BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Kemunculan pertama kali surat kabar di Jawa Timur, khususnya Surabaya terjadi pada tahun 1836. Surat kabar bernama Soerabajasch Advertentiebald itu dipimpin oleh C.F. Smith. Surat kabar tersebut terbit pada bulan Juli 1835 dan lebih banyak memuat iklan. Iklan yang dimaksud di sini adalah penawaran barang-barang dagangan yang diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat sekitar kota Surabaya. Di antaranya, iklan mengenai kedatangan dan keberangkatan kapal-kapal dagang yang berlabuh di pelabuhan Surabaya, pemberitahuan kematian, pernikahan, peresmian, dan sebagainya.
Perkembangan terlihat setahun kemudian. C.F. Smith berusaha keras mengangkat surat kabar terbitannya dengan menambah berbagai macam artikel dan berita sosial politik. Namun, usulan tersebut ditolak oleh residen Surabaya. Lalu, pada 1841, Kepala Tata Usaha dan Pejabat Pengadilan Distrik Surabaya yaitu Van Realten, mengambil alih manajemen surat kabar dengan alasan agar pemerintah tidak dirugikan oleh ide Smith itu. Meskipun ada pengekangan pemberitaan oleh pemerintah, tidak menyudutkan perjuangan kebebasan persuratkabaran. Sebab, masyarakat tetap membutuhkan informasi tentang politik, tapi pemerintah tidak adil terhadap masyarakat pribumi. Kemudian pada 1853 nama surat kabar tersebut berganti menjadi
Soerabajasch Nievws en Advertentiebald, dan mendapat pengawasan ketat karena penulisannya yang semakin mendalam.
Surat kabar kedua adalah Ouspost yang muncul di Januari 1853. Bersamaan dengan pengawasan kolonial yang melemah, pada tahun 1870 beralih nama menjadi
Het Soerabajasch Handelsbald. Semakin longgar, surat kabar di Jawa Timur semakin menjamur.
Inovasi dihadirkan Nievwsbode yang terbit dua kali seminggu sejak tahun 1861. Maka, perkembangan itu diikuti oleh surat kabar-surat kabar lain yang semula terbit sekali seminggu meningkat menjadi dua kali seminggu. Bahkan pada tahun tersebut, terbit pula Soerabajasch Courant yang terbit tiga kali seminggu.
Surat kabar berbahasa Melayu yang bernama Bahasa Melajoe, terbit pertama kali pada Januari 1856. Surat kabar ini memiliki tendensi membela dan memperjuangkan hak-hak kaum pribumi. Surat kabar-surat kabar lain yang terbit hingga tahun 1900 adalah Bintang Soerabaja, Tjahaja Moelia, dan lain-lain. Memasuki abad ke-20, penerbitan pers di Jawa Timur kian berkembang pesat dan ketat persaingannya.
Di Jawa Timur, pada tahun 1945 hingga 1950, khususnya Surabaya, paling transparan menggambarkan fungsi pers sebagai pers perjuangan. Ada sekumpulan orang yang disebut jurnalis sekaligus pejuang, antara lain Bung Tomo, Wiwiek Hidayat, Abdul Azis, Soelaiman Hadi, dan lainnya. Mereka bangkit karena revolusi dan masuk dalam pergolakan dan perjuangan fisik. Kemudian di tahun 1950, Surabaya ditandai dengan aktivitas berbagai media cetak harian dan majalah, baik yang berbahasa Indonesia, Tionghoa, Jawa, maupun Belanda. Pers di Jawa Timur mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Pers angkatan SUPERSEMAR dapat dikatakan sebagai terompet masyarakat yang pada waktu itu menentang kebijakan orde lama dan menyokong penuh aksi mahasiswa serta pemuda. Sehingga, pers yang terbit merupakan parlemen Surabaya, sama seperti saat penjajahan Belanda.
Ketika masuk era orde baru, situasi politik relatif stabil. Pers mulai berorientasi pada keuntungan ekonomi. Persaingan antara pers yang berada di ibukota dan di daerah mulai tampak. Berkat persaingan tersebut, timbul dampak positif di mana pers daerah dapat memperbaiki kualitas media dan manajemen pengelolaannya, termasuk di Jawa Timur. Salah satunya seperti yang dilakukan harian Jawa Pos bekerja sama dengan PT. Grafiti Pers Tempo Group.
Di masa sekarang, pers Indonesia termasuk di Jawa Timur mengalami perkembangan pesat. Banyak surat kabar baru bermunculan akibat kemudahan penerbitan pers. Namun, yang perlu diingat adalah harian Jawa Pos masih tercatat sebagai koran harian terbesar di Jawa Timur.
4.1.2. Gambaran Umum Jawa Pos
Harian Jawa Pos merupakan usaha swasta di bidang media komunikasi massa berbentuk PT. yang didirikan oleh The Chung Sen (Suseno Tejo) dan terbit mulai 1 Juli 1949. Pertama kali berkantor di Jalan Kembang Jepun dengan oplah 6.000 eksemplar perhari.
Mulai 1982 beralih manajemen, diambil alih oleh PT. Grafiti Pers (Majalah/Koran Tempo) yang dipimpin Dahlan Iskan dan berkembang hingga sekarang. Visi dan misi yang dimiliki adalah untuk mempertahankan dan mengembangkan perusahaan bisnis dengan melaksanakan fungsi pers.
Dicetak di atas 400.000 eksemplar setiap hari, Jawa Pos kini menduduki peringkat kedua dalam urutan sepuluh koran besar di Indonesia. Berdasarkan penelitian Nielsen Media Research pada 2007, Jawa Pos tercatat memiliki pembaca terbanyak di Indonesia dari kalangan berbagai kelompok usia. Basis pemasaran terkuat berada di Jawa Timur, menyusul mengembang di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, hingga Irian Jaya. Dengan orientasi segmentasi menengah-atas, untuk meningkatkan kualitas layanan pembaca, Jawa Pos melakukan cetak jarak jauh dengan sistem cetak
jarak jauh (SCJJ) di Bali, Banyuwangi, Nganjuk, Solo, Jakata, Balikpapan, Banjarmasin, dan dipersiapkan di beberapa kota lain di Indonesia.
Ketika tahun 1982, Jawa Pos terbit dalam 12 halaman setiap hari. Setelah ditetapkannya Dewan Pers, hasil dari rapat kerja tahunan di Monumen Pers Nasional, atau dalam Sidang Dewan Pers ke-33 tahun 1990, Jawa Pos terbit dengan 16 halaman pada hari Senin, Rabu, Sabtu, dan Minggu.
Namun belum lama keputusan itu berjalan, sudah disusul keputusan baru sesaat setelah Sidang Dewan Pers ke-34 di Irian Jaya tahun 1991. Keputusannya adalah surat kabar nasional diperbolehkan terbit 16 halaman setiap hari selama seminggu. Pada 17 Agustus 1991, Jawa Pos terbit 16 halaman setiap harinya.
Terobosan baru terjadi pada awal 1996, Jawa Pos tampil dengan 20 halaman nonstop, artinya terbit setiap hari meskipun di hari libur. Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan khalayak pembaca yang semakin meningkat permintaannya terhadap berita, maka di awal 1999 Jawa Pos terbit 24 halaman nonstop. Kini, harian Jawa Pos terbit dengan 48 halaman nonstop.
Sejak 9 September 1998, Jawa Pos tampil dengan format baru, yakni Young Broadsheet dengan lebar tujuh kolom (dulu sembilan kolom) seperti koran di luar negeri. Jawa Pos kini juga tampil dengan berbagai koran “Radar” di berbagai daerah (local contents). Ini merupakan terobosan untuk menguatkan image sebagai pelopor.
Jawa Pos mulai diminati warga Indonesia yang tinggal di Malaysia dan Saudi Arabia. Bagi pembaca di luar negeri lainnya dapat mengikuti berita-berita Jawa Pos melalui fasilitas internet (JPNet : http://www.jawapos.co.id).
Memiliki seratus wartawan lebih yang ditempatkan di berbagai kota penting di dalam dan luar negeri. Jawa Pos pernah menempatkan di Frankfurt, London, Roma, Hongkong, Washington, Sao Paulo, dan Bulgaria. Karena pertimbangan efisiensi, kini penempatan wartawan di luar negeri sangat dipertimbangkan, diutamakan jika ada acara-acara khusus.
4.1.3. Rubrik DetEksi
Tepat pada 26 Februari 2000, di bawah pimpinan seorang redaktur yaitu Azrul Ananda, DetEksi mulai menghiasi lembaran harian Jawa Pos. DetEksi hadir untuk “membunuh” kemelut malas baca koran yang melanda anak muda. Dengan menganut teknik jurnalisme presisi, DetEksi menyuguhkan berita dengan melibatkan anak muda secara langsung. Mengapa anak muda? Karena mereka lah yang paling mengenal dunia anak muda. Sedangkan jurnalisme presisi atau precision journalism sendiri adalah salah satu metode pemberitaan dengan memanfaatkan riset sosial kuantitatif. Perpaduan kedua unsur itulah yang coba ditawarkan oleh DetEksi. Visi dan misi
DetEksi adalah untuk meningkatkan minat baca anak muda Surabaya serta mengkaderisasi pembaca Jawa Pos lima sampai lima belas tahun ke depan.
Salah satu tujuan dibuatnya halaman DetEksi yaitu menyambung hati antara orang tua dan anak, pengajar dan siswa, serta remaja dan sesamanya. Terbukti dari
survey yang dilakukan DetEksi pada 18 Februari 2001. Tercatat sebanyak 93,1 persen responden DetEksi yang terdiri dari mahasiswa perguruan tinggi dan siswa SMU/SMK Surabaya membaca DetEksi. Dan 38,7 persen di antaranya mengaku membaca ulasan hasil polling saat pertama kali menyentuh halaman DetEksi. Dalam perkembangannya, DetEksi selalu melakukan pengamatan serupa. Hasilnya? Berdasarkan hasil polling
DetEksi pada 11 Februari 2010, tercatat jumlah pembaca DetEksi sebanyak 713 orang dengan kisaran usia 11–19 tahun. Terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 327 orang dan perempuan sebanyak 386 orang. Kini, DetEksi telah berusia sepuluh tahun. Dengan bertambahnya usia, DetEksi bukan berarti semakin menua, tetapi justru semakin beragam yang mampu diberikan.
DetEksi hadir empat halaman untuk hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Selebihnya tiga halaman. Halaman utama DetEksi terdiri dari dua sampai tiga naskah utama yang mengulas tema polling. Ada pula komentar pakar (Bla Bla Bla), tips seputar topik yang bersangkutan (Tak Tik Tang), dan box berisikan pengalaman seseorang sehubungan dengan topik yang dimuat (Share). Polling DetEksi mencoba mengetahui pendapat anak muda yang tinggal di Surabaya mengenai permasalahan tertentu. Misalnya, pandangan mereka terhadap anak yang melarikan diri dari rumah, emansipasi perempuan, bolos sekolah, seks pranikah, dan lain sebagainya.
Halaman lain lebih bersifat informatif dan aplikatif. Trend yang sedang berkembang di kalangan anak muda selalu menjadi bahan sorotan. Bahkan, lebih sering DetEksi-lah yang menjadi trendsetter.
Sasaran pembaca DetEksi adalah kalangan remaja. Maka, kru yang bekerja di dalamnya juga berasal dari usia sebaya. Rata-rata para kru DetEksi memiliki kisaran usia antara 19–25 tahun. Kru DetEksi berjumlah lebih dari 50 anak muda, dengan usia rata-rata 20 tahun. Ada supervisor, koordinator, wakil koordinator, editor, penulis, grafis, fotografer, petugas entry data, pembuat kuesioner, IT dan Litbang, dan
surveyor.
DetEksi terdiri atas berbagai divisi yang saling terkait. Surveyor, Penulis, Fotografer, dan Grafis adalah jabatan yang membuka jalur rekrutmen terbuka. Semua kru DetEksi bermula dari jabatan ini. Syaratnya, usia maksimal saat mendaftar adalah 21 tahun. IP minimal 3,00 dan sedang kuliah di Surabaya. Harus tahan banting dan gaul. Untuk Surveyor, tugasnya melakukan tugas polling ke area yang telah ditentukan.
Penulis, adalah kru DetEksi yang bertugas mewawancara dan menulis hasil
polling. Saat ini terdapat 7 Penulis aktif yang bertanggung jawab terhadap Editor. Mbak dan Mas Edi –panggilan bagi Editor- inilah yang bertanggung jawab penuh akan
kualitas halaman DetEksi. Ya mengedit, ya menambah tulisan, pokoknya yang take charge atas halaman.
Selain itu, ada tim Entry Data yang bertugas memasukkan data hasil polling ke komputer. Dengan menggunakan software Microsoft Office Excel dan SPSS, mereka menyulap angka menjadi informasi penting. Kemudian, ada Fotografer yang mengurus semua yang berhubungan dengan kebutuhan foto halaman DetEksi, dan Grafis yang bertugas membuat halaman DetEksi terlihat sedap dipandang.
Siapa pembuat kuesioner yang disebarkan oleh para Surveyor? Jawabannya adalah tim penulis kuesioner. Ada lagi, tim IT dan Litbang yang memiliki fungsi memelihara komputer dan data-data DetEksi. Terakhir, jabatan yang bertugas mengatur kerja kru DetEksi, sekaligus bertanggung jawab terhadap semua event yang digelar DetEksi adalah Koordinator dan Supervisor.
4.2. Penyajian Data dan Analisa