• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gelembung Buku Bajakan

Dalam dokumen reza a a wattimena dunia dalam gelembung (Halaman 176-180)

Bolehkah saya membaca buku-buku bajakan yang bisa dengan mudah diperoleh di internet dalam bentuk soft copy? Kalau boleh mengapa? Kalau tidak mengapa? Bukankah informasi dan pengetahuan itu untuk semua orang, sehingga bisa diakses oleh siapapun? Namun di sisi lain, bukankah buku itu adalah karya cipta seseorang yang berhak mendapatkan penghargaan atas karyanya tersebut? Kalau kita mengunduh secara gratis sebuah buku, bukankah kita melanggar hak si pengarang untuk mendapatkan penghargaan atas usaha kreatifnya menulis buku?

Pro Kontra

Di dalam salah satu eseinya yang berjudul The Ethics of Internet Piracy, Peter Singer mencoba menganalisis masalah ini. Ia membuat alur berpikir berikut. Bayangkan jika saya mencuri buku dari orang lain, maka

orang itu akan mengalami kerugian. Saya untung, tetapi ia rugi. Ini jelas salah, dan tidak boleh dilakukan.

Skenario lain. Saya menggunakan buku bajakan versi soft copy. Saya untung, namun penerbit dan penulis rugi, karena mereka tidak mendapatkan uang. Ini hanya satu sisi. Ada sisi lain.

Jika saya tidak mengunduh buku bajakan tersebut, maka saya akan meminjam dari perpustakaan, dan menutup kesempatan bagi orang lain untuk bisa meminjam buku yang sama tersebut. Jadi dengan menggunakan buku bajakan, saya memberikan kesempatan pada orang lain untuk menggunakan buku tersebut, misalnya dengan meminjam di perpustakaan. (Singer, 2012)

Biasanya, orang mengunduh buku bajakan, dan merasa tidak bersalah, karena mereka merasa, bahwa semua orang toh melakukannya. Jadi ini semacam mentalitas massa. Kita berbuat sesuatu yang salah, namun tidak merasa bersalah, karena massa, yakni orang banyak, pun melakukannya.

Sama seperti Singer, saya adalah seorang penulis, sekaligus pembaca buku yang agresif. Secara pribadi, saya tidak keberatan buku saya dibajak oleh orang, karena saya tidak mengandalkan hasil penjualan buku untuk menafkahi hidup saya. Namun, untuk orang-orang yang memilih jalan sebagai penulis profesional, pembajakan buku adalah musuh yang mengancam piring nasi mereka. Jelas, mereka dirugikan.

Situasi Kita

Demokrasi berdiri di atas pengandaian, bahwa warga negara memiliki solidaritas dan kemampuan berpikir rasional di dalam membuat keputusan yang terkait dengan kehidupan publik. Dalam konteks ini, peran buku amatlah besar. Buku-buku bermutu harus tersedia dalam jumlah banyak, dan, sedapat mungkin, gratis untuk semua orang. Buku membantu orang mengembangkan cara berpikirnya di dalam membuat keputusan- keputusan penting dalam hidupnya.

Di sisi lain, para penulis buku yang kreatif harus juga dapat hidup dari profesinya. Orang harus dapat berkata, “Saya penulis”, dan sungguh bisa hidup secara bermartabat dari profesinya tersebut. Musuh utama mereka adalah pembajakan buku, dan juga penerbit yang suka tipu-tipu

terkait dengan royalti penjualan buku. Bagaimana mendamaikan kedua tegangan ini?

Jelas, kita sulit mengharapkan pemerintah untuk memberikan subsidi pada para penulis kreatif di negara kita. Korupsi dan kesalahan prioritas berpikir menggejala begitu dalam dan luas di dalam birokrasi pemerintahan kita. Mengharapkan dunia bisnis juga amat sulit, karena fokus utama mereka adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. Ini juga sulit, karena dunia bisnis penuh dengan arogansi kosong, dan sulit diajak berpikir terkait dengan pengembangan budaya demokrasi di masyarakat.

Beberapa Ide

Saya melihat setidaknya ada tiga langkah yang bisa diambil. Pertama, kita harus menanyakan, apakah seorang penulis hendak memberikan bukunya secara gratis, atau tidak? Bisa juga beberapa buku disebar secara gratis untuk kepentingan-kepentingan yang lebih luas, sementara buku-buku lain dijual secara komersil untuk kepentingan menafkahi sang penulis.

Dua, setiap buku setidaknya dibuat dalam dua bentuk, yakni hard copy dalam bentuk buku fisik, dan soft copy dalam bentuk file komputer, serta keduanya bisa tersebar secara luas. Keduanya bisa dijual ataupun dibagikan secara gratis, tergantung perjanjian dengan si penulis buku. Jika dijual, maka harus dipastikan, bahwa harga soft copy harus jauh lebih rendah, daripada harga buku hard copy, mengingat tidak ada ongkos cetak maupun distribusi yang besar.

Tiga, orang-orang yang peduli dengan pengembangan demokrasi dan terciptanya masyarakat yang beradab di Indonesia harus mengorganisir diri, tentu dalam kerja sama dengan pemerintah dan dunia bisnis, sehingga mereka bisa mengawal semua proses di atas, dan menjamin tidak adanya korupsi. Organisasi-organisasi masyarakat, seperti organisasi keagamaan, universitas, LSM-LSM, organisasi-organisasi profesi, harus menyatukan diri untuk tujuan ini, yakni pengembangan demokrasi melalui buku-buku yang bermutu, karena kunci perubahan ada di pundak mereka. Inilah yang Habermas sebut sebagai “kekuatan komunikatif masyarakat sipil.” (Habermas, 1994)

Organisasi ini bertugas mencari dana alternatif untuk menopang hidup para penulis bangsa ini, bisa dengan memiliki bisnis tersendiri milik organisasi yang bisa dikelola, dan hasilnya bisa digunakan untuk tujuan- tujuan pengembangan demokrasi, ataupun dengan cara-cara strategis lainnya, seperti investasi, penggalangan dana, dan sebagainya. Tentu saja, hukum terkait dengan pembajakan buku juga harus ditegakkan.

Yang amat perlu disadari adalah, bahwa buku adalah jendela dunia yang bisa memperluas wawasan berpikir kita. Ini adalah aspek yang amat penting di dalam masyarakat demokratis. Pembajakan buku bisa membunuh para penulis kreatif bangsa ini, dan akhirnya mereka terpaksa harus pindah ke profesi lain, yang amat mungkin tidak menunjang kreativitas mereka. Jika itu yang terjadi, kita semua yang rugi.

Kita semua, yakni masyarakat sipil Indonesia, tentu dalam koordinasi dengan pemerintah dan bisnis, harus menemukan cara untuk menopang para penulis kreatif bangsa ini. Solidaritas dan kebaikan bersama adalah kata kunci dalam proses ini, bukan kebaikan para pebisnis rakus ataupun kebaikan segelintir koruptor licik yang menyesakan dada kita semua.

Mengembangkan Pendidikan

Dalam dokumen reza a a wattimena dunia dalam gelembung (Halaman 176-180)