• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Gender

Masyarakat telah berkembang sesuai dengan jaman, begitu pula pemahaman akan makna gender. Namun masih banyak masyrakat yang menganggap gender serupa dengan sex, pada dasarnya kedua intilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Gender pada dasarnya digunakan untuk mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari segi sosial-budaya (Umar, 2010:31). Sedangkan sex digunakan untuk mengetahui perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi biologis.

Study mengenai sex lebih menekankan kepada analisis biologis manusia. Analisis tersebut diantaranya adalah mengkaji sistem reproduksi, hormon, anatomi manusia, dll. Sedangkan gender lebih melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan melalui sosial, budaya, dan aspek non biologis lainnya. Gender dan sex jelas memiliki perbedaan dalam memandang manusia. Gender dapat berubah sesuai dengan kondisi tempat dan waktu, sedangkan sex digunakan untuk mengartikan aktivitas seksual yang tidak mungkin berubah.

Oleh sebab itu, ketika seorang anak dilahirkan maka mereka telah memiliki beban gender dari masyarakat. Kondisi ini disebabkan oleh pengidentifikasian masyarakat terhadap sistem reproduksi yang dibawa anak tersebut. Beban ini terus berkembang di masyarakat dan setiap daerah memiliki beban gender yang berbeda-beda.

Gambar 2.6

Perbedaan sex dan gender (TIM PSGK STAIN SALATIGA, 2012:10)

Oleh karena itu, pemahaman sex (jenis kelamin) dan gender harus dipertegas, sehingga masyarakat dapat membedakan sex sebagai kodrat dan gender sebagai kontruksi sosial. Pemahama tentang sex dan gender yang tepat dapat melahirkan keadilan gender (kesetaraan gender). Pada dasarnya kesetaran (keadilan) gender tidak menempatkan laki-laki dan perempuan sama/sejajar dalam segala hal, namun yang dimaksud adalah pemberian akses dan kesempata yang sama pada keduanya tanpa memandang jenis kelamin (TIM PSGK STAIN SALATIGA, 2012:26).

Kurangnya pemahaman gender di masyarakat dan menganggap geder sama dengan sex dapat menimbulkan ketidakadilan gender. Masalah-masalah yang dapat ditimbulkan dari ketidakadilan gender dapat berupa: 1) Marginalisasi terhadap perempuan, perempuan menjadi pihak yang dipinggirkan. 2) Subordinasi terhadap wanita, keadaan ini menganggap wanita tidak penting dan kedudukan wanita berada di bawah laki-laki. 3)

SEX

•Ciptaan Tuhan

•Bersifat kodrat

•Tidak dapat berubah dan ditukar

•Berlaku sepanjang jaman dan dimana saja

GENDER

•"Buatan" manusia

•Tidak bersifat kodrat

•Dapat berubah dan dapat ditukar

•Tergantung waktu dan budaya setempat

Beban kerja yang berlebihan. 4) Streotipe terhadap perempuan. 5) Kekerasan terhadap wanita baik secara fisik maupun mental psikologis (TIM PSGK IAIN SALATIGA, 2012:12).

Berkenaan dengan study tentang gender, terdapat beberapa teori yang menjelaskan perbedaan peran laki-laki dan perempuan. Seperti teori psikoanalisis, teori fungsionalis struktural, teori konflik, teori feminis:

1. Teori Psikoanalisis/Identifikasi

Pelopor dari teori ini adalah Sigmund Freud (1856-1939) yang menyatakan bahwa perkembangan seksualitas pada laki-laki dan perempuan menentukan perilaku dan kepribadiannya (Umar, 2010:41). Sementara itu, kepribadian manusia terdiri dari tiga struktur id, ego, dan superego. Id merupakan bawaan sejak lahir, ia bekerja diluar sistem rasional dan bekerja dengan prinsip kesenangan untuk memberikan kepuasan/kenikmatan. Ego berkembang sejak awal kelahiran bayi dengan menggunakan prinsip realitas. Kepribadian ini berperan dalam berpikir, mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan mengendalikan tindakan. Superego merupakan aspek moral yang berkembang pada masa kanak-kanak. Tahap ini merupakan wujud dari nilai benar dan salah yang ada di masyarakat. Suatu nilai yang mempengaruhi individu karena dicontohkan dan diajarkan oleh orang tua serta guru.

Perkembangan kepribadian tersebut dipengaruhi oleh perkembangan seksualitas. Pada teori Freud dikemukakan lima tahap yang disebut dengan “lima tahap psikoseksual” (Umar, 2010:42).

Pertama, oral stage yakni kenikmatan berada pada mulut, tahap ini dialami oleh bayi. Kedua, anal stage dimana kenikmatan terletak di daerah anus. Ketiga, phallic stage merupakan tahapan dimana seorang anak mulai mengidentifikasi genital/alat kelamin. Keempat, talency stage yaitu penekana/penahanan gairah seksual anak sampai tahap pubertas. Kelima, genital stage yakni tahap pubertas anak yang ditandai dengan kematangan seksualitas.

Pedipal conflict akan tibul ketika anak berada pada tahap phallic. Konflik ini merupaka ketertarikan seksual seorang anak kepada orang tua yang memiliki jenis kelamin berbeda. Anak laki-laki akan tertarik kepada ibu dan sebaliknya, seorang anak perempuan akan tertarik kepada ayahnya. Kondisi ini berakibat kepada pengidentifikasian seorang anak terhadap orang tua yang memiliki jenis kelamin sejenis. Proses dimana seorang anak menginginkan menjadi pribadi lain dengan meniru perilaku, mengadopsi keyakinan, dan nilai-nilai yang sama. Oleh sebab itu, dapat tercipa identitas gender, yaitu laki-laki dan perempuan.

2. Teori Fungsionalis Struktural

Masyarakat yang tersusun atas beberapa elemen dan saling mempengaruhi satu sama lain merupakan hal yang menjadi landasan dari teori ini. Oleh karena itu, terciptalah pembagian peran secara seksual. Menurut Talcott Parsons dan Robert Bales, dari hubungan laki-laki dan perempuan akan melahirkan keharmonisan bukan persaingan (Umar, 2010:46). Ketika hubungan ini ternodai atau terjadinya penyimpangan,

sehingga melahirkan tumpang tindih antara keduanya, akibatnya sistem keutuhan akan mengalami ketidak seimbangan. Sementara itu, keseimbangan hanya akan tercapai apabila laki-laki dan perempuan berjalan pada posisnya sesuai dengan seksualitas.

3. Teori Konflik

Teori konflik sering dihubungkan dengan faktor ekonomi. Hal ini dikarenakan ekonomi dapat melahirkan ketidak adilan. Friedrich Engels menjelaskan bahwa berbedaan biologis pada laki-laki dan perempuan tidak melahirkan perbedaan dan ketimpangan gender, akan tetapi ketimpangan dilahirkan dari penindasan yang dilakukan oleh kelas yang berkuasa dalam hubungan produksi yang diterapkan dalam keluarga (Umar, 2010:54). Ketimpangan gender tidak terlahir dari faktor biologis, melainka terlahir dari konstruksi masyarakat (Umar, 2010:55). Pada konsep ini hubungan suami isteri tidak ubahnya seperti, hamba dan tuan, pemeras dan diperas, proletar dan borjuis (Umar, 2010:54).

Konsep tersebut sesuai dengan kondisi masyarakat, yakni kekuasaan berada pada laki-laki dan mereka mendominasi produksi. Seorang laki-laki memperoleh peran dalam memproduksi barang-barang konsumsi, dan perempuan berada pada kondisi pengguna. Hal ini mengakibatkan posisi perempuan dipandang sebagai bagian dari harta. Akibatnya adalah terjadinya penindasan terhadap perempuan. Teori ini juga menekankan pada pembagian ekonomi yang tidak adil sehingga

melahirkan konflik dan perubahan sosial, akibatnya terjadi subordinasi perempuan dan tumbuhnya hak milik pribadi (Umar, 2010:63).

Dokumen terkait