• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.2. Gerakan Sosial Dalam Perspektif Sejarah

3.2.2. Awal Gerakan Sosial

3.2.3.2. Gerakan Sosial Baru di Aceh

Menurut pandangan Aguwandi bahwa gerakan sosial di aceh muncul merupakan gerakan untuk mengoreksi Indonesia agar menjadi negeri yang tidak gagal. Diskursus awal adalah agar terjadinya perubahan mendasar dari kehidupan bernegara. Ada beberapa hal penting yang ingin dikoreksi dan harus diubah; 111

ukan dari dalam. Segala bentuk birokrasi dan tatanan

Pertama, karakter sentralistik dari nation building Indonesia. Semua

kebijakan sejak republic ini terbentuk masih tetap terpusat di Jawa dan Jakarta. Hal ini sebenarnya mematikan jalannya demokratisasi di tingkat daerah. Artinya percuma kita terapkan otonomi daerah, otonomi khusus dan sebagainya kalau masih seperti ini.

Kedua, kuatnya supremasi militer atas sipil. Militer itu tugasnya menjaga

pertahanan negara dari luar b

kehidupan di Indonesia masih mengunakan kekuatan institusi militer. Sehingga sampai sekarang negara ini masih mengunakan militer dalam menyelesaikan masalah-masalah di daerah.

Ketiga, kebijakan ekonomi yang sangat tidak adil dan tidak menghargai

rakyat di daerah. Ini bisa dilihat bagaimana perekonomian kita selalu di atur oleh pemerintah, bahkan terkesan menindas rakyat yang dalam kenyataannya seperti Aceh dan daerah-daerah lain di Indonesia, apalagi ditambah dengan sistem politik yang sentralistik. Pada akhinya membuat hubungan antara pusat dan daerah menjadi tidak seimbang. Selain itu elitisme politik yang dikembangkan di Indonesia adalah hirarki.112

111

Aguswandi, Aceh Baru Versus Indonesia Lama, Banda Aceh, Acehinstitute, 2007, hal.1.

112

Jadi gerakan sosial di Aceh bukan membangun masa lalu atau membangun kembali kerajaan, tetapi lebih kepada untuk mengoreksi yang telah gagal. Karena itu gerakan di Aceh harus dilihat sebagai bagian dari gerakan sosial untuk

-Acehan). Kebangkitan identitas politik keacehan inilah yang embu

an pemikiran Aguswandi (Ketua mum

perubahan masa depan Aceh yang lebih baik. Seiring dengan gerakan reformasi di Indonesia, gerakan perubahan juga terjadi di Aceh yang muncul dari berbagai kalangan, mahasiswa, akademisi, petani dan sebagainya yang menuntut pembagian hasil yang seimbang atas eksploitasi sumberdaya alam di Aceh. Hal ini ditambah lagi dengan kondisi Aceh dan adanya faktor mobilisasi dan leadership dari berbagai kelompok resisten di Aceh. Mereka kembali mengingatkan masa keemasan rakyat Aceh dengan memobilisasi rakyat dalam entitas keacehan (Nasionalisme Ke

m at Indonesia melakukan pendekatan yang militeristik yang digunakan dalam berbagai rezim. Rakyat Aceh hanyalah menjadi target secara keseluruhan dari tindakan refresif militer tersebut.113

Faktor diatas tersbut kemudian membuat rakyat Aceh kecewa dan melahirkan logika berpikir bahwa masa depan Aceh adalah lebih baik berpisah dari Indonesia. Seperti dalam buku Hasan Di Tiro Demokrasi Untuk Indonesia pada tahun 1958 yang menyatakan bahwa bentuk negara federal sangat ideal untuk Indonesia yang multi etnik. Senada deng

U PRA) bahwa Aceh baru harus bisa seperti Hongkong dalam Cina, dua sistem terpisah dalam satu negara dan ini adalah pertarungan Aceh baru versus Indonesia lama.

113

MoU Helsinki adalah semangat baru untuk membangun Aceh yang lebih baik. MoU juga telah memberi jalan bagi lahirnya kembali demokratisasi politik dalam tatanan kehidupan masyarakat di Aceh. Berbagai gerakan sosial muncul mempengaruhi tatanan kehidupan sosial masyarakat melalui paradigma sosial. Gerakan sosial dalam arti terminologi adalah tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga-lembaga masyarakat yang ada.114

Menurut peneliti bahwa berdirinya partai politik lokal merupakan awal kebangkitan gerakan sosial baru yang bukan saja di lihat dalam salah satu persfektif, minsalnya kepentingan politik atau yang lain. Tetapi partai politik lokal muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan feodalisme, militerisme di Aceh. Baik itu dalam tatanan politik maupun dalam tatanan sosial budaya. Oleh karena itu identitas politik dan identitas budaya menjadi pertarungan politik saat ini untuk mencari bentuk Aceh baru sebagai rumah baru dalam entitas ke-Acehan. Kita bisa lihat kemunculan gerakan sosial baru di Aceh seperti; kelompok yang ingin menegakan syari’at Islam, gender, Hak Azasi Manusia dan masalah-masalah kebudayaan. Sama halnya dengan berdirinya partai politik lokal juga melahirkan isu-isu yang sama, dengan tujuan adalah perubahan untuk Aceh. PRA sendiri berupaya menciptakan gerakan-gerakan sosial sebagai pendobrak dan pengontrol pemerintahan dengan membentuk berbagai organisasi di level bawah rakyat untuk meningkatkan peran rakyat sebagai civil society.

114

Seperti kata Ernesto Laclau, bahwa gerakan sosial baru muncul sebagai subjek revolusioner masa kini yang merupakan pemberontakan terhadap ajaran Marx. Gerakan sosial baru merangkum berbagai gerakan atau perjuangan yang tidak berbasis kelas dan bukan gerakan buruh.115 Perbedaan yang mendasar dalam gerakan sosial baru ini adalah dalam hal tujuan, ideologi, strategi, taktik dan partisipan. Konflik yang terjadi merupakan syarat dari praktek sosial yang ada. Kepentingan utama yang mendasarinnya hanya satu, yakni bagaimana menuntaskan perubahan dan memutus tali rantai dengan penguasa sebelumnya.116 Menurut peneliti Tsunami bisa jadi merupakan salah satu indikator lahirnya gerakan perubahan dari proses sosial yang telah mampu merubah sistem dan formasi sosial. Tsunami juga telah mendesain terwujudnya perjanjian Nota Kesepahaman Perdamaian di Aceh. Pada 15 Agustus 2005 penandatanganan MoU antara pemerintah RI dengan GAM di Helsinki yang di fasilitasi oleh Crisis

Management Innisiative ( CMI ), membawa perubahan besar bagi kehidupan

masyarakat Aceh. Secara keseluruhan dari segi sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dua momentum tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat Aceh yaitu makin terbukanya ruang-ruang publik dalam berbagai hal.

Tsunami telah membawa Aceh ke mata dunia internasional yang bukan aja karena konflik semata. Hal ini lah telah membawa Aceh pada perubahan ultidimensional yang menyebabkan tumbuhnya gerakan-gerakan sosial baru. ahirnya partai lokal merupakan babak baru dalam sejarah perubahan demokrasi osial dan politik di Aceh. Ini akan terjadi pertarungan antara sentralisme dan desentralisasi, antara partai nasional dan partai lokal, elit politik lama dan politik s m L s 115

Ernesto Laclau & Chantal Mouffe, op.cit., hal. 120.

116

kaum muda atau bahkan Negara K ersus Federalisme. Dalam konteks politik, transisi politik akan terjadi di Aceh. Bagaimana kaum muda melawan elit-elit kaum tua yang berpikir konservatif yang telah mengakar di Aceh. Inilah

uangan PRA untuk melakukan perubahan sosial, mengantikan

BAB IV

Sebagai kesimpulan dari hasil penelitian ini, bahwa Aceh telah memberikan catatan sejarah yang penting dalam sistem politik di Indonesia ini. Identitas politik dan kultur yang dimiliki orang Aceh tidak mudah lepas begitu saja hanya karena Daerah istimewa Aceh, Syari’at Islam, otonomi khusus, dan sebagainya adalah upaya pengekangan terhadap kebebasan rakyat Aceh untuk maju seperti daerah dan negara lain. Perubahan terjadi hari ini, MoU Helsinki memberikan kewenangan bagi rakyat Aceh untuk menentukan sendiri daerahnya. Partai politik lokal adalah implementasi dari MoU tersebut yang diatur dalam UU

esatuan v

yang menjadi perj

elit-elit tersebut, melawan feodalisme politik dan budaya. Semua masalah ini akan menjadi tantangan bagi partai PRA dan kader-kadernya untuk menciptakan Aceh Baru yang Modern dan Mandiri.

PENUTUP 4.1. Kesimpulan

PA dan PP No.20 Tahun 2007. Perubahan dalam konteks politik memberikan jalan baru bagi kebebasan untuk mendirikan partai politik lokal di Aceh yang bertujuan dapat menampung aspirasi masyarakat untuk menyelesaikan masalah

k bagi kapitalis global.

yang siap menciptakan ntogonis-antagonis baru bagi rezim sentralistik negara ini. Dengan memperkuat Aceh secara menyeluruh dan bermartabat.

Sejarah Aceh menjadi landasan berdirinya PRA untuk menyelesaikan perjuagan mereka terdahulu. Dengan visi Aceh Baru yang modern dan mandiri menuju pada bentuk negara yang federalisme adalah cita-cita mereka. Bagi mereka, PRA bukan hanya sebatas partai politik, tetapi lebih merupakan gerakan sosial dan gerakan politik. Tujuan mereka adalah perubahan dan partai politik hanyalah alat untuk mencapai kekuasaan melalui parlemen. Partai ini adalah kumpulan generasi muda yang progresif, kritis yang berasal dari lintas kelas dan level masyarakat Aceh. Mereka akan berjuang demi kemerdekaan yang hakiki demi terwujudnya kesetaraan sosial ekonomi dan politik. Sistem saat ini telah gagal mengantarkan Aceh dan Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan dan tetap menjadi buda

Aceh Baru yang modern dan mandiri bagi PRA adalah solusi dari segala permasalah Aceh saat ini. Modernisasi teknologi, nasionalisai industri dan membuka lapangan pekerjaan yang massal adalah bagian dari stategi PRA menuju kemandirian ekonomi Aceh baru. Dengan melakukan lompatan jauh ke depan menuju Aceh baru bukan tidak mungkin dilakukan. MoU adalah pintu gerbang dari sekian banyak pintu-pintu yang tidak ada lagi batasan dan telah menjadi dunia tanpa batas bagi Aceh. Perubahan akan tercipta jikalau rakyat Aceh sadar dengan posisinya sebagai subjek, agen-agen sosial

sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan, dan peran civil society sebagai patner

Bertitik tolak dari konsep pemikiran PRA diatas, peneliti memberikan sedikit masukan terhadap perjuangan partai ini kedepan. Dalam tataran visi dan idelogi perjuangan partai yaitu untuk mengwujudkan Aceh baru yang modern dan mandiri belum begitu jelas. Artinya adanya kontradiksi antara cita-cita partai yang menuju federalisme dengan konsep perjuangan partai serta diskursus yang berkembang di rakyat Aceh saat ini. Menurut peneliti, ini tidak jauh berbeda antara konsep otonomi khusus dengan bentuk negara federalisme yang menjadi cita-cita. Meskipun negara federalisme terpisah secara sistem tetapi tetap masih dalam intervensi negara pusat yang masih memiliki wewenang untuk mengatur dalam konteks tertentu. Ini sama artinya merdeka tetapi setengah hati, percuma kalau hanya menjadi anti tesis dari Indonesia tetapi kita masih tergantung.

negara akan menciptakan hal yang baru bagi peningkatan pelayanan publik dalam wajah Aceh baru.

Garis perjuangan partai ini adalah sosialis moderat. Dimana mereka mengingkan perubahan secara cepat pada sistem yang berkerja saat ini di Aceh. meskipun secara ideologi nasionalis tetapi secara pergerakan partai lebih kepada partai yang berhaluan sosialis. Visi partai yang pro terhadap rakyat dan berdasarkan azas kesetaraan sosial, ekonomi dan politik menunjukan bahwa mereka berbeda secara ideologi perjuangan. Dengan kader-kader yang berasal dari berbagai sektor masyarakat dan menciptakan gerakan sosial dan gerakan politik, mereka percaya bahwa perubahan akan terjadi di Aceh.

Menurut peneliti PRA harus memiliki konsep yang jelas dalam konteks “merdeka” hari ini. Jika kita analisis sejarah dan diskursus yang berkembang di orang Aceh, bahwa mereka sangat anti Indonesia yang sentralisme dan militeristik. Dalam diskursus orang Aceh, bahwa mereka memiliki identitas politik dalam konteks Negara Islam Aceh pada masa kejayaan kesultanan. Hari ini PRA muncul kembali mengetarkan empat juta jantung rakyat Aceh untuk kembali kepada masa kejayaan kesultanan seperti dahulu kala atau menjadi sebuah Negara Aceh yang berbetuk federalisme. Artinya akan muncul kontradiksi antara rakyat ceh dengan PRA sendiri yang dinilai berjuang hanya setengah hati. Untuk enghambat munculnya kontradiksi tersebut menurut peneliti, PRA harus erubah konsep perjuangan partai yang melakukan perubahan secara total yaitu engan konsep sosialis radikal. Dimana ini semua dapat menjawab diskursus yang erkembang di Aceh dan dapat menyelesaikan masalah Aceh dengan merubah egala sistem yang ada. Sehingga Aceh tidak lagi di koftasi dan menjadi budak agi Jakarta. Kemudian untuk melakukan perubahan sebuah partai politik harus emiliki fondasi yang kuat baik itu sistem perekonomian dan basis massa partai. RA harus memiliki basis massa yang kuat dan jelas sebagai kekuatan pendukung artai. Dengan mentransformasi nilai-nilai kepartaian kepada rakyat Aceh, baik

elalui sosialisasi dan pendidikan politik ini akan menjadi langkah untuk enghegemoni rakyat Aceh.

A m m d b s b m P p m m

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang

Angaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Rakyat Aceh Hasil Kongres Tahun 2007.

I

Perse i

ota Kesepaham antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh

ceh. uku

Undang-Undang No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

tujuan Jeda Kemanusiaan Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka d Tokyo Tahun 2002.

N

Merdeka, Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Partai Politik Lokal A B

Agus Baru, Banda Aceh,

Aceh People Forum (Aceh Media Kreasindo), 2007.

Ahma erajaan Atjeh Dalam Tahun 1520-1675, Medan,

Monora, 1972.

wandi, 9 Langkah Memajukan Diri Membangun Aceh

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka, 2003. iddens, Anthony, The Third Way; Jalan Ketiga Pembaharuan Demokrasi

eorge, A.Junus, Laclau dan Mouffe tentang Gerakan Sosial, dalam Melani,

ism Years”, dalam Ariel Heryanto and Sumit K. Mandal

(eds). Challenging Authoritarianism in Southeast Asia: Comparing .

0. ihad, Abu, Pemikiran-Pemikiran Politik Hasan Tiro dalam Gerakan Aceh

Lacla , Hegemony and Social Strategy; Towards a

Radical Democratic Politics, Verso, London, 2001.

Nawawi, Hadari, Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press;

. Pane, Neta, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka Solusi, Harapan

Singa ian Effendi, Masri, Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES, 1989.

Sulaim radisi, Jakarta,

Pustaka Sinar, 1997. Suhar

gku Muhammad Daud Beureueh dan Perjuangan Pemberontakan di Aceh, ADNIN FOUDATION ACEH & AR-RANIRY

G

Sosial, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2000.

G

Budianta, (2003). “The Blessed Tragedy: The Making of Women’s Activ

during the Reformasi

Indonesia and Malaysia. London: Routledge Curzon

Howarth, David, Discourse, Philadelphia, Open University Press, 200 J

Merdeka, Titian Ilmu Insai, Jakarta, 2000. u & Chantal Mouffe, Ernesto

Yogyakarta, 1995. S

dan Impian, Jakarta, Grasindo, 2001.

rimbun dan Sof

an, M.Isa, Sejarah Aceh, Sebuah Gugatan Terhadap T

ko, Gerakan Sosial, Malang, Averroes Press, 2006.

Yusuf, Hasanuddin, Tamaddun dan Sejarah Etnografi Kekerasan di

Aceh,Yogyakarta, Prismasophie, 2003.

Yusuf Adan, Hasanudin, Ten PRESS, Banda Aceh, 2007. Wawancara

Wawancara dengan Aguswandi, Ketua Umum Partai Rakyat Aceh di Kantor i Damai Aceh, Banda Aceh, tanggal 17 Januari 2008.

mrin Ananda, Sekretaris Jendral Partai Rakyat Aceh di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Aceh, Banda Aceh, tanggal 19 Januari 2008.

Badan Reintegras Wawancara dengan Tha

Wawancara dengan Tarmizi, Biro Ekonomi Partai Rakyat Aceh,, di Kantor Aceh People Forum, Banda Aceh, tanggal 22 Januari 2008.

n Syafrudin, Wakil Sekretaris Jendral PRA, di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Aceh, tanggal 22 Januari 2008.

Wawancara dengan beberapa Tokoh Partai Rakyat Aceh di Kantor DPP PRA, Wawancara denga

Banda Aceh, tanggal, 18 Januari 2008. Majalah dan Surat Kabar

Gatra, No.38 Tahun IV, 8 Agustus 1998, hal. 24-35.

g, Daniel “Laclau dan Mouffe tentang Gerakan Sosial”, Majalah Basis, N0. 1-2/55, Januari-Februari, 2006.

Kontras, 13 Juli 1999. Kompas, 19 Mei 2003.

sisi Politik, Droe Keu Droe, Surat Kabar, Haba Rakyat, Edisi-

ulyadi Rusman, Yang Muda Yang Dipercaya, Surat Kabar, Haba Rakyat, Edisi- November 2007.

Serambi Indonesia, 24 Juli 1998

Serambi Indonesia, Jum’at 25 September 1998. Warta Pemda Aceh, Oktober 1998.

Surat Kabar, Haba Rakyat, Edisi-Desember 2007.

Website Hutagalun Ma’Arif, Tran Desember 2007. M www.partairakyataceh.org, www.Acehinstitute.org

Aguswandi, Aceh Baru Versus Indonesia Lama, Banda Aceh, Acehinstitute, 2007.

Dokumen terkait