. Pekerja tidak menggunakan masker pada saat melakukan pengelasan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, pertama, pada pekerjaan pemasangan nut, pekerja tidak menggunakan masker karena asap yang ditimbulkan dari stud weld (alat pengelasan untuk memasang nut) tidak terlalu banyak. Sebenarnya, ketika melakukan proses pengelasan, termasuk pemasangan nut, pekerja wajib untuk memakai masker untuk melindungi pekerja dari bahaya paparan asap dan debu yang ditimbulkan dari proses pengelasan. Asap dan debu yang ditimbulkan pada proses pengelasan sangat berbahaya bagi paru-paru dan dapat mengganggu pernapasan pekerja. Asap dan debu yang ditimbulkan oleh stud weld memang tidak terlihat, tetapi asap yang ditimbulkannya tetap memiliki bahaya. Banyak pekerja yang menganggap bahwa hal tersebut tidak

berbahaya sehingga banyak dari mereka yang tidak menggunakan masker pada saat melakukan pemasangan nut. Kedua, pekerja tidak menggunakan masker karena merasa gerah dan tidak nyaman ketika memakainya.

Tindakan pekerja yang tidak menggunakan safety glasses dan masker pada saat mengelas belum sesuai dengan teori Suhulman (2008) yang mengatakan bahwa setiap pekerja pengelasan harus memakai apron, sarung tangan dan perlengkapan pelindung lain, sarung tangan yang kering untuk melindungi tangan dari kemungkinan terkena aliran listrik (electric shock), pakailah penutup mulut dan hidung sebagai filter agar asap dan gas yang timbul pada saat pengelasan tidak berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, Rijanto (2011) juga mengatakan bahwa pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar terlindung dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari risiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan maka badan kita perlu menggunakan alat-alat pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Personal Protective Equipment atau Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik, dan lainnya.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah pekerja yang tidak menggunakan APD dengan benar, antara lain:

1. Foreman dan group leader memberikan pelatihan kepada pekerja cara memelihara APD yang mereka gunakan, khususnya safety glasses, sehingga safety glasses tersebut nyaman digunakan dan tidak cepat rusak. Menurut The Trainer’s Library (1978) dalam Helliyanti (2009), pelatihan adalah kegiatan yang didesain untuk membantu meningkatkan pekerja memperoleh pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, tetapi pengetahuan sangat penting diberikan sebelum individu melakukan suatu tindakan. Tindakan akan sesuai dengan pengetahuan apabila individu menerima isyarat yang cukup kuat memotivasi dia bertindak sesuai dengan pengetahuannya.

2. Pekerja harus segera melapor kepada group leader jika APD yang mereka gunakan sudah rusak sehingga dapat segera diganti.

3. Meningkatkan pengawasan kepada pekerja setiap harinya dalam penggunaan APD pada saat mengelas dan menindak tegas pekerja yang diketahui tidak menggunakan APD pada saat mengelas. Dari hasil penelitian oleh Meisya (2008) secara statistik terdapat hubungan antara pengawasan dengan perilaku tidak selamat. Disebutkan bahwa pengawasan dari supervisor secara langsung akan berpengaruh baik pada perilaku selamat pekerjanya.

6.2.6 Gambaran Pengisian/Pembebanan yang Tidak Sesuai

Pengisian atau pembebanan yang tidak sesuai dalam penelitian ini adalah membawa panel secara berlebihan melebihi dari jumlah atau standar yang diizinkan. Jumlah panel maksimal yang diizinkan untuk dibawa yaitu 10 kg atau 5 buah panel ringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat seorang pekerja yang membawa beban melebihi dari jumlah yang diizinkan. Pekerja tersebut mengatakan bahwa dirinya biasa membawa 30 buah panel ringan. Jumlah yang dibawa oleh pekerja tersebut melebihi dari jumlah panel maksimal yang diizinkan. Pekerja tersebut beralasan agar lebih efisien dan agar pekerjaannya cepat selesai dan hal itu dilakukan tanpa seizin group leader.

Tindakan yang dilakukan oleh pekerja tersebut sangat berbahaya karena jika beban panel yang diangkat oleh seorang pekerja terlalu banyak dikhawatirkan akan membahayakan dirinya sendiri. Apalagi panel-panel yang dibawa pekerja sangat tajam dan ketika pekerja membawa panel dalam jumlah yang berlebih, tiba-tiba suatu hal yang tidak diinginkan terjadi, misalnya pekerja tersebut jatuh, maka panel-panel yang tajam itu dapat melukai dirinya. Hal ini sesuai dengan teori Hendarta (2012) yang mengatakan bahwa penyebab lain terjadinya kecelakaan kerja adalah akibat beban yang berlebihan sehingga melebihi kemampuan tubuh dalam menyangga (over load). Membawa atau mengangkat barang yang terlalu berat, terlalu besar, dan sulit untuk dipegang akan membahayakan diri kita.

Oleh karena itu, jika pekerja ingin membawa panel dalam jumlah yang banyak, hendaklah menggunakan kereta dorong yang telah disediakan. Cara ini lebih aman dan efisien dibandingkan harus membawanya sendiri. Cara ini juga sesuai dengan Hendarta (2012) yang mengatakan bahwa akan jauh lebih aman bagi pekerja untuk meminta bantuan orang lain atau menggunakan alat bantu saat menemui barang-barang yang berat dalam bekerja.

6.2.7 Gambaran Cara Mengangkat yang Salah

Cara mengangkat yang salah dalam penelitian ini adalah mengambil panel tidak mengikuti instruksi yang diberikan oleh foreman dan group leader. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara mengangkat panel yang benar adalah dalam posisi agak jongkok dengan bertumpu pada lutut atau kaki, kemudian pada saat membawanya tubuh harus berada dalam posisi tegak. Akan tetapi, masih ada beberapa pekerja yang melakukan cara yang salah dalam mengangkat panel, yaitu dengan tubuh membungkuk. Hal ini dilakukan oleh pekerja karena mereka lupa atau terburu-buru. Selain itu, dengan membungkuk dinilai lebih cepat dibandingkan harus dengan posisi agak jongkok dan menilai posisi tersebut nyaman bagi dirinya.

Mengangkat beban dengan cara membungkuk seperti yang dilakukan oleh beberapa pekerja di unit welding merupakan cara mengangkat beban yang kurang tepat. Mengangkat beban dengan posisi membungkuk berarti pekerja tersebut menggunakan tulang punggung sebagai tumpuannya. Menurut Solihin (2005), tulang punggung manusia bukanlah mesin angkat

yang efisien dan dapat mudah rusak bila dipergunakan cara–cara yang tidak benar. Selain itu, hal ini sangat berbahaya karena penggunaan otot-otot punggung dan tulang belakang yang berlebihan dan kesalahan dalam aktivitas mengangkat sangat memungkinkan pekerja pengangkut barang akan mengalami gangguan nyeri punggung bawah (Nurmianto, 1996).

Menurut Nurmianto (1996), pekerjaan mengangkat barang sering menyebabkan cedera pada punggung bawah. Pekerjaan mengangkut barang adalah satu pekerjaan yang berisiko terjadinya cedera kesakitan pada punggung. Pekerjaan ini membutuhkan aktivitas mengangkat beban yang cukup berat dan berulang-ulang sehingga membutuhkan peran yang sangat besar dari otot-otot punggung dan tulang belakang. Menurut Sidharta (1984) dalam Noor (2011), penggunaan otot yang berlebihan dapat terjadi pada saat tubuh dipertahankan dalam posisi statik atau posisi yang salah untuk jangka waktu yang cukup lama dimana otot-otot di daerah punggung akan berkontraksi untuk mempertahankan postur tubuh yang normal atau pada saat aktivitas/gerakan yang menimbulkan beban mekanik yang berlebihan pada otot-otot punggung bawah, misalnya mengangkat beban yang berat dengan posisi yang salah (tubuh membungkuk) dengan lutut lurus dan jarak beban jauh dari tubuh.

Sebanyak 80% populasi orang dewasa dalam rentan hidupnya akan mengalami cedera punggung bawah. Cedera ini biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam teknik mengangkat suatu benda dan juga penggunaan yang berlebihan. Dengan menggunakan teknik mengangkat yang benar diikuti

dengan latihan penguluran dan penguatan, Anda dapat mengurangi risiko cedera punggung. Sekitar 74% cedera tulang belakang disebabkan karena aktivitas mengangkat. Mengingat tingginya risiko cedera tulang belakang pada aktivitas mengangkat maka hal ini perlu mendapatkan perhatian tersendiri dengan teknik mengangkat yang benar (Tarwaka, 2004).

Menurut Silalahi (1985), sewaktu mengangkat dan membawa, bagian tubuh yang paling terpengaruh dan dapat cedera adalah tulang punggung. Ketegangan yang diderita tulang punggung semakin berat (diukur dalam kilogram gaya) jika beban semakin berat. Teknik mengangkat dan membawa yang tepat akan memungkinkan beban maksimum karena beban tersebut tidak lagi tergantung pada tulang punggung melainkan pada otot tubuh. Teknik ini hanya dapat diterapkan melalui latihan. Secara garis besar, teknik mengangkat yang benar menurut Tarwaka (2004), yaitu:

1. Posisi tulang belakang dan punggung harus tetap lurus atau tidak membungkuk.

2. Kedua tungkai ditekuk ke arah posisi jongkok sehingga tenaga angkat yang digunakan untuk mengangkat beban tidak murni berasal dari kontraksi otot-otot punggung.

3. Pegangan atau handling terhadap barang yang akan diangkat harus kuat. 4. Lengan berada sedekat mungkin dengan badan

5. Dagu segera ditarik setelah kepala ditegakkan

6. Posisi kaki merenggang untuk membagi momentum dalam posisi mengangkat.

7. Badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, gaya untuk gerakan dan perimbangan.

8. Beban diusahakan sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh.

9. Untuk beban yang akan diangkat, usahakan pada posisi yang tidak terlalu rendah.

10.Usahakan jumlah beban yang akan diangkat tidak melebihi batas kemampuan individu yang akan mengangkat.

Oleh karena itu, untuk mencegah pekerja melakukan cara mengangkat panel yang salah, sebaiknya group leader memberikan pelatihan kepada pekerja akan teknik atau cara mengangkat panel yang baik dan benar sesuai dengan teknik yang diutarakan oleh Tawarka (2004). Selain itu, dengan pelatihan tersebut juga dapat memberikan pengetahuan kepada pekerja akan risiko bahaya yang timbul akibat cara mengangkat yang salah. Berdasarkan ILO (1989), pelatihan merupakan komponen utama dari beberapa program keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan pendidikan dan pelatihan, pekerja mengetahui faktor-faktor bahaya di tempat kerja, risiko bahaya, kerugian akibat kecelakaan yang ditimbulkan, bagaimana cara kerja yang baik, serta mengetahui tanggung jawab dan tugas dari manajemen dalam meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap bahaya potensial.

6.2.8 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah

Posisi tubuh yang salah dalam penelitian ini adalah postur tubuh pekerja yang janggal pada saat melakukan pengelasan. Menurut Suma’mur

(1999), sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat penting. Menurut Wignjosoebroto (2003), beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan menderita cacat tubuh. Postur yang baik merupakan bagian penting dalam pemeliharaan diri.

Posisi yang tidak nyaman dalam bekerja seperti yang diutarakan oleh Wignjosoebroto (2003), juga dirasakan oleh sebagian besar pekerja di unit welding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka melakukan pengelasan dalam posisi berdiri selama kurang lebih 8 jam kerja. Posisi mereka pada saat berdiri adalah dengan tubuh membungkuk. Menurut hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti hal ini disebabkan karena posisi meja panel (jig) tempat mereka mengelas agak lebih rendah sehingga mereka harus membungkuk. Menurut salah satu informan tinggi meja panel tersebut sekitar 90 cm. Mereka merasa, posisi tersebut membuat anggota tubuh mereka terasa nyeri, seperti leher dan punggung, serta terasa lelah.

Posisi tubuh pekerja yang agak membungkuk pada saat berdiri tidak sesuai dengan teori Wignjosoebroto (2003) yang mengatakan bahwa ketika berdiri harus berada dalam posisi yang benar untuk menjaga otot-otot dan tubuh dalam kondisi yang baik. Untuk itu, pekerja harus menghindari sikap malas, posisi punggung yang membungkuk atau posisi tubuh yang membuat lekukan pada tulang punggung ketika sedang bekerja. Saat berjalan harus dibiasakan berdiri dengan benar, berat tubuh harus terbagi sama rata untuk mendapatkan keseimbangan tubuh. Selain dari sikap tubuh saat berdiri, sikap duduk yang baik pun penting diperhatikan untuk mencegah kelelahan pada umumnya dan ketegangan pada punggung. Sikap duduk yang baik yaitu punggung tegak dan posisi duduk menekan bagian belakang.

Keluhan yang dirasakan pekerja yang diakibatkan oleh posisi berdiri mereka yang agak membungkuk juga senada dengan yang dikemukakan oleh dr. Beverly Marr dalam Koran Jakarta (2012) yang mengatakan bahwa perubahan postur tubuh yang terjadi akibat terlalu sering duduk atau berdiri dalam posisi yang salah tidak hanya menyebabkan nyeri berkepanjangan, tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan tubuh secara menyeluruh. Postur tubuh yang buruk dapat membuat seseorang merasa sakit dan nyeri, terutama di area punggung dan leher. Selain itu, posisi tubuh yang membungkuk membuat seseorang tidak bisa bernapas dengan lancar sehingga menjadi mudah lelah. Area perut yang selalu dalam kondisi menekuk juga dapat mengganggu kerja pencernaan.

Menurut Wignjosoebroto (2003) membiasakan diri dengan kondisi postur yang baik akan membantu dalam mencegah berbagai gangguan fisik, seperti kelelahan, memperbaiki bentuk tubuh, memberi kesan penampilan diri lebih luwes dan tidak kaku. Disiplin diri merupakan unsur yang menentukan bagi suatu kepribadian yang tertib, tenang, menyenangkan serta menyehatkan. Berdiri dalam posisi yang benar akan menjaga otot-otot dan tubuh dalam kondisi yang baik.

Oleh karena itu, untuk menjaga posisi tubuh pekerja pada posisi yang baik dan benar pada saat pengelasan, sebaiknya meja panel yang digunakan untuk mengelas didesain kembali dengan mempertimbangkan faktor ergonomi sehingga dapat membuat pekerja berada dalam posisi yang nyaman dan benar pada saat pengelasan dan hal ini juga dapat mencegah risiko kelelahan dan nyeri otot akibat posisi yang salah dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan Suma’mur (1999), yang mengatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja sangat penting.