• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias)"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

KAJIAN PENDAFTARAN TANAH

DARI PEMBAGIANWARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997

(STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI

KABUPATEN NIAS)

Oleh

(2)

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

KAJIAN PENDAFTARAN TANAH

DARI PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997

(STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI

KABUPATEN NIAS)

TESIS

Oleh

(4)

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

KAJIAN PENDAFTARAN TANAH

DARI PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997

(STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI

KABUPATEN NIAS)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(5)

ALIYUSRAN GEA

067011015/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

Judul Tesis : KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI

PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997 (STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN

GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS)

Nama Mahasiswa : Aliyusran Gea

Nomor Pokok : 067011015

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN)

(6)

(Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.Mhum) (Syahril Sofyan,SH.MKn)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi

(Prof.Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN)

Tanggal Lulus: 20 Agustus 2008

Judul Tesis : KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI

PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997 (STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN

GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS)

Nama Mahasiswa : Aliyusran Gea

Nomor Pokok : 067011015

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui

(7)

(Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN)

Ketua

(Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.Mhum) (Syahril Sofyan,SH.MKn)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr. Muhammad Yamin Lubis,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa.B Msc)

Tanggal Lulus: 20 Agustus 2008

Telah Diuji

(8)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN.

Anggota :1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum

2. Syahril Sofyan, SH, MKn.

3. Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, MHum

4. Syafnil Gani SH, MHum

(9)

ABSTRAK

Pendaftaran tanah merupakan perintah Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria atau di singkat UUPA untuk memenuhi kebutuhan hukum terhadap hak-hak atas tanah sebagaimana di sebutkan pada ayat 10 adalah” untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”. Tindak lanjut dari pasal 19 UUPA tentang pendaftaran tanah maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur tentang sistem dan prosedur Pendaftaran tanah dan hak-hak yang menyangkut objek dari pendaftaran tanah tersebut baik karena undang-undang maupun karena peristiwa hukum. Sebagaimana di ketahui bahwa peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena peristiwa hukum ,dimana peristiwa tersebut dapat mengakibatkan akibat hukum.Salah satu contoh karena “kematian seseorang”,dimana dengan kematian seseorang terbukalah hak pewarisan terhadap ahli waris dari harta si pewaris.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris artinya penelitian yang di lakukan dengan menekankan aspek hukum dengan melakukan perbandingan dan melihat kenyataan pelaksanaannya di lapangan.

Dari hasil penelitian bahwa pelaksanaan proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah dari pembagian warisan di Kecamatan Gunungsitoli telah di lakukan sebagaimana yang telah di isyaratkan oleh penjelasan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa”peralihan hak karena warisan terjadi karena hukum pada saat yang bersangkutan meninggal dunia,artinya sejak itulah para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru dengan menunjukkan surat bukti sebagai ahli waris, atau surat keterangan ahli waris, atau surat penetapan ahli waris, atau surat keterangan ahli waris walaupun tidak semaksimal mungkin di lakukan oleh masyarakat dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias karena menemui kendala-kendala yang di hadapi bersama baik kendala dari masyarakat Nias sendiri maupun dari kalangan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias. Adapun kendala-kendala yang di hadapi tersebut yang timbul dari kalangan masyarakat adalah: faktor budaya hukum masyarakat setempat, ketidakfahaman akan fungsi dan kegunaan sertifikat oleh pemegang hak, ekonomi dan pendidikan masyarakat, biaya yang cukup mahal, dan faktor birokrasi yang berbelit-belit dan berkepanjangan. Sedangkan kendala yang timbul dari pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah: faktor keterbatasan teknis lapangan dan sarana serta prasarana, kurangnya dana dan anggaran penyuluhan dan sosialisasi tentang pendaftaran tanah. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut maka di harapkan kepada pemerintah setempat dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias melakukan upaya–upaya seperti memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kegunaan dan fungsi sertifikat,meningkatkan ekonomi pendapatan masyarakat, meningkatkan kwalitas pendidikan masyarakat, memberikan kemudahan-kemudahan dalam kepengurusan dan keringanan biaya kepada masyarakat, serta peningkatan sarana dan prasarana pelaksana teknis Kantor Pertanahan Kabupaten Nias. Disamping itu juga sabgat di harapkan seluruh dukungan masyarakat agar mendukung program pemerintah dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias tentang budaya pendaftaran tanah.

(10)

ABSTRACT

Land registration is a regulation state in Article 19 of the Agrarian Basic law (UUPA) to meet the legal need for land right as mentioned in paragraph 10, among other things, to guarantee a legal certainly; the government organizes land registration in the all areas of the Republic of Indonesia according to the stipulation regulated in the government regulation. To follow-up Article 19 of the Agrarian Basic Law on land registration, the government passed Government Regulation No.24/1997 regulating the system and procedure of land registration and the right concerning the object of the land registration either because of the legislation or because of legal events. As widely known , the transfer of right to land can occur because of legal event. With somebody’s death, for example, the right inheritance to the theirs of the properties of the deceased is open.

Using the empirical juridical method, this study emphasizes legal aspect by looking at and comparing the implementation of the legal aspects in daily activities.

The result of study reveals that the implementation of the process of land registration or the change of the right to land originated from the distribution of inheritance in Gunungsitoli sub-district has been implementet as state in the explanation of the article 42 of Government Regulation No.24/1997 saying that the right transfer because of a legal- based inheritance occur when the property owner passed away, meaning, from that time on the heirs become the new right holder by showing the evidence of being heirs, a letter of the statement as heirs, or a letter appointment, or letter of decision as heirs, or aletter of statement of heirs although it is not maximally practice by the community or the land office of Nias Distric. The constraints originally came from the community were the factor of local community’s legal cultur, the holder does not understanding the function and use of the certificate he/she hold, community’s economic and education background, high cost, and the factor of long and difficult bureaucracy. The constraints originally came from the land office of Nias Distric are the factors of limited field technique, facilities and insfratructure, lack of fund and budget for the extension and socialization of land registration. To solve these constraints, it is expected that district government and land office of Nias district try to help the community understand the use and function the certificate, to improve the commnity’s economic condition and income, to improve the quality of community’s education, to help community in the process of registering the land obtained from the inheritance distribution as well as reducing the cost needed, and to improve the the facilities and insfratructure for the technical implementation done by land Office of Nias district In addition, the whole community is expected to support the program of government and land Office of Nias District on developing the culture of land registration.

(11)

KATA PENGANTAR

Dengan sembah sujudku penulis mengucapkan Alhamdulillah dan bersyukur

kepada Allah SWT atas telah selesainya penulis menyelesaikan dan menyususn

penulisan Tesis ini dengan judul “ Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian

Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 “ dengan daerah penelitian Kecamatan

Gunungsitoli Kabuapten Nias.

Penulisan Tesis ini adalah sebagai suatu syarat ilmiah di Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan

(MKn).Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan

sebagaimana mestinya, namun penulis merasa bahagia dengan penuh kesenangan telah

bersusah payah untuk memaksimalkan penyempurnaan penulisan tesis ini, semoga

hasil penelitian ini dapat menjadi bagian sumber ilmu dan bahan bacaan kepada

seluruh mahasiswa dan civitas akademik di lingkungan Universitas Sumatera Utara

yang tercinta ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih

yang sedalam-dalamnya kepada para pembimbing yang telah banyak membimbing

dalam menyelesaikan tesis ini yakni Prof.Dr.Muhammad Yamin Lubis,SH.CN.MS

sebagai pembimbing utama. Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.MHum dan Notaris

H.Syahril Sofyan,SH.MKn sebagai anggota, Dr.T.Keizerina Devi,SH.CN.MHum

dan Notaris Syafnil Gani,SH.MHum sebagai dosen penguji. Juga penulis

mengucapakan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof.dr.Chairuddin P.Lubis,DTM&H,Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa,B.MSc, selaku Direktur Sekolah Pasca

Sarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nias.

(12)

5. Notaris Darius Duhuzaro Gulo,SH, di Kabupaten Nias.

6. Notaris Khaimar Harefa,SH, di Kabupaten Nias.

7. Seluruh responden yang memberikan keterangan – keterangan yang di

perlukan dalam penulisan tesis ini.

Juga penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada orang tuaku yang

tercinta Masruhid Gea (Ayah) dan Aslina Aceh (Ibu) yang telah mendoakan penulis

berjuang menuntut ilmu di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan

sahabatku yang tercinta Syuryani Pilo,SE,SH, dan Rumiris R.Nainggolan,SH yang

telah banyak membantu menyelesaikan penulisan tesis ini serta yang tak terlupakan

rekan-rekan kelas A dan mahasiswa MKn angkatan 2006/2007 Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara.

Sebelum penulis mengakhiri kata pengantar ini perkenankan penulis

menyampaikan sebuah pesan hidup yang akan tidak terlupakan dan sebagai kenangan

sampai akhir hayatku”Pulau pandan jauh di tangah, dibalik pulau angso duo,

hancur badan di kandung tanah, budi baik di kenang jua,”semoga ilmu yang di

berikan dapat bermanfaat bagi diri dan keluargaku,masyarakat,bangsa dan negara.

Demikian hal ini disampaikan semoga apa yang telah penulis perbuat dalam

menyelesaikan penulisan tesis ini bermanfaat bagi kita semuanya.Amin ya rabbal

alamin.

Medan , 20 Agustus 2008

(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Aliyusran Gea

Tempat / tanggal lahir : Gunungsitoli, 12 Pebruari 1972

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jalan Gaperta ujung No. 23, Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Helvetia Medan, Kota Medan

Nama orang tua : Bapak, Masruhid Gea Ibu, Aslina Aceh

PENDIDIKAN

1.Tahun 1984 : Tamat SD Negeri Inpres Sawo, Kecamatan Tuhemberua, Kabupaten Nias.

2.Tahun 1987 : Tamat SMP Negeri 1 (satu) Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias.

3.Tahun 1990 : Tamat SMA Negeri 1 (satu) Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias.

4.Tahun 2005 : Tamat Strata 1 (satu) Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan.

(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

ABSTRACK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN………...1

A. Latar Belakang………...1

B. Perumusan Masalah………....2

C. Tujuan Penelitian………2

D. Manfaat Penelitian………..2

E. Keaslian Penelitian………..3

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi……….3

1. Pengertian Tanah………3.

2. Pewarisa………4

G. Metode Penelitian………6

1. Jenis dan Sifat Penelitian………...6

2. Tiknik dan Pengumpula Data………..7

3. Alat Pengumpulan Data………7

(15)

5. Metode Pengolahan dan Analisa Data………...27

BAB II SEBAB-SEBAB TERJADINYA JUAL BELI TANAH PUSAKA TINGGI...………29

A. Sistem Kekerabatan Minangkabau………....29

B. Kedudukan Mamak Kepala Waris………34

C. Penguasaan Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau…………...38

D. Pengertian Harta Pusaka………....42

1. Harta Pusaka Tinggi………....44

2. Harta Pusaka Rendah………..48

E. Sebab-sebab Terjadinya Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi……….49

BAB III PROSES PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH PUSAKA TINGGI………60

A. Deskripsi Daerah Penelitian………60

1. Sejarah Kecamatan Koto Tangah………..60

2. Kondisi Administrasi dan Geografis……….65

B. Proses Pelaksanaan Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi………66

1. Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi Yang Dilakukan Di Hadapan PPAT Sementara………77

2. Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi Yang Dilakukan Di Hadapan PPAT………..82

(16)

Di Bawah Tangan………95

BAB IV KENDALA-KENDALA DALAM JUAL BELI TANAH PUSAKA TINGGI……….98

A. Kendala-Kendala Yang Muncul Dalam Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi………98

B. Kelembagaan Dalam Penyelesaian Sengketa Harta Pusaka Tinggi…98 C. Cara Penyelesaian Sengketa Harta Pusaka Tinggi……….102

1. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Lembaga Kaum….104 2. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Lembaga Suku…..105

3. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Kerapatan Adat Nagari……….106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..115

A. Kesimpulan………115

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1. Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan Penduduk

Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Tahun 2007………..44

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2007………..45

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melihat perkembangan populasi penduduk saat ini maka semakin

meningkatnya kebutuhan masyarakat dari berbagai aspek kehidupan, baik kehidupan

ekonomi, sosial, budaya dan politik terlebih-lebih kehidupan hukum sebagai landasan

filosofis dalam kaidah-kaidah dan norma-norma yang tumbuh dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sebagai pengaruh dari populasi penduduk masyarakat tersebut akan

memberikan dampak yang lebih luas terhadap kehidupan di tengah-tengah masyarakat

menyangkut penggunaan, peruntukan dan kepemilikan hak atas tanah sebagai tempat

tinggal dan sebagai sumber kehidupan manusia sehari-hari.

Sebagai sarana dalam melangsungkan berbagai sendi kehidupan manusia,

maka tanah memiliki peranan penting dan nilai yang sangat menentukan khususnya

yang membawa perubahan kehidupan, dimana tanah bukan hanya sumber dalam

mencari kehidupan akan tetapi juga tanah merupakan sarana untuk menyediakan

fasilitas di bidang pendidikan, keagamaan, kesehatan sosial, olah raga dan politik

pemerintah, artinya tanah dapat memberikan dukungan penuh kepada pemerintah dan

pembangunan nasional secara keseluruhan.

Tanah sebagai suatu sumber kehidupan dan memberikan dukungan kepada

pemerintah dan pembangunan nasional secara yuridis telah dicantumkan dalam

(19)

“Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran

rakyat”

Dari makna yang terkandung dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 tersebut mengisyaratkan bahwa dalam konteks pembangunan nasional

khususnya pembangunan fasilitas untuk kepentingan umum sebagaimana disebutkan

diatas sangatlah memerlukan bidang tanah yang memadai bagi kepentingan publik.

Disamping itu Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 juga sangat memiliki

nilai-nilai yang mendasar khususnya dari aspek yuridisnya, filsafat dan politisnya

terhadap kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, artinya perangkat

pemerintah Negara dalam mengambil sesuatu kebijakan dan tindakan dalam

pengelolaaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya harus dilakukan sesuai dengan aturan serta prosedur yang

tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah baku. Baik secara yuridis

maupun filosofis sesuai dengan yang disampaikan Hamengkubuwono ke-X bahwa:

“Tanah selain memiliki nilai ekonomis juga mengandung nilai yang memberikan justifikasi sosial, oleh sebab itu perlu dilakukan pengaturan oleh Negara secara ketat tentang kepemilikan dan pemanfaatannya, salah satu prasyarat terpenting adalah bahwa pemerintah sebagai regulator dan pelaku bisnis harus jauh dari watak curang dan tidak kompeten.Tanah merupakan sumber kehidupan yang tidak pernah bertambah sejak bumi diciptakan, oleh sebab itu pula harus dipelihara dengan sistim hukum yang ketat, jujur dan terbuka bagi kepentingan rakyat banyak.1

1

(20)

Menurut Chaizi Nasucha menyatakan bahwa:

“Tanah mempunyai sifat unik karena persediaannya selalu tetap, artinya tanah tidak dapat diproduksi maupun dikurangi dan lokasinya tidak dapat digeser atau dipindahkan lagi pula secara langsung maupun tidak langsung, tanah merupakan faktor produksi yang diperlukan dalam memproduksi semua barang yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanah adalah sumber dari seluruh kekayaan lainnya.”2

Sebagai aplikasi penerapan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 maka pemerintah telah

melahirkan produk undang-undang yang secara umum yang mengatur tentang

peruntukan, penggunaan serta pemanfaatan hak atas tanah terhadap kehidupan

masyarakat yakni Undang-Undang Pokok Agraria atau disingkat dengan (UUPA)

yang diundangkan dalam lembaran Negara Tahun 1960–104 dan semenjak tanggal 24

September 1960 telah berjalan dan berlakulah suatu tertib hukum yang baru untuk

bidang hukum Agraria.

Dengan lahirnya UUPA maka telah melahirkan beberapa ketentuan yang

mengatur hubungan antara Negara dengan masyarakat bangsa Indonesia atas bumi, air

dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagaimana

yang tercantum dalam penjelasan UUPA sebagai berikut:

1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur.

2. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesadaran dalam hukum pertanahan.

3. Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.3

2

Chaizi Nasucha, Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah, PT. Kesaint Blanc Indah Corp, Jakarta, 1995, hlm 3

3

A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Penjabatan Pembuatan

(21)

Dari penjelasan ini sudah jelas bahwa UUPA itu sejauh mungkin akan

menuangkan seluruh ketentuan-ketentuan agraria dalam suatu undang-undang dan

peraturan pemerintah.

Hal- hal yang pokok yang diatur dalam UUPA secara garis besar bila di tinjau

dari memori penjelasannya di temukan delapan prinsip filosofis dari UUPA itu yakni:

1. Prinsip kesatuan hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air, dengan prinsip ini di nyatakan bahwa kita telah melepaskan adanya dualisme dalam hukum agraria di Indonesia, artinya hukum yang mengatur keagrariaan di Indonesia yang diakui hanya satu yakni UUPA.

2. Penghapusan pernyataan domein yang bertujuan tercapainya penerapan hak menguasai negara seperti di sebutkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3). 3. Fungsi sosial hak atas tanah.

4. Pengakuan hukum agraria nasional berdasarkan hukum adat dan pengakuan eksistensi dari hak ulayat.

5. Persamaan derajat sesama WNI dan antara laki-laki dan perempuan.

6. Pelaksanaan reforma hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah atau dengan bumi, air dan ruang angkasa. Hal ini sudah mendapat tempat dalam GBHN kita sejak tahun 1988 dengan pemilikan tanah termasuk penggalian hak atas tanah.

7. Rencana Undang-undang penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa yang sekarang di tingkatkan pengaturannya lewat UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Undang-Undang Penataan Ruang.

8. Prinsip Nasionalitas.4

Dengan demikian pemerintah Republik Indonesia dengan seluruh perangkatnya

harus dapat mengatur penataan, peruntukan dan penguasaan serta peralihan hak-hak

atas tanah dengan ketentuan-ketentuan tertentu agar tidak adanya pengaturan yang

tumpang tindih demi menjaga tertib administarasi hak-hak atas tanah kepada

masyarakat .

4

(22)

Salah satunya kebijakan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan kepastian

hukum atas hak-hak atas tanah tersebut adalah dengan melakukan pendaftaran tanah

atas hak-hak atas tanah yang memberikan jaminan hukum terhadap seluruh

masyarakat dalam melakukan penataan kembali baik dari segi penggunaannya,

penguasaannya, kepemilikian serta peralihan hak-hak atas tanah.

Untuk memenuhi kebutuhan jaminan hukum terhadap hak-hak atas tanah

tersebut maka pemerintah harus dituntut melakukan ataupun menyelenggarakan

pendaftaran hak-hak atas tanah dan hal ini sesuai dengan perintah Pasal 19 UUPA ayat

(10) yang menyebutkan:

“untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran

tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang

diatur dengan peraturan pemerintah”.

Pendaftaran tanah tersebut meliputi pengukuran, pemetaan dan pembukuan

tanah, pendaftaran dan peralihan hak-hak atas tanah, pemberian surat-surat tanda bukti

hak yang berlaku sebagai suatu alat bukti yang terkuat. Terhadap hak-hak pendaftaran

hak atas tanah maka menurut Pasal 16 UUPA bahwa hak-hak atas tanah yang harus

didaftarkan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak

sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak

termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang

serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53

UUPA. Tindak lanjut dari pasal 16 UUPA tersebut maka lebih jelasnya dituangkan

(23)

menyebutkan objek pendaftaran tanah meliputi : Bidang-bidang tanah yang dipunyai

dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, hak

pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, tanah

Negara.

Selain objek pendaftaran tanah yang telah disebutkan diatas, pendaftaran juga

bisa dilakukan terhadap peralihan, atau hapusnya hak-hak lain . Dengan pendaftaran

tersebut dapat memberikan alat pembuktian yang kuat terhadap pemegangnya. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 23 ayat 1 UUPA yang menyebutkan:

“hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya

dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang

dimaksud dalam Pasal 19”.

Peralihan hak milik atas tanah dapat terjadi karena peristiwa hukum. Dimana

peristiwa hukum tersebut dapat menimbulkan akibat hukum, salah satu contoh

peristiwa hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum adalah: “karena kematian

seseorang”. Dengan kematian seseorang maka terbukalah hak pewarisan terhadap ahli

waris dari harta sipewaris.

Pewarisan adalah peralihan atau pengoperan hak seluruh harta peninggalan

kepada ahli waris, hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 42 ayat 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan:

“Peralihan hak pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang

bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti bahwa sejak itulah para ahli waris menjadi

(24)

dikuatkan dengan surat tanda bukti ahli waris yang dapat berupa akta keterangan hak

mewaris, atau surat penetapan ahli waris atau surat keterangan ahli waris.

Berdasarkan ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tersebut maka proses pendaftaran tanah yang di dapatkan dari pewarisan

di daerah Kabupaten Nias masih banyak di jumpai pada kalangan masyarakat yang

belum melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah karena pewarisan

tersebut.

Adapun hal–hal yang sangat dominan mempengaruhi terkendalanya pendaftaran

tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui pewarisan

terhadap kalangan masyarakat Nias adalah faktor budaya hukum masyarakat setempat

dan ekonomi disamping faktor lainnya seperti administrasi, waktu dan pelayanan,

sehingga terhadap kalangan masyarakat Nias masih banyak dijumpai tanah-tanah yang

diperoleh melalui pewarisan belum dilakukan pendaftaran tanah atau peralihan

haknya.

Syarat–syarat pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang diperoleh

melalui pewarisan, mempunyai karaktertistik yang berbeda dengan pendaftaran tanah

yang diperoleh melalui perbuatan hukum lainnya, di mana dengan adanya surat

keterangan pembagian warisan dan dikuatkan dengan surat keterangan hak mewaris

atau surat keterangan waris sudah dapat dijadikan dasar untuk melakukan pendaftaran

peralihan hak atas tanah kepada masing-masing ahli waris.

Dari uraian di atas maka penulis ingin mengkaji bagaimana sesungguhnya

(25)

“KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI PEMBAGIAN WARISAN

SETELAH PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997”.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian dan latar belakang di atas, maka hal-hal yang menjadi

permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tentang pendaftaran peralihan hak atas tanah yang di

peroleh melalui pembagian warisan setelah Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 di daerah Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias?

2. Apa kendala yang dihadapi oleh pemohon dalam pelaksanaan pendaftaran

peralihan hak atas tanah dari pembagian warisan di kecamatan Gunungsitoli

Kabupaten Nias?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendaftaran

peralihan hak atas tanah karena pewarisan di kecamatan Gunungsitoli

Kabupaten Nias?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka yang

menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang pendaftaran tanah yang di

peroleh dari pembagian harta warisan setelah Peraturan Pemerintah 24 Tahun

(26)

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pemohon dalam

pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah pembagian harta warisan.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala

dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang

melihat baik secara teoritis, secara praktis maupun dalam kehidupan masyarakat.

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Merupakan sumbangan pemikiran untuk pengembangan kesadaran hukum

masyarakat, terutama yang menyangkut masalah tanah warisan yang ada di

daerah Nias dan begitu juga diharapkan dapat menjadi acuan sebagai

perbandingan dengan daerah lainnya di Indonesia.

2. Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun

sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas.

Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran

kepada para pihak yang terkait dengan persoalan tanah warisan pada

masyarakat Nias.

3. Pemuka-pemuka masyarakat, tokoh adat, dapat mempedomani hasil penelitian

ini guna membandingkan dengan persoalan yang dihadapi berkaitan dengan

(27)

4. Pihak pemerintah dapat mempedomani hasil penelitian ini guna untuk dapat

mengambil keputusan berkaitan dengan kasus hak tanah warisan yang ada di

daerah Nias.

5. Pihak investor yang akan menanamkan modalnya di Nias, juga dapat

mempedomani hasil penelitian ini, agar persoalan dikemudian hari tidak lagi

karena masalah tanah warisan.

Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, diharapkan hasil penelitian ini

juga bermanfaat bagi segenap masyarakat Nias pada umumnya agar kepastian hukum

pendaftaran tanah karena pewarisan semakin dapat dipahami, sehingga untuk

masalah kedepan yang berkaitan dengan tanah warisan ini tidak perlu muncul lagi,

karena masing-masing pihak sudah menyadari dan memahami hak atas tanah warisan

tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelurusan kepustakaan

khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara bahwa penelitian judul yang

sama belum pernah dilakukan. Memang ada penelitian pendaftaran tanah namun

khusus judul “Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997” di daerah Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten

Nias belum di temukan. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan sebagai

penelitian yang pertama kali dilakukan sehingga keaslian penelitian ini tidak di

(28)

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi

1. Pengertian Tanah

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UUPA mengartikan bahwa tanah sebagai permukaan bumi (the surface of the earth). Dengan demikian hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi. Selanjutnya dalam ayat (2) dari pasal 4 tersebut menyatakan bahwa hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,demikian juga tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar di perlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lainnya.5

Tegasnya meskipun secara pemilikan hak atas tanah hanya atas permukaan

bumi, penggunaannya selain atas tanah itu sendiri, juga atas tubuh bumi, air dan

ruang yang ada diatasnya. Hal itu sangat logis , karena suatu hak atas tanah tidak

bermakna apapun jika kepada pemegang haknya tidak di berikan kewenangan

untuk menggunakan sebagian dari tubuh bumi, air dan ruang diatasnya.

1.1. Pendaftaran Tanah

Pasal 19 ayat (1) UUPA telah menentukan bahwa untuk menjamin kepastian

hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik

Indonesia menurut ketentuan yang di atur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1961 yang telah diganti dengan Peratuaran Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

yang mengatur tentang Pendaftaran Tanah.

5

(29)

Untuk mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendaftaran tanah

maka kita dapat menyimak bunyi dari Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 itu di beri penjelasan yang cukup luas, antara lain menyebutkan:

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan perjanjian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti hak bagi bidang–bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebani hak-haknya.

Menurut A.P Parlindungan pengertian pendaftaran tanah adalah:

Kata pendaftaran berasal dari kata cadaster (bahasa belanda: kadaster) yaitu suatu istilah yang di pergunakan dalam pelaksanaan pencatatan (perekam) data tentang sesuatu bidang, pencatatan alas hak, letak, luas, batas-batas dan pemilik hak atas tanah. kata cadaster berasal dari bahasa latin “capistastrum” yang berarti register atau capita atau unit yang di perbuat (dipersiapkan untuk pajak tanah) di romawi (capatatio Torrens). Dalam artian yang tegas cadaster adalah record (rekaman dari pada lahan-lahan, nilai dari pada tanah, dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan). Dengan demikian bahwa cadaster merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari lahan tersebut dan juga sebagai continuous recording (rekaman yang berkesinambungan daripada hak atas tanah.6

Sementara itu AP.Parlindungan juga mengutip beberapa pendapat ahli tentang

pendaftaran tanah antara lain:

a. Douglass J.Whalan The Torrens, yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah itu memiliki tiga keuntungan yaitu:

1). Security and certainly of title, sehingga kebenaran dan kepastian hak tersebut baik dari rangkaian peralihan haknya dan jaminan bagi yang memperolehnya untuk adanya suatu klaim dari orang lain.

2). Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan, dengan adanya pendaftaran tersebut tidak perlu kita selalu harus mengulangi dari awal setiap adanya peralihan hak, apakah ia berhak atau tidak dan bagaimana rangkaian dari peralihan itu.

6

(30)

3). Penyederhanaan atas alas hak yang berkaitan, ketelitian, dengan adanya pendaftaran tanah, ketelitian sudah tidak di ragukan lagi.

b. Rowton Simpson sebagaimana yang di rumuskan oleh judicial of the Privey Council sebagai berikut : ”to save person dealing with registered land form the trouble and expense of going behind the register in order to investigate the history of their author,s title and satisfly themselves of its validity”.

c. Sir Charles Fortescue Brickdate mengatakan ada enam hal yang harus di gabung dalam pendaftaran tanah yakni, security, simplicity, accuracy, expedition, cheapness, suitability, to circumstance completeness of the record”.7

S. Rowton mengatakan bahwa:

“Pendaftaran juga merupakan suatu upaya yang tangguh dalam mengatur

administrasi kenegaraan, sehingga dapat dikatakan sebagai jaminan dari

mekanisme pemerintahan”8

A.P Parlindungan mengutip Douglas J. Whalan yang mengatakan bahwa pendaftaran

tersebut mempunyai 4 keuntungan yaitu:

a. Security and certainty of title, bahwa pendaftaran tanah itu memberikan jaminan dan kepastian kepada pemegang hak, sehingga kebenaran dan kepastian dari hak tersebut dapat dijaminkan apabila terdapat suatu klaim dari orang lain dalam rangka peralihan haknya.

b. Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan. Dengan adanya pendaftaran tanah ini, pemegang hak atas tanah tidak lagi diharuskan mengulangi dari awal apabila terjadi peralihan hak dalam rangka menentukan apabila seseorang itu masih berhak atau tidak dan bagaimana pula peralihan hak itu.

c. Penyederhanaan atas alas hak dan yang berkaitan. Dengan adanya pendaftaran tanah ini maka alas haknya dan yang berkaitan dengan itu dapat disederhanakan.

d. Ketelitian. Dengan adanya pendaftaran tanah ini, maka ketelitian sudah tidak dapat diragukan lagi karena prosesnya sudah disederhanakan.9

7

A.P Parlindungan, op cit, hlm 3.

8

S. Rowton Simpson, Land Registration, Cambrige University, 1975, hlm 8

9

(31)

Sedangkan menurut Boedi Harsono, Pendaftaran Tanah adalah:

“Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara/pemerintah terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan data tertentu mengenai tanah tertentu di wilayah tertentu dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk didalamnya pemberian tanda bukti dan pemeliharaannnya”.10

Selain itu Boedi Harsono juga mengemukakan bahwa:

“Pendaftaran berfungsi untuk menyempurnakan kedudukan pemilik ditinjau

dari segi pembuktiannya. Sejak saat itu pendaftaran dilakukan alat bukti yang

ada pada pihak berlaku pada pihak ketiga”11

Pendaftaran tanah itu berfungsi ganda baik dalam pelaksanaan penyusunan

hukum agraria nasional sebagai alat yang membawa kemakmuran, kebahagiaan dan

keadilan maupun untuk kesatuan dan kesederhanaan serta kepastian hukum bagi

seluruh rakyat Indonesia terutama rakyat tani. Hal ini juga sesuai dengan wewenang

negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi yang dapat dijabarkan dalam pasal 2

ayat (2) UUPA dan untuk itu adalah tugas Pemerintah untuk mendaftarkan tanah

diseluruh wilayah Indonesia dengan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun

1961, sehingga dengan demikian dapat dimengerti bahwa fungsi dari pendaftaran

tanah itu antara lain:

a. Fungsi yuridis, dimaksud bahwa tanah itu menjamin kepastian hak dan kepastian hukum. Kepastian itu diberikan dengan suatu alat bukti yang kuat disebut dengan sertipikat.

10

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid , Jambatan, Jakarta, 1995, hlm 63

11

(32)

b. Fungsi politis, dimaksudkan adalah sebagai fungsi policy Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu membina dan melaksanakan unifikasi hukum (kesatuan hukum).

c. Fungsi ekonomis, pendaftaran tanah juga dapat berfungsi untuk keperluan lalu lintas sosial ekonomi seperti yang dinyatakan oleh Pasal 19 ayat (3) UUPA. Sebagai konsekwensi maka sertipikat dapat dijadikan sebagai hak tanggungan. Sebagai hak tanggungan dijamin dan dilindungi oleh pasal 15 jo Pasal 57 UUPA. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila sebidang tanah telah didaftarkan sehingga memperoleh sertipikat. Hal ini dapat bernilai ekonomis baik untuk keperluan transaksi atau tanggungan hutang.

d. Fungsi sosiologis, dengan dilakukannya pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah akan memberikan pengaman dan ketertiban dalam masyarakat.12

Sedangkan menurut Hermanses, ada perbedaan pengertian yang terdapat pada

Pasal 19 ayat(2) Sub (a), dengan ayat (2) Sub (b dan c) UUPA, perbedaan tersebut

adalah:

“Bahwa yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) sub (a) UUPA adalah Kadester, sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) sub (b dan c) adalah pendaftaran hak. Dengan demikian pendaftaran tanah yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA itu dapat pula dirumuskan meliputi sebagai Kadester dan pendaftaran hak”. Sebab itu pendaftaran tanah biasa juga disebut dengan Kadester. 13

1.2. Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan Pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum terhadap

pemegang hak atas tanah telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok Agraria. Di dalam Pasal 19

Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa untuk menjamin kepastian

12

Syamsul Bahri, Beberapa Aspek Hukum Adat Yang Berpengaruh, Disertasi, USU hlm. 109-110.

13

(33)

hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik

Indonesia menurut ketentuan–ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Adapun maksud pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal 19 UUPA meliputi:

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian

yang kuat.

Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan

masyarakat, keperluan lalulintas sosial ekonomis serta kemungkinan

penyelenggaraannya menurut pertimbangan pemerintah.

Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan

pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak

mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Pengertian tanah yang di maksud dalam Pasal 1 tersebut telah memberikan

penjelasan yang cukup mengenai pengertian tentang pendaftaran tanah yang

bermaksud untuk memberikan keseragaman tentang ruang lingkup daripada

pendaftaran tanah ini, dengan adanya pengertian pendaftaran tanah tersebut tentunya

telah melakukan penyempurnaan dan menampung kelemahan-kelemahan yang

selama ini di temukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 serta

memenuhi syarat atas kepentingan pemegang–pemegang hak atas tanah yang

(34)

Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan

tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam

rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sebagian

kegiatannya yang berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya didaftar, dapat

ditugaskan kepada swasta.Tetapi untuk memperoleh kekuatan hukum, hasilnya

memerlukan pengesahan pejabat pendaftaran yang berwenang, karena akan digunakan

sebagai data bukti.

Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 24 1997 tentang pengertian pendaftaran tanah memiliki makna bahwa, kata–

kata “suatu rangkaian kegiatan” dalam Peraturan Pemerintah tersebut menunjuk

kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang

berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang

bermuara pada tersedianya yang di perlukan dalam rangka memberikan jaminan

kepastian hukum di bidang pertanahan bagi rakyat,

Kata-kata “terus menerus” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang

sekali dimulai tidak ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia selalu

harus di sesuaikan dengan perubahan–perubahan yang terjadi kemudian, hingga tetap

sesuai dengan keadaan yang terakhir.

Yang dimaksud dengan “Wilayah” adalah wilayah kesatuan administrasi

pendaftaran, yang bisa meliputi seluruh kesatuan negara dan bisa juga desa seperti

(35)

Kata “teratur” menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan dengan

peraturan perundang-undangan yang sesuai karena hasilnya akan merupakan data

bukti menurut hukum, biarpun daya pembuktian tidak terlalu sama dalam

negara-negara yang mengadakan pendaftaran tanah. Data yang dimaksud dalam pendaftaran

tanah adalah:

a. Data fisik mengenai tanahnya, pendaftaran tanah mengenai bidang-bidang

tanah.

b. Data yuridis mengenai haknya, adalah segala sesuatu yang ada dan melekat

diatas tanahnya misalnya status hukum atas tanah, riwayat tanah, pemilik

tanah, baik perseorangan maupun badan hukum privat atau instansi

pemerintahnya.

1.3. Asas Pendaftaran Tanah

Asas merupakan fundamen yang mendasari terjadinya sesuatu dan merupakan

dasar dari suatu kegiatan, hal ini berlaku pula pada pendaftaran tanah. Oleh karena

itu, dalam pendaftaran tanah ini terdapat asas yang harus menjadi patokan dasar

dalam melakukan pendaftaran tanah.

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan

bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas-asas yaitu:

(36)

Dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya

maupun prosedurnya dengan mudah dapat difahami oleh pihak-pihak yang

berkepentingan, terutama hak atas tanah.

b. Asas aman, maksudnya adalah:

Untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara

teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian

hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

c. Asas terjangkau, maksudnya adalah:

Keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan

memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekomoni lemah.

Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah

harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukannya.

d. Asas mutakhir, dimaksudkan adalah:

Kelengkapan alat yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan

dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan

yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan

perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari. Asas ini menuntut pula

dipeliharanya cara pendaftaran tanah secara terus menerus dan

berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan

Nasional selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat

dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat, dan itulah

(37)

Sejalan dengan asas yang terkandung dalam Pendaftaran tanah, maka tujuan

yang ingin dicapai dari adanya pendaftaran tanah tersebut diatur lebih lanjut

pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dinyatakan pendaftaran

tanah bertujuan:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di atas A.P. Parlindungan

mengatakan bahwa:

a. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.

(38)

c. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar.14

Disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan

terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang

berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah memperoleh data yang di

perlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan

satuan-satuan rumah susun yang sudah di daftar.Terselenggaranya pendaftaran tanah

secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administarasi di bidang

pertanahan.

1.4. Sistem Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang merupakan revisi dari

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 masih tetap menggunakan sistim

pendaftaran tanah sebagaimana yang dikehendaki oleh Pasal 19 UUPA.

Menurut Pasal 19 dan penjelasan umum UUPA, pendaftaran tanah di

Indonesia bertujuan untuk menjamin kepastian hukum atas tanah (rechts kadaster).

Bahwa pendaftaran tanah yang diselenggarakan menurut sistim publikasi negatif yang

mengandung unsur positif dapat diketahui dari Pasal 19 ayat (2) huruf c, yang

mengatakan bahwa pendaftaran meliputi “pemberian surat tanda–tanda bukti hak,

yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”

14

(39)

Pada garis besarnya dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di kenal

dengan dua sistem publikasi adalah sebagai berikut:

a. Sistem publikasi positif.

Dalam sistem ini selalu menggunakan sistem pendaftaran hak maka perlu

adanya register atau buku tanah sebagai penyimpanan dan penyajian data yuridis dan

sertifikat hak sebagai surat tanda bukti hak. Pendaftaran atas nama seseorang dalam

register itulah yang membuat seseorang menjadi pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan bukan perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan.

Dalam sistem publikasi positif ini orang dengan itikad baik dan dengan

pembayaran memperoleh hak dari seseoarang yang telah terdaftar namanya dalam

register memperoleh apa yang disebut indefeasible title (hak yang tidak dapat di

ganggu gugat) demikian jika di kemudian hari terbukti orang yang telah terdaftar

tersebut bukanlah pemegang hak yang sebenarnya.

Data yang dimuat dalam register mempunyai daya pembuktian yang mutlak.

Dengan selesainya pendaftaran kepada penerima hak maka pemegang hak yang

sebenarnya menjadi kehilangan hak. Dan ia tidak dapat menuntut pembatalan

perbuatan hukum tersebut kepada pembeli dan hanya dia menuntut ganti kerugian

kepada negara.

(40)

Dalam sistem ini bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang

dilakukan untuk menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran tidak

membuat orang yang telah memperoleh hak dari pihak yang tidak berhak menjadi

pemegang hak yang baru. Dalam sistem publikasi negatif ini berlaku dengan azas yang

dikenal dengan “memo plus yuris in alium treansferre potest quamipse habet”

maksudnya orang yang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa

yang dia sendiri punyai. Biarpun sudah melakukan pendaftaran gugatan mungkin saja

akan timbul dari pemegang hak yang sebenarnya sepanjang dapat di buktikan.

Dari kelemahan sistem publikasi negatif tersebut di negara-negara yang

menggunakan sistem publikasi negatif, seperti negara Belanda dan Hindia Belanda

dahulu dalam pendaftaran tanah-tanah hak diatas dengan lembaga “verjaring” (KUH

Perdata Pasal 580 Jo 1963). Pasal-pasal KUH Perdata mengenai lembaga verjaring

sudah dicabut oleh UUPA.

Tetapi ternyata bahwa dalam Hukum Adat ada lembaga yang dapat digunakan

mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif. Lembaga tersebut dalam yurisprudensi

dikenal sebagai “rechtsverwerking”, sebagaimana dinyatakan dan ditetapkan dalam

berbagai urusan pengadilan dalam tahun 1950-an. Kalau dengan lembaga verjaring

pihak menguasai tanah karena lampaunya waktu menjadi pemiliknya, dengan lembaga

rechtsverwerking terjadi yang sebaliknya. Pihak yang mempunyai tanah karena

lampaunya waktu kehilangan hak untuk memperolehnya kembali.

Selanjutnya dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

(41)

eksplisit pengakuan ini dirumuskan dalam Pasal 24 ayat (2) bahwa “pembukuan hak

dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang

bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon

pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya”. Dari Pasal ini menetapkan suatu lembaga

pembuktian semacam verjaring 20 tahun”15

Dalam upaya mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif tersebut Pasal 32

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juga mengakui adanya lembaga

“rechtsverwerking”. Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,

menyatakan:

Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas

nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikat baik dan

secara nyata menguasainya. Maka pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah itu

tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut, apabila dalam waktu 5 tahun sejak

diterbitkannya sertipikat kepada kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun

tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan

sertipikat tersebut.

15

Eliyanju, Pendaftaran Peralihan Hak milik Atas Tanah Karena Pewarisan Menurut PP No.

24 Tahun 1997 ( Penelitian Di Kota Siantar ), Tesis MKn USU, Medan, 2000, Hlm 57

(42)

Ketentuan ini bertujuan untuk pada satu pihak tetap berpegang pada sistem

publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian

hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebagian tanda buktinya,

yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

1.5. Objek Pendaftaran Tanah

Dalam ketentuan Pasal 16 UUPA adalah pelaksanaan ketentuan Pasal 4,

sesuai dengan asas yang diletakkan dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum pertanahan

yang nasional didasarkan atas hukum adat maka penentuan hak-hak atas tanah dan air

dalam pasal ini didasarkan pula atas sistimatik dari hukum adat. Hak-hak atas tanah

yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA adalah hak milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan

dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak diatas yang akan ditetapkan

dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang

disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.

Ketentuan objek pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal

16 UUPA tersebut diatas juga lebih ditegaskan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah

24 Tahun 1997 adalah objek pendaftaran tanah yang meliputi sebagai berikut:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan dan hak pakai.

b. Tanah hak pengelolaan.

(43)

d. Hak milik atas satuan rumah susun.

e. Hak tanggungan.

f. Tanah negara.

Sedangkan pendaftaran tanah yang objeknya bidang tanah yang berstatus tanah

negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkannya

sertipikat.

2. Pewarisan

Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai peralihan harta

kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta akibat bagi para

ahli warisnya. Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan

hukum kekayaan harta benda yang dapat diwaris.

Sebagaimana diketahui bahwa ada tiga sistem hukum pewarisan yang berlaku

di kalangan masyarakat Indonesia yakni pewarisan menurut hukum Islam , pewarisan

menurut hukum perdata, dan pewarisan menurut hukum adat. Untuk menerapkan

masing-masing sistem hukum pewarisan tersebut maka terhadap masyarakat Indonesia

selalu akan tunduk dan menghargai sistem hukum pewarisan yang di milikinya,

contohnya hukum pewarisan Islam berlaku terhadap umat Islam, hukum adat berlaku

oleh mereka golongan pribumi yang tunduk kepada hukum adat, dan begitu juga

pewarisan hukum perdata berlaku kepada mereka yang tunduk kepada hukum perdata.

Salah satu cara untuk memperoleh hak atas tanah adalah melalui pewarisan,

(44)

kekayaan yang di tinggalkan beralih kepada para ahli warisnya baik harta bergerak

maupun harta tidak bergerak termasuk tanah. Pada setiap sistem pewarisan diatas baik

pewarisan yang tunduk dalam hukum Islam, hukum perdata, maupun hukum adat

kesemuanya akan mengatur bagaimana sistem pembagian warisan maupun

menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli warisnya dari sipewaris tersebut, termasuk

mengatur bagaimana kedudukan janda dan anak angkat.

Pada pokoknya ada tiga unsur untuk dapat terlaksananya pewarisan, yaitu

pewaris, ahli waris dan adanya warisan.

a. Pewaris

Dalam KUH Perdata dan hukum waris Islam, pewaris adalah orang yang telah wafat dengan meninggalkan harta warisan untuk dialihkan kepada ahli warisnya, dalam hukum waris adat pewaris adalah orang yang meneruskan harta peninggalan ketika hidupnya kepada waris atau orang yang telah wafat meninggalkan harta peninggalan yang diteruskan atau dibagikan kepada waris, dan keadaan tidak terbagi bagi atau dalam keadaan terbagi bagi.

b. Ahli waris

Ahli waris dalam KUHPerdata adalah para anggota keluarga sedarah yang sah, ataupun diluar perkawinan serta suami dan istri yang hidup terlama. Menurut hukum Islam, ahli waris adalah para anggota keluarga dekat, pria dan wanita yang sepertalian darah, menurut garis bapak dan ibu, termasuk suami atau istri (janda/duda) dan orang yang membebaskan pewaris. Sedangkan menurut hukum adat, ahli waris adalah anggota keluarga dekat dari pewaris yang berhak dan berkewajiban menerima harta peninggalan baik benda berwujud yang tidak terbagi maupun benda yang tidak berwujud, seperti kedudukan dan tanggung jawab adat.

c. Warisan

(45)

warisan adalah harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat baik harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi bagi.16

Dengan adanya ketiga unsur-unsur tersebut diatas maka pewarisan

mengandung dua arti yaitu dalam arti peralihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari

pewaris kepada waris.

Istilah pewarisan mencakup hukum formil yaitu cara bagaimana melaksanakan

penerusan, peralihan atau pembagian harta warisan dari pewaris yang meninggalkan

harta peninggalannya terhadap para ahli warisnya, kepada ahli waris yang

menerimanya.

Menurut Hilman Hadikusuma cara bagaimana melakukan penerusan atau

peralihan atau pembagian harta peninggalan dari pewaris kepada waris

namun cara dan sistem pembagiannya tergantung kepada hukum waris yang berlaku

kepada yang bersangkutan, antara lain “khususnya di Indonesia berlaku hukum

kewarisan menurut KUH Perdata, hukum agama dan hukum adat.”17

2.1. Pewarisan Menurut Hukum Perdata

Dalam KUHPerdata tidak mengatur dengan jelas pengertian hukum waris

tetapi dalam Bab kedua belas Bagian Kesatu Ketentuan Umum Pasal 830 KUH

Perdata menyatakan bahwa “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”, tanpa

adanya orang yang mati maka tidak akan terjadi pewarisan. Menurut A. Pilto, hukum

waris adalah ”Kumpulan peraturan yang mengatur mengenai pemindahan kekayaan

yang ditinggalkan oleh simati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang

16

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 11.

17

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat, Hukum

(46)

memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka maupun dalam

hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”.18

Sedangkan Subekti menjelaskan bahwa “hukum kewarisan itu mengatur

akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang”,19 dari

pendapat ahli tersebut diatas maka ada beberapa unsur dalam pewarisan:

a. Pewaris, adalah orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan kekayaan

atau harta warisan untuk dibagi bagikan kepada ahli waris.

b. Harta warisan adalah semua harta dan atau hak-hak dan kewajiban yang

beralih penguasaannya/pemilikannya setelah pewaris wafat kepada waris.

c. Ahli waris, adalah orang-orang yang berhak mewaris harta warisan, dalam arti

berhak untuk meneruskan penguasaan dan pemilikan harta warisan atau berhak

memiliki bagian-bagian yang telah ditentukan dalam pembagian harta warisan

menurut hukum yang berlaku berhak meneruskan penguasaan dan pemilikan

harta warisan.

Sistem warisan dalam KUHPerdata terdapat dua cara untuk mendapatkan suatu

warisan, yaitu sebagai berikut:

a. Secara Ab intestato (ahli waris menurut Undang-undang). Menurut ketentuan

undang-undang ini, dalam Pasal 32 KUHPerdata yang berhak menerima

bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun diluar kawin

dan suami atau istri yang hidup terlama. Keluarga sedarah yang menjadi ahli

waris ini dibagi dalam 4 golongan yaitu:

18

(47)

1). Golongan 1, terdiri dari suami/istri yang hidup terlama, anak-anak dan keturunannya.

2). Golongan 2, terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) dan saudara-saudara dan keturunan saudara-saudaranya.

3). Golongan 3, terdiri dari keluarganya dalam garis lurus keatas sesudah bapak dan ibu.

4). Golongan 4, terdiri dari keluarga kesamping sampai derajat ke 6.20

c. Secara testamentair (ahli waris ada karena ditunjuk dalam surat wasiat atau

testamen) dalam Pasal 899 KUH Perdata. Dalam hal ini pemilik kekayaan

membuat wasiat untuk para ahli warisnya yang ditunjuk dalam surat wasiat

atau testament.

2.2. Pewarisan Menurut Hukum Islam

a. Pewarisan menurut hukum Islam

Dasar hukum pewarisan dalam hukum Islam berdasarkan Al’quran dan

Al-Hadist dimana dikatakan bahwa pewarisan berlaku setelah pewaris wafat. Jadi tidak

ada pewarisan tanpa kematian. Dengan meninggalnya pewaris diadakan pembagian

harta warisan kepada ahli warisnya baik pria maupun wanita, dengan haknya

masing-masing yang telah ditentukan dalam Al’quran.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka dalam hukum kewarisan Islam ada

beberapa syarat yang harus dipenuhi dapat terjadinya pewarisan adalah sebagai

berikut.

1). Meninggalnya pewaris baik secara hakiki maupun secara hukum,

maksudnya seseorang telah meninggal dan diketahui oleh para ahli

20

(48)

warisnya atau pihak keluarganya, adanya vonis yang ditetapkan oleh

hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui keberadaannya.

2). Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris

meninggal dunia, maksudnya pemindahan hak kepemilikan dari

sipewaris kepada ahli waris yang secara syariat masih hidup, karena

orang yang sudah mati tidak dapat mewarisi.

3). Seluruh ahli waris diketahui secara pasti termasuk jumlah bagian

masing-masing.

Terhadap ahli waris tidak selalu mutlak mendapat hak mewarisi dari harta

warisan dimana hal ini disebabkan adanya penghalang mewarisi yang antara lain

adalah sebagai berikut:

1). Telah melakukan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan berat

yang mengakibatkan matinya si pewaris.

2). Murtad yaitu beralih atau menganut agama yang berbeda.

3). Karena perbudakan.

Dalam hukum Islam ada dikenal beberapa asas-asas hukum kewarisan atau

lazim disebut fara’id adalah sebagai berikut:

1). Asas ijbari, maksudnya bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah

meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut

kehendak Allah SWT tanpa tergantung dari kehendak pewaris atau

(49)

2). Asas bilateral, maksudnya bahwa harta warisan beralih kepada atau

melalui dua arah.

3). Asas individual, maksudnya bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi

untuk dimiliki secara perorangan.

4). Asas keadilan berimbang, maksudnya keseimbangan antara hak dan

kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan

dan kegunaan.

5). Asas semata akibat kematian, maksudnya bahwa peralihan harta

seseorang kepada orang lain tidak dapat beralih dengan nama waris

selama yang mempunyai harta masih hidup.

b. Pewarisan menurut kompilasi hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam hadir dalam sistem hukum Indonesia melalui

Instruksi Presiden no. 1 Tahun 1991, dengan keputusan Menteri Agama No, 154

Tahun 1991, tentang pelaksanaan Instruksi Presiden no. 1 Tahun 1991. Dalam

penjelasan Inpres no. 1 Tahun 1991 menjelaskan bahwa KHI menjadi pedoman dalam

menyelesaikan masalah perkawinan, kewarisan dan pewakafan bagi para hakim pada

Peradilan Agama.

Adapun asas-asas dalam KHI adalah sebagai berikut:

1). Asas Ijbari, maksudnya, mengenai cara peralihan harta warisan,

disebutkan dalam Pasal 187 ayat (2) KHI menyebutkan “sisa

pengeluaran dimaksud diatas adalah merupakan harta warisan yang

(50)

2). Asas bilateral, ciri-cirinya dapat dilihat dengan:

a). Secara tegas golongan laki-laki dan golongan perempuan menjadi

ahli waris sesuai dengan disebutkan dalam Pasal 174 ayat (1) KHI.

b). Duda dan janda sebagai ahli waris berdasarkan hubungan

perkawinan.

3). Asas individual, dalam asas ini menganut mengenai besarnya bagian

ahli waris dapat dilihat pada Bab III Pasal 176–180 KHI.

4). Azas bahwa kewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia,

sebagaimana tercermin dalam rumusan-rumusan berbagai istilah

hukum kewarisan, pewarisan, ahli waris dan harta peninggalan (pasal

171).21

2.3. Pewarisan Menurut Hukum Adat

Pengertian hukum waris adat adalah memuat garis-garis ketentuan tentang

sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara

bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris

kepada waris.

Salah seorang pendapat ahli hukum adat bernama Ter Haar memberikan

pengertian tentang hukum adat yang dikutip oleh Hilman Hadikusuma menyatakan

bahwa, “hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara

21

(51)

bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang

berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi.” 22

Soepomo menyatakan “hukum waris adat adalah peraturan-peraturan yang

mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang benda dan

barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan

manusia kepada keturunannya”23

Menurut Hilman Hadikusuma secara teoritis keturunan dalam pewarisan

hukum adat itu dapat dibedakan dalam tiga corak yaitu:

a. Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita didalam pewarisan. Seperti di Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara dan Irian.

b. Sistim Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria didalam pewarisan seperti: Minangkabau, Enggano dan Timor.

c. Sistem Parental atau bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua (ibu bapak), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan didalam pewarisan, seperti di Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dll.24

Sifat hukum waris adat berdasarkan pada prinsip-prinsip yang timbul dari

aliran-aliran pikiran komunal dan kongkrit, antara lain pada peristiwa-peristiwa yang

tidak dibaginya harta peninggalan. Dalam sistem pewarisan hukum adat, harta

peninggalan terdiri dari:

a. Harta pemberian terdiri dari pemberian suami, orang tua, kerabat, anak kemenakan, orang lain, hadiah, hibah wasiat.

b. Harta pencaharian terdiri dari harta bersama, harta suami, harta istri.

22

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm 7.

23

Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1989, hlm 84.

24

(52)

c. Hak-hak kebendaan, terdiri dari hak-hak pakai, hak tagihan (utang-piutang) dan hak-hak lainnya, dimana dengan peninggalnya pewaris maka hak-hak dan kewajiban yang ada hubungan dengan kedudukannya menurut hukum adat ikut beralih dan diteruskan oleh ahli warisnya berdasarkan hukum setempat.25

Dalam sistem pewarisan hukum adat sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa

ahli waris adalah anggota keluarga yang paling dekat dari si pewaris tetapi ahli waris

dalam hukum adat bukan hanya mengatur dan mengakui keluarga terdekat tetapi juga

mengakui anak angkat dan janda serta persamaan hak dalam pembagian warisan baik

anak laki-laki maupun anak perempuan, hal ini di atur dalam jurisprudensi Nomor:

179/k/Sip/1961 tentang persamaan hak anak dan jurisprudensi Nomor:100/k/sip/1967

tentang kedudukan janda.

Sistem pembagian warisan terhadap anak angkat dalam hukum adat adalah

tetap dapat bagian tetapi anak angkat tersebut hanya dapat bagian warisan terbatas

pada harta pencaharian orang tuanya saja dan tidak dari harta kekayaan bersama atau

harta bawaan dari orang tuanya.

G. METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Sifat Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris sehingga

permasalahan yang akan di teliti berkaitan erat dengan faktor yuridis yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

25

Gambar

Tabel 2.  Jumlah Penduduk  Menurut Jenis Kelamin Tahun 2007…………………..45
Table 1.     Luas wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan Penduduk            Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Tahun 2007
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2007

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan proses pendaftaran tanah pembagian harta bersama di Kantor Pertanahan Kabupaten Dharmasraya menggunakan surat pernyataan

Menurut pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menentukan bahwa pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat

Data primer yang dicari adalah bagaimana pelaksanaan pembagian warisan hak atas tanah kepada ahli waris di kantor notaris di kabupaten pemalang, serta bagaimana

Pendaftaran hak atas tanah di jalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan setelah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) baru didaftarkan kepada Pejabat

Untuk melihat peran pemerintah dalam melaksanakan tugas pendaftaran tanah terkait dengan ketidak hadiran pemegang hak atas tanah dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah, peneliti

2. Penggunaan sebagian ruang udara dan atau/ ruang bawah tanah yang tidak termasuk wewenang pengambilan kekayaan alam dalam tubuh bumi, air dan ruang angkasa. Peralihan hak

Pada kenyataannya perbuatan hukum peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli masih banyak yang tidak dibuktikan dengan akta jual beli dan tidak menggunakan

Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula dan