• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

G. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Nias

Kabupaten Nias adalah salah satu Kabupaten yang termasuk kedalam Wilayah Propinsi Sumatera Utara, yang berada dalam satu pulau dengan Kabupaten Nias Selatan (Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Nias) di kenal dengan Pulau Nias, yang mempunyai jarak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga. Daerah Kabupaten Nias merupakan salah satu daerah Kabupaten yang memiliki banyak pulau–pulau kecil yaitu kurang lebih sebanyak 27 buah. Diantara pulau–pulau kecil yang ada di Kabupaten Nias tidak semuanya dihuni oleh penduduk. Dimana pulau yang dihuni oleh penduduk hanya berjumlah sebanyak 11 buah, dan yang tidak di huni adalah sebanyak 16 buah.

Masyarakat suku Nias yang dikalangan masyarakat Sumatera Utara terpopuler dengan sebutan orang ”Nias”, dalam pergaulan sehari–hari masyarakat Nias lebih menyebut dirinya sebagai “Ono Niha”(Anak Manusia) dan daerah Nias itu sendiri di sebut “Tano Niha” (Tanah Manusia).

Tano Niha memiliki penduduk pendatang dari berbagai etnis seperti Batak, Jawa, Cina, Aceh, Minangkabau, Manado, Bugis dan lain-lain. Etnis tersebut sebagian besar bertempat tinggal di daerah perkotaan, misalnya di Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan Lahewa, Kecamatan Lahusa, Kecamatan Sirombu, dan Kecamatan Pulau–pulau Batu termasuk Pulau Tello.

Bentuk perkawinan yang di kenal dalam hukum adat pada masyarakat Nias yaitu perkawinan yang di lakukan dengan penyerahan beberapa jujuran sesuai dengan kesepakatan sebelumnya antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sistem kekerabatan dan pewarisan hukum adat yang berlaku pada kalangan masyarakat Nias adalah menganut sistem kekerabatan dan pewarisan patrilineal artinya dimana dalam sistem ini lebih mengutamakan kedudukan anak laki-laki daripada anak perempuan kesepakatan sebelumnya antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan.

Untuk memudahkan memahami tentang sistem pembagian dan pemisahan warisan atas harta peninggalan dari si pewaris yang berlaku pada kalangan masyarakat Nias itu alangkah baiknya perlu kita ketahui asal usul dari harta warisan tersebut adapun asal usul harta warisan tersebut dapat kita rinci sebagai berikut:

a. Harta bawaan suami-istri

“Harta bawaan masing-masing suami istri ke dalam perkawinan yang diperoleh dari hasil pencaharian atau jerih payahnya sendiri baik sebelum maupun selama dalam perkawinan disebut dengan lua-lua halowonia (hasil usahanya) atau sinondrania ba wohalowonia (pendapatannya dari hasil kerjanya), menjadi harta bersama dalam perkawinan dan menjadi harta warisan bagi anak-anak mereka” b. Harta bersama dalam perkawinan

Harta bersama atau harta kekayaan suami istri dalam perkawinan menurut hukum adat pada masyarakat Nias yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Asal dari mana harta ini diperoleh tidak dipersoalkan, artinya harta bersama tersebut merupakan hak milik yang diperoleh melalui usaha yang dilakukan suami istri se

Sistem Pemisahan dan pembagian Hak Atas Tanah Dari Warisan

Menurut Pasal 1066 ayat (1) KUH Perdata bahwa tiada seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi

Suatu kepemilikan bersama tidaklah dapat berlangsung terus dalam keadaan yang tidak terbagi. Untuk mengakhiri keadaan yang tidak terbagi tersebut maka para pemilik harus melakukan pemisahan dan pembagian terhadap kepemilikan bersama tersebut.

Selanjutnya Pasal 1074 KUHPerdata mengatakan:

”pemisahan harta peninggalan dilaksanakan dalam suatu akta dimuka seorang notaris yang dipilah oleh para pihak atau jika ada perselisihan diangkat oleh Pengadilan Negeri atas surat permohonan dari para pihak yang berkepentingan yang teramat bersedia”

Pemisahan dan pembagian harta warisan dapat juga dilakukan secara terpaksa. Hal ini terjadi apabila ada salah satu ahli waris yang tidak setuju atas pemisahan dan pembahagian harta warisan tersebut maka dilakukan pemisahan dan pembagian secara paksa dengan keputusan Pengadilan Negeri. Demikian juga halnya apabila semua pemilik serta mengadakan pemisahan dan pembahagian secara lisan harus dilakukan dengan kesepakatan antara semua pemilik serta yang telah bebas menyatakan kehendaknya, tetapi tidak tertutup kemungkinan oleh para ahli waris tersebut melakukan pemisahan dan pembagian dengan akta notaris oleh orang-orang yang telah bebas menentukan haknya.

Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa bentuk pemisahan dan pembagian dapat dilakukan berdasarkan Pasal 1069 dan Pasal 1074 KUHPerdata, yaitu dalam bentuk dibawah tangan, lisan maupun dengan bentuk akta notaril, sesuai dengan yang dikehendaki oleh mereka yang pemilik sertanya merupakan orang yang bebas menyatakan kehendaknya. Tetapi apabila salah seorang tidak cakap membuat kehendaknya maka bentuk pemisahan dan pembahagiannya harus dibuat dengan akta notaril.

Pewarisan merupakan proses peralihan atau perpindahan harta peninggalan /harta warisan seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris kepada ahli warisnya). Berkaitan dengan itu apa yang di uraikan diatas bahwa dalam keluarga terhadap pewarisan pada masyarakat Nias menganut sistem Patrilineal yang tentu berkaitan dengan hukum adat.

Hukum waris adat Nias menganut sistem patrilineal yaitu sistem yang menurut garis keturunan dari bapak dan dari segi pewarisan harta didominasi oleh kaum laki-laki sementara perempuan tidak dapat bagian sama sekali.

Terhadap sistem pembagian warisan pada masyarakat Nias yang menganut sistem patrilineal, dimana kedudukan laki-laki lebih di utamakan dari pada perempuan. Pada umumnya di antara anak laki-laki sendiri mendapat pembagian yang sama, hal ini berbeda dengan sebelumnya di mana anak laki-laki yang tertua mendapat bagian yang lebih besar.

Namun dalam perkembangannya dan fakta sosial sekarang ini kekuatan hukum adat dalam pembagian harta warisan atas tanah telah mengalami perubahan dimana

wanita diperhitungkan mendapat bagian harta dalam keluarganya, hal ini disebabkan karena kemajuan ekonomi, teknologi, pendidikan, dan sosial budaya maka menyebabkan juga pergeseran hukum adat Nias dalam hal pembahagian warisan atas tanah pada kalangan masyarakat Nias. Pembahagian warisan atas tanah pada kalangan masyarakat Nias yang tidak membedakan antara kedudukan laki-laki dan perempuan, sangat didominasi oleh suatu masyarakat yang telah memiliki dan mengetahui perkembangan zaman atas kedudukan anak laki-laki dan perempuan maupun janda yang sesuai dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya, yang mempertahankan hak-hak kedudukan anak yang tidak membedakan antara anak laki-laki maupun perempuan.

Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa di setiap daerah di seluruh Indonesia menganut hukum adat yang berbeda-beda, karena sistem kekerabatan yang tidak selalu sama dan bahkan di dalam kelompok masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan yang samapun akan dijumpai perbedaan-perbedaan yang sangat menonjol, salah satu perbedaan yang dapat ditemukan adalah dalam sistem pembagian warisan.

Pelaksanaan pembagian warisan dalam masyarakat adat Nias dapat dilakukan ketika pewaris masih hidup. Jika pewaris masih hidup, maka pewaris akan memanggil anak sulungnya dan memberitahukan bahwa ia (pewaris) hendak melakukan pembagian warisan. Oleh karena itu, maka anak sulung tersebut akan membicarakan hal itu kepada seluruh ahli waris dan kemudian melakukan musyawarah keluarga yang dinamakan dengan huhuo yomo atau huhuo bambato. Selanjutnya mengambil suatu

kesepakatan untuk mengadakan suatu acara yang disebut dengan fangandro howu-howu zatua (meminta do’a atau berkat dari orangtua). Dalam acara ini, pihak anak perempuan harus dengan sepintar-pintarnya mengambil hati orangtua karena acara tersebut merupakan kesempatan bagi mereka untuk memperoleh bagian lebih besar atas harta orang tua yang sifatnya sebagai pemberian orangtua atau masi-masi zatua. Hal ini disebabkan dalam masyarakat adat Nias tidak ada aturan besarnya bagian pemberian orangtua kepada anak perempuannya (masi-masi zatua). Jadi, besarnya bagian masi-masi zatua bisa saja melebihi bagian mutlak (legitieme portie88) dalam KUHPerdata atau bagian yang telah ditentukan dalam Hukum Islam.

Namun dalam hal pewaris telah meninggal dunia, maka sebelum pelaksanaan pembagian warisan tersebut, para ahli waris mengadakan sebuah acara yang disebut dengan mombagi harato zatua (membagi harta orangtua) dan selama persiapan acara tersebut, para ahli waris secara bersama-sama mempertimbangkan mengenai bagian masing-masing ahli waris.

Oleh karena itu menurut hukum adat Nias yang sangat berperan untuk menguasai harta kekayaan terletak pada pihak laki-laki sementara pihak perempuan tidak berhak untuk menguasainya. Namun demikian, perempuan mempunyai hak untuk menerima pemberian dari orang tua yang dinamakan dengan masi-masi zatua ( tanda kasih sayang orangtua).

88

Legitimie portie, yaitu: suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Lihat, R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1977, hal.79

G. Prosedur Pendaftaran Tanah

1. Prosedur pendaftaran tanah secara umum

Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia. Ketentuan tersebut di atas merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk mengatur dan menyelenggarakan pendaftaran tanah, hal ini merupakan adanya jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak, tentang kepastian hukum ini diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan peraturan pelaksanaannya.

Kegiatan pendaftaran yang diatur dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, meliputi dua kegiatan yaitu:

a. Pendaftaran tanah untuk pertama kali, yaitu pendaftaran yang dilekatkan terhadap objek pendaftaran tanah (tanah negara dan bukti hak lama) yang belum di daftarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2) meliputi:

1). Pengumpulan dan pengolahan data fisik. 2). Pembuktian hak dan pembukuannya 3). Penerbitan sertifikat

4). Penyajian data fisik dan data yuridis 5). Penyimpanan daftar umum dan dukomen.

b. Pemeliharaan data pendaftaran tanah yang merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis. Dengan kata lain,

pendaftaran baru karena adanya perubahan yang terjadi di kemudian hari, baik mengenai tanahnya (pemisahan atau penggabungan serta hapusnya dan pembebanannya), hak maupun subjek haknya karena tujuan pendaftaran tanah untuk menuju kepastian hukum atas tanah.

2.Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Tanah Karena Pewarisan Menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Di dalam Bab VI paragraf tiga pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang peralihan hak karena pewarisan tersebut menegaskan sebagai berikut :

1. Untuk peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah terdaftar , wajib di serahkan oleh yang menerima hak atas tanah sebagai warisan kepada kantor pertanahan, sertipikat yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya di catat sebagai pemegang haknya dengan surat tanda bukti sebagai ahli waris. Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang hak yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam hukum perdata yang berlaku. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga di wajibkan dalam rangka memberikan pelindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah. Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.

2. Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib di serahkan dokumen-dokumen surat keterangan kepala desa atau kelurahan yang menyatakan yang bersangkutan menguasai tanah, dan surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah tersebut belum bersertipikat dari kantor pertanahan, atau surat keterangan kepala desa atau lurah jika lokasi tanahnya jauh dari kedudukan kantor pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan. Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan di perlukan karena pendaftaran peralihan hak ini baru dapat di lakukan setelah pendaftaran untuk pertama kali atas nama pewaris.

3. Jika penerima waris terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut di lakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris seperti tersebut pada angka 1 di atas.

4 Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut di daftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran hak milik atas tanah di lakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan suatu tanda bukti sebagai ahli waris dan pembagian waris tersebut. Dalam hal akta pembagian waris yang di buat sesuai ketentuan yang berlaku dan hak waris jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain , misalnya akta PPAT.

5. Warisan berupa hak atas tanah yang menurut akta pembagian waris harus di bagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan atau akta pembagian warisan tersebut.

Pendaftaran peralihan hak milik karena pewarisan didaftarkan ke kantor pertanahan Kabupaten atau Kota setempat dengan melampirkan surat keterangan kematian pemilik tanah yang dibuat oleh pejabat yang berwenang disertai dengan surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, bukti identitas para ahli waris, sertifikat tanah yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya syarat-syarat yang harus dilampirkan oleh pemohon untuk mendapatkan sertifikat peralihan hak karena pembagian warisan:

1. Melampirkan surat keterangan hak waris yang dibuat oleh kepala desa yang disahkan oleh camat setempat atau yang dibuat oleh Notaris

2. Surat keterangan yang dibuat oleh para ahli waris tentang perjanjian bagi waris yang disahkan oleh pejabat yang berwenang

3. Surat keterangan pajak tanah yang bersangkutan

4. Pernyataan dari si penerima warisan tentang jumlah tanah yang sudah dimiliki

5. Izin peralihan hak-hak atas tanah.

Syarat-syarat yang diperlukan dalam permohonan peralihan hak karena pewarisan di Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah:

a. Surat permohonan dari pemohon/kuasanya

b. Foto copy KTP identitas pemohon (asli diperlihatkan) c. Asli sertipikat hak atas tanah

d. Asli surat keterangan kematian dari kepala desa/lurah e. Asli surat keterangan ahli waris.

Sedangkan syarat-syarat permohonan pendaftaran tanah yang di dapatkan karena pewarisan terhadap tanah-tanah yang tidak terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah:

1. Surat pernyataan warisan. 2. Surat Keterangan Waris. 3. Akta Pembagian Warisan.

4. Pajak Bumi dan Bangunan terakhir. 5. Kartu Keluarga.

6. Kartu Tanda Penduduk Saksi. 7. Permohonan Penguasaan Fisik. 8. Surat Keterangan Kematian.

Adapun permohonan hak atas tanah yang disebabkan oleh peristiwa hukum seperti tanah yang diperoleh karena pewarisan. Memperoleh Hak Milik karena pewarisan atas sebidang tanah sebagai hasil pembagian warisan, tidak memerlukan prosedur yang demikian panjang, hal ini dikarenakan berdasarkan penjelasan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa “ Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru . Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur cukup di tunjukkan dengan surat tanda bukti ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.