• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pembagian Warisan dan Pengalihan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Pembagian Warisan dan Pengalihan"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

1 seni budaya melainkan terdapat keragaman di dalamnya. Salah satunya seperti adat – istiadat dalam hukum keluarga yang berkenan dengan budaya perkawinan, budaya kekerabatan sampai dengan budaya dalam hal pembagian waris pun terdapat keberagamannya di Indonesia.

Awalnya Yogyakarta merupakan Daerah Istimewa1 yang memiliki satu kota besar Yogyakarta, dengan daerah kabupaten yang meliputi Bantul, Gunungkidul, Sleman, Kulon progo dan Adikarto2 . Kemudian pada kurun waktu 1950 hingga 1951 dan 1958 hingga 1958, kabupaten di Yogyakarta berubah menjadi Bantul, Gunungkidul, Sleman, dan Kulon Progo (gabungan dengan Adikarto)3 hingga saat ini. penobatan sebagai Daerah Istimewa juga masih diberlakukan di Yogyakarta.

Desa Wisata Brayut adalah sebuah objek wisata perdesaan yang terletak di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Wisata Brayut merupakan desa wisata yang menonjolkan sisi kebudayaan terutama tentang budaya dalam kaitan dengan pertanian. Secara administrasi Desa Wisata Brayut adalah sebuah dusun bernama Dusun Brayut yang terletak di Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum menjadi desa wisata, dusun brayut dulunya merupakan desa pertanian. Perubahan menjadi desa wisata dimulai oleh salah seorang warga brayut yang bernama Budi Utomo pada tahun 1990 dan hingga kini tetap eksis sebagai desa wisata.

Desa wisata budaya yang berbasis pertanian ini merupakan tempat yang nyaman untuk rekreasi sekaligus mempelajari kebudayaan masyarakat karena juga didukung dengan suhu udara yang sejuk dengan pemandangan gunung

1

UU Nomor 22 Tahun 1948, tentang UU Pokok Pemerintahan Daerah Yogyakarta, tentang Yogyakarta menjadi Daerah Istimewa karena Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang

berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia.

2

UU Nomor 15 Tahun 1950, tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan DIY.

3

(2)

2 merapi yang indah. Dan juga warga di sini sudah memiliki kesadaran terhadap potensi lokal yang dimiliki oleh desanya sehingga masyarakat tergerak untuk melestarikan serta berpikir terbuka.

Gambar 1.1 Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber : http://dppka.jogjaprov.go.id/upload/files/peta_wil_adm_diy.jpg

Sebagai desa berbasih pertanian tentu saja terdapat kegiatan-kegiatan pertanian yang bisa dipelajari oleh wisatawan. Kegiatan tersebut antara lain belajar membajak, menanam padi, ndawut (mencabut benih padi), memanen padi (ani-ani), menjemur padi, hingga memetik jeruk di kebun jeruk organik. Hal tersebut sangat bermanfaat untuk wisatawan yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai kegiatan pertanian tradisional, masih terdapat juga kegiatan perternakan masyarakat yang dapat dipelajari yaitu membajak, memandikan sapi, hingga merumput.

Selain itu wisatawan dapat mempelajari kesenian Desa Wisata Brayut yaitu karawitan, membatik, tari-tarian, wisata kuliner, permaninan rakyat, ataupun kegiatan konservasi baik budaya ataupun lingkungan. Selain itu arsitektur rumah penduduk di Desa Wisata Brayut sangat kental dengan Budaya Jawa, misalnya rumah bentuk Joglo, bentuk sinom dan bentuk kampung.

(3)

3 wisata brayut juga bermacam-macam, diantaranya rumah limasan, sinom, rumah kampung, dan joglo. Budaya akan pelestarian kearifan lokal menjadi daya tarik brayut sebagai desa wisata.

Kearifan lokal yang dimiliki brayut sebagai desa wisata, menjadi potensi tersendiri bagi desa brayut. Dengan masih mempertahankan keadaan serta kondisi dari bentuk serta ciri khas rumah tradisional jawa yang beragam. Meskipun begitu, banyak juga perubahan yang sudah terjadi pada desa wisata brayut sejak awal berdirinya desa hingga saat ini, baik dari segi keadaan sosial dan budaya masyarakatnya. Termasuk dalam pelestarian rumah tradisional yang berada di desa wisata brayut hingga saat ini juga banyak mengalami perubahan.

Salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan ialah dari sistem pembagian ahli waris atau peralihan hak warisan atas rumah tradisional, khusus nya pada budaya tradisi masyarakat jawa. Dari permasalahan tersebut maksud dari penelitian ini membahas mengenai bagaimana pengaruh dari sistem ahli waris atau peralihan hak warisan rumah terhadap perkembangan rumah tradisional sebagai salah satu potensi sebagai desa wisata brayut ?

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana perkembangan dan pengaruh dari sistem pembagian warisan atau pengalihan waris atas rumah tradisional di desa wisata brayut?

1.3. Tujuan dan Sasaran

1.3.1 Tujuan

Tujuan dari penelitian adalah mengetahui perkembangan dan pengaruh dari sistem pembagian ahli waris atau peralihan hak warisan atas rumah tradisional sebagai potensi desa wisata di desa wisata brayut.

1.3.2 Sasaran

1. Mengetahui status kepemilikan rumah tradisional dan sistem pembagian warisan atau peralihan warisan rumah tradisional di desa wisata brayut. 2. Mengetahui jenis, pola bentuk, ruang dan fungsi dari rumah tradisional

(4)

4 3. Mengetahui perkembangan rumah tradisional yang mengalami perubahan akibat sistem pembagian warisan atau peralihan hak waris rumah tradisional di desa brayut.

4. Menganalisis dampak dari perubahan yang terjadi pada rumah tradisional akibat sistem pembagian warisan atau peralihan warisan rumah tradisional terhadap potensi kearifan lokak desa wisata.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain : 1. Bagi Akademisi

Penelitian diharapkan dapat menjadi pembelajaran tersendiri, khususnya mahasiswa dalam pembangunan desa wisata.

2. Bagi Masyarakat Perdesaan

Penelitian ini dapat memberikan acuan terhadap pembangunan dan perkembangan desa wisata demi peningkatan kemajuan desa di masa mendatang.

3. Bagi Pemerintah Setempat

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan akan pembangunan dan perencanaan desa wisata brayut di masa mendatang.

1.5 Lingkup Penelitian

1.5.1. Lingkup Substansial

Lingkup substansial yang menjadi objek penelitian adalah pengaruh dari sistem pembagian warisan atau peralihan hak waris terhadap perkembangan pola tatanan ruang desa sebagai desa wisata.

1.5.2. Lingkup Spasial

(5)

5

1.5.3. Lingkup Temporal

Lingkup temporal yang menjadi batasan waktu penelitian ini adalah selama enam bulan atau satu semester. Kunjungan yang dilakukan bersifat fleksibel sesuai dengan kebutuhan penelitian dan dalam satu minggu terdapat setidaknya dua kali kunjungan. Dari lingkup yang ditentukan, pengamatan diharapkan menghasilkan data yang lengkap mengenai perubahan pola tatanan ruang desa dari pengaruh sistem pembagian ahli waris atau peralihan warisan atas rumah tradisional di desa wisata brayut. Data tersebut kemudian menjadi dasar bagi analisis penelitian.

1.6. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penulisan

No. Judul

Penelitian Fokus Lokus Peneliti

1. Pengembangan Desa Wisata Sebagai Model Fakultas Ilmu Sosiologi dan

(6)

6 tatanan ruang

di desa wisata brayut

Sumber : Dokumentasi Penulis, Maret 2016

1.7. Sistematika Laporan Penelitian

BAB I. Pendahuluan

Pada bab ini berisi tentang latar belakang , rumusan permasalahan, tujuan dan sasaran, manfaat penelitian, lingkup penelitian dan sistematika laporan penelitian.

BAB II. Tinjauan Pustaka

Pada bab ini diuraikan tentang nama proyek, pemilik proyek, lokasi, fungsi bangunan/proyek, jumlah lantai, luas lantai bangunan, luas lahan, nama dan alamat perusahaan (Kontraktor/ MK/ Konsultan/ Instansi yang berwenang) serta dokumen penunjang lainnya (foto, gambar pra rencana, TOR, RKS, dll)

BAB III. Metodologi

Pada bab ini diuraikan tentang teori -teori umum dan standar yang berkaitan dengan topik kerja praktik yaitu balok. Landasan teori akan digunakan sebagai dasar pemikiran untuk tahap analisis pembahasan berbagai data yang diperoleh di lapangan.

BAB IV. Tinjauan Lokasi Penelitian

Berisi tentang hasil pengamatan yang dilakukan secara mingguan di lapangan yang berkaitan dengan proses persiapan dan pengerjaan balok baik berupa data primer maupun data sekunder.

BAB V. Analisis

Berisi tentang analisis permasalahan di proyek dan membanding kannya dengan teori untuk mendapatkan kesimpulan dan usulan pemecahan masalah di lapangan.

(7)

7 Berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pengamatan dan analisis tentang persiapan hingga pelaksanaan pengerjaan balok di dalam proyek serta memberikan saran untuk pelaksanaan kerja praktik di masa yang akan datang.

Daftar Pustaka

Berisi daftar buku-buku, literatur, artikel, jurnal, dan lain-lain yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan laporan kerja praktik.

Lampiran

Berisi tentang data-data penunjang yang berkaitan dengan topik kerja praktik yaitu Surat Keterangan diterima oleh instansi, Surat Keterangan Selesai Kerja Praktik dari

(8)

8

BAB II

TINJAUAN DESA WISATA DAN SISTEM AHLI WARIS JAWA

2.1 Pariwisata dan Undang - Undang Mengenai Pariwisata

2.1.1 Definisi Pariwisata

Pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (bussines) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam4

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang di dukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan pemerintah Daerah5 . Sedangkan menurut World Tourism Organization (WTO) Pariwisata atau tourism adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini.

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang berhubungan erat dengan rekreasi. Kegiatan rekreasi merupakan salah satu kegiatan yang dibutuhkan oleh setiap manusia, karena bersifat refreshing atau melepas kepenatan. Dari definisi-definisi diatas dapat dikatakan bahwa pariwisata adalah kegiatan rekreasi yang didukung dengan adanya fasilitas tertentu, sesuai dengan yang dibutuhkan dan disediakan oleh kalangan masyarakat dengan dukungan Pemerintah daerah.

2.1.2 Undang-Undang Mengenai Pariwisata

Menurut Pasal 14 Undang-Undang Pariwisata Nomor 10 Tahun 2009 tentang jenis-jenis usaha pariwisata, Desa wisata

2.2 Obyek Wisata

2.2.1 Definisi Obyek Wisata

4

Yoeti, A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa. Hlm 116

5

(9)

9 Obyek wisata merupakan segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat.

2.2.2 Karakteristik Obyek Wisata

Menurut Yoeti (1985) terdapat tiga karakteristik utama dari obyek wisata yang harus diperhatikan dalam upayah pengembangan suatu obyek wisata tertentu agar dapat menarik dan dikunjungi wisatawan, yaitu :

1. “Something to see” ,artinya pada daerah tersebut harus ada objek atau atraksi wisata yang berbeda dengan daerah lain atau memiliki daya tarik khusus.

2. “Something to do” ,artinya terdapat fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan lebih nyaman di tempat itu.

3. “Something to buy” , artinya fasilitas untuk berbelanja terutama barang-barang souvenir dan kerajinan tangan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang.

2.2.3 Jenis-jenis Obyek Wisata

Berdasarkan alasan motivasi serta tujuan wisatawan dalam melakukan suatu perjalanan wisata. Obyek wisata dapat dibagi menajdi beberapa jenis, antara lain :

1. Obyek wisata budaya

Obyek wisata budaya merupakan obyek wisata berbasis budaya dengan tujuan memperluas pandangan mengenai budaya dengan cara mempelajari dan mengadakan kunjungan ke daerah tertentu untuk melihat budaya setempat, baik atraksi, keadaan rakyat, seni adat istiadatnya.

2. Obyek wisata kesehatan

(10)

10 3. Obyek wisata komersial

Obyek wisata bersifat semacam mengunjungu marena-pameran atau pekan raya.

4. Obyek wisata politik

Obyek wisata dengan tujuan kegiatan politik 5. Obyek wisata pilgrim (rohani)

Obyek wisata piligrim berkaitan dengan agama, sejarah, kepercayaan, adat istiadat. Obyek wisata ini biasanya memiliki tujuan memperoleh keteguhan iman, batin, restu ke tempat tempat yang diyakini pengunjung. 6. Obyek wisata bahari

Obyek wisata yang berkaitan dengan kegiatan air seperti memancing, berselancar dan menyelam.

2.3 Desa Wisata dan Peraturan Undang-undang

2.3.1 Definisi Desa Wisata

Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.6

Desa wisata merupakan pengembangan dari suatu desa yang memiliki potensi wisata. Desa wisata memiliki potensi atau kekayaan yang layak, sehingga dapat dijual oleh masyarakatnya sendiri. Sementara pemrakarsanya adalah penduduk desa yang memiliki kemauan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk desa tersebut.

Menurut Cooper (1998) terdapat empat elemen yang menjadi dasar pariwisata yang sangat penting diperhatikan yaitu7 :

a) Permintaan (demand) b) Tujuan (destination)

c) Industri dan organisasi pemerintah d) Pemasaran (marketing)

6

Nuryanti, W. 1993. Universal Tourism: Enriching or Degrading Culture? Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

7

(11)

11 Keempat elemen tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain, salah satu aspek permintaan (demand) yang berkaitan dengan elem tujuan (destination). Keterkaitan kedua aspek ini adalah pada jenis atraksi wisata dan motif wisata. Wisata perdesaan terkait dengan motif kebudayaan mengingat wisatawan desa wisata datang tidak hanya untuk menyaksikan dan menikmati atraksi akan tetapi mereka biasanya melakukan penelitian budaya di perdesaan8

Oleh karena itu desa yang dapat menjadi tujuan wisata perdesaan adalah desa yang memiliki keunikan menurut sisi pandang wisatawan dengan motif kebudayaan9

Dari sisi industri dan organisasi pemerintah terkait dengan demand adalah sebagai pihak yang memberi sarana prasarana menuju wisata perdesaan. Infrastruktur dan angkutan wisata merupakan fasilitas minimal yang dibutuhkan agar obyek wisata dapat diakses oleh wisatawan tetapi jika dikaitkan dengan motif kebudayaan justru seringkali aspek ini dapat mengubah daya tarik wisata yang ditawarkan. Dengan demikian aspek aksesbilitas juga merupakan aspek fisik yang penting untuk mengidentifikasi sebagai karakteristik obyek wisata perdesaan.

Dari segi pemasaraan (marketing), pemasaran merupakan aspek aktualisasi perjalanan wisata. Kebutuhan obyek wisata untuk dapat dikenal merupakan hal pokok sebagai awal proses dimulainya kegiatan wisata, tetapi pada obyek desa wisata kegiatan pemasaran ini tidak terlalu diharapkan intervensinya dari wisatawan mengingat keaslian budaya merupakan keunikan yang diharapkan dapat dipertahankan10 Terkait dengan identifikasi karakteristik desa wisata, aspek pemasaran merupakan salah satu aspek yang akan mempengaruhi kecepatan dan perkembangan tingkat perubahan desa wisata wisata.

8

Tim Puswira. 2011. Pendampingan Masyarakat Desa Gilangharjo Menuju Desa Wisata yang Ramah

Lingkungan (Gilangharjo Green Entrepreneurship’s Rural Tourism). Laporan Pengabdian (Tidak Dipublikasi). 9

Tim Puswira. 2010a. Program Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Wisata Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Laporan Pengabdian (Tidak Dipublikasi).

10

(12)

12 Untuk akomodasi pada wisata perdesaan biasanya memanfaatkan rumah penduduk sebagai fasilitas akomodasi (homestay), sedangkan fasilitas lain tergantung pada potensi yang ada di setiap desa.

2.3.2 Potensi Desa Wisata

Kata “potensi” menurut KBBI adalah kemampuan yang memiliki kemungkinan untuk dikembangkan. Sedangkan dalam undang-undang Pariwisata Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 1 mengenai ketentuan umum, definisi “wisata: adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Potensi wisata merupakan segala hal dan kejadian yang diatur dan disediakan sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata baik berupa suasana, kejadian, benda, maupun jasa. Sehingga dapat dikatakan bahwa potensi wisata adalah kemampuan untuk mengembangkan tempat tujuan rekreasi berupa daya tarik wisata segala hal dan kejadian yang diatur dan disediakan sehingga dapat dimanfaatkan dan tempat tersebut didukung oleh sekelompok orang untuk berekreasi.

2.3.3 Komponen Desa Wisata

Komponen desa wisata dapat dibedakan menjadi komponen produk wisata dan komponen paket wisata.

1. Komponen Produk Wisata

Produk wisata terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan, yaitu daya tarik wisata, akomodasi dan fasilitas lainnya, serta aksesbilitas.

a. Daya Tarik Wisata

(13)

13 tarik wisata dapat berbentuk alam, budaya, maupun buatan, yang didukung dengan aktivitas – aktivitas tertentu.

b. Daya Tarik Alam

Bentukan-bentukan alam seperti bukit-bukit, hutan, sungai dan sebagainya merupakan daya tarik yang memunginkan untuk dijadikan tempat untuk melakukan berbagai aktivitas wisata. Untuk mengelola daya tarik alam perlu memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga tidak menimbulkan kerusakan alam dalam jangka waktu panjang.

c. Daya Tarik Budaya

Hasil-hasil manusia, berupa adat istiadat, norma-norma, kepercayaan masyarakat, kebiasaan sehari-hari merupakan budaya yang dapat dikemas menjadi daya tarik budaya tanpa menghilangkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kegiatan bercocok tanam, kesenian daerah, upacara adat dan sebagainyamerupakan contoh-contoh hasil kebudayaan manusia yang dapat dijadikan daya tarik budaya dimana wisatawan dapat berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas seperti bercocok tanam, atau menonton pertunjukan seni dan ikut serta belajar kesenian daerah tersebut. Pengelolaan budaya – budaya desa untuk menjadi sebuah daya tarik budaya hendaknya dilakukan pengemasan terhadap budaya tersebut sehingga menjadi menarik bagi wisatawan. Misalnya, dengan membuat pertunjukan seni yang melibatkan langsung wisatawan untuk turut serta tampil bersama para seniman. Selain itu, perlu diperhatikan juga untuk menjaga nilai-nilai yang terkandung dari budaya - budaya tersebut dan menjaga keberlangsungannya agar tidak hilang mengikuti zaman.

(14)

14 Daya tarik buatan merupakan sesuatu yang sengaja dibuat untuk menarik kunjungan wisatawan. Dalam desa wisata, bentuknya seperti kuliner. Untuk mengelola daya tarik buatan agar menjadi menarik adalah dengan melakukan inovasi-inovasi (perubahan-perubahan kecil) yang dapat memberikan dampak besar mengikuti tren, misalnya dengan secara berskala menambahkan campuran-campuran tertentu dalam menu makanan, seperti bumbu pada keripik singkong.

2. Aktivitas

Aktivitas merupakan bagian utama dari daya tarik wisata, hal ini merupakan salah satu nilai tambah utama dari sebuah produk Desa Wisata. Untuk membuat aktivitas wisata lebih menarik, perlu diadakan inovasi-inovasi seperti mengganti jenis permainan yang dapat dilakukan mengiringi aktivitas utama.

3. Akomodasi

Akomodasi ialah tempat dimana wisatawan atau orang yang sedang berpergian atau yang berkunjung ke suatu tempat membutuhkan fasilitas untuk beristirahat maupun menginap. Akomodasi di desa wisata selayaknya berupa rumah asli penduduk atau bangunan dengan rancangan yang memapu mewakili budaya yang dimiliki desa. Akomodai dapat terletak di dalam atau di dekat desa. Dibawah ini adalah jenis-jenis akomodasi yang dapat dikembangkan di desa wisata, diantaranya :

a. Bumi Perkemahan b. Villa

c. Pondok Wisata (Homestay)

(15)

15 a. Memiliki lingkungan dan kondisi rumah yang

bersih

b. Suasana rumah yang nyaman untuk ditinggali c. Aman dari kriminalitas

d. Memenuhi syarat–syarat rumah tinggal yang sehat

e. Pusat pengunjung (Visitor Center)

4. Aksesbilitas

Aksesbilitas adalah faktor yang mendukung kemudahan wisatawan untuk mencapai desa, seperti papan penunjuk jalan (signage), tersedianya modal trasnportasi yang dapat dimanfaatkan sebagai alat transportasi khususnya wisatawan ntuk memudahkan wisatawan menjangkau berbagai obyek yang dimiliki desa dan kondisi jalan menuju desa yang baik.

5. Paket Wisata

Paket wisata (package tour) diartikan sebagai suatu perjalanan wisata dengan satu atau lebih tujuan kenjungan yang disusun secara baik. paket wisata disusun dari berbagai fasilitas perjalanan tertentu dalam suatu acara perjalanan yang tetap, serta dijual dengan satu harga yang menyangkut seluruh komponen dari perjalanan wisata. Sedangkan tour sebagai suatu perjalanan adalah suatu kegiatan perjalanan yang mempunyai ciri-ciri tersendiri, bersifat santai, gembira dan bersenang-senang (Nuriarta, 1992 :11)

Atraksi alam yang banyak dilaksanakan antara lain :11 1. Penahan

2. Menyusur pantai 3. Bersepeda 4. Bird watching

5. Observasi pengamatan hewan

11

(16)

16 19.Berjalan di alam 20.Berlayar

21.Menyelam 22.Surfing

23.Berkendaraan

24.Pemberian makan hewan

2.3.4 Persyaratan Desa Wisata berdasarkan Undang-Undang

Kebijakan mengenai pembangunan desa wisata telah diatur berdasarkan undang-undang otonomi daerah yang memfokuskan pembangunan di daerah perdesaan, agar terjadi perubahan sosial kemasyarakatan dari urbanisasi ke ruralisasi12

Menurut program pariwisata inti rakyat (PIR) yang telah dibentuk oleh Departemen Pariwisata, desa wisata merupakan suatu kawasan perdesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian adat istiadat, keseharian, arsitektur, struktur tata ruang desa yang jhas, mampu kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Persyaratan untuk menjadi desa wisata antara lain sebagai berikut :

12

(17)

17 1. Aksesbilitas baik

2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni, budaya dan sebagainya yang dapat dikembangkan sebagai obyek wisata.

3. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberi dukungan terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya. 4. Keamanan di desa terjamin

5. Tersedia akomodasi telekomunikasi dan tenaga kerja yang memadai

6. Beriklim sejuk atau dingin dan

7. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat.

Berdasarkan peraturan menteri kebudayaan dan pariwisata, terdapat strategi berkaitan dengan PNPM Mandiri Pariwisata yang di fokuskan pada pemberdayaan masyarakat desa wisata yang menjadi bagian dari gugusan (cluster) pariwisata tertentu. Desa atau komunitas masyarakat di sekitar pusat kegiatan pariwisata yang terjadi di suatu wilayah. Desa dengan potensi yang dimilikinya, baik berupa keunikan, lingkungan alam, budaya, potensi ekonomi dan pertanian dapat memperkuat pengembangan kegiatan pariwisata yang sudah berlangsung. Desa dpaat berperan sebagai pendukung daya tarik wisata dan sebagai sumber pasokan komponen-komponen tertentu yang diperlukan untuk kegiatan pariwisata.

Oleh karena itu pendekatan dan strategi yang dilakukan adalah pendekatan secara fisik dan non fisik seperti13

a. Pendekatan Fisik

- Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung untuk meningkatkan akses dan jaringan keterkaitan antara desa peyangga dengan pusat kegiatan pariwisata seperti daya tarik wisata, hotel/resort

13

(18)

18 - Mengonservasi sejumlah bangunan yang memiliki nilai

seni, budaya.

- Sejarah dan arsitektur lokal yang tinggal dengan tetap mempertahankan nilai keasliannya.

- Mengubah fungsi bangunan menjadi suatu yang berkontribusi pada pembangunan kegiatan kepariwisataan. - Mengembangkan bentuk-bentuk penginapan di dalam

wilayah desa wisata yang dioperasikan oleh penduduk desa, dan

- Mengembangkan usaha-usaha terkait dengan jasa kepariwisataan.

b. Pendekatan fisik

- Pelestarian kearifan lokal, budaya dan kekhasan daerah dan - Pelatihan-pelatihan manajemen pariwisata, kuliner,

kerajinan, bahasa, dll

2.4 Sistem Waris Adat

Hukum adat waris adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi dari pewaris kepada para waris dari generasi ke generasi berikutnya. Menurut Teer Haar dikatakan bahwa hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana dari masa ke masa proses penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soepomo, yang menerangkan bahwa “hukum waris: itu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses menerus serta mengoperasikan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tak berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturuannya.

(19)

19 dalam bentuk kekerabatan yang sama, namun belum tentu memiliki sistem kewarisan yang sama menurut hukum adatnya.

Apabila dilihat dari orang yang menerima warisannya, ada tiga macam sistem kewarisan di Indonesia yaitu sistem kolektif, kewarisan mayorat, kewarisan individual. Diantara ketiga sistem kewarisan tersebut pada kenyataannya ada yang bersifat campuran.

1. Sistem Kolektif

Apabila pada waris mendapatkan harta peninggalan yang diterima mereka secara kolektif (bersama) dari pewaris yang tidak terbagi-bagi secara perseorangan, maka kewarisan demikian itu disebut kewarisan kolektif.

2. Sistem Mayorat

Apabila harta pusaka yang tidak terbagi-bagi dan hanya di kuasi anak tertua, yang berarti hak pakai, hak mengelolah dan memungut hasilnya dikuasi sepenuhnya oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus dan memlihara adik-adiknya yang pria dan wanita sampai mereka dapat berdiri sendiri, maka sistem ini disebut dengan sistem mayorat. Dalam hal sistem mayorat ini, dibagi menjadi mayorat laki-laki dan mayorat perempuan serta mayorat wanita bungsu.

3. Sistem Individual

(20)

20 atau perorangan kepada ahli warisnya seperti Jawa, Madura, Aceh dan Lombok.

2.5 Sistem Warisan Adat Jawa

Masyarakat adat jawa yang memiliki hubungan kekerabatan Parental atau bilateral memiliki sistem kewarisan yaitu sistem Individual, dimana harta warisan yang diperoleh dapat dimiliki secara perseorangan, hal tersebut jelas berbeda dengan sistem mayorat yang digunakan masyarakat adat Lampung. Secara umum, asas yang digunakan dalam hukum adat waris ini sesuai dengan sistem kekerabatan yang dimiliki oleh suatu masyarakat adat, begitu pula dengan adat Jawa.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa masyarakat jawa menganut sistem kekerabatan parental atau bilateral dengan sistem waris Individual yang berarti adanya suatu keharusan bagi ahli waris untuk mendapatkan bagian sehingga dapat menguasai harta warisan yang telah dibagi secara perseorangan. Adapun faktor yang menyebabkan hal tersebut perlu dilakukan adalah dikarenakan tidak adanya lagi keinginan untuk menguasai harta waris secara kolektif. Hal ini dikarenakan para ahli waris tidak lagi berada dala satu rumah orangtuanya melainkan sudah tersebar sendiri-sendiri mengikuti suami atau istrinya.

Ada hal positif dalam sistem kewarisan individual yang diterapkan oleh masyarakat adat jawa ini, yaitu adanya suatu kebebasan untuk mengolah harta warisan tanpa adanya pengaruh dari orang lain baik kerabat maupun pihak lainnya yang memiliki kepentingan. Sedangkan hal negatifnya yaitu adanya suatu kerenggangan tali kekerabatan karena memang sifat pewarisnya individual yaitu mengurus masing-masing sehingga dapat merenggangkan kekerabatan antara keluarga atau kerabat.

2.6 Harta Warisan Masyarakat Adat Jawa

(21)

21 Secara umum ada beberapa yang menjadi objek atau harta warisan, yaitu :

1. Harta Pusaka 2. Harta Bawaan 3. Harta Pencaharian

4. Harta dari pemberian seseorang kepada suami atau istri atau keduanya. Menurut Djojodigoeno dan Tirtawinata dalam bukunya “ Adat Privaatrecht Van Middle-Java” sebagaimana dikutip oleh Tolib Setiady menegaskan

Rakyat Jawa Tengah mengadakan pemisahan harta warisan dalam 2 (dua) golongan, yaitu :

1. Gawan ( Harta Bawaan )

Harta ini adalah yang dibawa oleh suami atau istri pada saat akan dilangsungkan perkawinan. Dimana apabila terjadi suatu perceraian dikemudian hari maka harta warisan berupa harta bawaan ini akan kembali kepada masing – masing pihak yang membawanya. Seperti yang dinyatakan oleh orang jawa “ tetep dadi duwekke dewe-dewe, bali menyang asale”

Kecuali apabila perkawinan yang memiliki perbedaan derajat dalam ekonomi (kaya dan miskin), misalnya suami tinggi (kaya) atau disebut manggih koyo dengan istri rendah maka harta kekayaannya menjadi miliki suami atau dikuasi oleh suami.

2. Gono – Gini (Harta Bersama)

Harta Gono-Gini adalah harta yang diperoleh semasa perkawinan yang di dapat secara bersama-sama. Di Jawa, harta gono-gini adalah “sraya ne wong lan duwekke wong loro” yang berarti bahwa hasil kerja dua orang (suami dan istri) sehingga menjadi harta dua orang (bersama)

(22)

22

2.7 Ahli Waris dan sebagainya

Dalam hukum waris yang menjadi ahli waris ialah anak-anak dan janda/duda yang diutamakan menjadi ahli waris, jika memungkinkan barulah keluarga terdekat yang sesuai dengan ketentuan dapat menjadi ahli waris. Dalam masyarakat adat jawa semua anak baik laki-laki maupun perepmpuan, lahir lebih dahulu atau belakangan semuanya berhak menjadi ahli waris dan mendapatkan warisannya.

Akan tetapi, jika pewaris tidak memiliki anak sama sekali, anak angkat atau anak sepupu pun tak punya, maka yang berhak menjadi ahli warisnya adalah : 1. Orang tua pewaris (Bapak atau Ibu)

2. Jika orangtua tidak ada baru saudara kandung pewaris dan keturunannya, dalam hal ini masih banyak perdebatan apakah anak angkat juga termasuk kedalam ahli waris atau bukan.

3. Jika dalam poin dua tidak ada, maka barulah kakek atau nenek pewaris berhak mewaris

4. Jika poin tiga tidak ada, baru paman atau bibi pewaris dari garis ayah maupun ibu.

Pada asasnya dalam masyarakat adat jawa, janda atau duda bukanlah ahli waris dari pewaris yang meninggal, karena dipahami bahwa janda dan duda mendapatkan harta warisan dari harta bersama atau harta perkawinannya.

2.8 Proses Pewarisan dalam Masyarakat Adat Jawa

Proses yang dimaksud dalam hal ini adalah tentang bagaiman cara pewaris meninggalkan, membagi atau meneruskan harta warisan bagi para ahli warisnya ketika masih hidup dan sudah meninggal, dimana proses tersebut merupakan bagian dari budaya masyarakat adat Jawa, proses pemberian harta warisan dilakukan dengan dua cara yaitu sebelum pewaris meninggal dan setelah pewaris meninggal dunia. Dalam masyarakat jawa pembagian waris ketika pewaris masih hidup dapat dilakukan dengan cara lintiran (penerusan atau pengalihan), cungan (penunjukan) atau dengan cara weling atau wekas (berpesan, berwasiat)

(23)

23 wafat atau meninggal budaya pewarisannya sama seperti yang berlaku dalam hukum nasional yang berlaku di Indonesia pada umumnya. Seperti yang sudah disebutkan diatas, untuk proses pemberian harta warisan ketika pewaris masih hidup dapat dilakukan dengan beberapa cara yang biasa digunakan dalam masyarakat ada Jawa yang lebih sering disebut dengan istilah adat Jawa dalam pembagian harta warisan ketika pewaris masih meninggal dunia, yaitu :

1. Penerusan atau Pengalihan (Lintiran)

Ketika pewaris masih hidup, biasanya pewaris melakukan penerusan atau pengalihan harta warisan kepada ahli warisnya, maka sejak penerusan atau pengalihan itulah harta kekayaan sudah beralih kepada ahli waris. Dalam pemberian harta warisan dengan cara penerusan atau pengalihan ini dilakukan sebagai pemberian bekal kepada anak yang akan menerukan kehidupan baik baik untuk meneruskan keturunan (perkawinan), misalnya untuk membangun rumah dan sebagainya. dalam masyarakt adat jawa anak yang akan menikah dibekali berupa tanah atau rumah atau ternak, dimana benda-benda tersebut diperhitungkan dalam harta keluarga ketika pewaris sudah meninggal.Penerus ini dapat dilakukan juga terhadap anak angkat yang dinilai sudah memberikan banyak pengorbanan, jawam kontribusi dalam keluarga tersebut, sehingga ditakutkan apabila warisan diberikan ketika pewaris sudah meninggal maka anak angkat dapat atau kemungkinan tersingkirkan oleh anak kandung. Sehingga budaya masyarakat adat jawa dalam pembagian warisan ini sangatlah mempertimbangkan keadilan bagi anak kandung dan anak angkat serta menghindari adanya permasalahan yang muncul sebagai akibat dari harta warisan yang ditinggalkan.

2. Penunjukan (Cungan)

(24)

24 harta warisan ini. maka dalam prosescungan ini, dapat dikatakan (masih berupa penunjukan sementara yang bukan merupakan suatu hal yang mendesak)

Penunjukan ini bukan hanya sebatas benda bergerak saja, melainkan juga benda tidak bergerak seperti tanah ladang, sawah, kebun, dan sebagainya yang dalam bahasa jawa disebut dengan istilah garisan.

Dalam masyarakat adat jawa, adakalanya setelah pemberian garisan itu ditunjukan atau diteruskan penguasanya kepada anak lelaki atau perempuan yang telah mencar dan hidup manidiri harus memberikan penunjang yaitu kewajiban bagi setiap anak yang telah diberi tanah itu untuk tetap memberi bagian hasil tertentu kepada orangtuanya selama masih hidup. Cara tersebut juga msih berlaku meskipun sudah dioperasikan atau diteruskan.

3. Pesan atau Wasiat (Welingan, Wekasan)

Welingan ini dilakukan biasanya pada saat pewaris sakit dan tidak ada harapan lagi untuk sembuh, atau pewaris akan pergi jauh seperti naik haji. Dimana welingan ini berlaku apabila pewaris benar-benar tidak pulang lagi atau benar-benar meninggal, sedangkan apabila pewaris sehat kembali atau pulang dari pergian jauh maka welingan ini dapat dicabut kembali. Tujuan dari cara ini adalah agar para ahli waris membagikan harta warisan dengan cara yang layak menurut anggapan pewaris, dan agar tidak terjadi perselisihan, dan tujuan lainnya yaitu pewaris menyatakan secara mengikat sifat-sifat barang/harta yang ditinggalkannya. Pewaris dapat mencabut atau menarik kembali suatu wasiat yang sudah dibuat atau diikrarkan. Tetapi selama wasiat tidak dicabut atau ditarik kembali, para ahli waris berkewajiban untuk menghormati wasiat tersebut.

(25)

25 elatana itu ada beberapa macam seperti mitung dino, matang puluh, nyatus atau nyewu.

Namun biasanya dilakukan nyewu (setahun setelah wafatnya pewaris). Hal tersebut dilakuakn dengan harapan seluruh anggota keluarga dan ahli waris berkumpul semua di kediaman pewaris

Adapun mengenai juru bagi tidak ada ketentuan pasti siapa yang menjadi juru bagi dalam warisan adat Jawa, akan tetapi yang dapat menjadi juru bagi adalah sebagai berikut :

a. Orangtua yang masih hidup (janda atau duda pewaris) b. Anak tertua laki-laki atau perempuan

c. Anggota keluarga tertua yang dipandang jujur, adil dan bijaksana

d. Anggota kerabat tetangga, pemuka masyarakat adat atau pemuka agama yang diminta, ditunjuk atau dipilih para ahli waris.

Dalam masyarakat adat jawa kebiasaan atau adat dalam pembagian warisan tidak dilihat dari nilai ekonomis secara matematis, melainkan melihat wujud benda dan kebutuhan ahli waris yang bersangkutan. Jadi meskipun dikenal adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan tetapi dalam pembagan warisan juga mempertimbangkan kebutuhan dari ahli warisnya.

Pada masayarakat adat jawa dalam hal pembagian harta warisan dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Segendong-Sepikul

Segendong – Sepikul yaitu dalam hal pembagian harta warisan anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari anak perempuan. Berarti dalam hal ini hampir sama dengan prinsip Hukum Islam dalam pemabagian warisan, dimana laki-laki mendapatkan dua bagian dan perempuan satu. (2:1)

2. Dundum Kupat

(26)

26

BAB III

METODOLOGI

3.1 Pendekatan Penelitian

Untuk melakukan identifikasi mengenai potensi kawasan desa wisata brayut terdapat beberapa cara yang diterapkan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Metode Partisipasi Riset Aksi (Participatory Action Research-PRA) . Metode ini dipilih karena penulis menyadari pentingnya peran masyarakat secara aktif melalui interview langsung dan observasi. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sehingga hasilnya mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat pula.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian survey yang dilakukan di Desa Wisata Brayut, Desa Pandawaharjo, Kecamatan Sleman, Yogyakarta. Terdapat dua (2) metode penelitian yang digunakan, antara lain :

1. Metodologi Primer

Metode primer dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data melalui pengamatan langsung sehingga sesuai dengan fakta dan keadaan sebenarnya. Metode primer dilaksanakan dengan cara :

- Observasi

Pengamatan langsung terhadap objek peneliti. Pengamatan dilakukan menggunakan bantuan kamera dan pencatatan untuk mendokumentasi keadaan secara langsung. Pengamatan di lakukan secara visual, agar data yang didapat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

- Wawancara

(27)

27 Membagikan kuesioner pada warga Desa Brayut, untuk mendapatkan informasi mengenai sistem pengelolaan dan pelestarian warisan rumah tradisional di desa brayut yang ditinjau dari perspektif budaya jawa.

2. Metodologi Sekunder

Metode sekunder lebih bersifat teoritis. Informasi melalui literatur yang terdapat pada buku, jurnal, majalah, study pustaka. Informasi yang didapat merupakan pendukung dari data dan analisis penelitian. Literatur juga dapat didapatkan melalui media cetak maupun media elektronik.

3.3 Metode Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data dan mengkaji literatur, buku-buku dan dari observasi lapangan. Data-data terkumpul kemudian di analisis dengan metode kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan penelitian berdasarkan Landasan Teori (Partical Research – paul Leddy Hal. 152 -276) dengan perincian sebagai berikut :

 Analisis dimulai dari skala kawasan Desa Wisata Brayut. Menganalisa sejarah perkembangan dusun brayut sebagai desa wisata.

 Mengolah data-data dari buku dan internet mengenai tipologi pariwisata dan desa wisata serta peraturan-peraturan pemerintah setempat mengenai kebijakan sebagai desa wisata.

 Mengolah data hasil temuan-temuan di lapangan pada saat survey (foto, wawancara, dan sebagainya) yang akan dihubungkan dengan data-data dan akan menjadi bahan kajian tambahan guna menemukan fokus analisi pengaruh dari sistem pembagian ahli warisan terhadap perkembangan desa wisata.

 Mengkaji hasil analisis dengan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku sebagai salah satu upayah pemberdayaan potensi desa wisata pada desa wisata brayut , sleman yogyakarta.

(28)

28

3.4 Metode Penyimpulan Data

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menyimpulkan hasil pengolahan data. Melalui survey lapangan dan data wawancara yang di dapat langsung dari masyarakat desa wisata brayut yang tinggal di brayut. Data kesimpulan dalam bentuk peta persebaran pola penataan desa wisata brayut.

3.5 Parameter, Variabel dan Indikator Penelitian

Tabel 3.1 Parameter, Variabel dan Indikator

Parameter Variabel Indikator

Sistem Pembagian

Bentuk Fisik Rumah Tradisional Perubahan Bentuk Rumah Tradisional Jenis dan Ciri Khas Rumah Tradisional Non - Fisik Status Kepemilikan

Pengaruh Modernitas Peraturan

Pemerintah

Standar dan Ketentuan Tata Guna Lahan

Responsif

Tanggapan Pemilik Rumah Tanggapan Masyakarakat dan

Pengunjung

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Maret 19 2016

3.6 Populasi dan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah wilayak generanlisasi yang terdiri atas obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah kawasan desa wisata brayut, Sleman Yogyakarta.

3.6.2 Sampel

(29)

29 penelitian ini, sampel yang di ambil ialah warga masyarakat desa wisata brayut yang memiliki rumah dengan berciri khas tradisional jawa.

3.7 Alat dan Instrumen Penelitian

Alat dan Instrumen data penelitian berupa alat tulis, lembaran kuesioner, buku catatan, kamera (hp/DSLR), perekam suara dan laptop

Tabel 3.2 Instrumen Data

No. Macam Data Sumber Data Instrumen Sifat Data

1.

PERDA tentang Kawasan Desa Wisata

Brayut, Sleman Yogyakarta

Buku / Literatur Laptop, Kualitatif, Sekunder

4. Konsep Desain Ruang

Desa Wisata Buku / Literatur

Pena, Buku Catatan

(30)

30

3.8 Rancangan Proses Penelitian

Bagan 3.3. Tahapan Penelitian Sumber: Kajian Penulis Perencanaan Penelitian Survey awal Desa Wisata

Brayut

Survey awal dilakukan pada bulan Maret 2016

Identifikasi Topik

Fokus penelitian yang terletak pada pengaruh dari sistem pembagian warisan atau

Buku mengenai pariwisata dan sistem pembagian warisan dua kali dengan dan observasi tambahan bila ada tamu desa wisata brayut.

Penyusunan Proposal

Proposal disusun untuk mengetahui variabel apa saja yang akan digunakan, kemudian menjadi acuan dalam melakukan observasi di lapangan.

Observasi Rutin

Setelah mengetahui landasan teori, dilakukan observasi rutin untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.

Perekapan data pemilik dan sistem warisan rumah tradisional di desa wisata brayut

Data di dapat dari hasil observasi dan wawancara langsung kepada keluarga /pemilik/ kerabat dekat rumah tradisional

Analisis dan Kesimpulan

(31)

31

BAB IV

TINJAUAN WILAYAH DESA WISATA BRAYUT

4.1 Identifikasi Desa Wisata Brayut

4.1.1 Asal Mula Nama Brayut

Nama “Brayut” berasal dari kakek Kyai Brayut, yang menurut narasumber yaitu Bapak Sudarmadi, Kyai Brayut merupakan orang pertama yang tinggal di brayut. Terdapat makam kyai brayut di desa wisata brayut. Sebelum menjadi nama brayut, terlebih dahulu dusun brayut juga disebut “Sabuk Inten” yang artinya dikelilingi sawah yang subur, karena dusun brayut sendiri merupakan dusun yang letaknya dikelilingi oleh sawah dan tidak langsung berbatasan dengan dusun lainnya.

4.1.2 Pemrakarsa Desa Wisata Brayut

Awal mula dusun brayut menjadi desa wisata ialah karena pada saat itu ada salah seorang dari masyarakat brayut, yang bernama Budi Utomo mengajar Bahasa Indonesia kepada orang-orang luar (asing). Suatu ketika Pak Budi Utomo mengajak murid-murid ajarannya berkunjung ke rumahnya yaitu di dusun brayut. Tidak hanya mengajar semata, tetapi Pak Budi Utomo juga mengenalkan desa tempat tinggalnya kepada murid-muridnya belajar bertani, membatik dan hasilnya ialah antusias dari para murid-murid nya pun baik. mulai dari situlah Pak Budi Utomo, memulai untuk merencanakan dusun brayut sebagai desa wisata brayut budaya. Hingga pada tanggal 14 Agustus 1999, desa brayut resmi sebagai desa wisata budaya berbasis pertanian.

Pada tahun 2011, desa wisata brayut sendiri merupakan desa wisata yang tergolong dalam kategori Mandiri, merupakan tahap paling tinggi dalam perkembangan desa wisata setelah tahap embrio, tumbuh dan berkembang.

4.1.3 Identifikasi Potensi Daya Tarik Desa Wisata Brayut

(32)

32 ada dengan sendirinya tanpa bantuan manusia, dengan kata objek yang terbentuk dari alam.14 Potensi daya tarik desa wisata brayut, diantaranya, ialah

1. Rumah Tradisional Adat Jawa

Gambar 4.1 Kondisi Eksisting Rumah Tradisional di Desa Wisata Brayut

Sumber : Dokumentasi Peneliti, Maret 2016

Desa Wisata Brayut merupakan desa wisata dengan berbasis budaya pertanian dan kearifan lokal. Hingga saat ini terdapat berbagai macam jenis rumah tradisional khas Jawa di Desa Wisata Brayut. Diantaranya: Joglo, Pacul Gowang, Limasan, Ceret Gancet dan Rumah Kampung.

2. Kegiatan Paket Wisata a. Pertanian

Salah satu keunggulan yang dimiliki desa wisata brayut ialah dengan desa yang dikelilingi oleh lahan persawahan. Maka itu, pertanian

14

Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata (Jakarta : 1996) hal. 172

JOGLO 1 JOGLO 2

JOGLO 3 PACUL GOWANG

LIMASAN CERET GANCET

SINOM RUMAH KAMPUNG 1

.

2 .

3 4

5 6

7 .

(33)

33 dijadikan sebagai salah satu paket dari desa wisata, dengan kegiatan bertani atau menanam padi serta membajak sawah menggunakan sawah milik warga brayut. Biasanya paket wisata pertanian disesuai dengan musim panen.

Gambar 4.2 Kegiatan Bertani oleh Para Pengunjung Desa Wisata Brayut

Sumber : Arsip Desa Wisata, Maret 2016

b. Permainan Tradisional

Gambar 4.3 Salah Satu Permainan Tradisional, sebagai Paket Wisata Desa Wisata Brayut

Sumber : Arsip Desa Wisata Brayut, Maret 2016

(34)

34 c. Menangkap Ikan

Gambar 4.4 Kegiatan Menangkap Ikan oleh Para Pengunjung Desa Wisata Brayut

Sumber : Arsip Desa Wisata Brayut, Maret 2016

d. Membatik , Menari dan Karawitan

Gambar 4.5 Kegiatan Membatik oleh Para Pengunjung Desa Wisata Brayut

Sumber : Arsip Desa Wisata Brayut, Maret 2016

(35)

35 e. Belajar membuat snak tradisional

Gambar 4.6 Kegiatan Menangkap Ikan oleh Para Pengunjung Desa Wisata Brayut

Sumber : Arsip Desa Wisata Brayut, Maret 2016

f. Peternakan

Gambar 4.7 Kegiatan Menangkap Ikan oleh Para Pengunjung Desa Wisata Brayut

Sumber : Arsip Desa Wisata Brayut, Maret 2016

g. Makan Kenduri dan kesenian Jathilan

Gambar 4.8 Kegiatan Menangkap Ikan oleh Para Pengunjung Desa Wisata Brayut

(36)

36

4.1.4 Prestasi Desa Wisata Brayut

Tahun 2008 Juara favorit festival desa wisata se-kabupaten Sleman, dalam rangka peringatan hari jadi kabupaten Sleman ke 92 dan 100 tahun kebangkitan nasional pada tahun 2008 Tahun 2009 Juara 3 lomba desa wisata tingkat propinsi

Tahun 2009 Juara 3 lomba stand desa wisata pada pameran potensi daerah kabupaten Sleman, dalam rangka hari jadi kab.Sleman yang ke 93

Tahun 2011 Juara 1 festival dsa wisata se-kabupaten Sleman, dalam rangka hari jadi kabupaten Sleman yang ke 95

4.2 Kondisi Fisik Desa Wisata Brayut

4.2.1 Lokasi dan Batas Wilayah

Desa wisata brayut terletak di dusun brayut, desa Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Batas – batas desa wisata brayut yaitu :

Utara : Dusun Jetis Jogopaten Barat : Dusun Karangasem Timur : Dusun Berkijan

Selatan : Dusun Tanjung dan Dusun Ngumplung

(37)

37

4.2.2 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah

Desa wisata brayut terletak pada 7°42’’04.93’’ s 110°22’26.22’’ dengan luas wilayah 41,7345 Ha, dengan jenis penggunaan lahan pertanian sebesar 34,0750 Ha dan tanah pekarangan 7,6595 Ha. Dengan jarak tempuh ke Ibu Kota Kecamatan 5 km, jarak ke Ibu Kota Kabupaten 1,5 km dan jarak ke Desa / Kelurahan 0,5 km.

4.2.3 Topografi

Berdasarkan RTRW Kabupaten Sleman, desa wisata brayut merupakan dusun yang terletak pada dataran tinggi dengan ketinggian 100-499 m dpl.

4.2.4 Geologi

Kondisi di dominasi dengan keberadaan gunung Merapi. Formasi geologi di kabupaten Sleman dibedakan menjadi tiga, yaitu endapan vulkanik, sedimen, dan batuan terobosan. Endapan vulkanik mendominasi wilayah yaitu sekitar 90% dari wilayah kabupaten Sleman.

Jenis tanah di Kabupaten Sleman terbagi menjadi litosol, regusol, grumosol, dan mediteran. Sebagian besar di wilayah Sleman didominasi jenis tanah regusol sebesar 49.262 ha (85,69%), mediteran 3.851 ha(6,69%), litosol 2.317 ha (4,03%), dan grumusol 1.746 ha.

4.2.5 Hidrologi

Di Kabupaten Sleman terdapat sekitar 100 sumber mata air, yang airnya mengalir ke sungai-sungai utama yaitu sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di samping itu terdapat anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di samudera Indonesia.

4.2.6 Klimatologi

(38)

38 agroklimat di atas menunjukkan bahwa iklim di wilayah Kabupaten Sleman pada umumnya cocok untuk pengembangan sektor pertanian.

4.2.7 Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan pada desa wisata brayut dibagi menjadi dua jenis, yaitu peruntukan lahan untuk lahan pekarangan dan sawah. Dengan luas sawah 34,0750 Ha dan tanah pekarangan 7,6595 Ha.

Gambar 4.10 Penanda / Signage di desa wisata brayut

Sumber, Dokumentasi Peneliti April 2016

4.2.8 Peruntukan Lahan

Berdasarkan karakteristik sumberdaya yang ada, wilayah Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 kawasan sesuai dengan Rencana Tata Euang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, yaitu :

(39)

39 Gambar 4.11 Peruntukan Lahan Desa Wisata Brayut

Sumber, Dokumentasi Peneliti April 2016

4.3 Kondisi Non Fisik Desa Wisata Brayut

4.3.1 Kependudukan

Desa wisata brayut merupakan salah datu desa wisata yang terdapat di desa Pandowoharjo, Kecamatan Sleman. terdapat 4 Rukun Tetangga (RT) di desa wisata brayut yaitu RT 01, RT 02, RT 03 dan RT 04. Sedangkan jumlah Rukun Warga (RW) di desa wisata brayut ialah 2 yaitu RW 28 dan RW 29.

Untuk data jumlah kepala keluarga di desa wisata brayut pada tahun 2015 yaitu terdapat sebanyak 154 kepala keluarga di desa wisata brayut. Dengan rincian pada RT 01 terdapat 50 kepala keluarga, pada RT 02 terdapat 42 kepala keluarga, pada RT 03 terdapat 17 kepala keluarga, pada RT 04 terdapat 45 kepala keluarga.

(40)

40 Rata-rata mata pencarian masyarakat desa wisata brayut ialah di sektor pertanian tanaman pangan, sektor perternakan dan sektor jasa / perdangan.

4.4 Identifikasi Fasilitas Desa Wisata Brayut

Penduduk di desa wisata brayut sudah menggunakan PLN sebagai sarana penerangan rumah tinggal dan memiliki berbagai fasilitas yang cukup lengkap seperti fasilitas keagamaan berupa mesjid, fasilitas lapangan voli.

Fasilitas penunjang pariwisata di desa wisata brayut sudah tersedia seperti homestay, tracking area, aula / tempat pusat kegiatan (joglo 1)

1. Homestay 2. Aula 3. Outbound 4. Tracking Area 5. Sarana Peribadatan 6. Tempat Parkir 7. Tempat Sampah

4.4 Identifikasi Penanda / Signage di Desa Wisata Brayut

Signage menjadi elemen penting dalam suatu lokasi dalam hal pencapaian. Hal ini dilakukan untuk memberi pengarahan sekaligus identitas. Tanda/ sign terbagi ke dalam lima jenis yaitu penanda orientasi (orientation sign), penanda arah (directional sign), pemberi informasi (informational sign), pemberi identitas (identity sign), penanda larangan (statuory regulatory sign), Desa Wisata Brayut memiliki penanda atau signage berupa identifikasi, penanda arah, dan pemberi informasi sebagai berikut

Gambar 4.12 Penanda / Signage di desa wisata brayut

(41)

41

4.6 Identifikasi Rumah Tradidional di Desa Wisata Brayut

4.6.1 Data Rumah Tradisional di Desa Wisata Brayut

Tabel 4.1 Data letak rumah tradisional di Desa Wisata Brayut tahun 2016

RT 01 RT 02 RT 03 RT 04

Joglo 1.Ibu Arin

2.Pak Jhoni

1.Bapak

Limasan 1.Bapak Tarno

Utomo

Sinom 1.Ibu Sutris 1.Ibu Pariman 1.Bapak Rinto

2.Ibu Samidi

-

Ceret Gancet 1.Bapak Krismanto

2.Bapak Sus

1.Bapak Suparjo - -

Rumah Kampung

1. Bapak Kamdi 1.Bapak Daris 2.Bapak Marsudi

(42)

42

4.6.2 Data Kepemilikan Rumah Tradisional di Desa Wisata Brayut

Tabel 4.2 Data Kepemilikan Rumah Tradisional di Desa Wisata Brayut tahun 2016

No. Pemilik & Jenis Rumah

Usia

Rumah Lokasi Gambaran Rumah

1. Ibu Supiah - Rumah Kampung

(homestay)

20 tahun

2 Bapak

Mujiono - Rumah Kampung

50 tahun

3. Ibu Arin - Joglo 2

100 tahun

4. Bapak Suraji - Rumah Kampung

(43)

43 5. Rahmawan

Dwi Atmaja - Rumah Limasan

Pacul Gowang

80 tahun

6. Ibu Sri - Joglo 3

100 tahun

7. Bapak Brigjen Krismanto

-Rumah Kampung

50 tahun

8. Bapak Susmianto

-Rumah Limasan Ceret Gancet

50 tahun

9. Bapak Jaka Suslarto

-Rumah Kampung

(44)

44 10. Joglo 1

11. Bapak Mugiwiyarto

- Pacul Gowang

50 tahun

12. Bapak Mujiman –

Pacul Gowang

50 tahun

13. Ibu Wagiyah

– Rumah Kampung

8 tahun

14. Ibu Musrini - Rumah Kampung

(45)

45 15. Ibu Awal

Nurhandara – Rumah Kampung

20 – 50 tahun

16. Bapak Bambang –

Rumah Hancur

60 tahunn

17. Bapak Sukarmin -

Limasan

64 tahun

18. Bapak Yadiwiyono –

Pacul Gowang

50 tahun

19. Samping Lapangan Voli RT 03

(46)

46 20. Ibu Siti

Sutisni – Limasan

50 tahun

Sumber: observasi lapangan, Maret - Mei 2016

4.6.3 Data Keluarga Pemilik Rumah Tradisional

Tabel 4.3 Data Keluarga Pemilik Rumah Tradisional di Desa Wisata Brayut tahun 2016

No. Jenis Rumah Kepemilikan Data Anggota Keluarga

1.

Ibu Supiah Sendiri (punya 3 anak)

2.

Bapak Mujiono

Istri (Ibu Mujiono) Anak 2

Menantu 1 (Suami dan Istri) Cucu 1

3.

(47)

47 4.

Bapak Suraji

Istri (Ibu Suraji) Anak 2 (perempuan dan

laki-laki)

Ibu Kandung Bapak Suraji

5.

Rahmawan Dwi Atmaja Nenek (Simbah Sutarmin) Keponakan (Dede)

6.

Ibu Sri

Saudara 4 orang 1 perempuan

2 laki –laki

7.

Bapak Brigjen Krismanto -

8.

Bapak Susmianto Istri (Ibu Susmiarto) 2 anak

9.

(48)

48 10.

Joglo 1 3 kepemilikan

11.

Bapak Mugiwiyarto

Istri (Ibu Mugiwiyarto) 1 Anak laki-laki (Adit) Keponakan 1 (Mas Rudi)

12.

Bapak Mujiman Istri (Ibu Mujiman)

13.

Ibu Wagiyah Sendiri

14.

Ibu Musrini Suami

Anak 1(perempuan)

15.

Ibu Awal Nurhandara

Suami

2 anak perempuan dan laki-laki

(49)

49 16.

Bapak Bambang Pramuji -

17.

Bapak Sukarmin Istri (Ibu Sukarmin) 1 Anak

18.

Bapak Yadiwiyono

Simabh suami Istri (Ibu Yadiwiyono)

Anak (suami + istri) Cucu

19.

samping lapangan voli RT

03 -

20.

Bapak Kromo Harjo

6 Anak

( Bapak Sukardi, Bapak Bambang, Bapak Sudarmadi,

Ibu Sutarmin, Ibu War, 1 ibu)

(50)

50

4.6.4 Pembagian Warisan yang Sudah Ada atau Berjalan

1. Ibu Supiah (Homestay)

Rumah tinggal ibu supiah merupakan warisan dari mertua,yaitu orang tua kandung dari suami ibu supiah. Sudah 7 tahun ibu supiah tinggal sendiri di rumahnya semenjak suami ibu supiah meninggal. Sementara itu ibu supiah memiliki 3 orang anak yang tinggal di luar brayut.

Gambar 4.12 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

2. Bapak Mujiyono (Ketua RT 04)

Bapak Mujiyono tinggal bersama dengan istri yaitu Ibu Kartini besama dengan 2 anak , 1 menantu dan 1 cucu. Rumah yang ditinggali merupakan warisan dari orang tua Ibu Mujiyono.

Gambar 4.13 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Simbah

Ibu Supiah Bpk. Supiah

Anak 1 Anak 2 Anak 3

Simbah

Anak 1

Ibu Kartini Bpk Mujiyono

Anak 1 Anal 2

Rumah Kakak Bu Kartini

Rumah Bpk Mujiyono Rumah Ibu Supiah

Lahan Kosong Rumah anak

tertua Ibu Supiah

(51)

51 3. Ibu Arin

Joglo 2 merupakan rumah warisan dari mendiang suami ibu Arin. Saat ini joglo 2 hanya di tinggali oleh ibu arin bersama seorang cucu bu arin. Sementara itu, anak - anak dari bu arin tinggal di luar brayut. Apabila di jabarkan dalam hubungan kekeluargaan, joglo 2 memiliki hubungan keluarga dengan

Gambar 4.14 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

4. Bapak Suraji

Rumah yang ditinggali oleh bapak Suraji merupakan tanah warisan dari orang tua, pada kasus pembagian harta warisan di keluarga Pak Suraji sudah memikirkan mengenai jalur sirkulasi terlebih dahulu.

Gambar 4.15 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Bapak Kartopiyogo

Bpk. Sumartono Ibu Arin

Ir. Yogi H.S Anak 2

Simbah Kromo Prawiro

Bpk. Prawirobejo Bpk. Prawirobejo

JOGLO 2

(52)

52 5. Rahmawan Dwi Atmaja

Rumah yang di tinggali mas wawan merupakan kepemilikan simbah sutarmin, yang merupakan simbah mas wawan.

Gambar 4.16 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

6. Ibu Sri ( Joglo 3 )

Ibu Sri beserta 3 saudara nya tinggal di Joglo 3 sejak lama, menurut nara sumber keberadaan joglo 3 bukanlah joglo asli, namun merupakan joglo campuran

Gambar 4.17 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Simbah Kromo Prawiro

Mbah Sutarmin

Bpk Sukarman Ibu Sukaryati Bpk Sukarno

Anak 1

Anak 2 Anak 3 Mbah Sutarmin Mbah Sutarmin Mbah Sutarmin

Bapak Sastro Sumarjo

Ibu Sri

Bpk Dans

Bpk. Jhoni

Heri Yuliarto

Hetiwaini Pujiastuti

(53)

53 7. Bapak Brigjen Krismanto

Rumah bapak brigjen krismanto merupakan rumah yang sudah tak ditempat, menurut narasumber yaitu ibu bangun. Sekarang rumah tersebut nampak kosong dan tak terawat, karena tidak ada yang tinggal dan merawatnya.

Gambar 4.18 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

8. Bapak Susmianto

Rumah yang ditinggali oleh pak susmianto merupakan warisan rumah dari orang tua Pak Sus dan Pak Jaka, kakak kandung Pak Sus. Dulu nya rumah tersebut ialah 1, namun setelah pembagian warisan rumah menjadi 2 bagian.

Gambar 4.19 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Bpk. Prawiro Sumarto Ibu Prawiro.S Bpk. Karto Piyogo

Punya 11 anak (Bpk. Krismanto)

Ibu Prawiro.S

Punya 8 anak

(Bpk.Sumartono) Ibu Arin

Anak 1 Anak 2

Orang Tua Bpk. Sus

Mempunyai 7 anak, diantaranya : Bpk. Sus & Bpk. Jaka

(54)

54 9. Bapak Jaka Suslarto

Rumah Pak Jaka bersebelahan dengan rumah Pak Sus, dulunya rumah mereka merupakan 1 bagian, namun akibat dari sistem warisan rumah terbagi menjadi dua bagian. Sebelah Kanan rumah Pak Jaka dan sebalah kiri rumah Pak Sus.

Gambar4 .20 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

10.Joglo 1

Joglo 1 sudah di tetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat. Selain sebagai bangunan ciri khas tradisional jawa yang usianya sudah mencapai hingga 200 an tahun, Joglo 1 ini juga dijadikan sebagai homestay bagi para pengunjung homestay di brayut. Status kepemilikan atas joglo 1 atas 3 nama, namun karena sudah ditetapkan sebagai bangunan konservasi oleh pemerintah setempat maka itu bentuk akan joglo 1 akan terus di pertahankan dan dirawat.

Gambar 4.21 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Bpk. Sus Bpk. Jaka Orang Tua Bpk. Sus

(55)

55 11.Bapak Mugiwiyarto

Bapak Mugiwiyarto merupakan ketua RT 03 dusun brayut, rumah yang di tinggali oleh bapak mugiwiyarto merupakan warisan rumah dari orang tua pak mugiwiyarto.

Gambar 4.22 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

12.Ibu Wagiyah

Rumah ibu wagiyah merupakan homestay sudah selama 3 tahun, hingga kini. Rumah ibu wagiyah bukan merupakan harta warisan dari orang tua, melainkan tanah yang di beli sendiri oleh ibu wagiyah dan di bangun pada tahun 2008.

Gambar 4.23 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Karto Prayogo

Punya Anak 8 Mugiwiyarto

Punya 1 Anak - Rudi Muryanto

Bpk. Murtiyanto

Bpk. Mugiwiyarto

Lapangan Voli

Dulu hanya berupa lahan kosong yang dibeli oleh Ibu Wagiyah.

Pada tahun 2000 an dibangun rumah atas kepemilikan ibu

(56)

56 13.Ibu Musrini

Rumah yang ditinggali oleh ibu musrini merupakan warisan rumah dari nenek suami ibu musrini. Dulu rumah ibu musrini merupakan 1 bagian terlihat dari atap, namun setelah pembagian warisan, rumah di bagi menjadi 2 bagian. Terllihat pada bagian atap rumah ibu musrini.

Gambar 4.24 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

14.Ibu Awal Nurhandara

Rumah yang ditinggali Ibu Awal Nurhandara merupakan warisan berupa tanah merupakan homestay dan dibangun sendiri oleh Bapak Awal Nurhandara pada tahun 2000 an, karena sudah berkeluarga.

Gambar 4.25 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Simbah

Anak

Cucu 1 Cucu 2

Ibu Musrini Cucu 1

Cucu 2

Rumah awal

mushola KM 1

(57)

57 15.Bapak Mujiman

Rumah Pak Mujiman merupakan salah satu homestay di desa wisata brayut. Bapak Mujiman ialah pemilik atas rumah yang ia tinggali bersama sang istri. Pak Mujiman mempunyai 2 orang anak perempuan, namun sekarang kedua anak perempuan Pak Mujiman sedang bersekolah dan bekerja di Jakarta. Rumah Pak Mujiman merupakan warisan dari orang tua.

Gambar 4.26 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

16.Depan rumah pak Jaka

Sejarah awal mula rumah yang sekarang kosong dan tidak berpenghuni di depan rumah pak jaka ialah Kartopiyogo – Sumarman – Bambang Pamuji (tidak ditinggali) – ditempati Pak Sumantoro sementara karena sedang membangun rumah di sebelah joglo 2 – dihancurkan namun diambil kayunya oleh pak bambang pamuji- pak bambang punya anak tunggal (pewaris tunggal)

Gambar 4.27 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Orang tua (dari Bpk.Mujiman)

Memili 6 anak

Bapak Mujiman Ibu Mujiman (Istri)

(58)

58 17.Bapak Sukarmin

Bangunan dengan fungsi pendidikan yaitu berupa Sekolah Dasar Salsabila ialah rumah dengan kepemilikan Bapak Sukarmin yaitu orangtua dari Pak Poniman (kepala dusun desa wisata brayut). Saat ini rumah dengan bentuk sinom tersebut dijadikan sebagai sekolah untuk fasilitas dan kepentingan bersama. Dari pihak keluarga pun setuju akan hal tersebut. Rumah tersebut merupakan warisan berupa tanah dari orang tua Pak Sukarmin dan kemudian Pak Sukarmin membangunnya.

Gambar 4.28 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

18.Bapak Yadiwiyono

Gambar 4.29 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Orang tua (dari Bpk.Sukarmin)

Bapak Sukarmin

Bapak Sukarmin

Simbah

Punya 13 anak ( salah satu nya ialah

Ibu yadiwiyono)

Bapak Yadiwiyono (suami)

(59)

59 19.Samping Lapang Voli RT 03

Terdapat tanah sengketa akibat sistem pembagian warisan rumah. Menurut hasil wawancara dengan Pak Mujiyono (ketua RT 03) tepat di samping rumah Pak Mujiyono, terdapat kasus yang dulunya merupak sebuah rumah dan kini rata dengan tanah.

Gambar 4.30 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

20. Ibu Siti Sutrisni

Rumah yang ditinggali oleh ibu Siti Sutrisni merupakan kepemilikan atas saudara ibu Siti Sutrisni yaitu paman dari suami Ibu Sutrisni. Kepemilikan rumah saat ini ialah atas nama alm.Bapak Suroto yang sudah menetap di Bandung. Dulu nya rumah dengan bentuk limasan ini merupakan bekas tempat ani-ani dan sekarang berubah fungsi menjadi salah satu homestay di desa wisata brayut.

Gambar 4.31 Silsilah Keluarga dan Eksisting Pembagian Warisan

Sumber : Observasi penulis, Maret – Mei 2016

Ibu Siti Suami Ibu Siti

Ibu (dari suami) Bapak Suroto

Awalnya merupakan rumah (warisan dari orang tua)

Warisan ke kakak dan adik (dulu terdapat 2 rumah)

Rebutan

Dibawa kepengadilan (disengketa) Dirubuhkan (menjadi lahan

kosong)

(60)

60

BAB V

ANALISIS

5.1 Analisis Pembagian Rumah Tradisional

5.1.1 Utuh

1. Joglo 1

Joglo 1 merupakan salah satu rumah tradisional di desa wisata brayut yang di jadikan sebagai bangunan cagar budaya oleh pemerintah setempat. Meskipun demikian kepemilikan joglo 1 masih atas nama keluarga pemilik dan sekarang kepemilikan joglo 1 terdiri atas 3 nama

Salah satu cara pelestarian yang di lakukan untuk mempertahankan kearifan lokal akan budaya rumah tradisional khas jawa di desa wisata brayut ialah menjadikannya sebagai bangunan cagar budaya. Selain itu joglo 1 juga di gunakan sebagai salah satu homestay desa wisata brayut, terdapat 3 kamar yang dapat di gunakan pada joglo 1 yaitu sentong kanan, sentong tenggah, dan sentong kiri.

Untuk pusat kegiatan acara desa wisata dan warga brayut pun biasa di laksanakan di joglo 1.

Gambar

Tabel 3.1 Parameter, Variabel dan Indikator
Tabel 3.2 Instrumen Data
Gambar 4.1 Kondisi Eksisting Rumah Tradisional di Desa Wisata Brayut
Gambar 4.4 Kegiatan Menangkap Ikan oleh Para Pengunjung Desa Wisata Brayut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, 57% kecamatan dan 31% kelurahan menderita akibat banjir lahar dingin Merapi pascaerupsi bulan Oktober 2010, hanya Kelurahan Karangwaru Ke - camatan

The type of the research is descriptive quantitative aimed to identify the consumers’ satisfaction toward service quality of the restaurants in Surabaya and to

Murti Sumarni, Marketing Perbankan, (Yogyakarta.. 2) Pemberi jasa mendatangi konsumen : Dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting, tetapi yang harus diperhatikan

merupakan penyangga aktivitas dari kedua wilayah ini. Keberadaan perumahan baru dalam skala besar menunjukkan bahwa kecamatan disekitar Surakarta dan Sukoharjo merupakan

a) Perhitungan produksi pertanian harus hati-hati karena tidak semua produksi pertanian dipanen secara serentak. Untuk tanaman padi hal ini tidak berlaku karena biasanya

Pengetahuan masyarakat terhadap pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok ini menunjukkan pemahaman tentang qanun bahwa pihak pengelola RSUDZA telah berhasil dalam melakukan

• Pelayanan persampahan saat ini baru wilayah kecamatan sijunjung dan tingkat pelayanan untuk permukiman saat ini sangat kecil sekali yang baru mencapai. 2,64% dari

〔最高裁民訴事例研究一〇七〕株式会社に対しその整理開始前に負