• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUGUS MATEMATIKA SEKOLAH DASAR

Dalam dokumen MENJADI GURU YANG ILMUWAN ILMUWAN YANG GURU (Halaman 74-79)

PENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW I PADA SISWA KELAS VI A SDN 01 MANIS REJO KECAMATAN TAMAN,

KOTA MADIUN TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Agung Priyono, St. Suwarsono, & Th. Sugiarto

Abstrak

Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa (kuantitas) dan meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada peningkatan keaktifan belajar siswa dalam pelajaran matematika di kelas VIA SDN 01 Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun Tahun Pelajaran 2008/2009, setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I. Penelitian ini menerapkan penelitian tindakan (action research) dalam dua putaran. Setiap putaran meliputi empat tahap: rancangan, kegiatan, pengamatan, dan refleksi. Data berupa hasil belajar dan lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 76% dari kondisi awal sampai putaran kedua. Bisa disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I berpengaruh positif terhadap keaktifan belajar siswa kelas VIA SDN 01 Manisrejo Kecamatan Taman, Kota Madiun, dan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika.

Kata kunci: model pembelajaran kooperatif, teknik Jigsaw I, keaktifan belajar.

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang berhasil dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan.

MENJADI GURU YANG I LMUWAN & I LMUWAN YANG GURU

Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa (kuantitas) dan meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Kesempatan belajar siswa dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Hal ini berarti kesempatan belajar makin banyak dan optimal serta guru menunjukkan keseriusan saat mengajar. Makin banyak siswa yang terlibat aktif dalam belajar, makin tinggi kemungkinan prestasi belajar yang dicapainya.

Bagi guru sendiri keberhasilan tersebut akan menimbulkan kepuasaan, rasa percaya diri serta semangat mengajar yang tinggi. Hal ini berarti telah menunjukkan sebagian sikap guru profesional yang dibutuhkan pada era globalisasi dengan berbagai kemajuannya, khususnya kemajuan ilmu dan teknologi yang berpengaruh terhadap pendidikan.

Dalam pembelajaran matematika tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas matematika dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain.

Langkah-langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu ada model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun model yang dimaksud adalah model pembelajaan kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan pada peningkatan Keaktifan belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: Apakah dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I dapat meningkatkan keaktifan siswa belajar matematika di kelas VI A SDN 01 Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun pada tahun pelajaran 2008/2009.

Sedangkan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: (1). Siswa termotivasi dalam pembelajaran sehingga motivasi siswa terhadap pelajaran

matematika meningkat. (2). Guru memperoleh alternatif dalam menggunakan model pembelajaran. (3). Peneliti memperoleh wawasan baru dalam hal penerapan model pembelajaran.

Kajian Pustaka Definisi Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996:14).

Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993:68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993:120).

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama.

Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi secara maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena pembelajaran kooperatif merupakan model alternatif dalam mendekati permasalahan, mampu mengerjakan tugas besar, meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.

Dalam pembelajaran ini siswa saling mendorong untuk belajar, saling memperkuat upaya-upaya akademik dan menerapkan norma yang menunjang pencapaian hasil belajar yang tinggi. (Nur, 1996:4). Dalam pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan sikap sosial untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan cara kerjasama.

Keterampilan-Keterampilan Kooperatif

Pembelajaran kooperatif akan terlaksana dengan baik jika siswa memiliki keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilan-keterampilan kooperatif yang perlu dimiliki siswa seperti diungkapkan Nur (1996:25)

adalah keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat mahir.

1. Keterampilan kooperatif tingkat awal : (a) menggunakan kesepakatan,

menghargai kontribusi; (b) menggunakan suara pelan; (c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas tepat waktu; (i) menyebutkan nama dan memandang bicara; (j) mengatasi gangguan; (k) menolong tanpa memberi jawaban; dan (l) menghormati perbedaan individu.

2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah : (a) menunjukkan

penghargaan dan simpati; (b) menggunakan pesan “saya;” (c) menyatakan ketidak-setujuan dengan cara yang dapat diterima; (d) mendengarkan dengan aktif; (e) bertanya; (f) membuat ringkasan; (g) menafsirkan; (h) mengatur dan mengorganisir; (i) memeriksa ketepatan; (j) menerima tanggungjawab; (k) menggunakan kesabaran; dan (l) menunjukkan sikap tetap tenang/mengurangi ketegangan.

3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir : (a) mengelaborasi; (b)

memeriksa secara cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d) menganjurkan suatu posisi; (e) menetapkan tujuan; (f) berkompromi; dan (g) mengahadapi masalah khusus.

Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw

Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw ada 2 macam yaitu pada teknik Jigsaw 1, hanya para siswa yang berada pada kelompok ahli mendapatkan bahan tes tulis tentang bidang yang harus dipelajari, sedangkan pada teknik Jigsaw 2 semua siswa, baik yang berada pada kelompok ahli maupun yang bukan, semua mendapatkan bahan tes tulis yang lengkap.

Akhirnya, para siswa mengikuti kuis yang mencakup seluruh pasal, dan skor kuis menjadi skor tim. Skor yang disumbangkan oleh siswa ke timnya didasarkan pada peningkatan individual, dan siswa-siswa yang berada di tim dengan skor tertinggi berhak mendapat sertifikat atau penghargaan lain. Jadi para siswa dimotivasi untuk mempelajari bahan sebaik mungkin dan bekerja keras di dalam kelompok ahli sehingga dapat membantu anggota kelompok lainnya.

Konsep Belajar

Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Ada tiga atribut pokok (ciri utama) belajar yaitu: proses, perubahan tingkah laku, dan pengalaman.

Bab 2 Gugus Matematika Sekolah Dasar Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, tetapi terasa oleh yang bersangkutan (orang yang sedang belajar itu). Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan dan perasaan siswa. Yang dapat diamati guru ialah manifestasinya, yaitu kegiatan siswa sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan pada diri siswa itu.

Hasil belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, ketrampilan motorik, atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan lingkungan), di mana proses mental dan emosional terjadi.

Belajar adalah mengalami; dalam arti belajar terjadi di dalam interaksi antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat peraga, biasanya bagi siswa SD, apalagi siswa kelas rendah, kurang merangsang siswa belajar lebih giat, Belajar bisa melalui pengalaman langsung, umpamanya siswa belajar dengan melakukan sendiri atau mengalami sendiri.

Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip belajar merupakan ketentuan atau hukum yang harus dijadikan pegangan di dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagai suatu hukum, prinsip belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar. Prinsip belajar mencakup motivasi, perhatian, aktivitas, umpan balik, dan perbedaan individual.

Motivasi berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Bila motornya tidak ada, maka aktivitas tidak akan terjadi. Bila motornya lemah, maka aktivitas yang terjadi lemah.

Perhatianmemiliki kaitan yang erat sekali dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian adalah pemusatan energi psikis (pikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat pada pelajaran, proses belajar makin baik, dan hasilnya akan makin baik.

Belajar itu sendiri adalah aktivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental emosionalnya tidak terlihat aktif di dalam situasi pembelajaran itu, pada hakikatnya siswa tersebut tidak ikut belajar. Guru harus berusaha meningkatkan kadar aktivitas belajar tersebut. Mendengarkan penjelasan guru sudah termasuk aktivitas namun barangkali

MENJADI GURU YANG I LMUWAN & I LMUWAN YANG GURU

kadarnya perlu ditingkatkan dengan menggunakan metode-metode yang lain.

Umpan balik dalam proses belajar dilakukan karena siswa perlu dengan segera mengetahui apakah yang dilakukan sudah benar atau belum. Bila ternyata masih salah, pada bagian mana ia masih salah dan mengapa salah serta bagaimana seharusnya ia melakukan kegiatan tersebut. Untuk itu siswa perlu sekali memperoleh umpan balik dengan segera, supaya ia tidak terlanjur berbuat kesalahan yang dapat menimbulkan kegagalan belajar.

Belajar tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Tidak belajar berarti tidak memperoleh kemampuan. Belajar dalam proses mental dan emosional terjadi secara individual. Masing-masing siswa memiliki kadar aktivitas yang beragam. Siswa belajar sebagai pribadi tersendiri, yang memiliki perbedaan dengan siswa yang lain. Perbedaan itu ada dalam pengalaman, minat, bakat, kebiasaan belajar, kecepatan, tipe belajar, dan sebagainya. Di dalam menggunakan metode mengajar, guru perlu menggunakan metode yang bervariasi karena tipe belajar masing-masing siswa berbeda.

Proses Belajar Matematika di SD

Siswa Sekolah Dasar umumnya berumur antara 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget (dalam Heruman, 2007:1), mereka berada dalam fase operasional kongkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat kongkret.

Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek kongkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa.

Pada proses penanaman konsep dasar, yang dalam hal ini pada proses pengenalan, guru hendaknya menggunakan media atau alat peraga dalam rangka membantu pola pikir siswa. Hal ini dimaksudkan agar menjadi jembatan untuk menghubungkan kearah kemampuan kognitif siswa dari yang kongkret kearah konsep yang abstrak (Heruman, 2007:1). Setelah proses penanaman konsep dilalui, maka dapat dilanjutkan pada pembelajaran dalam rangka pemahaman konsep dan pembinaan ketrampilan.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Penelitian ini bertempat Kelas VI A SDN 01 Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun yang berjumlah 25 siswa, yang dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2008/2009. Dengan penelitian adalah siswa-siswi kelas VI A SDN 01 Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun .

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Arikunto tahun 2006 Penelitian Tindakan Kelas , yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang dipergunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya mudah dan hasilnya baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 1998:151). Instrumen yang digunakan meliputi lembar pengamatan dan angket.

Lembar pengamatan. Dalam penelitian ini peneliti bersama observer

yaitu 2 orang guru SDN 01 Manisrejo membuat suatu kriteria pengamatan yang nantinya dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian, antara lain:

1. Siswa yang mau bertanya ...orang.

2. Siswa yang partisipasi dalam diskusi ... orang.

3. Siswa yang mampu membuat usulan dengan logis ... orang. 4. Siswa yang berani menyampaikan gagasan ... orang. 5. Siswa yang memahami peran-peran dalam diskusi ... orang

Angket. Alat ini dimaksudkan untuk mengungkap laporan

pribadi siswa:

1. Bagaimana pendapatmu setelah kamu melakukan pembelajaran matematika pada hari ini?

2. Apa saja masalah yang kamu hadapi dalam berdiskusi hari ini?

Indikator untuk mengetahui keberhasilan penelitian ini ditetapkan sekurang-kurangnya 75% siswa dapat melakukan bekerja sama dalam berdiskusi. Dalam hal ini peneliti berpedoman bahwa 75 % merupakan target minimal yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam melaksanakan peneltian.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw I dapat Meningkatkan Keaktifan belajar Matematika Pada Siswa Kelas VI A SDN 01 Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun Tahun Pelajaran 2008/2009”.

Pelaksanaan Penelitian, Data Penelitian, Analisis Data dan Pembahasan Data penelitian yang dipergunakan berupa data observasi berupa pengamatan pengelolaan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran siswa pada setiap siklus.

Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 8 September 2008 dengan jumlah siswa 25 siswa. Sedangkan pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 September 2008 dengan jumlah siswa 25 siswa.

Data Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian yang sudah peneliti laksanakan sebanyak 2 tahap maka diperoleh data sebagai berikut:

Bab 2 Gugus Matematika Sekolah Dasar 1. Kondisi Awal. Kondisi awal ini kami peroleh sewaktu peneliti mengamati siswa yang sedang belajar matematika yang belum menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I dengan berpedoman kriteria yang peneliti telah persiapkan sebelumnya. Dari hasil pengamatan diperoleh data sebagai berikut:

1. Siswa yang mau bertanya 3 orang.

2. Siswa yang partisipasi dalam diskusi 4 orang.

3. Siswa yang mampu membuat usulan dengan logis 3 orang. 4. Siswa yang berani menyampaikan gagasan 2 orang. 5. Siswa yang memahami peran-peran dalam diskusi 4 orang.

2.Data Siklus I.

1. Siswa yang mau bertanya 17 orang.

2. Siswa yang partisipasi dalam diskusi 23 orang.

3. Siswa yang mampu membuat usulan dengan logis 8 orang. 4. Siswa yang berani menyampaikan gagasan 15 orang.

5. Siswa yang memahami peran-peran dalam diskusi 21 orang.

3. Data Siklus II. Dalam melakukan pengamatan di siklus II peneliti tetap dibantu 2 orang guru yang sama seperti pada siklus I dan dari ketiga observer diperoleh data sebagai berikut:

1. Siswa yang mau bertanya 24 orang.

2. Siswa yang partisipasi dalam diskusi 25 orang.

3. Siswa yang mampu membuat usulan dengan logis 13 orang. 4. Siswa yang berani menyampaikan gagasan 21 orang.

5. Siswa yang memahami peran-peran dalam diskusi 25 orang.

Analisis Data Penelitian

Dalam analisis data penelitian, peneliti menggunakan dua cara yaitu perkelas dan perkelompok.

1.Analisis perkelas

a. Pada perbandingan kondisi awal dengan siklus I ada peningkatan 52,4 %. b. Pada perbandingan siklus I dengan siklus II ada peningkatan 19,2 %. c. Pada perbandingan siklus awal dengan siklus II ada peningkatan 76 %.

2. Analisis perkelompok.

a. Pada perbandingan siklus I dan II pada kelompok A ada peningkatan 12 %.

b. Pada perbandingan siklus I dan II pada kelompok B ada peningkatan 20 %.

c. Pada perbandingan siklus I dan II pada kelompok C ada peningkatan 16 %.

MENJADI GURU YANG I LMUWAN & I LMUWAN YANG GURU

d. Pada perbandingan siklus I dan II pada kelompok D ada peningkatan 16 %.

e. Pada perbandingan siklus I dan II pada kelompok E ada peningkatan 20 %.

Pembahasan

Siklus I. Aktivitas yang dilakukan pada masing-masing tahap

Dalam dokumen MENJADI GURU YANG ILMUWAN ILMUWAN YANG GURU (Halaman 74-79)

Garis besar

Dokumen terkait