• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KESETARAAN GENDER

DALAM NOVEL GADIS PANTAI

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

(Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Bagus Saputro

NIM: 11713024

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)

FAKULTAS DAKWAH

(2)
(3)

KESETARAAN GENDER

DALAM NOVEL GADIS PANTAI

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

(Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Bagus Saputro

NIM: 11713024

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)

FAKULTAS DAKWAH

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

رﱠ

اًمْلِع ْيِنْدِز ِّب

﴿

۱۱ٗ

My Lord! Increase me in knowledge

(Surah Taha/20:114)

ْ ُ ْ ُ ْاَ ْيِنْ ُ ُ ْااَ

﴿

ٕٔ٘

So remember Me, I will remember you

(Surah Al Baqarah/2:152)

When you have eliminated all which is impossible, then whatever

remains, however improbable, must be the truth

(

Arthur Conan Doyle, the case-book of sherlock holmes

)

It is a great thing to start life with a small number of really good

books which are your very own

(8)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini merupakan wujud dari sebuah ikhtiar yang tidak akan pernah selesai tanpa dukungan dari berbagai pihak.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ibu dan Bapak, Partilah-Kokok Saputro yang doa, kasih sayang, serta dukungannya senantiasa menjadi napas disetiap langkah.

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Segala puji disertai pengagungan hanya kepada Allah. Rabb alam

semesta, penggenggam jiwa, pencipta langit dan bumi beserta isinya. Hanya

kepada-Nya kita memohon pertolongan dan perlindungan. Tempat berkeluh kesah

serta muara dari segala doa. Beriring nikmat Islam, iman, dan hidayah-Nya maka

skripsi yang berjudul “KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL GADIS

PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills)” dapat terselesaikan. Tidak lupa shalawat

serta salam peneliti haturkan kepada panutan dalam segala perbuatan, Nabi Agung

Muhammad SAW., rasul akhir zaman.

Sesungguhnya peneliti menyadari bahwasanya dalam menyelesaikan

skripsi mengalami kesulitan. Sehingga peneliti tidak bekerja sendiri melainkan

bekerja sama dan mendapatkan bantuan berupa bimbingan dan motivasi dari

banyak pihak. Maka dengan terselesaikannya skripsi ini, peneliti mngucapkan

terima kasih kepada:

1. Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dr. Mukti Ali, M.Hum selaku dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.

3. Dra. Maryatin, M. Pd selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Drs. Muh. Choderin selaku dosen pembimbing akademik.

5. Dr. Rifqi Aulia Erlangga, S.Fil., M. Hum. selaku pembimbing skripsi yang

(10)

6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepada teman-teman fakultas Dakwah angkatan 2013 khususnya jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah berbagi suka dan duka selama

menjadi mahasiswa, semoga kita senantiasa bersahabat.

8. Sekali lagi peneliti ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat

dalam penulisan skripsi ini, yang mana peneliti tidak dapat menyebutkannya

satu-satu.

Akhirnya, semuanya kembali kepada Allah SWT. Semoga bantuan

pihak-pihak yang telah membantu dicatat sebagia sebuah ibadah di sisi-Nya dan dibalas

dengan pahala berlipat ganda. Serta skripsi ini mudah-mudahan dapat

memberikan manfaat dan kebaikan. Âmîn yâ Rabbal’alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 9 Agustus 2017

Penulis,

(11)

ABSTRAK

Saputro, Bagus. 2017. Kesetaraan Gender Dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer (Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills). Skripsi Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dr. Rifqi Aulia Erlangga S. Fil, M. Hum.

Kata Kunci: Kesetaraan Gender, Novel Gadis Pantai, Analisis Wacana Sarah Mills.

Kesetaraan Gender merupakan sebuah wacana dan konsep mengenai kedudukan perempuan terhadap laki-laki. Namun masih banyak orang yang belum mengetahui istilah dari “kesetaraan gender”, akibatnya adalah banyaknya orang yang memposisikan kesetaraan gender dengan jenis kelamin atau sex. Kondisi ini lah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian terhadap nove Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Lentera Dipantara Jakarta pada tahun 2003, karena novel tersebut memuat kesetaraaan dan ketidakadilan gender. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengungkap representasi perempuan dalam novel Gadis Pantai. 2) Mengetahui nilai-nilai kesetaraan dan ketidakadilan gender pada novel Gadis Pantai. 3) Menjelaskan pesan yang ingin disampaikan Pramoedya Ananta Toer melalu struktur teori analisis wacana metode Sarah Mills dalam novel Gadis Pantai.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Data yang diperoleh peneliti dianalisis menggunakan analisis wacana Sara Mills. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam menganalisis data adalah: 1) Membaca dan memahami novel Gadis Pantai. 2) Menganalisi kata demi kata novel Gadis Pantai. 3) Menganalisis novel menggunakan teori Sarah Mills. 4) Menyimpulkan hasil penelitian.

(12)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

LEMBAR LOGO... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... vi

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Tinjauan Pustaka ... 13

(13)

H. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II LANDASAN TEORI ... 20

A. Analisis Wacana Kritis ... 20

B. Analisis Wacana Model Sarah Mills ... 24

C. Komunikasi Massa ... 26

D. Gender ... 35

E. Feminisme ... 40

BAB III GAMBARAN UMUM NOVEL GADIS PANTAI ... 45

A. Pramoedya Ananta Toer ... 45

B. Novel Gadis Pantai ... 50

C. Sinopsis Novel Gadis Pantai ... 51

D. Kerangka Analisis ...56

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 59

A. Representasi Perempuan Dalam Novel Gadis Pantai ... 59

B. Nilai-nilai Kesetaraan dan Ketidak Adilan Gender Pada Novel Gadis Pantai ... 67

C. Pesan yang Ingin Disampaikan Pramoedya Ananta Toer ... 86

BAB V PENUTUP ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kerangka ananalisis wacana Sarah Mills ... 26

Tabel 2.2 Elements of interpersonal communication

and mass communication compared ... 29

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komunikasi massa model Gamble dan Gamble ... 31

Gambar 2.2 Model komunikasi massa Schramm ... 31

Gambar 2.3 Komunikasi massa model Black dan Whitney ... 32

Gambar 2.4 Faktor individu ... 34

Gambar 2.5 Faktor sosial ... 34

Gambar 2.6 Perbedaan sex dan gender ... 36

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Curriculum Vitae peneliti

Lampiran 2 Foto Pramoedya Ananta Toer

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesetaraan gender merupakan sebuah wacana yang sering

dikemukakan dewasa ini. Namun banyak orang memahami konsep kesetaraan

gender mengacu kepada kesetaraan wanita dan laki-laki dalam hal

kedudukan. Hal ini diakibatkan oleh pandangan orang bahwa perempuan

memiliki tingkatan di bawah laki-laki, yang mana pihak perempuan dianggap

sebagai pihak lemah. Perempuan adalah pihak yang keberadaannya tidak

boleh lebih menonjol daripada laki-laki.

Diskriminasi terhadap perempuan banyak dianut oleh negara yang

masih mempertahankan budaya patriarki, yakni keadaan sosial yang

meletakkan laki-laki pada sisi otoritas. Beberapa sejarah juga mencerminkan

diskriminasi yang dialami oleh perempuan. Kondisi ini terlihat diberbagai

sisi, M. Quraish Shihab dalam Umar (2010:xxiv) memaparkan kondisi

tersebut,

(18)

pembantu pada pandangan Yahudi. Mereka juga menganggap perempuan sebagai penyebab diusirnya Adam dari surga serta sebagai sumber laknat.

Keadaan tersebut telah berlangsung berabat-abad lalu dan kini telah

mengalami pergeseran budaya, kebiasaan lama yang tidak bermoral telah

banyak ditinggalkan. Namun budaya patriarki ini masih dapat dijumpai

dibeberapa Negara. Setiap wilayah memiliki budaya patriarki yang

berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Budaya patriarki masih dapat

kita jumpai di Indonesia. Patriarki di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa

faktor, seperti sistem budaya, ekonomi, sosial, dan politik.

Perempuan sering digambarkan sebagai makhluk yang lemah lembut,

penuh dengan kehalusan, seorang yang lamban, dan emosional. Perempuan juga dianggap sebagi “objek” bagi laki-laki. Keadaan yang telah diterima oleh

masyarakat ini menempatkan laki-laki sebagai “subjek”. Laki-laki memiliki

kekuasaan lebih atas perempuan, sehingga menempatkan perempuan pada

posisi yang pantas untuk ditindas, hilangnya hak untuk berbicara, dan

hilangnya hak untuk mengembangkan diri. Kondisi tersebut juga didasari

oleh ketidakadilan gender, disamping hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Ketidakadilan gender mengakibatkan: 1) Terjadinya marjinalisasi terhadap

perempuan, perempuan menjadi pihak yang dipinggirkan. 2) Subordinasi

terhadap wanita, keadaan ini menganggap wanita tidak penting dan

kedudukan wanita berada di bawah laki-laki. 3) Beban kerja yang berlebihan.

4) Streotipe terhadap perempuan. 5) Kekerasan terhadap wanita (TIM PSGK

(19)

Namun kita dapat melihat kondisi masyarakat saat ini, banyak

perempuan yang dipandang memiliki kemampuan melebihi laki-laki. Oleh

sebab itu, wacana kesetaraan gender tidak hanya menjadi konsep para

ahli/aktifis pengerak kesetaraan gender. Konsep ini telah menyebar kepada

masyarakat luas. Sementara itu, masih banyak orang yang belum mengetahui istilah dari “kesetaraan gender”, akibatnya adalah banyak orang yang

memposisikan kesetaraan gender dengan jenis kelamin atau sex.

Peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara

laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat merupakan perbedaan yang

dibentuk oleh konsep kultural dan diartikan sebagai gender (Umar, 2010:30).

Pendapat ini menjelaskan bahwa posisi laki-laki dan perempuan dalam

konsep kesetaraan gender bukan terletak pada jenis kelamin melainkan pada

sosial-budaya. Gender menempatkan perbedaan laki-laki dan perempuan pada

kondisi yang dapat dirubah. Sementara itu, sex menempatan laki-laki dan

perempuan pada kondisi sebaliknya, yakni tidak dapat dirubah.

Diskriminasi terhadap perempuan juga terjadi dalam produk budaya,

dimana perempuan mendapat posisi sebagai pihak yang tertindas. Seperti

dalam film, sastra, dongeng, hukum, dan agama. Keadaan yang

menggambarkan ketertindasan perempuan tersebut terjadi dengan

berkelanjuta dan terlihat sudah berjalan dengan wajar. Media massa juga

menempatkan perempuan dalam posisi yang sama, baik media massa

(20)

Media massa yang merupakan produk dari budaya, memberikan peran

sebagai kontrol sosial. Peran media massa sebagai pihak yang dapat

mengontrol atau mengarahkan opini publik, sehingga berdampak pada

kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Oleh sebab itu, apa saja yang

disampaikan oleh media massa akan dianggap sebagai kebenaran yang dapat

menciptakan pola pikir dan mempengaruhi kehidupan sosial dengan cara

mengubah pandangan, sikap dan perilaku keseharian.

Buku juga merupakan bentuk dari media massa, sehingga memiliki

peran yang siknifikan dalam membentuk pola pikir masyarakat. Oleh karena

itu, buku dipandang sebagai bahan referensi dan bahan ajar yang dapat

dipercaya. Buku juga merupakan produk atau bentuk dari wacana.

Sobur (2012:10) mengatakan, sebuah tulisan merupakan sebuah

wacana. Lebih tepatnya tulisan adalah bentuk dari wacana tulis, yang mana

wacana tulis dapat kita temukan dalam bentuk buku, berita koran, artikel,

makalah dan sebagainya (Rani, 2006:26). Oleh sebab itu, novel dapat kita

kategorikan sebagai wacana. Novel sendiri merupkan sebuah karangan yang

berbentuk prosa panjang. Danesi (2010:75) mengatakan, novel adalah sebuah

naratif kisah yang mempresentasikan suatu situasi yang dianggap

mencerminkan kehidupan nyata atau untuk merangsang imajinasi.

Sementara itu wacana merupakan semua tulisan yang teratur, yang

menurut urutan-urutan yang semestinya, dan logis (Sobur, 2012:10). Menurut

J. S. Badudu dalam Eriyanto (2001:2), wacana merupakan kesatuan bahasa

(21)

koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, mempunyai awal

dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan maupun tertulis.

Novel merupakan salah satu produk dari wacana media massa yang

banyak memaparkan suatu masalah atau tema. Politik, percintaan, budaya,

sosial dan agama merupakan tema-tema yang sering diungkapkan dalam

novel. Tema merupakan hal pokok yang harus ada di dalam novel, karena

tema akan menentukan kemana jalan pikiran pembaca.

Pramoedya Ananta Toer menyajikan sebuah novel dengan tema

perempuan. Novel dengan judul Gadis Pantai memaparkan kehidupan

seorang perempuan muda yang lahir dan tumbuh disebuah kampung nelayan

di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Gadis yang dipersunting seorang

priayi Jawa ini menghadapi permasalahan-permasalahan budaya.

Budaya tidak memihak gadis pantai yang merupakan wakil dari rakyat

kecil (wong cilik), sehingga Gadis Pantai mencoba melawan ketidak

berdayaan dan pertentangan-pertentangan stratifikasi sosial yang dialaminya.

Cultural yang sudah terlanjur diterima oleh masyarakat dan dianggap sebagai

hal biasa apabila wong cilik tunduk terhadap priayi. Kehendak priyayi

diartikan sebagai sebuah keharusan yang tidak boleh ditolak.

Novel Gadis Pantai menyajikan konfllik cultural yang dialami oleh

perempuan, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai novel

Gadis Pantai. Melalui metode analisis wacana Sarah Mills peneliti tertarik

(22)

Dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer (Analisis

Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumuasn masalah pada penelitian

ini adalah:

1. Bagaimana representasi perempuan dalam novel Gadis Pantai?

2. Terdapat dimanakah nilai-nilai kesetaraan dan ketidakadilan gender pada

novel Gadis Pantai?

3. Apa pesan yang ingin disampaikan Pramoedya Ananta Toer melalui

struktur teori analisis wacana metode Sarah Mills dalam novel Gadis

Pantai?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan dan untuk

menyajikan informasi yang jelas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengungkap representasi perempuan dalam novel Gadis Pantai.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai kesetaraan dan ketidakadilan gender pada

novel Gadis Pantai.

3. Untuk menjelaskan pesan yang ingin disampaikan Pramoedya Ananta Toer

melalu struktur teori analisis wacana metode Sarah Mills dalam novel

(23)

D. Manfaat Penelitian

Aspek teoritis maupun praktis merupakan manfaat yang hendak

dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini. Manfaat tersebut adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian yang menggunakan analisis kualitatif ini diharapkan

mampu berkontribusi dan memperkaya bahan kajian untuk perkembangan

ilmu komunikasi. Study analisis wacana yang digunakan peneliti dalam

penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam analisis

wacana, terutama dalam analisis wacana metode Sarah Mills.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini tidak lepas dari manfaat praktis. Penelitian ini

merupakan syarat bagi Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam,

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dalam meraih gelar Sarjana

(S1). Serta hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran

mengenai kedudukan perempuan dalam novel Gadis Pantai.

E. Penegasan Istilah

Analisis wacana terdiri dari dua kata, yakni “analisis” dan “wacana”.

Kata analisis diambil dari bahasa Yunani, analyein yang bermakna

menyelesaikan atau menguraikan (Siswantoro, 2011:7). Analisis dapat

diartikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran

melalui cara mengelompokkan atau memberikan makna. Kegiatan ini

(24)

memeperoleh kebenaran dari suatu hal, menguraikannya menjadi bagian yang

lebih sederhana adalah hal utama.

Berbeda dengan analisis, kata wacana diambil dari bahasa Ingris, yaitu “discourse”. Sementara itu, kata discourse diserap dari bahasa latin discursus

yang bermakna lari kian-kemari (Sobur, 2012:9). Syamsuddin (2008:4)

menjelaskan, dalam Collins Concise English Dictionary, 1988, wacana

disebut discourse, yang memiliki arti:

Komunikasi verbal, ucapan, pecakapan.Sebuah perlakuan formal dari subyek dalam ucapan atau tulisan. Sebuah yunit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat, sedangkan dalam kamus Longman Dictionary of the English Language, 1984, menjelaskan antara lain arti wacana: 1) Sebuah percakapan khusus yang alamiah formal dan pengungkapannya diaturpadaide dalam ucapan dan tulisan. 2) Pengungkapan dalam sebuah nasihat, risalah, dan sebagainya; sebuah unit yang dihubungkan ucapan atau tulisan.

Vass (1992) dalam Titscher (2009:42) memandang lebih jauh, dari

segi etimologis yang diadopsi dari bahasa latin tersebut, makawacana

memiliki makna discurrere (mengalir ke sana kemari) dari nominalisasi kata

discursus (“mengalir secara terpisah” yang ditransfer maknanya menjadi

“terlibat dalam sesuatu”, atau “memberi informasi tentang sesuatu”).Wacana

merupakan suatu unit bahasa yang tersusun dari kalimat atau pun sebagai

pembicaraan (diskursus). Syamsuddin (2008:2) berpendapat, wacana adalah

sarana transaksaksi sosial antara sumber dan penerima, dimana keduanya

saling menentukan bentuk, makna dan muatan, serta bentuk lain sesuai

kebutuahan sosilal yang berupa komunikasi lisan, tulis, dan semiotik.

(25)

bentuk bahasa yang terikat pada tujuan atau fungsi yang dirancang untuk

menggunakan bentuk tersebut dalam urusan-urusan manusia (Syamsuddin,

2008:2). McCarthy, Zellig Haris mengatakan bahwa perkembang analisis

wacana terjadi pada tahun 60-andan pada awal 70-an (Rani, 2004:10).

Sementara itu menurut Coulthard, analisis wacana berawal dari pemikiran

tentang linguistik konstektual oleh Firth (Rani, 2004:12). Stubbs dalam Rani

(2004:9), menjelaskan bahwa kajian bahasa yang digunakan secara alamiah,

baik lisan maupun tulis merupakan objek penelitian dari analisis wacana.

Oleh sebab itu, kegiatan menganalisis wacana tidak akan lepas dari

menganalisis bahasa. Sementara itu, bahasa adalah penghubung atau alat

dalam berkomunikasi yang dibutuhkan oleh setiap orang. Ketika individu

berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dilakukan dengan

lisan, melainkan dapat dilakukan melalui tulisan. Bahasa yang memiliki sifat

arbitrer mengakibatkan terjadinya noise dalam penyampaian pesan. Namun

dengan sifatnya itu, bahasa memiliki banyak bentu (beragam).

Keberagaman dalam bahasa dapat kita lihat di Indonesia, setiap daerah

di Indonesia memiliki bahasa daerahnya sendiri. Akibatnya adalah terdapat

beberapa penyebutan untuk sebuah benda yang sama. Keberagam bahasa juga

mengakibatkan lahirnya berbagai dialek, yang biasanya menjadi salah satu

penyebab terjadinya gangguan dalam berkomunikasi. Serta setiap daerah

memiliki anturan-aturan tersendiri dalam penggunaan bahasa mereka.

Walaupun terdapat keberagam bahasa, masyarakat di Indonesia

(26)

santun dalam berkomunikasi pada situasi apa pun. Sebagai contoh:

Masyarakat Jawa, di daerah tersebut sopan santun dalam bercakap-cakap

sangat dijunjung tinggi. Orang Jawa menggunakan istilah ungah ungguh

bahasa, dimana istilah tersebut merupakan aturan dalam berkomunikasi.

Keberagaman bahasa dapat melahirkan keberagaman sastra. Oleh

sebab itu, satra hanya dimiliki pengarangnya. Hal ini dapat diartikan bahwa

sastrawan memiliki gaya bahasa tersendiri dalam penulisan karyanya.

Keadaan tersebut mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam penterjemahan

sastra ke dalam bahasa lain (Samsuri, 1981:25). Sementara itu, baik linguistik

maupun estetik, sastra memiliki sifat kreatif (Pei:1971:255).

Bahasa dan Sastra dapat melahirkan beberapa produk seperti novel,

puisi, dan cerpen. Rampan (2013:278) mengatakan, bahwa sebuah karangan

yang berbentuk prosa panjang dapat disebut sebagai karya sastra dalam

bentuk novel. Novel merupakan sebutan dalam bahasa Inggris yang telah

diadaptasi kedalam bahasa Indonesia. Prancis lebih mengenalnya dengan

sebutan roman, sebutan ini juga digunakan di Belanda. Sebagai karangan

yang berupa prosa panjang, novel atau roman dapat diartikan sebagai karya

yang menguraikan cerita secara panjang dan komplek serta memiliki kisah

fiktif. Kisah yang diceritakan secara panjang dan detail, menjadikannya

sebuah karya yang memiliki tokoh atau pemeran lebih dari satu dan tokoh

utamanya pun dapat terdiri dari beberapa pemeran (Rampan, 2013:278).

Novel yang merupakan sebuah karya sastra, memiliki tema/ide. Tema

(27)

merupakan sebuah persoalan yang pengarang tampilkan. Persoalan tersebut

dapat menyangkut beberapa aspek kehiduan manusia, baik itu berupa masalah

kemanusiaan, cinta, kasih sayang, kekuasaan, dan sebagainya. Karya ini

mampu menyajikan perkembangan karakter, kondisi sosial, hubungan yang

terjadi anta karakter, serta menyajikan beberapa peristiwa pada masa silam

dengan detail (Dewojati, 2015:4). Memahami sebuah topik dalam novel

memerlukan waktu yang tidak singkat. Oleh sebab itu, novel tidak memiliki

tanggung jawab dalam menyampaikan topiknya secara cepat.

Begitu pula dengan novel karya Pramoedya Ananta Toer yang

berjudul Gadis Pantai. Novel ini sejatinya berbentuk trilogi. Namun dua buku

lanjutannya hilang ditelan keganasan penguasa. Gadis Pantai merupakan

novel pertama dari rangkaian trilogi ini mengisahkan kehidupan gadis belia

yang lahir dan tinggal di kampung nelayan. Seorang perempuan yang belum

dewasa dan cukup umur, harus mengakhiri masa mudanya dengan menerima

pinangan seorang lelaki kaya yang jauh lebih tua darinya. Menjadi istri

seorang priyayi Jawa menjadikannya dipanggil Bendoro Putri oleh orang lain,

baik itu dari tetangga maupun orang tuanya. Pernikan ini hanya

menjadikannya seorang wanita yang berperan sebagai perempuan pemuas

kebutuhan sex suaminya. Keadaan ini akan berlangsung sampai sang suami

menikah dengan perempuan yang sederajat atau sekelas dengannya. Peran

Bendoro Putri tidak hanya sampai disitu, ia harus membantu mengurus

(28)

Pernikahan Gadis Pantai telah menaikan derajatnya diantara penduduk

kampung nelayan. Perkawinan yang meberikan prestise kepadanya harus

dibayar denga mahal, ia harus menikmati pernikahan dalam waktu singkat.

Dia harus rela diusir dari rumah Priyayi tersebut, meninggalkan anak

perempuan satu-satunya. Hidup sebatang kara karena menanggung malu

harus dicerakan oleh suaminya. Keadaan ini menjadikannya seorang yang

tidak memiliki pekerjaan, sehingga membuatnya pergi meninggalkan

kampung halaman.

Melalui novelnya ini, Pramoedya mengisahkan kehidupan perempuan

yang kurang beruntung karena budaya patriarki. Perempuan tidak memiki

peran yang dianggap penting dalam kehidupan masyrakat. Tidak adanya

kesetaraan dalam gender inilah yang mengakibatkan kedudukan perempuan

lemah dimata masyarakat. Pelemahan peran perempuan terjadi diberbagai

aspek, seperti dalam politik, pekerjaan, sastra, dll. Ketika isu-isu kesetaraan

gender ditampilkan dalam sebuah sastra/wacana, maka analisis wacana dapat

dijadikan landasan dalam mencari permasalah yang terkandung didalamnya.

Analisis wacana yang menjadikan sastra/wacana sebagai objek

penelitian dapat digunakan berbagai teori, yakni metode Theo Van Leeuwe,

Sarah Mills, Teun A. Van Dijk, dan lain sebagainya. Sementara itu metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis wacana Sarah

Mills. Metode Sarah Mills menitik beratkan pada wacana feminisme, yakni

(29)

digambarkan dalam sebuah teks yang berupa novel, berita dan dapat

berbentuk gambar maupun foto (Eriyanto, 2001:199).

F. Tinjauan Pustaka

Sebelum menentukan judul penelitian ini, peneliti terlebih dahulu

melakukan tinjauan pustaka ke perpustakaan Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga. Tinjauan pustaka disini berguna sebagai informasi dasar bagi

peneliti untuk menyusun penelitiannya, guna menghindari penulisan yang

sama. Oleh sebab itu, peneliti menyajikan beberapa rujukan.

Elfa Rafika, 2016, skripsi dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan

Akidah Dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy”.

Rafika melakuakan penelitian terhadap novel Bumi Cinta karya

Habiburrahman El-Shirazy dengan tujuan: 1) Untuk mengetahui bentuk

pendidikan akidah yang terkandung di dalam novel Bumi Cinta. 2) Untuk

mendeskripsikan karakter tokoh yang terdapat dalam novel Bumi Cinta.

Menjadikan novel sebagai objek penelitian, sehingga tergolong menjadi

penelitian kepustakaan (library research). Serta dalam penulisan skripsinya,

Rafika menggunakan content analysis dalam menganalisis data yang

diperoleh. Sehingga penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan, yakni:

(1) Terdapatnya nilai-nilai pendidikan akidah dalam novel Bumi Cinta.

Nilai-nilai tersebut diperlihatkan oleh Ayyas selaku tokoh utama. Sikap Ayyas

dalam meyakini Allah Maha Esa dalam Zat-Nya, sifat-sifat-Nya,

perbuatan-perbuatan-Nya, wujud-Nya, serta Allah Maha Esa dalam menerima ibadah

(30)

mencerminkan sikap kepercayaan dan keyainan terhadap rukun iman. (2)

Terdapat beberapa karakter yang ditampilkan dalam novel Bumi Cinta. Serta

Ayyas yang memiliki sikap taat kepada Allah dan baik hati, Yelena dan Linor

merupakan seorang non muslim yang tidak percaya adanya Tuhan, Devid

seorang toko yang memiliki kepribadian mudah terpengaruh, Anastasia

sebagai seorang doktor yang taat terhada Kristen Ortodok sebagi

keyakinannya.

Nur Latifah, 2017, penelitian dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan

Akhlak Dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah Karya Tere Liye”.

Penelitain yang bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan

akhlak, bagaimana karakter tokoh yang patut diteladani, mendeskripsikan

implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Moga

Bunda Disayang Allah karya Tere Liye. Penelitian yang termasuk dalam

kategori penelitian kepustakaan (library research) ini menggunakan

pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Dengan

melakukan penelitian terhadap novel Moga Bunda disayang Allah, Latifah

memperoleh kesimpulan: 1) Bahwasanya anak-anak berkebutuhan khusus

berhak mendapatkan pendidikan. 2) Novel tersebut juga menampilkan

nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari, seperti percaya kepada

Allah, sabar, jujur, bersyukur, saling berkasih sayang, dan lain sebagainya. 3)

Nilai-nilai tersebut digambarkan melalui tokoh-tokoh dalam novel yang

(31)

Akhlak hendaknya ditanamkan kepada anak-anak sejak dini dengan

menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti.

Rizki Septianingtiyas, 2017, skripsi yang berjudul “Nilai-nilai

Pendidikan Kasih Sayang Dalam Novel Jilbab In Love Karya Asma

Nadia”. Septianingtyas menyusun skripsinya dengan tujuan untuk

mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan kasih sayang, bagaiman karakter

tokok, relevansi nilai-nilai pendidikan kasih sayang dalam novel Jilbab In

Love karya Asma Nadia. Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang telah

disebutkan, penelitian ini juga menggunakan library research dan deskriptif

analisis (descriptive of analyze research) dalam penyusunannya. Hasil yang

diperoleh Septianingtyas dalam penelitiannya adalah: 1) Nilai-nilai Kasih

sayang yang terdapat dalam novel meliputi kasih sayang terhadap Allah,

orang tua, lingkungan/masyarakat, dan diri sendiri. 2) Sifat dan nilai-nilai

kebaikan ditunjukan oleh Aisyah Putri sebagai tokoh utama, sifat tersebut

meliputi peduli, bijaksana, suka tersenyum, rendah hati. 3) Nilai-nilai kasih

sayang yang diperlihatkan dalam novel relevan dengan keidupan dalam

berbagai kegiatan.

Beberapa penelitian diatas memperlihatkan kesamaan dalam bidang

sumber data penelitian, yakni “novel”. Kesamaan dalam metode yang

digunakan, metode kualitatif. Hal itu juga yang digunakan peneliti dalam

penelitian kali ini, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya

(32)

wacana dengan menerapkan analisis wacana teori Sarah Mills, sehingga hasil

penelitian ini memiliki perbedaaan yang siknifikan dengan penelitian lainnya.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Study kepustakaan merupakan kategori yang dipilih oleh peneliti.

Kategori tersebut merupakan bagian dari jenis penelitian kualitatif.

Menggunakan metode kualitatif dapat memberi hasil penelitian berupa

data deskriptif (Bogdan, 1992:21). Oleh sebab itu, metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis (descriptive of

analyze research) dengan cara mengumpulkan data, pengolahan data,

dan analisis data. Peneliti menggunakan analisis wacana Sara Mills

dalam menganalisis datanya. Fokus dari analisis Sarah Mills adalah

analisi teks yang menggambarkan seorang perempuan, sehingga teks

tersebut dipandang sebagai objek penelitian.

Analisis ini juga tidak digunakan untuk mencari data frekuensi,

melainkan untuk menganalisis data yang tampak, sehingga analisis ini

digunakan untuk memahami fakta (Jumroni, 2006:33). Peneliti dalam

penelitian ini berperan sebagai pengumpul data, baik dibantu orang lain

atau pun sendiri.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kata-kata

yang berwujud buku, dokumen, dan lain-lain. Kesemua data yang

(33)

data tulis yang tercetak, melainkan juga menggunakan data tulis

elektronik.

Keseluruhan data tersebut dipergunakan oleh peneliti untuk

menunjang penelitian ini, namun data primer atau data yang utama dari

penelitian ini adalah buku. Oleh karena itu, data primer merupakan data

yang memiliki kedudukan yang utama dalam penelitian (Yahya,

2010:83). Data primer merupakan data yang didapat dari subjek

penelitian dengan memakai alat ukur atau alat pengambilan data

langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar,

2005: 91).

Sumber data yang digunakan adalah Novel:

Judul : Gadis Pantai.

Karya : Pramoedya Ananta Toer.

Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta.

Tahun Terbit : 2003

3. Teknik Pengumpulan Data

Masalah-masalah yang diungkap dalam penelitian ini memicu

peneliti untuk dapat mengumpulkan data sesuai dengan permasalahan

tersebut. Data tersebut dipergunakan untuk menganalisis dan mengkaji

permasalahan yang ada. Tahapan yang dilakukan penulis dalam

mengumpukan data adalah: 1) Mengumpulkan data berupa novel Gadis

(34)

degan objek penelitian. 2) Mempelajari dan mengkaji berbagai literatur

yang berkaitan dengan objek penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses dalam menyusun urutan data,

menggolongkannya dalam satu pola, kategori dan satu uraian dasar

(Moleong, 2011:103). Peneliti dalam menganalisis data penelitian, telah

memulainya sejak pengumpulan data. Serta dengan mempergunakan

analisi wacana Sarah Mills, peneliti melakukan analisi secara mendalam

dan intensif terhadap novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.

Tahapan yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data adalah: 1)

Membaca dan memahami novel Gadis Pantai. 2) Menganalisi kata demi

kata novel Gadis Pantai, sehingga menemukan pesan yang terkandung

didalamnya. 3) Menganalisis novel menggunakan teori Sarah Mills. 4)

Menyimpulkan hasil penelitian.

5. Pengecekan Keabsahan Data

Menggunakan literatur dan referensi dari buku, e-book, internet

yang berkaitan dengan judul penelitian sebagai bahan pengecekan

keabsahan data peneliti.

H. Sistematika Penulisan

Guna mengetahui apa saja yang diuraikan peneliti dalam penelitian

ini, kita dapat mengetahuinya dari sistematika penulisan. Peneliti

menuangkan sistematika penulisan ke dalam tiga kategori. Bagian

(35)

sistematika dalam penelitian ini. Bagian awal dari penelitian ini memuat

sampul, lembar logo, judul, nota pembimbing, pengesahan kelulusan,

pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak,

daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar.

Bagian isi/inti, peneliti menuangkan kedalam lima bab. Setiap bab

memiliki fokus masing-masing dan saling berhubungan. Bab I merupakan

pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode

penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi landasan teori atau konsep

yang mendukung penelitian. Bab III yang berfokus kepada gambaran umum

novel Gadis Pantai. Kemudia terdapat Bab IV yang menampilkan analisis

dan hasil penelitian. Bab V, penelitian ini memuat kesimpulan dan saran.

Untuk bagian terakhir pada penelitian ini, termuat daftar pustaka, lampiran,

(36)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Analisis Wacana Kritis

Analisis merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni

analyein yang bermakna menguraikan, menyelesaikan (Siswantoro, 2011:7).

Berbeda dengan kata analisis, kata wacana diambil dari bahasa Inggris “discourse”. Kata discourse berasal dari “discursus” yang mana kata tersebut

berasal dari bahasa Latin dengan arti lari kian-kemari (Sobur, 2012:9).

Sementara itu wacana merupakan istilah mengenai peristiwa

komunikasi yang mengacu kepada rekaman kebahasaan yang utuh (Cahyono,

1995:227). Pemikiran yang hampir sama dikemukakan oleh Samsuri dalam

Sobur (2012:10), bahwa wacana tersusun atas seperangkat kalimat dimana

maknanya saling terkait dan merupakan hasil dari rekaman kebahasaan yang

utuh tentang peristiwa komunikasi.

Ismail Marahimin dalam Sobur (2012:10), mendefinisikan wacana

sebagai hasil pemikiran dengan bentuk lisan maupun tulisan yang resmi dan

teratur, serta memiliki kemampuan untuk maju sesuai dengan urutan-urutan yang teratur dan semestinya. Penggunaan kata “wacana” merupakan ide

umum mengenai penataan bahasa dalam pola-pola tertentu sesuai dengan

wilayah kehidupan sosial pengguna bahasa, seperti wacana medis dan wacana

(37)

yang luas sesuai dengan lingkup dan disiplin ilmu yang mempergunakan

istilah wacana tersebut (Eriyanto, 2001:1).

Menurut Henry Tarigan (1993:23) dalam Sobur (2012:10) bahwa

istilah wacana tidak hanya mengenai percakapan saja, akan tetapi tulisan,

pembicaraan di muka umum, dan sandiwara atau lakon termasuk di

dalamnya. Menurut Teun A. Van Dijk, wacana merupakan sebuah bukti yang

harus diuraikan secara empiris serta sering dilihat sebagai teks dalam konteks

(Titscher, 2009:43). Wacana juga diartikan sebagai komunikasi tulis atau

lisan yang dipandang dari sudut nilai, kepercayaan, dan semua yang masuk

di dalamnya; kepercayaan pada pengertian ini mewakili pandangan dunia;

sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman (Eriyanto, 2001:2).

Menurut Guy Cook dalam Eriyanto (2001:9) ada tiga poin utama dalam pengertian wacana: teks, konteks, dan wacana. Teks merupakan keseluruhan bentuk bahasa, tidak hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, akan tetapi meliputi semua jenis ekspresi komunikasi, perkataan, gambar, efek suara, musik, citra, dan sebagainya. Konteks merujuk kepada hal-hal di luar teks dan semua kondisi yang dapat mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan, situasi dimana teks itu diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainya. Wacana adalah gabungan antara teks dan konteks.

Secara sederhana, wacana mengacu kepada study kebahasaan baik melalui

verbal maupun non verbal.

Setelah menguraikan secara terpisah mengenai analisis dan wacana,

kita dapat mendefinisikan discourse analysis secara untuh. Apabila “analisis”

memiliki arti sebagai kegiatan untuk menguak kebenaran dan “wacana”

merupakan study tentang kebahasaan.

(38)

buku, memahami apa yang diutarakan penyapa secara lisan dalam percakapan, atau mengenal wacana yang koheren dan yang tidak koheren, dan berhasil berperan percakapan (Cahyono, 1995:227).

Study mengenai analisis wacana mulai berkembang pada tahun 60-an dan

awal 70-an, pendapat ini dikemukakan oleh Zellig Haris (Rani, 2004:10).

Sementara itu, menurut Coulthard, study ini berawal dari sebuah ide dari Firth

mengenai linguistik konstektual (Rani, 2004:12). Seiring waktu analisis

wacana mulai berkembng, Stubbs dalam Rani (2004:9), menjelaskan bahwa

analisis wacana adalah suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa

dalam bentuk lisan maupun tulisan yang digunakan secara alamiah.

Pada pembahasan awal telah dikemukakan bahwa wacana tidak hanya

berhubungan dengan teks semata, wacana juga berhubungan dengan konteks.

Analisis wacana kritis juga menjelaskan kembali masalah itu. Critical

Discourse Analysis/CDA (analisis wacana kritis) mengkaji bahasa tidak hanya

pada aspek kebahasaan saja, melainkan bahasa dikaji dengan

menggabungkannya dengan konteks. Konteks pada wacana memiliki arti

sebagai penggunaan bahasa untuk tujuan dan praktik tertentu. Bahasa dalam

analisis wacana kritis dipandang sebagai faktor penting, karena ketimpangan

kekuasaan di masyarakat dapat dilihat melalui bahasa (Eriyanto, 2001:7).

Menurut Fairclough dan Wodak dalam Eriyanto (2001:7) mengatakan

analisis wacana kritis melihat wacana sebagai wujud dari praktek sosial. Oleh

sebab itu, dalam produksi wacana dapat memiliki efek ideologis, yakni

terjadinya ketidak imbangan antara kelas-kelas sosial, kelompok mayoritas

(39)

kritis dapat membantu kita dapat menyelidiki pertarungan kelompok sosial

dalam mempergunakan bahasa sebagai media untuk menyampaikan

pendapatnya mengenai ketimpangan sosial. Berikut ini karakteristik dalam

analisis wacana kritis:

1. Tindakan: Wacana merupakan bentuk interaksi, bukan hanya ditempatkan

dalam ruang tertutup dan internal. Orang menulis bukan untuk pribadi,

melainkan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Wacana

dalam konsep ini dapat dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah

untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi dan

sebagainya. Tidak hanya sebagai tujuan, wacana juga dapat dipandang

sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu

yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

2. Konteks: Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana,

seperti latar, situasi, pristiwa, dan kondisi. Wacana disini dipandang,

diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Analisis

wacana juga mengkaji konteks dari komunikasi: siapa yang

mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa, dalam jenis khalayak dan

situasi apa, melalui medium apa, bagaimana perbedaan tipe dari

perkembangan komunikasi, dan hubungan untuk masing-masing pihak.

Serta tidak semua konteks dapat dimasukkan ke dalam analisis wacana,

hanya yang berpengaruh dan relevan terhadap produksi analisis wacana.

Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana. Jenis

(40)

sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau

lingkungan fisik.

3. Historis: Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti

wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti

tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting

untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam

konteks historis tertentu.

4. Kekuasaan: Setiap wacana yang muncul dalam bntuk teks, percakapan,

atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan

netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.

5. Ideologi: Teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi

atau pencerminan dari ideologi tertentu (Eriyanto, 2001:8-13).

B. Analisis Wacana Model Sarah Mills

Sarah Mills merupakan salah satu penulis teori analisis wacana. Pada

saat menganalisis wacana, Sarah Mills lebih tetarik terhadap analisis wacana

mengenai feminisme. Oleh karena itu, banyak orang mengartikan analisis

wacana yang dilakukannya sebagai perspektif feminis. Pandangan ini, wacana

dianggap dapat memperlihatkan atau menampilkan perempuan di dalam

sebuah teks. Wanita cenderung diperlihatkan sebagai pihak termarjinalkan

dan salah dibanding laki-laki (Eriyanto, 2001:199).

Analisis Sarah Mills memposisikan representasi sebagai bagian utama

dari analisisnya. Hal ini berkaitan dengan pemaknaan seseorang mengenai

(41)

tertentu. Oleh karena itu, Mills dalam analisis yang dilakukannya lebih

menekankan pada bagaimana posisi berbagai aktor sosial, peristiwa, atau

gagasan ditampilkan dalam teks, sedangkan critical linguistic lebih

berkonsentrasi kepada struktur kata, kalimat, atau kebahasaan (Eriyanto,

2001:200).

Gagasan Mills mengenai analisis wacana dapat diuraikan dengan

melihat penggambaran posisi aktor disebuah teks. Posisi aktor di dalam teks

berkaitan erat dengan objek dan subjek. Kedua posisi tersebut berkaitan

dengan siapa yang diceritakan dan siapa yang menceritakan. Seseorang yang

menempati posisi objek atau subjek penceritaan pada sebuah wacana dapat

mempengaruhi strutur dan makna sebuah teks. Hal ini terjadi karena adanya

sudut pandang yang berbeda dari setiap orang. Tidak hanya itu, pembaca

dalam analisis ini mendapat perhatian tersendiri. Pembaca akan diposisikan

sebagai salah satu aktor di dalam teks, lebih tepatnya diposisikan sebagai

objek atau subjek. Pembaca juga mengidentifikasi sebuah wacana sesuai

dengan posisi dimana mereka ditempatkan, sebagai objek yang diceritakan

atau subjek pencerita.

Teori Mills mengenai posisi pembaca banyak dipengaruhi oleh

gagasan Louise Althusser tentang ideologi. Ada dua gagasan Althusser yang

dipakai oleh Sarah Mills, yaitu:

(42)

memiliki posisi tersendri. Kita menempati dua posisi, yakni sebagai subjek individu dan subjek negara/kekuasaan. Keseluruhan kondisi makna yang ada di masyarakat dapat mempengaruhipengakuan dan subjek posisi kita. Gagasan Althusser yang kedua berkaitan dengan kesadaran. Penerimaan individu mengenai posisinya diterima dengan kesadaran, yakni orang-orang menerima posisinya sebagai sebuah kebenaran dan sebuah kenyataan (Eriyanto, 2001:206-207).

Secara umum analisis ini memperhatikan bentuk pensubjekan seseorang. Satu

pihak dipandang sebagai penafsir sementara yang lain dipandang sebagai

objek yang ditafsirkan. Berikut ini adalah kerangka analisis wacana/diskursus

dari Sara Mills:

Tabel 2.1

Kerangka ananalisis wacana Sarah Mills (Eriyanto, 2001:221).

Tingkat Yang Ingin Dilihat

Posisi

Subjek-Objek

Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok/orang lain.

Posisi Pembaca

Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasikan dirinya.

C. Komunikasi Massa

Istilah komunikasi tidak asing lagi ditelinga kita. Komunikasi

merupakan sebuah aktifitas, sehingga tidak akan lepas dari kehidupan

manusia. Namun masih banyak yang belum memahami makna dari istilah

tersebut. Komunikasi sejatinya berasal dari communicatio yang merupakan

(43)

“bersatu dengan” (Liliweri, 2007:3). Oleh karena itu, komunikasi merupkan

proses penggabungan atau bersatunya suatu tindakan, hal ini lebih jauh dapat

diartikan sebagai bergabungnya seorang komunikator dengan kominikan

dalam proses pertukaran informasi. Azriel Winnett dalam Liliweri (2007:4),

menegaskan bahwa komunikasi adalah semua tindakan/interaksi manusia

yang memiliki sifat human relationships dengan diikuti oleh peralihan

sejumlah fakta.

Communication is any process in which people share information, ideals, and feelings, it involves not only the spoken and written word but also body language, personal mannerisms, and style-anything that adds meaning to a message (Komunikasi adalah proses orang berbagi informasi, ide, dan perasaan, hal tersebut tidak hanya melibatkan perkataan dan ditulisan, tetapi juga melibatkan bahasa tubuh, tingkah laku/perangai, dan gaya-sesuatu itu dapat menambah makna pesan) (Hybels, 2007:8).

Baran (2009:4) berpendapat, Communication is the trasmission of a message

from a source to a receiver, yakni komunikasi adalah pengiriman pesan dari

sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan).

Terdapat berbagai jenis komunikasi, salah satu dari jenis komunikasi

adalah komunikasi massa. Komunikasi ini diartikan sebagai: 1) Suatu proses

untuk menghasilkan dan mensosialisasikan atau institusionalisasi

(difusi/membagi) informasi kepada penerima/sasaran dari sebuah sumber. 2)

Komunikasi ini bersifat satu arah. 3) Komunikasi yang dalam penyebaran

pesannya bertujuan untuk mempengaruhi audiens secara luas dilakukan oleh

komunikator dengan mempergunakan teknologi pembagi. 4) Komunikator

(44)

Pada definisi diatas telah dikemukakan, bahwasanya komunikasi

massa dalam penyampaian pesannya mempergunakan media/saluran. Alat

yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dapat berbentuk media massa

elektronik atau cetak. Beberapa jenis/bentuk dari suatu media yang dapat

dijadikan saluran dalam komunikasi massa dapat kita lihat dalam definisi

yang disampaikan oleh Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble. Mereka

berdua berpendapat, bahwa komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai

komunikasi massa apabila mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film, atau gabungan diantara media tersebut. 2) Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain. 3) Pesan adalah milik publik. Artinya, bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang. 4) Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan, atau perkumpulan. 5) Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. 6) Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda (Nurudin, 2013:8-9).

Sebelum lebih jauh menyinggung tentang media dalam komunikasi

massa, alangkah lebih baik jika kita mengetahui lebih dalam mengenai jenis

komunikasi ini. Apabila kita ingin lebih mengetahui komunikasi massa, kita

dapat membandingkan komunikasi massa dengan interpersonal komunikasi.

(45)

komunikasi interpersonal. Oleh karena itu, tidak ada salahnya apabila kita

sedikit menyinggung komunikasi interpersonal.

Trenholm dan Jensen mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang dilakukan secara tatap muka (komunikasi diadik) oleh dua orang. Serta kominikasi interpersonal memiliki sifat: 1) Spontan dan informal. 2) Saling menerima feedback dengan maksimal. 3) Partisipan berperan fleksibel (Aw, 2011:3).

Tabel 2.2

Elements of interpersonal communication and mass communication compared

(Baran, 2009:8)

No Interpersonal Communication Mass Communication

Nature Nature

1 Message Highly flexible and alterable

Identical, mechanically

One or few people, usually in direct contact with you and to a greater or lesser degree, known

4 Feedback Immediate and direct yes or no

response Delayed and inferential

Komunikasi massa merupakan komunikasi yang mempergunakan

(46)

oleh komunikasi massa bersifat modern. Saluran dalam komunikasi massa

merupakan hasil dari teknologi modern (Nurudin, 2013:4). Media di sini

dapat berupa media elektroni (televisi, radio), media cetak (koran, majalah),

buku, film. Tidak hanya bersifat modern, media massa dalam komunikasi

massa juga bersifat melembaga, satu arah, memakai peralatan teknis, terbuka,

meluas dan serempak (Cangara, 2014:140-141). Oleh karena itu, massa dalam

arti komunikasi massa lebih mengacu kepada penerima pesan melalui media

massa. Massa pada komunikasi ini adalah khalayak, audience, penonton,

pemirsa, atau pembaca (Nurudin, 2013:4). Media massa pada komunikasi

massa mengacu kepada alat-alat dalam komunikasi yang dapat menyebarkan

pesan secara serempak, berdampak luas dan heterogen.

Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble tidak hanya memberikan

syarat kepada komunikasi agar komunikasi dapat digolongkan sebagai mass

communication. Mereka juga menjelaskan bagaimana proses terjadinya

komunikasi massa, tahapannya dimulai dari sumber pesan. Masage kemudian

mengalir kepada audience, akan tetapai sebelum sampai ke audience pesan

akan diedit oleh penapis pesan dan disebarkan melalui media massa. Namun

dalam proses penerimaan pesan tersebut audience dapat dipengaruhi oleh

berbagai gangguan. Kemudian audience dapat memberikan umpan balik

(47)

Gambar 2.1

Komunikasi massa model Gamble dan Gamble (Nurudin, 2013:149).

Untuk mempermudah memahami komunikasi massa maka Schramm

menggambarkanya sebagai berikut:

Gambar 2.2

Model komunikasi massa Schramm (Baran, 2009:7).

Black dan Whitney membagi proses komunikasi massa menjadi empat

(48)

Gambar 2.3

Komunikasi massa model Black dan Whitney (Nurudin, 2013:155).

Berbicara mengenai komunikasi massa, tidak akan lepas dari fungsi

media massa. Pada saat kita membicarakan mengenai fungsi komunikasi

massa, kita sekaligus membicarakan fungsi media massa. Hal ini dikarenakan

komuniksai massa berarti komunikasi lewat media massa. Sebab, tidak ada

komunikasi massa tanpa media massa.

Menurut Black dan Whitney dalam Nurudin (2013:64) komunikasi

massa mempunyai fungsi: 1) to inform (menginformasikan), 2) to entertain

(memberi hiburan), 3) to persuade (membujuk), 4) transmission of the culture

(transmisi budaya). Sementara itu Alexis S. Tan membagi fungsi komunikasi

(49)

Tabel 2.3

Fungsi komunikasi massa Tan (Nurudin, 2013:65)

No.

Mempelajari peluang dan ancaman, memahami lingkungan, menguji kenyataan, meraih keputusan.

2 Mendidik

Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakatnya, mempelajari nilai, tingkah laku yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya.

3 Mempersuasi

Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku, dan aturan yang cocok saraf, menghibur, dan mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi.

Beberapa pendapat mengenai fungsi komunikasi massa di atas dapat

disimpulkan bahwa fungsi komunikasi massa adalah sebagia pemberi

informasi, pendidikan, dan menghibur. Media juga sebagain penyedia

pelajaran tentang kesadaran identitas dan budaya yang masig dinegosiasi

(Yusuf, 2016:30).

Setelah membicarakan fungsi dari media massa, tidak ada salahnya

kalau kita mengetahui efek atau dampak yang dapat ditimbulkan oleh media

massa. Sebab komunikasi massa dapat menimbulkan dampak yang siknifikan

pada audience. Efek yang dapat ditimbulkan oleh komunikasi massa bisa

berwujud: efek kognitif (pengetahuan), afektif (emosional dan perasaan), dan

(50)

massa juga dapat mempengaruhi pengalaman budaya seseorang (Yusuf,

2016:30).

Besarnya efek yang dialami oleh audience dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yakni faktor individu dan faktor sosial. Faktor individu

meliputi selective attention, selective perception, selective retention, motivasi,

pengetahuan, kepercayaan, pendapat, kebutuhan, nilai, pembujukan,

(51)

D. Gender

Masyarakat telah berkembang sesuai dengan jaman, begitu pula

pemahaman akan makna gender. Namun masih banyak masyrakat yang

menganggap gender serupa dengan sex, pada dasarnya kedua intilah tersebut

memiliki pengertian yang berbeda. Gender pada dasarnya digunakan untuk

mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari segi sosial-budaya (Umar,

2010:31). Sedangkan sex digunakan untuk mengetahui perbedaan laki-laki

dan perempuan dari segi biologis.

Study mengenai sex lebih menekankan kepada analisis biologis

manusia. Analisis tersebut diantaranya adalah mengkaji sistem reproduksi,

hormon, anatomi manusia, dll. Sedangkan gender lebih melihat perbedaan

antara laki-laki dan perempuan melalui sosial, budaya, dan aspek non biologis

lainnya. Gender dan sex jelas memiliki perbedaan dalam memandang

manusia. Gender dapat berubah sesuai dengan kondisi tempat dan waktu,

sedangkan sex digunakan untuk mengartikan aktivitas seksual yang tidak

mungkin berubah.

Oleh sebab itu, ketika seorang anak dilahirkan maka mereka telah

memiliki beban gender dari masyarakat. Kondisi ini disebabkan oleh

pengidentifikasian masyarakat terhadap sistem reproduksi yang dibawa anak

tersebut. Beban ini terus berkembang di masyarakat dan setiap daerah

(52)

Gambar 2.6

Perbedaan sex dan gender (TIM PSGK STAIN SALATIGA, 2012:10)

Oleh karena itu, pemahaman sex (jenis kelamin) dan gender harus

dipertegas, sehingga masyarakat dapat membedakan sex sebagai kodrat dan

gender sebagai kontruksi sosial. Pemahama tentang sex dan gender yang tepat

dapat melahirkan keadilan gender (kesetaraan gender). Pada dasarnya

kesetaran (keadilan) gender tidak menempatkan laki-laki dan perempuan

sama/sejajar dalam segala hal, namun yang dimaksud adalah pemberian akses

dan kesempata yang sama pada keduanya tanpa memandang jenis kelamin

(TIM PSGK STAIN SALATIGA, 2012:26).

Kurangnya pemahaman gender di masyarakat dan menganggap geder

sama dengan sex dapat menimbulkan ketidakadilan gender. Masalah-masalah

yang dapat ditimbulkan dari ketidakadilan gender dapat berupa: 1)

Marginalisasi terhadap perempuan, perempuan menjadi pihak yang

dipinggirkan. 2) Subordinasi terhadap wanita, keadaan ini menganggap

(53)

Beban kerja yang berlebihan. 4) Streotipe terhadap perempuan. 5) Kekerasan

terhadap wanita baik secara fisik maupun mental psikologis (TIM PSGK

IAIN SALATIGA, 2012:12).

Berkenaan dengan study tentang gender, terdapat beberapa teori yang

menjelaskan perbedaan peran laki-laki dan perempuan. Seperti teori

psikoanalisis, teori fungsionalis struktural, teori konflik, teori feminis:

1. Teori Psikoanalisis/Identifikasi

Pelopor dari teori ini adalah Sigmund Freud (1856-1939) yang

menyatakan bahwa perkembangan seksualitas pada laki-laki dan

perempuan menentukan perilaku dan kepribadiannya (Umar, 2010:41).

Sementara itu, kepribadian manusia terdiri dari tiga struktur id, ego, dan

superego. Id merupakan bawaan sejak lahir, ia bekerja diluar sistem

rasional dan bekerja dengan prinsip kesenangan untuk memberikan

kepuasan/kenikmatan. Ego berkembang sejak awal kelahiran bayi dengan

menggunakan prinsip realitas. Kepribadian ini berperan dalam berpikir,

mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan mengendalikan

tindakan. Superego merupakan aspek moral yang berkembang pada masa

kanak-kanak. Tahap ini merupakan wujud dari nilai benar dan salah yang

ada di masyarakat. Suatu nilai yang mempengaruhi individu karena

dicontohkan dan diajarkan oleh orang tua serta guru.

Perkembangan kepribadian tersebut dipengaruhi oleh

(54)

Pertama, oral stage yakni kenikmatan berada pada mulut, tahap ini

dialami oleh bayi. Kedua, anal stage dimana kenikmatan terletak di

daerah anus. Ketiga, phallic stage merupakan tahapan dimana seorang

anak mulai mengidentifikasi genital/alat kelamin. Keempat, talency stage

yaitu penekana/penahanan gairah seksual anak sampai tahap pubertas.

Kelima, genital stage yakni tahap pubertas anak yang ditandai dengan

kematangan seksualitas.

Pedipal conflict akan tibul ketika anak berada pada tahap phallic.

Konflik ini merupaka ketertarikan seksual seorang anak kepada orang tua

yang memiliki jenis kelamin berbeda. Anak laki-laki akan tertarik kepada

ibu dan sebaliknya, seorang anak perempuan akan tertarik kepada

ayahnya. Kondisi ini berakibat kepada pengidentifikasian seorang anak

terhadap orang tua yang memiliki jenis kelamin sejenis. Proses dimana

seorang anak menginginkan menjadi pribadi lain dengan meniru perilaku,

mengadopsi keyakinan, dan nilai-nilai yang sama. Oleh sebab itu, dapat

tercipa identitas gender, yaitu laki-laki dan perempuan.

2. Teori Fungsionalis Struktural

Masyarakat yang tersusun atas beberapa elemen dan saling

mempengaruhi satu sama lain merupakan hal yang menjadi landasan dari

teori ini. Oleh karena itu, terciptalah pembagian peran secara seksual.

Menurut Talcott Parsons dan Robert Bales, dari hubungan laki-laki dan

perempuan akan melahirkan keharmonisan bukan persaingan (Umar,

(55)

sehingga melahirkan tumpang tindih antara keduanya, akibatnya sistem

keutuhan akan mengalami ketidak seimbangan. Sementara itu,

keseimbangan hanya akan tercapai apabila laki-laki dan perempuan

berjalan pada posisnya sesuai dengan seksualitas.

3. Teori Konflik

Teori konflik sering dihubungkan dengan faktor ekonomi. Hal ini

dikarenakan ekonomi dapat melahirkan ketidak adilan. Friedrich Engels

menjelaskan bahwa berbedaan biologis pada laki-laki dan perempuan

tidak melahirkan perbedaan dan ketimpangan gender, akan tetapi

ketimpangan dilahirkan dari penindasan yang dilakukan oleh kelas yang

berkuasa dalam hubungan produksi yang diterapkan dalam keluarga

(Umar, 2010:54). Ketimpangan gender tidak terlahir dari faktor biologis,

melainka terlahir dari konstruksi masyarakat (Umar, 2010:55). Pada

konsep ini hubungan suami isteri tidak ubahnya seperti, hamba dan tuan,

pemeras dan diperas, proletar dan borjuis (Umar, 2010:54).

Konsep tersebut sesuai dengan kondisi masyarakat, yakni

kekuasaan berada pada laki-laki dan mereka mendominasi produksi.

Seorang laki-laki memperoleh peran dalam memproduksi barang-barang

konsumsi, dan perempuan berada pada kondisi pengguna. Hal ini

mengakibatkan posisi perempuan dipandang sebagai bagian dari harta.

Akibatnya adalah terjadinya penindasan terhadap perempuan. Teori ini

(56)

melahirkan konflik dan perubahan sosial, akibatnya terjadi subordinasi

perempuan dan tumbuhnya hak milik pribadi (Umar, 2010:63).

E. Feminisme

Teori feminisme merupakan sebuah teori yang sering menjadi dasar

pemikiran tetang kesetaraan gender, alangkah baiknya jika mengetahu teori

feminisme lebih dalam. Feminisme merupakan sebuah kata yang berasal dari

bahasa latin femina atau perempuan (TIM PSGK STAIN SALATIGA,

2012:214). Gerakan feminisme ini didasari oleh ketimpangan antara

perempuan dan laki-laki di masyarakat. Menurut Bashin dan Khan dalam

Muslikhati (2004:17) mengatakan bahwasanya sulit untuk memberikan

definisi feminisme yang dapat diterima oleh atau diterapkan kepada semua

feminis disemua tempat dan waktu, karena definisi feminisme berubah-ubah

sesuai dengan perbedaan realitas sosio-kultural yang melatarbelakangi

kelahirannya serta perbedaan tingkat kesadaran, persepsi, serta tindakan yang

dilakukan feminis itu sendiri.

Menurut Lerner mendefinisikan istilah feminisme adalah sebuah doktrin yang menyokong hak-hak sosial dan politik yang setara bagi perempuan; menyusun suatu deklarasi perempuan sebagai sebuah kelompok dan sejumlah teori yang telah diciptakan oleh perempuan; kepercayaan tentang perlunya perubahan sosial yang luas yang berfungsi untuk meningkatkan daya perempuan. Lerner juga menyatakan bahwa feminisme dapat mencakup baik gerakan hak-hak perempuan maupun emansipasi perempuan (TIM PSGK STAIN SALATIGA, 2012:215).

Melalui gerakan feminisme, kaum wanita menolak segala sesuatu yang

(57)

ekonomi. Gerakan ini muncul dalam berbagai klasifikasi yang dapat kita lihat

pada gambar berikut:

Gambar 2.7

Klasifikasi teori feminisme (TIM PSGK STAIN SALATIGA, 2012:223).

1. Feminisme Liberal

Teori ini berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang

sama. Feminisme liberal melandaskan ide fundamentalnya pada pemikiran

bahwa manusia bersifat otonomi dan diarahkan oleh penalaran yang

menjadikan manusia mengerti akan prinsip-prinsip moralitas dan

kebebasan individu (TIM PSGK STAIN SALATIGA, 2012:225). Oleh

sebab itu, tidak ada suatu kelompok jenis kelamin yang lebih menonjol.

Sumber masalah yang sering dialami oleh perempuan timbul karena

adanya hambatan dari budaya atau adat dan hukum yang menghalangi

perempuan untuk tampil di publik. Perempuan dalam feminisme liberal

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Gambar 2.1
Gambar 2.3
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian dalam skripsi ini adalah memaparkan dan mendeskripsikan konflik batin Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai dan sikap Gadis Pantai dalam menghadapi konflik

jender yang terdapat dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Analisis struktur merupakan sarana untuk mengetahui dan

“Citra Perempuan dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer (Kajian Feminisme)”.. Jurnal DEIKSIS Vol

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Novel Gadis

Hasil penelitian mengungkapkankan bahwa novel “Amelia” karya Tere Liye dan “Gadis Pantai” karya Pramoedya Ananta Toer, terdapat perbandingan tokoh perempuan yang

Hasil penelitian mengungkapkankan bahwa novel “Amelia” karya Tere Liye dan “Gadis Pantai” karya Pramoedya Ananta Toer, terdapat perbandingan tokoh perempuan yang dilihat

Berdasarkan kelas sosial yang terdapat dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, penulis menyarankan berikut ini: Pertama, bagi pembaca, dapat menambah

Berdasarkan rumusan masalah yang diberikan, tujuan dari penelitian ini adalah 1 mengetahui bentuk perkawinan paksa yang dialami tokoh Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai dan tokoh