• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKROSTRUKTUR WACANA EKSPOSISI

GLOBAL WARMING’

’Bumi semakin panas. Bukan karena perselisihan dan peperangan tetapi disebabkan oleh panas matahari yang berlipat ganda. Keadaan ini disebut pemanasan global atau biasa disebut global warming. Banyak yang khawatir, fenomena

global warming ini akan menyebabkan kesengsaraan dan berbagai macam bencana. Ini berarti hidup di masa depan akan semakin sulit karena harus berlatih hidup susah.

Bagaimana pengaruh global warming terhadap kehidup-an sehari-hari? Pemkehidup-anaskehidup-an global mempunyai pengaruh ter-hadap tumpukan es di kutub. Sebagaimana sifat es pada umumnya, bila terkena panas pasti mencair. Mencairnya es dari gelas yang meluber paling banter hanya membasahi meja atau tikar. Namun, coba Anda bayangkan jika yang mencair itu es yang berada di kutub bumi. Bisa dipastikan air meluber ke laut. Menurut catatan sejarah Pulau Jawa dan Sumatra dahulu terangkai menjadi satu pulau. Namun, akibat peng-aruh zaman es, sekarang menjadi dua pulau yang terpisah oleh Selat Malaka.

Apa yang akan terjadi di zaman sekarang kalau global warming terus berlangsung? Menurut catatan para ahli, setiap panas bumi naik satu derajat Celcius maka air laut naik satu meter. Naiknya air laut setinggi satu meter dapat meneng-gelamkan daratan sejauh lima puluh meter. Kalau lima puluh meter dikalikan panjang garis pantai sudah berapa hektar tanah pantai yang ambles. Tidak mengherankan kalau fenomena rob selalu kita alami setiap tahun. Kalau Anda pergi

ke pantai Semarang, Pelabuhan Tanjung Mas, dan sekitarnya, fenomena ini tampak sekali kita rasakan.

Ketika menuntut ilmu di Semarang, saya pernah bermain ke daerah Purwoyoso yang dekat dengan gisik. Di daerah ini rumah warga setiap tahun selalu ditimbun supaya bisa mengimbangi naiknya air laut. Karena terus-menerus ditimbun banyak rumah yang lantainya hampir setinggi jendela. Kalau rob terus terjadi dan lantai rumah ditimbun terus setiap tahun maka lantai rumah semakin lama semakin tinggi. Pada akhir-nya rumah-rumah tersebut harus ditinggikan lagi. Rasaakhir-nya tidak tenang karena harus berkejaran dengan naiknya air laut. Kalau nekat tidak menimbun lantai maka rumah akan betul-betul ambles.

Fenomena yang hampir sama bisa kita lihat di wilayah Terminal Terboyo, Kompleks Unissula, dan sepanjang Jalan Kaligawe. Banjir rob dan melubernya air hingga ke jalan bisa kita lihat setiap saat. Hal itu terjadi karena pengaruh global warming yang ada di gisik. Di wilayah daratan dan pegunung-an juga kita rasakpegunung-an. Daerah Wonosobo ypegunung-ang dulunya selalu terasa dingin kini terasa panas. Kalau dahulu tidak berani minum es di daerah pegunungan ini, sekarang minum es sudah menjadi hal yang lumrah. Hawa panas semakin kita rasakan di dataran tinggi di wilayah Solo, Sukoharjo, Klaten, dan sekitarnya. Saat tiba musim kemarau, matahari serasa seperti berada di atas kepala.

Pengaruh global warming terhadap hawa panas tercatat kira-kira 0,3 derajat Celcius per tahun sejak tahun 1990. Karena sudah berjalan tujuh belas tahun, naiknya hawa panas lebih dari 5 derajat Celcius. Ini berarti air laut sudah naik lebih dari lima meter dan hampir dua ratus lima puluh meter wilayah gisik tenggelam oleh laut. Kalau panas bumi ini tidak berhenti tidak lama lagi dua ribu pulau dipastikan hilang dari penglihatan. Pulau-pulau kecil itu sudah tidak bisa diselamatkan lagi.

Selain rob dan meningkatnya hawa panas, global warming juga menyebabkan perubahan musim. Sudah sering dibahas fenomena perubahan musim. Ada istilah hujan salah musim, kemarau panjang, dan lain sebagainya. Padahal bagi

masya-rakat Jawa, dahulu musim dimanfaatkan sebagai petunjuk untuk mulai menanam, menggarap sawah, dan lain sebagai-nya. Musim yang berjumlah dua belas juga sudah dibuatkan nama menurut tanda-tanda dan kebiasaan. Perhitungan mu-sim juga ada ilmunya (yang rumit) dan juga ada tanda-tanda alam yang bisa dipelajari. Namun, semua itu sekarang hanya tinggal ucapan. Barangkali hanya tinggal sebagai dokumen pengingat-ingat kalau dahulu ada musim yang dinamai anjrah

jroningkayun, dan lain sebagainya.

Pergantian musim yang tidak teratur tersebut telah menyu-sahkan para petani. Seharusnya dengan perhitungan yang cocok, orang-orang bisa menanam dan menggarap tanah dengan pas. Namun, karena datangnya musim yang berbeda maka masyarakat kesulitan untuk mengerjakan sawah. Sudah terlanjur menyemai benih dan menanam padi tidak berapa lama kemudian sudah sulit mendapatkan air. Saat itu juga semua yang ditanam tidak berguna dan musnah.

Apa yang menyebabkan terjadinya global warming ini? Menurut para ahli lingkungan, fenomena global warming disebabkan oleh tipisnya lapisan ozon yang menyelimuti bumi. Bumi dilapisi O3 yang disebut ozon. Lapisan ini semakin lama semakin tipis karena semakin banyak hutan yang ditebangi sampai gundul. Produksi oksigen kurang, bumi penuh dengan gas asam arang atau karbondioksida (CO2). Lapisan ozon menjadi berlubang dan menyebabkan panas matahari tidak ada yang menghalangi dan membakar bumi.

Hawa bumi semakin panas. Ya, keadaan seperti inilah yang dinamakan pemanasan global (global warming). Penyebab tipisnya ozon selain hilangnya hutan yaitu zat CFT dan masih banyak yang lainnya.

Kalau begitu lantas harus bagaimana? Jika direnungkan, sebenarnya semua kembali kepada dosa dan kesalahan manusia. Orang-orang yang tidak memperhitungkan dosa dan kesalah-an, menjarah hutan tanpa kendali. Penjarahan ini mulai ter-jadi ketika zaman reformasi mulai berjalan. Waktu itu aparat sudah tidak berdaya menghadapi amukan massa.

Orang-orang nekat menggunakan kesempatan itu untuk mencuri kayu di hutan. Akhirnya banyak hutan yang kayunya habis tanpa bekas.

Orang-orang yang tinggal di dekat hutan jati punya istilah “Jati Negara”. Kalau keliru pengucapannya menjadi negara pohon jati. Artinya, pohon jati itu disediakan untuk masya-rakat, yang membutuhkan tinggal menebang saja. Bebas, tidak ada hukumannya.

Akhirnya masyarakat berebut kayu jati. Hutan habis, bumi pun menjadi panas. Untuk menanggulangi masalah ini tidak ada cara lain selain harus ada gerakan sadar menanam pohon, yang sekarang gencar dilakukan pemerintah, tidak hanya sebatas retorika. Harus ada pembudidayaan yang nyata dan bermanfaat. Akhirnya marilah kita sadar akan bahaya pema-nasan global, maka sekarang mulailah menanam.’

Pada contoh (2), wacana eksposisi juga dibangun oleh dua unsur pembangun, yakni judul dan paragraf. Judul wacana ialah

“Global Warming”. Di bawah judul langsung diikuti uraian wacana yang terdiri atas tiga belas paragraf.

Data penelitian menunjukkan bahwa dalam wacana ekspo-sisi bahasa Jawa, struktur pemaparan tipe judul—paragraf lebih banyak digunakan jika dibadingkan dengan tipe yang lain. 2.2.1.2 Judul—Subjudul—Paragraf

Tipe struktur pemaparan wacana eksposisi ini terdiri atas tiga unsur pembangun, yakni judul, subjudul, dan paragraf. Uraian informasi dipilah-pilah dalam subjudul-subjudul. Setiap subjudul membawahkan uraian yang berupa paragraf yang berada langsung di bawah subjudul wacana. Wacana berjudul “Reca Garudha Wisnu Kencana Paling Gedhe ing Donya: bakal

Ngentekake 4.000 Ton Kabel Tembaga” berikut merupakan contoh wacana eksposisi dengan struktur pemaparan bertipe judul— subjudul—paragraf.

(3) RECA GARUDHA WISNU KENCANA PALING GEDHE ING DONYA: BAKAL NGENTEKAKE