• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.4 Good Corporate Governance (GCG)

Good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori

keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Good corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri dan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (El Gammal dan Showeiry, 2012).

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002 meliputi :

1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kesuksesan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh karakteristik stategis dan manajerial perusahaan tersebut. Strategi tersebut diantaranya juga mencakup strategi penerapan sistem Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Struktur GCG dalam suatu perusahaan bisa jadi dapat menentukan sukses tidaknya suatu perusahaan. Sukses atau tidaknya perusahaan ini akan sangat ditentukan oleh keputusan atau strategi yang diambil oleh perusahaan.

Pada prinsipnya good corporate governance menyangkut kepentingan para pemegang saham, perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam good corporate governance, transparansi dan penjelasan, serta peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit (Darmawati, 2004). Penetapan tanggung jawab dewan komisaris, direksi, kehadiran komisaris independen dan komite audit, serta penyajian informasi (terutama laporan keuangan) dengan pengungkapan penuh merupakan perwujudan dari prinsip keadilan/kewajaran (Maksum, 2005).

Selama satu dekade lalu, corporate governance telah memainkan peran penting bagi private sector di seluruh dunia dan terintegrasinya pasar keuangan yang mendorong terciptanya kompetisi dan risiko dari mobilitas aliran modal (Surya, 2008). Pengalaman-pengalaman selama masa transisi perbaikan ekonomi dan financial crisis pada negara-negara berkembang dan emerging

markets, telah menunjukkan bahwa kelemahan pada kerangka corporate

governance yang ada akan memperlemah pengembangan pasar keuangan. Andi

(2012) mengemukakan bahwa variabel proporsi kepemilikan manajerial, jumlah dewan direksi, dan keberadaan komite audit tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi kesulitan keuangan perusahaan sedangkan variabel proporsi kepemilikan institusional dan proporsi komisaris independen terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi kesulitan keuangan perusahaan dengan pengaruh positif. Penelitian (Sayidah, 2007) mengemukakan bahwa kualitas corporate governance tidak mempengaruhi kinerja perusahaan baik yang diproksi dengan profit margin, ROA, ROE, maupun ROI.

2.1.4.1Dewan Komisaris Independen

Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam mewujudkan Good Corporate Governance dalam pengelolaan korporasi adalah dengan membentuk komisaris independen dan komite audit yang duduk dalam jajaran pengurus perseroan, terutama pada perusahaan publik ( Santosa, 2008). Menurut Undang –

Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.

Proporsi dewan komisaris diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan (Ujiyantho, 2007). Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta No. 305 tahun 2004 mengemukakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik,

perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris, tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham, direktur dan/atau komisaris pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan, tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yan bersangkutan dan memahami peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata- mata demi kepentingan perusahaan (Sriwedari, 2009). Komisaris independen wajib menyampaikan peristiwa atau kejadian penting yang diketahuinya kepada dewan komisaris perusahaan tercatat.

Penelitian Ujiyantho (2007) menghasilkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Sedangkan penelitian Sriwedari (2009) menghasilkan dewan komisaris independen berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba.

2.1.4.2Kepemilikan Manajerial

Kepemilikian manajerial adalah persentase saham yang dimiliki oleh direktur dan komisaris. Hazarika dan Nahata (2012) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan

manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham manajerial yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan biaya keagenan yang rendah pula.

Penelitian yang dilakukan oleh Ujiyantho (2007) tentang mekanisme

corporate governance, manajemen laba dan kinerja keuangan menghasilkan

penelitian bahwa variabel kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi ketidak selarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.

Dokumen terkait