• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geomedika: Ilmu Geologi dan Kesehatan

Interaksi jenis ini adalah bidang yang dipelajari

dalam geologi medis, suatu cabang ilmu baru yang relatif cepat berkembang tidak hanya melibatkan para ahli ilmu kebumian tetapi juga ahli medis, kesehatan masyarakat, dokter hewan, pertanian, lingkungan biologi, dan ilmuwan terkait lainnya. Geomedika merupakan kajian efek bahan-bahan dan proses geologis pada manusia, binatang dan tanaman terhadap kesehatan, baik yang positif maupun negatif.

Dalam arti seluas-luasnya, geomedika mempelajari hubungan elemen-elemen dan mineral dengan pernafasan ambient anthropogenic dan debu mineral gunung api serta emisi, transportasi, modifikasi dan konsentrasi organik dan hubungan ke radionuclides, serta mikroba patogen.

Nama disiplin ini mungkin baru, tetapi dampak bahan geologis pada kesehatan manusia telah diakui sejak ribuan tahun. Air raksa (Hg) dan kadmium diukur melalui tingkat pengawetan, 7000 tahun rambut manusia dalam Karluk, Situs arkeologi Kodiak di Alaska; walaupun implikasi

kesehatan dari data ini sulit untuk ditentukan karena adanya kemungkinan penambahan atau degradasi dari waktu ke waktu. Kandungan partikel jelaga yang terdeteksi di paru-paru diawetkan pada jaringan Tyrolean, tukang es, yang sekurang-kurangnya berusia 5.000 tahun. Orang ini mungkin telah menderita penyakit pernafasan setelah ia menghirup kristal mineral kecil, termasuk butir kuarsa.

Hippokrates dan penulis Yunani lain mengakui bahwa faktor lingkungan memberi kontribusi terhadap distribusi geografis penyakit manusia 2400 tahun yang lalu. Dan pada 300 SM, Aristoteles mencatat kejadian keracunan pada para pekerja tambang. Batu dan mineral juga telah digunakan selama ribuan tahun lalu untuk perawatan berbagai penyakit seperti sampar, dan demam cacar.

Ilmuwan mulai menyelidiki hubungan antara bahan-bahan geologis, proses medis dan kondisi sejak 300 tahun lalu. Beberapa dekade lalu, geologi medis telah menarik perhatian sejumlah

Geofakta Foto dari satelit awan debu Sahara (2000) atas Timur Samudra Atlantik, dilihat dari satelit.

W a r t a G e o l o g i . D e s e m b e r 0 0 8 kalangan di Amerika Serikat dengan munculnya pendapat beberapa orang yang berpengaruh bahwa proses-proses geologi memberi dampak pada epidemiologi. Saat ini melalui kemitraan antara United States Geological Survey (USGS) dengan sejumlah Lembaga Ilmu Kesehatan Lingkungan - dan karena lembaga donor telah mulai mengakui manfaat penelitian multidisiplin tersebut - perkembangan bidang ini jadi semakin maju. Saat ini terdapat banyak kerja sama penyelidikan antara para ahli kebumian, biomedis, dan peneliti kesehatan masyarakat di seluruh dunia, mencakup berbagai masalah geomedis.

Penelitian dan proyek-proyek studi geologi medis akan berusaha menjelaskan tentang dampak mineral dan kandungan elemen-elemennya bagi kesehatan manusia, dan juga menekankan akan pentingnya peluang para ahli kebumian membuat kontribusi tambahan untuk masyarakat kita di dunia ini sangat besar.

Debu Mineral

Debu Mineral adalah istilah untuk atmosfera aerosol yang berasal dari kumpulan awan mineral pembentuk tanah, yang terdiri atas berbagai

oksida dan karbonat. Seluruh aktivitas manusia mengakibatkan terbentuknya 30% debu yang berada di atmosfer. Gurun Sahara adalah sumber utama debu mineral, yang kemudian menyebar melalui laut Mediterania dan Karibia ke utara Amerika Selatan, Amerika Tengah, Amerika Utara, dan Eropa. Gurun Gobi juga adalah salah satu sumber debu di udara, yang menyebar ke bagian timur Asia Barat dan bagian barat Amerika Utara.

Karakteristik

Komposisi debu mineral terutama terdiri atas oksida-oksida (SiO2, Al2 O3, FeO, Fe2 O3, CaO, dan lain-lain) dan karbonat (CaCO3, MgCO3) yang serupa dengan komposisi utama kerak bumi. Debu mineral menghasilkan emisi global yang diperkirakan berjumlah 100-500 juta ton per tahun, persentase yang terbesar adalah bagian yang dikaitkan dengan material berukuran pasir. Meskipun aerosol kelas ini biasanya dianggap berasal dari alam, diperkirakan 30% dari yang ada di atmosfer berasal dari kegiatan manusia, yaitu melalui kegiatan penggurunan dan penyalahgunaan lahan. Ukuran konsentrasi

debu yang besar dapat menimbulkan masalah

untuk orang yang memiliki masalah pernafasan, memaksa mereka untuk tinggal sementara di dalam rumah akibat penyebaran debu aerosol di kawasan tersebut. Efek khusus awan debu ini adalah mempercantik matahari terbenam, akibat peningkatan jumlah partikel di langit, sehingga matahari membayang.

Debu Sahara

Sahara merupakan sumber utama mineral debu di bumi (60-200 juta ton per tahun). Debu sahara terangkat oleh konveksi sepanjang kawasan gurun yang panas, dan dapat kemudian mencapai ketinggian. Dari sana debu ini dapat diterbangkan oleh angin menyebar ke seluruh dunia, meliputi jarak ribuan kilometer. Debu yang bercampur dengan udara panas kering Gurun Sahara membentuk lapisan atmosfer disebut lapisan udara Sahara. Lapisan udara ini memberi pengaruh yang besar pada cuaca tropis, terutama saat bercampur dalam pembentukan angin topan.

Perpindahan debu melalui Atlantik, menuju Karibia, dan Florida dari tahun ke tahun memiliki variasi yang banyak. Karena pertukaran angin, konsentrasi mineral debu yang amat besar dapat ditemukan di laut tropis Atlantik hingga Karibia; selanjutnya perpindahan ke kawasan Mediterania serta wilayah Eropa Utara kadang-kadang juga teramati. Di wilayah Mediterania, debu Sahara amat penting karena ia merupakan sumber utama gizi phytoplankton dan organisme akuatik lainnya.

Namun di lain pihak debu Sahara merupakan media pembawa jamur Aspergillus sydowii yang jatuh ke Laut Karibia dan mungkin menginfeksi penduduk di kepulauan terumbu karang di lautan tersebut dan menyebabkan penyakit (aspergillosis). Debu ini juga dikaitkan dengan meningkatnya kejadian asma pediatrik yang menyerang Karibia. Sejak 1970, wabah debu telah memburuk karena periode kekeringan di Afrika. Awan berdebu telah dikaitkan dengan penurunan kesehatan di kawasan terumbu karang di Karibia dan Florida, terutama sejak tahun 1970-an.

Debu Subsaharan berpengaruh pada frekuensi angin topan

Menurut sebuah artikel NASA, satelit NASA menunjukkan bahwa ”efek debu mengerikan yang merupakan penyebab 1/3 penurunan suhu di permukaan laut Atlantik Utara antara Juni 2005 dan 2006, mungkin memberi sumbangan atas perbedaan angin topan yang terjadi antara dua musim”. Hanya terjadi 5 angin topan pada tahun 2006 dan sementara tahun 2005 terjadi 15 kali.

Diketahui bahwa penyebab utama terjadinya angin topan adalah suhu air hangat pada permukaan laut. Satu teori berpendapat bahwa debu dari gurun Sahara menyebabkan suhu permukaan menjadi dingin pada tahun 2006 dibandingkan pada tahun 2005. Bukti menunjukkan bahwa suhu permukaan menurun sepertiganya karena debu subsaharan ini.

Debu Asia

Di Asia Timur, debu mineral yang terjadi pada musim semi di Gurun Gobi (Mongolia Selatan dan Cina Utara) menimbulkan fenomena yang disebut debu Asia. Aerosol itu diterbangkan oleh angin timur, dan menyelimuti Cina, Korea, dan Jepang. Kadang-kadang konsentrasi debu yang signifikan dapat menyebar hingga mencapai Barat Amerika. Area yang terkena debu Asia mengalami penurunan daya lihat dan masalah- masalah kesehatan, seperti sakit tenggorokan dan gangguan pernafasan. Akan tetapi dampak debu Asia ini tidak selalu negatif, karena perpindahan debu ini ikut memperkaya tanah dengan mineral penting. Sebuah studi di Amerika menganalisis komposisi debu Asia yang mencapai Colorado, menghubungkan debu ini dengan kehadiran karbon monoksida, mungkin masuk ke dalam massa udara saat melalui daerah industri di Asia. Meskipun badai debu di gurun Gobi telah terjadi dari waktu ke waktu sepanjang masa, badai debu ini menjadi masalah di pertengahan abad ke 20 akibat tekanan pertanian yang makin intensif dan penggurunan.

Debu Mineral dan Kesehatan Manusia

Proyek USGS Mineral Dusts and Human Health Project (MDHHP), yang berjalan dari tahun anggaran 2001 hingga 2004, memanfaatkan pendekatan antar disiplin ilmu (melibatkan mineralogi, geologi ekonomi, dan ahli isotop kimia bumi, analisis kimia, geologi kewilayahan dan toksikologi) untuk membantu memahami bagaimana karakteristik debu mineral geologis (dan sumber dari bahan-bahan yang berasal dari debu) dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Aspek utama proyek adalah integrasi ilmu bumi, ilmu keahlian kesehatan dan kegiatan manusia. Ringkasan hasil MDHHP telah publikasikan dan disertakan di bawah ini.

Proyek ini memiliki fokus utama dalam penelitian asbes dan debu berserat terkait pertambangan, pengolahan mineral, dan produk lain. Sejauh ini, proyek juga berhasil menerapkan pendekatan melalui kerja sama (bekerja sama seperti yang sesuai dengan proyek lain USGS) untuk kajian potensi implikasi kesehatan bahan geologis seperti: logam-limbah tambang, mill tailing, dan emisi Smelter; debu kering dari danau kawah; tanah; abu gunung api; batubara dan

W a r t a G e o l o g i . D e s e m b e r 0 0 8 abu terbang; dan dari bangunan roboh (seperti ledakan WTC). Kajian mengidentifikasi banyak topik spektrum besar yang memerlukan bahan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.

Penelitian Dampak Debu Mineral

Proyek ini dimulai secara imparsial untuk memberikan masukan dalam membantu masyarakat dan peraturan terkait tentang potensi efek kesehatan yang berkaitan dengan efek debu asbes. Di masa lalu, masyarakat dan peraturan terkait hanya memfokuskan pada keprihatinan komersial dan dampak industri asbes. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar masalah adalah akibat yang signifikan pada kesehatan seperti di Hinderrocks, Montana. Kekhawatiran telah mengalami peningkatan cukup signifikan terhadap dampak alami dari asbestos dan mineral lain berbentuk serabut mineral: a) sebagai aksesori lain di industri cebakan mineral (seperti vermikulit), dan b) batuan ultramafik (batuan ultrabasa mengandung serpentin).

Proyek ini juga memberi gambaran mengenai sejumlah isu dan manfaat asbes dari berbagai kepentingan. Diharapkan pula dapat memberikan

informasi yang dapat digunakan untuk membantu menjawab beberapa dari banyak pertanyaan yang masih belum terjawab tentang asbes. Misalnya, masih banyak pertanyaan tentang bagaimana sebenarnya penyebab racun asbes, dan apakah untuk non berserat seperti non-asbestiform yang sama juga dapat memicu racun. Lebih lanjut, relatif sedikit yang diketahui mengenai studi geologi lingkungan tentang dampak mineral serabut, asbes atau mineral, sejauh mana dapat terjadi anthropogenic secara alamiah atau gangguan dari sumber-sumber ini yang memberikan kontribusi untuk tingkat penyebaran tingkat asbes di udara, dan sejauh mana latar belakang kontribusi tersebut dapat memicu penyakit itu sendiri.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kerja sama antar pendekatan yang dikembangkan oleh proyek untuk mempelajari asbes dapat memberikan masukan penting dalam bidang kesehatan, terikat keprihatinan banyak masyarakat terhadap bahan-bahan di bumi yang dapat memberikan dampak ke dalam lingkungan. Penelitian ini juga mengidentifikasi banyak topik dunia yang memerlukan penelitian besar lebih lanjut untuk terus mengembangkannya.

Debu mineral dan Proyek Kesehatan Manusia (MDHHP)

Asbestos

•USGS melakukan studi kelompok mineral berserat amfibol dan vermikulit di hinderrocks, Montana (didanai sebagian oleh US EPA dan sebagian oleh USGS, Program Sumber Daya Mineral) dan telah memberikan informasi ilmiah kunci yang sedang digunakan atau akan digunakan untuk membantu sebagai berikut:

a.Terjadinya dan sejauh mana kontaminasi amfibol di hinderrocks kontaminasi terhadap ratusan tanaman di seluruh negara di mana vermikulit telah diproses dan di sekitar satu juta rumah yang menggunakan.

b.Panduan upaya perbaikan dari yang sudah ada.

c.Memahami bagaimana amfibol berserat di hinderrocks dan secara geologi berupa ebakan racun yang menciptakan dampak.

Hasil kegiatan langsung USGS akan mempengaruhi penyebaran atau mendapatkan dukungan yang berhubungan dengan kegiatan pembersihan nasional terhadap penyebaran vermikulit.

•Proyek penelitian tentang cadangan nasional vermikulit:

a.Menunjukkan bahwa tidak semua merupakan cadangan vermikulit dan amfibol, dan karena itu tidak semua jenis vermikulit seolah-olah mengandung asbes.

b.Menyediakan metode untuk membantu menilai apakah contoh vermikulit tertentu adalah dari jenis cebakan yang kemungkinan berserat amfibol.

•Proyek studi geologi dari asbestiform atau kemungkinan kejadian mineral berserat lainnya dan beracun:

a.Memberikan model formasi geologis yang membantu menjelaskan mengapa beberapa jenis cebakan tidak berisi asbestiform amphiboles dan sebaliknya.

b.Menunjukkan bahwa terdapat banyak kemungkinan kondisi geologis untuk asbestiform atau sumber lain yang mungkin merupakan mineral beracun/berserat. Sumber tersebut, baik melalui erosi alam atau anthropogenic, dapat berkontribusi untuk menyebarkan mineral berserat di udara, dan harus dipertimbangkan untuk interpretasi data epidemiologi dan tentang asbes yang berhubungan dengan penyakit, serta pengembangan kualitas udara sesuai yang standar untuk asbes.

Aizuwakamatsu, Jepang, tak berdebu langit nampak dengan jelas.

8 W a r t a G e o l o g i . D e s e m b e r 0 0 8 •Proyek yang sistematis memperbandingkan mineralogi, geokimia, dan toksikologi, sifat berbagai asbes terkait standar toksikologi. Hasil menunjukkan bahwa terdapat cukup variasi sifat berbeda antara standar yang diberikan mineral asbes. Studi toksilogi tidak secara rutin mengambil variasi tersebut, yang dapat membantu menjelaskan nampaknya bertentangan hasil dari berbagai studi yang berbeda.

•Proyek ini dikembangkan, diuji, dan menunjukkan utilitas dari AVIRIS (Airborne Visible Infra Red in Spectrometer) teknik jarak jauh untuk memetakan terjadinya wilayah yang berpotensi membentuk mineral asbes. Teknik ini terutama berharga untuk membantu mengevaluasi tempat berpotensi asbes bearing rock unit mungkin terjadi, tetapi area pemetaan terbatas.

•Sebagai hasil kegiatan proyek ini, USGS menanggapi banyak permintaan untuk ahli geologi untuk memberikan informasi dan mineral pada asbes:

a.Permintaan dari Amerika yang berkenaan untuk menulis ringkasan mineralogi asbes untuk direvisi kriteria dalam menilai asbes yang terkait dengan penyakit.

b.Permintaan untuk berpartisipasi dalam kerja sama Antar Kelompok Kerja Asbestos. Kelompok Kerja ini adalah saat ini diisi dengan penilaian asbes-masalah terkait, dan bagaimana isu-isu ini dapat ditangani oleh lembaga berdasarkan peraturan, suara sains, masukan dari lembaga ilmu pengetahuan seperti USGS.

c.Beberapa pertanyaan lain oleh lembaga Federal, lembaga negara, industri, dan masyarakat umum untuk informasi ilmiah pada asbes-masalah terkait.

d.Sebuah permintaan formal untuk sebuah proyek ilmuwan untuk bertindak sebagai saksi ahli dalam proses pengadilan terkait dengan asbestos. e.Sebuah permintaan formal untuk sebuah proyek ilmuwan untuk melayani sebagai ahli anggota komite yang mengawasi kegiatan dari Angkatan Laut dan penyakit paru-paru.

World Trade Center

•Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan oleh USGS – MDHHP. US EPA dan layanan kesehatan umum, di hari segera setelah 9-11, minta bantuan USGS untuk menilai jumlah dan tata ruang distribusi asbes dalam debu akibat jatuhnya menara World Trade Center (WTC). Tanggap darurat ini merupakan upaya yang dilakukan oleh para ilmuwan MDHHP, dan memanfaatkan penuh campuran analisis untuk mempelajari asbes dan yang lainnya adalah debu yang berkaitan dengan masalah kesehatan.

•Dikumpulkan lebih dari 35 contoh dan

mengembalikan sampel ke laboratorium untuk analisis di Denver.

•AVIRIS dari Ground Zero menunjukkan lokasi pembakaran “hot spot” di reruntuhan.

•Merilis temuan awal pada 27 September 2001, untuk tanggap darurat berbagai pihak. USGS memberikan awal dan rinci (dalam hal jenis analisis dan jumlah sampel yang dianalisis) ringkasan dari debu mineralogi, komposisi kimia, dan reaktivitas geokimia.

•Hasilnya adalah kesimpulan asbes amfibol ini cenderung tidak hadir/sangat rendah di tingkat debunya. Namun, hasil menunjukkan adanya chrysotile asbes di tingkat sekitar 1-2%.

•Memberikan langkah awal dari kimiawi reaktif, sifat alkalinya. Studi ini juga memberikan wawasan ke dalam proses yang mungkin terjadinya interaksi kimiawi dengan air.

•Studi ini menunjukkan bahwa ada peran yang tepat untuk sebuah lembaga ilmu pengetahuan alam seperti USGS di situasi tanggap darurat yang melibatkan bahan/mineral-mineral penyusun bumi.

•Studi dan proyek terkait lainnya telah bekerja menghasilkan permintaan formal untuk sebuah proyek ilmuwan untuk menjadi anggota dari World Trade Center Expert Panel Review Technical yang ditetapkan oleh EPA dalam konsultasi dengan White House pada Kualitas Lingkungan. Peran USGS di World Trade Center tidak akan mungkin terjadi tanpa jenis keahlian yang dikembangkan melalui penelitian bertahun-tahun dan dari pelbagai macam kegiatan proyek.

Karakterisasi non-asbestiform dusts dan sumber •USGS - MDHHP, bekerjasama dengan para ilmuwan USGS pada proyek-proyek lainnya, telah melakukan penyelidikan studi lainnya pada atmosfer. Penelitian ini menunjukkan bahwa antar pendekatan yang sama digunakan untuk asbes dapat berhasil diterapkan untuk membantu memahami bagaimana kimia mineralogi dan karakteristik debu dan bahan sumber dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

•Proyek ini mengintegrasikan mineralogi dan reaktivitas geokimia, dan pencirian bahan racun bumi untuk mengevaluasi peran partikel mineralogi dan reaktivitas menjadi racun. Misalnya, debu dari Danau Owens yang terkenal tinggi arsenic. Bekerja dalam kerja sama dengan USGS Southwest Dusts proyek menunjukkan bahwa arsenic yang diperkirakan akan cukup bioaccessible, dan bahwa debu tersebut juga

berisi bioaccessible lain berpotensi beracun,

unsur-unsur seperti khrom.

•MDHHP, awal hasil studi characterizing abu gunung berapi telah mengarah ke sebuah undangan untuk sebuah proyek ilmuwan untuk melayani sebagai ahli anggota yang baru dibentuknya Jaringan Internasional Kesehatan Gunung api. (Bersambung) n

Diterjemahkan dan diolah oleh: Joko Parwata

0 W a r t a G e o l o g i . D e s e m b e r 0 0 8

Dokumen terkait