• Tidak ada hasil yang ditemukan

Launching Peta dan Seminar Gaya Berat Indonesia

Prasasti Peta Anomali Bouguer (Gaya Berat) Indonesia

Seputar Geologi Kepulauan Indonesia yang secara tektonik global

sangat dipengaruhi oleh pertemuan tiga lempeng benua (triple junction) telah terbukti memiliki lebih dari 60 cekungan sedimentasi, baik yang terdapat di belakang ataupun depan busur. Oleh karena itu aplikasi dari peta gaya berat dibantu dengan data lainnya yaitu permukaan dan bawah permukaan sangat memungkinkan bisa mendelianasi cekungan yang prospek dan berpotensi terdapatnya kandungan hidrokarbon.

Sejarah ringkas pemetaan gaya berat sebagaimana dijelaskan dengan singkat oleh J.Nasution, dimulai pada periode tahun 1965-an s.d. tahun 2003 dan periode tahun 2004 s.d. tahun 2007. Selama periode ke-1 baru diselesaikan sebanyak 166 lembar peta, terdiri dari 58 lembar skala 1 : 100.000 untuk daerah Jawa dan Madura, serta 108 lembar skala 1 : 250.000 daerah luar Jawa dan Madura. Hasil tersebut menunjukkan bahwa selama 38 tahun target pemetaan gaya berat (berbagai skala) baru mencapai 69.46 % dari 239 lembar peta. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi lapangan yang sulit dicapai khususnya di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya dan sebagian Sumatera.

Pada tahun 2004, pemetaan gaya berat telah dilaksanakan dengan menggunakan sarana angkut helikopter; meliputi daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Hasilnya meningkatkan pencapaian target hingga 8.29 % atau sebanyak 15 lembar peta anomali Bouguer skala 1:250.000.

Pada tahun 2005 metoda yang sama dilaksanakan di Sulawesi dan Maluku, menghasilkan 10 lembar peta anomali Bouguer skala 1 : 250.000 (Sulawesi) dan 12 lembar peta di Maluku. Pada akhir tahun 2005, peringkat pemetaan gaya berat Indonesia meningkat menjadi 84,94%. Pada tahun 2006 menyelesaikan 9 lembar peta skala 1: 250.000 untuk daerah Nangroe Aceh Darussalam dan 2 lembar di Natuna. Akhirnya, pada tahun 2007 sebanyak 27 lembar peta skala 1 : 250.000 daerah Papua berhasil dipetakan; dengan demikian pada akhir tahun 2007 pemetaan gaya berat wilayah Indonesia telah seluruhnya (100%) berhasil dipetakan.

Selama launching peta, juga dilaksanakan seminar gaya berat yang membahas berbagai topik. Akhli dan pakar yang membawakan makalah diantaranya adalah J. Nasution (PSG, BADAN GEOLOGI), M.T. Zen (Professor Emeritus Teknik Geofisika ITB dan Kepala Dept. R & D di Maipark, Jakarta); Lilik Hendrajaya (ITB & Lemhanas); Kirbani Sri Brotopuspito (Laboratorium Geofisika, Universitas Gadjah Mada); Wawan Gunawan A Kadir (ITB); Parluhutan Manurung, Adolf F. Kasenda, Yadi Aryadi dan Erfan Dany (Bidang Medan Gayaberat Pusat Geodesi dan Geodinamika, BAKOSURTANAL).

Setelah selesainya pemetaan gaya berat Indonesia, M.T. Zen menekankan pentingnya pemetaan dan survei airomagnetik: “Pemetaan dan survai airomagnetik merupakan salah satu

W a r t a G e o l o g i . D e s e m b e r 0 0 8 Peta Indeks Anomali Bouger (Gaya Berat) Indonesia

methoda airborn geophysycs yang paling cost- effective bagi usaha meletakkan dasar-dasar utama untuk membangun data dasar (data base) Benua Maritim Indonesia. Jika terselesaikan, maka Indonesia dapat lebih menyempurnakan dan melengkapi pemetaan geologi pada skala yang lebih besar serta melengkapi data dasar inventarisasi sumber daya mineral Indonesia di tempat-tempat terpencil. Data dasar itu harus dilakukan oleh Indonesia sendiri, bukan oleh perusahaan pertambangan dan minyak asing. Dengan demikian Indonesia secara sistematik membangun sumberdaya nasionalnya”.

Lilik Hendrajaya, menjelaskan bahwa: “Peta anomati gaya berat mengajak manusia untuk berpikir dan mengembangkan kecerdasan guna memahami isi bumi kita. Gabungan peta gaya berat, peta magnet dan peta geologi permukaan memberikan pemikiran untuk melanjutkannya dengan survei lokal yang lebih rinci dengan menggunakan metode seismik pantul atau metode elektromagnetik”.

Wawan Gunawan A Kadir, mengemukakan bahwa: “Metoda gaya berat sebagai metoda geofisika tertua telah banyak digunakan dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di seluruh dunia. Dibuktikan oleh penemuan minyak pertama di Nast Dome-Texas, Amerika Serikat pada tahun

1928. Sejalan dengan pengembangan teknologi gravimeter saat ini dimana resolusi pengamatan gayaberat dapat mencapai hingga orde micro- Gal, aplikasi metoda ini dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi telah mencakup semua aspek mulai dari identifikasi ‘play’ sebagai tahap awal eksplorasi sampai dengan manajemen reservoir pada tahap produksi. Di Indonesia, metoda gayaberat juga telah mengambil bagian dalam hampir sebagian besar kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, dan saat ini aplikasinya untuk mendefinisikan cekungan sedimentasi dalam mana sumber daya minyak dan gas bumi dapat diestimasi lebih akurat masih merupakan tantangan yang harus dihadapi”.

Kirbani Sri Brotopuspito mengulas tentang penjaminan mutu (quality assurance) dalam survei gravitasi: “…. mencakup semua langkah yaitu pengumpulan data, pengolahan data, pembuatan model dan interpretasi struktur geologi bawah permukaan. Langkah pengumpulan data harus diawali dengan penjaminan mutu alat ukur gravitymeter, perangkat penentuan posisi dan ketinggian/ elevasi, serta peta topografi digital (digital elevasion model, DEM). …… Untuk survei lokal dapat dipilih model slab Bouguer yang mendatar dengan ukuran tak terhingga (infinite horizontal Bouguer slab), sedang untuk survei regional harus memakai model slab yang

melengkung sesuai lengkungan permukaan

bumi dengan ukuran seluruh luasan permukaan bumi atau luasan topi tertentu (finite curvature Bouguer cap). ….”

Sementara itu, Parluhutan Manurung, Adolf F. Kasenda, dkk. mengemukakan bahwa: “... Status sebaran data gaya berat di Indonesia saat ini masih jauh dari memadai sehingga untuk mengatasi permasalahan diperlukan inventarisasi dan akuisisi data gaya berat. Program nasional untuk pengadaan data gaya berat dalam sebaran grid ini diselengarakan secara bertahap dari tahun ke tahun melalui kerjasama antar instansi terkait dalam payung Komite Gaya berat Nasional (KGN). Kegiatan utama yang telah tercapai antara lain: i) inventarisasi basis data gaya berat yang ada pada instansi anggotanya, ii) penyelenggaraan jaring kontrol gaya berat nasional dari tingkat orde 1 - 2

yang jumlahnya sudah mencapai sekitar 10,000 titik, iii) standarisasi survei jaring kontrol gaya berat, iv) pengukuran titik absolut di Bandung, Cibinong dan Pontianak, dan v) pengukuran super conducting gravimeter permanen di Cibinong. Strategi yang dilakukan untuk akuisisi data gaya berat yang merata meliputi daratan dan perairan dangkal seluruh wilayah Indonesia adalah dengan teknologi airborne gravity dikombinasikan dengan satelit altimeter untuk wilayah laut”.

Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah, maka pada tahun 2008 ini, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Geologi, Pusat Survei Geologi Bandung menyatakan bahwa program Pemetaan Gaya berat Sistematik Indonesia skala 1: 100.000 dan 1: 250.000 telah selesai.n

Kusdji Darwin Kusumah Menteri ESDM sedang menandatangani Prasasti Peta Anomali Gaya Berat

Indonesia, disaksikan oleh Ka. Badan Geologi.

Menteri ESDM sedang memperlihatkan Peta Anomali Gaya Berat Indonesia, Menteri ESDM tampak sangat antusias sedang memperhatikan Citra Peta skala 1 : 5.000.000 disaksikan oleh Ka. Badan Geologi Anomali Gaya Berat Indonesia; disaksikan oleh Ka. Badan Geologi, Prof. M.T Zen, dan Prof. Lilik Hendrajaya.

Menteri ESDM sedang memperhatikan penjelasan poster Peta Anomali Gaya Menteri ESDM bersama Ka. Badan Geologi dan para peserta launching Berat Indonesia oleh Ka. Badan Geologi. sedang mengamati poster hasil penafsiran Cekungan sedimen di Wilayah Indonesia Bagian Timur, berdasarkan Peta Anomali Gaya Berat.

8 W a r t a G e o l o g i . D e s e m b e r 0 0 8 Menyadari pentingnya peran ilmu kimia dalam kegunungapian, maka dipandang perlu menciptakan laboratorium yang dapat menganalisis unsur batuan gunung api. Berkaitan dengan itu, pada bulan Mei 1978 terbentuklah satu laboratorium yang pada awalnya berstatus seksi di bawah Sub Direktorat Vulkanologi, Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan. Tahun 1985 seksi tersebut diperluas tugas dan fungsinya sekaligus mengamati kegiatan vulkanik Gunung Merapi.

Seiring dengan berkembangnya organisasi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, maka keberadaan seksi tersebut juga mengalami perubahan yang sangat pesat hingga akhirnya menjadi sebuah balai, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK)

di bawah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi yang berkedudukan di Yogyakarta.

Konsekuensi logis dari perkembangan suatu organisasi, maka keberadaan laboratorium kimia yang ada sebelumnya juga semakin diperluas fungsinya. Jika awalnya laboratorium kimia tersebut hanya diperuntukkan untuk menganalisis unsur yang berasal dari gunungapi, dengan melebarnya organisasi serta berkembangnya teknologi dan meluasnya kebutuhan masyarakat, maka laboratorium tersebut menyesuaikan diri dengan pelayanan analisis berbagai unsur sepanjang berkaitan dengan masalah kebumian dan terbuka untuk masyarakat luas.

Laboratorium adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin ilmunya, misalnya laboratorium geologi, laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium biokimia, laboratorium komputer, dan laboratorium bahasa.

LABORATORIUM KIMIA

Dokumen terkait