• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV STUDY KRITIS SANAD, MATAN, DAN PEMIKIRAN

E. Hadis Tentang Syair (Puisi) dan Nanah

39 Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual: Tela‟ah Ma‟ani al-Hadits Tentang Ajaran Islam Yang Universal, Temporal dan Lokal, h. 59-60.

Hadisnya adalah

Lebih baik perutmu diisi nanah daripada diisi syair (puisi) (HR. al-Bukhârî dan lain-lain)

Di dalam kitab al-Mu„jam al-Mufahrâs Li Alfâz al-Hadîst al-Nabawî

terdapat isyarat yang menyatakan bahwa hadis tersebut terdapat dalam kitab-kitab hadis, yaitu Kha, (di dalam kitab Sahîh al-Bukhârî kitab Adab) Adab 92 dan 4.

Mim (SahîhMuslim) Syi„ir 907. Dal (Sunan Abî Dâwud) Adab 87. Ta (Sunan al-Tirmidzî) Adab 71. Nun (Sunan al-Nasâ‟î) 69. Jah (Sunan Ibn Mâjah) Adab 42.

Di (Sunan al-Dârimî) Isti‟djan 69. Hamim (Musnad Ahmad bin Hanbal) 1, 175, dan 177.40

Kitab Sunan Abî Dâwud

Sanad-sanadnya adalah Abû Walîd al-Tayâlîsî, Syu„bah, al-A„Masy, Abî

Sâlih dari Abû Hurairah ra. Kitab Sunan Ibn Mâjah

40 Weinsinck, Mu‟jam al-Mufahras li alfâz al-Hadîs al-Nabawiyah, Bab Min Ayamtaliya

Syi„ran Jilid III h. 140.

41 al-Sijistanî,

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mâjah, rangkaian sanadnya sebagai berikut: Abû Bakar, Hafs, Mu„âwiyah, Wakî„, al-A„masy, Abî Sâlih dari Abû Hurairah ra.

Kitab Sunan al-Tirmidzî

Hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzî, sanad-sanadnya adalah „Îsâ bin

„Utsmân bin „Îsâ al-Ramlî, „Ammi Yahyâ bin „Îsâ, al-A„masy, Abî Sâlih dari Abû Hurairah ra.

Kitab Sunan al-Dârimî

Hadis yang diriwayatkan oleh al-Dârimî, sanad-sanadnya adalah

„Ubaidillâh bin Mûsâ, Hanzalah, Salîm dari Ibn „Umar ra. Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal

42 al-Quzwini,

Sunan Ibn Mâjah, Bab Ma Karahu Min al-Syi„r Juz II. h. 1236. Pada halaman 1237 di bab yang sama terdapat tema yang sama, namun berbeda sanad.

43 al-Tirmidzî,

Sunan al-Tirmidzî, Bab Li Ayyamtalia Jaufa Ahadakum Qaihan Min

al-Syi„r. juz V h. 140. Pada halaman 141 terdapat pula tema yang sama dengan sanad yang berbeda.

44 al-Dârimî,

Rangkaian sanad-sanadyna adalah „Abdullâh, Abî (Ahmad bin Hanbal), Muhammad bin Ja„far, Syu„bah dan Hujjâj, Syu „bah, Qatâdah, Yunus bin Jubair,

Muhammad bin Jubair bin Sa„d dari Sa„d.

Menurut penulis, secara keseluruhan sanad hadis mengenai syair (puisi) dan nanah berkualitas sahih. Hal itu disebabkan karena hadis di atas memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis. Di antaranya terdapatnya ketersambungan sanad, periwayat-periwayatnya bersifat „âdil dan dâbit. Perawi hadisnya juga harus terhindar dari ke-syaz-an dan terhindar dari „illat.

2. Kritik Matan

Untuk mengetahui kualitas matan hadis ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, penulis meneliti melalui pendekatan bahasa. Dalam hal ini, penulis mengambil contoh sebuah kata yang dianggap penting, yaitu Syi„ran. Kata Syi„ran merupakan asal kata dari sya„ara yasy„uru fahuwa syi„ran, kata tersebut merupakan masdar yangberarti syair (puisi). Kata tersebut sering digunakan oleh Rasulullah saw. ketika menunjukkan kebolehan maupun larangan bersyair (puisi). Pada masa jahiliyah, salah satu kegiatan orang-orang Arab adalah membuat syair. Namun dalam hal ini, Nabi amat melarang penggunaan syair dengan kata-kata yang tidak baik. Dengan demikian kata tersebut bukanlah kata asing, amat banyak hadis yang menunjukkan hal itu.

Kedua, penulis mengemukakan melalui pendekatan pendapat ulama. Hadis mengenai syair (puisi) ini merupakan larangan bagi mereka yang mendendangkannya, namun dalam hal ini terdapat batasan yang menyebabkan larangan untuk bersyair. Ulama melarang orang-orang mendendangkan syair

45 Hanbal,

Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, juz I h.175, 181, II, 39, 288, 331, 355,

karena ada suatu yang bersifat ejekan. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya kerukunan. Di tempat lain, ada pula ulama yang memubahkan bersyair, karena di dalamnya tidak terindikasi kata-kata kotor yang tidak diinginkan.46

Ketiga, penulis menggunakan pendekatan sejarah. Hadis ini dikemukakan oleh Rasulullah saw. tatkala beliau mengadakan perjalanan ke kota al-„Araj. Kota

tersebut merupakan pertemuan berbagai macam kafilah dan budaya. Tiba-tiba terdapat salah seorang dari mereka (ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang kafir) yang mendendangkan syair yang berisi ejekkan terhadap Nabi saw. Sebab itu, Rasulullah saw. mengeluarkan pernyataan sebagaimana hadis di atas. Dengan

asbâb al-wurûd demikian, peristiwa itu pernah dialami oleh Rasulallah saw.

Keempat, kesesuaian dengan prinsip agama. Agama melarang kepada siapa saja yang menggunakan kata-kata kotor, apalagi bentuknya penghinaan. Allah swt. berfirman,



Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujarat [49] : 11)

Sebagaimana firman Allah swt. di atas, dapat dipahami bahwa perkataan maupun syair yang baik dan benar merupakan anjuran agama. Oleh karena itu,

46 al-Nawawî,

hadis ini tidak bertentangan dengan agama. Dengan demikian setelah dikemukakan empat macam pendekatan kesahihan matan hadis, dapat penulis simpulkan bahwa matan hadis tersebut sahih.

3. Pemikiran M. Syuhudi Ismail Tentang Hadis Syair (puisi) dan Nanah Hadis yang berbicara tentang syair dan nanah ini, terlebih dahulu didudukan oleh M. Syuhudi Ismail sesuai pada porsinya, lalu ia mengatakan jika difahami secara tekstual, maka Rasulullah saw. melarang para sahabat dan umat Islam umumnya untuk mendendangkan syair. Akan tetapi, pengertian mengenai perut diisi nanah lebih baik daripada bersyair menunjukkan bahwa syair tersebut berbentuk ejekan kepada Nabi. Dengan demikian hadis tersebut tidak bisa dipahami secara tekstual, tetapi dipahami secara kontekstual.47

Lebih dari itu, M. Syuhudi Ismail mengemukakan asbâb al-wurûd yang menunjukkan hal ihwal Rasulullah saw. bersabda demikian. Menurut al-Nawawî peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah saw. berada di kota al-„Araj. Di sana

terdapat seseorang yang bersyair yang isinya mengejek Rasulullah saw. sehingga beliau bersabda demikian.48

Dengan gambaran yang telah M. Syuhudi Ismail kemukakan, hemat penulis, ia memahami hadis ini secara kontekstual dan temporal berlandaskan

asbâb al-wurûd. Hal ini mengindikasikan pemikirannya dipengaruhi oleh al-Nawawî dengan mengutip dari kitab Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî.

47 Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual: Tela‟ah Ma‟ani al-Hadits Tentang Ajaran Islam Yang Universal, Temporal dan Lokal, h. 60-61.

48 al-Nawawî,

F. Hadis Tentang Syair dan Hikmah

Dokumen terkait