• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Sejarah Awal dan Ideologi Partai Rakyat Aceh

3.1.4. Ideologi Perjuangan Partai Rakyat Aceh

Wacana yang berkembang dalam konteks ideologi partai politik lokal di Aceh menjadi pembicaraan hangat di masyarakat Aceh, khususnya Banda Aceh yang menjadi sentral dari segala perpolitikan di tanah rencong ini. Berbagai diskursus ideologi dikembangkan dalam konteks perjuangan perubahan Aceh yang lebih baik. Perang pemikiran antara elit politik lama dan baru sangat kental dalam mewacanakan sebuah ideologi. Ideologi yang dipertaruhkan adalah yang bisa menyelesaikan masalah Aceh secara menyeluruh. Sehingga tidak heran kalau begitu banyak partai politik lokal yang berdiri saat ini. Seperti partai politik lokal yang mengusung ideologi Islam, nasionalis, dan pancasilais. Bagi PRA dengan banyaknya partai politik lokal di Aceh, ini artinya pintu demokrasi semakin terbuka lebar bagi perubahan Aceh terlepas dari konteks ideologi dan visi partai tersebut. 80

Jika kita dilihat dari perjalanan pembentukan PRA, dimana merupakan komposisi orang-orang progresif dan kritis terhadap kondisi Aceh pada saat ini. Mereka merupakan kumpulan orang-orang gerakan perlawanan terdahulu yang anti-militerisme, anti-Jakarta terhadap penindasan oleh kebijakan sentralisme

80

negara yang membuat Aceh menjadi objek politik. Sebagian orang akan melihat bahwa kemunculan PRA identik dengan partai yang berideologi kiri atau sosialis. Ini mungkin mereka melihat dari latar belakang orang-orang yang di dalam partai dan pergerakan mereka. Karena sebagian dari mereka adalah para aktivis yang progresif, kritis dan radikal yang melakukan perlawanan dan musuh negara ketika rezim orde baru berkuasa. Aguswandi dengan latar aktivisnya yang juga anti- militerisme ketika masih aktif di organisasi pergerakan mahasiswa yang menentang rezim Orde Baru berkuasa dengan lantang menentang segala bentuk penindasan rakyat Aceh. Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Syiah Kuala (UNSYAH) ia melanjutkan pendidikan ke Inggris. Ia aktif memperjuangkan nasib Aceh dengan isu hak azasi manusia (HAM). Pemikiranya yang internasionalis sangat dipengaruhi oleh pandangan liberalisme dan tokoh- tokoh pemberontak Aceh dalam merumuskan suatu Aceh baru. Hasan Tiro muda, itu mungkin sebutan orang Aceh bagi dia. Imaginasi yang tinggi dalam merumuskan suatu Aceh baru yang modern dan mandiri membuat dia sebagai seorang filsuf masa depan bagi Aceh dan PRA. bagi dia Aceh harus bisa seperti Hongkong dalam Cina. Konsep negara federalisme dan Aceh yang internasionalis menandakan bahwa ia juga ingin kembali berimajinasi membangun Aceh seperti masa kejayaan kesultanan Aceh dulu. Globalisasi dan modernisasi dalam konteks membangun Aceh baru dengan tujuan adalah pasar bebas dunia. Bukan tidak mungkin hal ini akan terwujud menurut Aguswandi dengan posisi Aceh dan MoU Helsinki ini menjadi jalan baru menuju Aceh yang federalisme. Saat ini Indonesia adalah sebuah negara yang gagal, militeristik dan kejam dimata orang Aceh, oleh

karena itu mereka tidak mau masuk dalam lingkaran setan tersebut. Aceh Baru adalah jalanya untuk mengwujudkannya.

Lain lagi dengan tokoh yang satu ini dalam diskursus ideologi partai PRA. Dengan latar belakang aktivis yang progresif, kritis, dan radikal, Thamrin Ananda sangat dikenal dikalangan orang gerakan dan politisi di Aceh. Pandangan- pandangan politiknya yang radikal membuat elit politik Aceh dan Jakarta gerah terhadapnya. Pemikiran-pemikirannya yang sosialis tampak bukan saja ketika ia telah bergabung dengan PRA, tetapi jauh semenjak di SMUR dan FPDRA telah menciptakan gerakan sosial dan gerakan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat Aceh sampai-sampai ia menjadi target penculikan aparat TNI. ia dan beberapa teman-teman yang berhaluan sama sangat kental ditubuh PRA yang memberi warna dalam diskursus partai politik lokal yang beraliran kiri di Aceh. Dalam konteks visi partai PRA seperti nasionalisasi aset, ini jelas adalah pemikiran orang-orang sosialis yang mirip dengan partai berideologi sosialis di Negara Bolivia, Venezuela, dan Kuba. Meskipun dalam tataran Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PRA tidak disebutkan demikian. Karena PRA adalah alat bagi mereka yang ingin melakukan perubahan terlepas dari kepentingan ideologi siapa yang akan menang dalam wajah Aceh baru nanti. Seperti wawancara peneliti tentang ideologi kiri dengan Sekjen PRA Thamrin Ananda ;

“Ya, mungkin. Kalau dikatakan kiri, bisa jadi. Karena kiri itu sifatnya oposan berbeda dengan ekstrim. Tapi kalau dikatakan partai sosialis belum. Kami tidak sanggup menyandang sosialisme. Artinya, belum semua kawan-kawan memahami PRA sebagai satu partai berideologi sosialisme. Tapi ada personal-personalnya yang punya pemikiran sosialisme. Partai kiri maksudnya adalah partai yang beroposisi

dengan kapitalisme. Karena sekarang, semua pemahaman dan semua spektrum ideologi kecuali ideologi kapitalisme melihat kapitalisme sebagai problem pokok bukan hanya di aceh tetapi di seluruh dunia”81

enurut dia harus dimiliki oleh PRA. Seperti pandanga

gaimana menyelesaiakan asalah Aceh saat ini, artinya caranya.” 82

Hal yang berbeda dengan pandangan tokoh PRA yang satu ini, Tarmizi Biro Ekonomi PRA, ia melihat ideologi itu tidak begitu penting karena semua akan berubah tidak pernah selesai. Pemikirannya yang pragmatis membuat dia selalu berpikir bagaimana menciptakan cara atau sistem baru untuk membangun Aceh baru yang dapat menguntungkan rakyat Aceh. oleh karena itu peran civil society itu sangat diperlukan dalam perubahan sosial. Bagi dia yang terpenting sekarang bagaimana melakukan perubahan Aceh dalam konteks transisi politik, ekonomi dan budaya saat ini. Cara dan sistemnya yang m

nnya tentang ideologi;

“ Bagi saya pembicaraan ideologi tidak pernah final, karena ketika kita mendapat bacaan baru atau pengalaman baru yang memberikan pengaruh atau kontribusi pada perubahan pola pikir kita dan pada akhirnya akan merubah ideologi kita. Begitu juga pada sistem, sebaku apa pun sistem dibuat dalam prakteknya akan berhadapan dengan sebuah realitas politik, ekonomi dan sosial, pada akhirnya juga akan berubah sesuai dengan kebutuhan keadaan, dan bentuk perjuangan juga, bagaimana menciptakan realitas kontradiksi yang kemudian dibenturkan dengan keadaan yang mainstream sehingga hal ini akan menyebabkan pergeseran-pergeseran nilai dan perubahan sistem itu sendiri. Sekarang yang terpenting adalah ba

m

Dalam sebuah partai politik ideologi menjadi hal yang sangat urgen. Tetapi bagi PRA berbicara tentang ideologi ini menjadi pembicaraan panjang.

81

Wawancara Thamrin Ananda, loc.cit.

82

Karena bagi mereka sebuah ideologi tidak akan pernah final, bukan berarti tanpa ideologi. Ada hal yang penting yang perlu dibicarakan dan diselesaikan, yaitu masalah kemanusiaan yang adil dan beradap, sistem politik dan ekonomi Aceh. Masalah ideologi ini menjadi pembicaraan yang cukup alot dalam kongres pertama PRA ketika itu. Karena untuk menyatukan komunitas gerakan yang tergabung menjadi PRA sangat tidak mungkin dilakukan. Bagimana komunitas yang berideologi kiri harus bersatu dengan kelompok yang berideologi kanan. Pada akhirnya Islam menjadi dikotomi diantara mereka. Sehingga ada satu hal yang membuat P

i em ekonomi, serta kekuasaan tertinggi

engan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PRA,

Kesetaraan Sosial, Ekonomi,

RA bisa bersatu dalam sebuah keyakinan yaitu;

Islam adalah agama, demokrasi sebagai sistem kemasyarakatan dan sosial sebagai s st

ada ditangan rakyat. 83

Hal ini sesuai d yaitu;

“PRA adalah Partai yang berasaskan Pancasila, terutama sila Keempat Demokrasi Kerakyatan yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa, Tujuan PRA adalah mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial demokratis, serta

Politik dan budaya Untuk Rakyat” 84

Persoalan yang menyangkut proses ideologisasi di tubuh PRA dikesampingkan dengan hanya memperhatikan pada bagaimana isu membangun kesadaran politik bagi rakyat Aceh untuk menyelesaikan masalah politik, sosial dan ekonomi di Aceh. Tetapi berdasarkan analisis peneliti bahwa partai ini secara AD/ART mungkin sama dengan partai nasional yang berazaskan pancasila, tetapi dalam gerakan politik sebagai visi partai serta konsep perjuangan, mungkin ini

83

Angaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Rakyat Aceh Hasil Kongres I Tahun 2007.

84

lebih kepada partai politik yang berhaluan kiri, yaitu sosialis dan moderat. Bagi mereka ideologi partai harus bisa menjawab permasalahan Aceh saat ini, bukan pengekangan terhadap pemikiran, kreativitas dan kebebasan rakyat. Kemudian dalam sistem organisasi lebih menjaga keketatan sampai tingkat akar rumput yang merupakan basis dari partai PRA ini. PRA menerapkan sistem pendidikan politik yang membakar jiwa-jiwa para petani, pedagang, nelayan kaum miskin kota, dan orang-orang yang tertindas yang berarah pada bentuk perlawanan sebagai

lebih kepada Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam konteks kesadaran politik bagi rakyat Aceh.

Di samping itu, sistem kepartaian yang dikembangkan adalah partai kader dan simpatisan. Mereka memiliki program pendidikan politik kader-kader yang disiapkan sebagai agen-agen sosial sebagai antagonis terhadap hegemoni negara serta mewacanakan perubahan. Dalam wawancara peneliti dengan beberapa tokoh partai menyebutkan bahwa seorang kader harus menjadi subjek politik bagi perubahan nasib rakyat Aceh dan siap, kapan waktu dibutuhkan, serta dimana pun untuk rakyat. Mungkin sekilas mirip dengan Partai Keadilan Sejahtera, tetapi sebenarnya PRA

ideologi mereka.

Setidaknya ada tiga hal penting yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan landasan ideologis progresif. Pertama, sensitivitas sosial untuk mencandra akar-akar problem kemanusiaan kontemporer; kedua, kesadaran kolektif atas dasar kesamaan visional untuk memperjuangkan keadilan sosial, budaya, ekonomi, dan politik; ketiga, rumusan sosiologis masyarakat yang berbasis lokalitas-pluralistik. Progresivitas berpijak pada keberanian untuk maju (forward) bahkan melampaui (beyond) konstruksional wacana-wacana mapan

(status quo) yang diinstitusikan dalam lembaga-lembaga formal. Gerakan progresif mengaksentuasikan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, seperti

u, Modern dan Mandiri, untuk mencapai kesetaraan sosial, ekonomi dan politik.

kesetaraan (egalitarianism). 85

Hal inilah yang dilakukan PRA sebagai Gerakan Sosial Baru yang muncul untuk menjawab problem-problem yang ada di Aceh. Kenapa dikatakan sebagai gerakan sosial baru. Ini dilihat komposisi mereka yang terdiri dari berbagai element rakyat Aceh, tanpa kelas sosial yang menciptakan sebuah gerakan politik dan membentuk sebuah partai politik lokal. Meskipun dalam konteks gerakan sosial baru berbeda dalam sistem keorganisasian dan model politik kepartaian, tetapi kehadiran PRA telah menjadi hegemonic baru bagi diskursus rakyat Aceh dalam politik. Mereka lebih mengutamakan gerakan sosial dan gerakan politik untuk melahirkan perubahan-perubahan. Menciptakan agen-agen sosial yang memperjuangkan pengawasan dan kontrol sosial Seperti apa yang dikatakan oleh Aguswandi Bahwa “ PRA, bukan sebuah partai, tapi merupakan gerakan politik

dan gerakan sosial bagi perubahan Aceh.” Upaya-upaya untuk melihat perspektif

ideologi di PRA lebih kepada berjuang bersama rakyat yang berangkat dari semangat membangun Aceh yang Bar

Dokumen terkait