• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gelembung Kota Jakarta

Dalam dokumen reza a a wattimena dunia dalam gelembung (Halaman 75-79)

Saat ini, saya sedang menetap di Jakarta. Hampir setiap hari, saya berkeliling kota untuk melihat keadaannya sekarang. Sambil jalan, mengamati, menganalisis, membuat alternatif solusi, saya juga sekalian nostalgia. Saya tumbuh dan besar di kota yang besar sekaligus kacau ini.

Setelah beberapa kali berkeliling, muncul beberapa ide dalam kepala saya untuk membenahi Jakarta. Kebetulan, Jakarta sedang melaksanakan pemilihan Gubernur, dan salah satu kandidatnya amat potensial untuk memperbaiki Jakarta. Siapa itu? Tebak sendiri, yang pasti bukan orang lama. Ada tujuh langkah praktis yang, pada hemat saya, bisa dengan segera dilakukan oleh gubernur terpilih selanjutnya.

Membenahi Pasar

Yang pertama adalah membenahi pasar. Banyak pasar di Jakarta, mulai dari Pasar Klender, Pasar Minggu, Pasar Senen, sampai dengan Pasar Pramuka. Mayoritas tempatnya jorok, dan tidak punya tempat parkir resmi. Pelayanannya juga tidak profesional.

Ini yang, pada hemat saya, harus segera dibenahi. Untuk mengurangi kemacetan, pasar-pasar tersebut harus segera dibuatkan tempat parkir yang layak. Hampir semua pasar yang saya kunjungi menggunakan jalan raya sebagai tempat parkirnya, karena mereka tidak memiliki tempat parkir yang layak. Akibatnya, jalanan makin sempit, dan kita semua terjebak dalam kemacetan.

Tempar parkir yang layak itu harus aman, bersih, dan, yang pasti, tidak memakan jalan raya, atau trotoar. Tempat parkir itu bisa berupa gedung bertingkat, atau basement pasar. Saya amat yakin, jika semua pasar di Jakarta diberikan tempat parkir yang resmi dan aman, maka kemacetan akan jauh berkurang. Saya juga yakin, Pemda DKI, bersama dengan jajaran swasta dan masyarakat sipil, punya cukup uang untuk melakukan ini semua.

Pasar-pasar yang banyak sekali jumlahnya itu juga harus diperbaiki. Gedungnya harus bersih. Para pedagangnya harus mengenakan seragam yang profesional. Mereka juga harus diberikan pelatihan soal melayani konsumen secara baik, serta pelatihan pembukuan dasar untuk bisnis mereka. Sejalan dengan ini semua, keberadaan mall haruslah dibatasi, karena di Jakarta sudah terlalu banyak mall. Katakan cukup pada mall!!! Membenahi Angkutan Kota

Langkah kedua adalah membenahi angkutan kota. Pemda harus mewajibkan secara keras, bahwa semua angkutan kota hanya boleh berhenti di halte dan terminal saja, kecuali taksi dan bajaj. Jika ini tidak dipatuhi, maka ijin trayeknya harus segera dicabut. Pemerintah perlu untuk amat tegas dalam soal ini. Konsekuensi logisnya, halte dan terminal harus diperbaiki, sehingga layak sebagai tempat tunggu penumpang yang akan menggunakan angkutan kota.

Langkah ketiga adalah peremajaan angkutan kota. Semua angkutan kota, termasuk taksi dan bajaj, harus diganti yang baru, yang bersih dan layak beroperasi di jalan raya. Semua alat transportasi publik yang sudah rusak harus diperbaiki, atau diganti dengan yang baru. Supir angkutan kota harus mengenakan seragam dan kartu tanda pengenal resmi sebagai bagian dari profesionalitas pelayanan mereka.

Jika layanan transportasi umum sudah baik, supirnya profesional, angkutan kotanya bersih dan tepat waktu, serta tidak menimbulkan kemacetan-kemacetan yang tidak perlu, karena ngetem di sembarang

tempat, maka orang pasti akan tertarik menggunakan transportasi publik. Mereka tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi, apalagi jika pemerintah daerah, setelah membuat angkutan kota dan transportasi publik alternatif yang nyaman (MRT, trem, atau kereta bawah tanah), memutuskan untuk menaikan pajak kendaraan pribadi.

Lalu Lintas dan Kebersihan

Langkah keempat adalah dengan memperbaiki kinerja para penegak hukum lalu lintas. Para polisi lalu lintas harus dibuat berwibawa dengan membentuk citra anti suap, dan konsisten dalam menegakkan aturan lalu lintas di jalan raya, tanpa ragu. Pengendara motor tanpa helm dan kebut- kebutan tidak lagi dibiarkan begitu saja, seperti sekarang ini.

Pengendara mobil yang suka ngebut, dan dengan demikian membahayakan nyawa pengguna jalan lainnya, juga harus ditindak tegas, ditilang, didenda, atau disita kendaraannya. Ini semua harus dilakukan 24 jam non stop, 7 hari seminggu, oleh polisi lalu lintas yang memiliki otoritas, dan militan dalam menegakkan aturan. Gubernur bersama seluruh jajaran polisi lalu lintas harus memastikan semua proses ini terlaksana.

Salah satu masalah terbesar Jakarta sekarang ini adalah banjir. Hampir setiap tahun selalu terjadi banjir. Penyebab utama terjadinya banjir adalah sampah, yakni banyaknya sampah yang tertimbun di saluran-saluran air kota, sehingga menghalangi gerak air, dan akhirnya airnya menguap. Dalam konteks ini, langkah kelima yang perlu diambil adalah membuat tempat sampah yang layak dan bersih di seluruh penjuru kota Jakarta.

Ini juga terhubung dengan langkah keenam, yakni menerapkan secara pasti aturan denda untuk orang-orang yang membuang sampah sembarangan. Sekali lagi, aturan ini harus dipastikan berjalan oleh para penegak hukum, karena merekalah yang paling memiliki otoritas untuk melakukannya. Sanksi lain bagi orang yang buang sampah sembarangan juga perlu dipikirkan, seperti kerja sosial, dan sebagainya.

Kerja Bakti dan Solidaritas

Langkah ketujuh adalah dengan mengadakan kerja bakti bersama seluru warga kota Jakarta, minimal dua minggu sekali. Gubernur, walikota, dan camat harus menjadi figur utama yang mendorong kegiatan ini. Mereka harus secara konsisten turun ke lapangan untuk ikut kerja bakti bersama

rakyat. Di satu sisi, kegiatan ini meningkatkan solidaritas antar warga kota. Di sisi lain, kegiatan ini bisa membersihkan kota, sehingga kota terlihat lebih indah, bersih, dan tidak lagi banjir.

Tujuh langkah praktis ini, jika diterapkan, akan membawa perubahan yang lebih baik untuk kota Jakarta. Tentu saja, masih ada langkah-langkah lainnya. Namun, jika gubernur terpilih langsung bekerja mewujudkan tujuh hal ini, maka rakyat pasti akan sangat puas. Saya tidak hanya menganjurkan, tetapi bersedia langsung turun ke lapangan untuk membantu gubernur terpilih melaksanakan program-program ini.

Pada hemat saya, tujuh langkah ini tidak hanya berlaku untuk Jakarta, tetapi juga untuk kota-kota lainnya. Surabaya, Yogyakarta, Medan, Makassar, Malang, dan berbagai kota lainnya bisa mengikuti tujuh langkah ini dengan menyesuaikan konteks masing-masing tempat. Jika gubernur di Jakarta, dan semua pemimpin pemerintahan kota-kota lainnya, menjalankan minimal tujuh langkah ini, saya yakin, kita semua akan lebih betah tinggal di Indonesia. Kita tidak lagi berlomba menjadi TKI di negara lain, atau mencari kesempatan untuk hidup nikmat di negara lain dengan menelantarkan negara sendiri.

Dalam dokumen reza a a wattimena dunia dalam gelembung (Halaman 75-79)