• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV STUDY KRITIS SANAD, MATAN, DAN PEMIKIRAN

A. Hadis Tentang Yang Tidak Menyayangi Tidak Disayangi

Di dalam buku Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Tela‟ah Ma‟ani al-Hadits tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal pada bab Hadis yang Mempunyai Sebab Secara Khusus karya M. Syuhudi Ismail, tercantum potongan hadis:

Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka tidak disayangi (HR. al-Bukhârî, Muslim, dan lain-lain. Dari Abû Hurairah)

M. Syuhudi Ismail dalam bukunya menyatakan bahwa hadis tersebut berstatus sahih, namun pada buku itu tidak disebutkan rangkaian sanad yang menunjukkan bahwa hadis tersebut sahih. Di sisi lain, ia juga tidak menyampaikan secara sempurna terdapat di kitab mana saja ia berada. Setelah penulis lacak, hadis tersebut memiliki banyak perawi yang meriwayatkannya. Di dalam kitab al-Mu„jam al-Mufahrâs Li Alfâz al-Hadîst al-Nabawî karya Arnold

Jhon Weinsinck, terdapat petunjuk yang menyatakan bahwa hadis tersebut terdapat dalam kitab-kitab hadis. Di antaranya Kha (kitab Sahîh al-Bukhârî) adab 18 dan 28. Mim (SahîhMuslim) Fada‟il 65. Dal (Sunan Abî Dâwud) adab 145. Ta

(Sunan al-Tirmidzî) birru 12. Ham (Musnad Ahmad bin Hanbal) II, 229, 241, 369 dan 514.1

Di dalam kitab Sunan Abî Dâwud.

Sanad-sanad hadis yang diriwayatkan oleh Abû Dâwud adalah Musadad, Sofyân, al-Zuhrî, Abû Salama dari Abû Hurairah. Hampir terjadi persamaan antara sanad-sanad yang diriwayatkan oleh al-Bukhârî, Muslim dan Abû Dâwud mengenai hadis yang tidak menyayangi tidak disayangi. Pada hadis Abû Dâwud sanad pertama diriwayatkan oleh Musadad.

Kitab Sunan al-Tirmidzî

1 Arnold Jhon Weinsinck, Mu‟jam al-Mufahras li alfâz al-Hadîs al-Nabawiyah. EJ. Brill,

Leiden. Jilid II h. 236.

2 Abû Dâwud Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistanî,

Sunan Abî Dâwud (Dar al-Fikr:

Rangkaian sanad hadis dari Al-Tirmidzî adalah Ibn Abî „Amru dan Sa„îd bin „Abd al-Rahmân, Sufyân, al-Zuhrî, Abû Salamah dari Abû Hurairah ra. Menurut al-Tirmidzî (Abû „Îsâ) bahwa hadis ini berstatus hasan sahîh.3

Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal

Sanad-sanad hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal di dalam kitabnya, Musnad Ahmad bin Hanbal mengemukakan sanad-sanad hadis yang diriwayatkannya amat banyak, namun dalam hal ini penulis mengambil sebuah hadis yang sanad-sanadnya adalah „Abdullâh, Abî (Ahmad bin Hanbal), Husyaim, al-Zuhrî, Abî Salamah dari Abû Hurairah ra. Menurut penulis, hadis yang diriwayatkan Ahmad bin Hanbal ini berkualitas sahih karena memenuhi syarat al-Syaikhâni (al-Bukhârî dan Muslim) .

Hemat penulis semua hadis di atas berkualitas sahih. Hal itu disebabkan karena hadis di atas memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis. Di antaranya terdapatnya ketersambungan sanad, periwayat-periwayatnya bersifat „âdil dan

dâbit. Perawi hadisnya juga harus terhindar dari ke-syaz-an dan terhindar dari

„illat.. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa hadis mengenai yang tidak menyayangi tidak disayangi sanad-sanadnya sahih.

3 Abû „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Sawrah al-Tirmidzî , Sunan al-Tirmidzî (Daar al-Fikr:

Libanon) Bab Rahmat al-Walad juz 4 h. 318.

4 Abû „Abdullâh bin Ahmad bin Hanbal,

Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal. (Dar

2. Kritik Matan

Kriteria kesahihan matan hadis menurut para ulama di antaranya adalah meneliti sisi bahasa yang sesuai dengan bahasa kenabian, mengemukakan pendapat ulama, meneliti sejarah, dan melihat kesesuaian dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Untuk mengetahui kualitas matan hadis yang menjadi objek penelitian penulis, maka penulis menggunakan pendekatan tersebut. Hadis di atas secara umum menerangkan tentang kasih sayang harus diberikan kepada semua manusia, berlaku tanpa batasan waktu dan tempat.

Dalam hal ini, penulis akan menguraikannya sebagai berikut. Pertama, mengemukakan melalui pendekatan bahasa. Dengan mengambil sebuah kata yang dianggap penting, yaitu yarhamu, asal kata dari rahima-yarhamu yang berarti menyayangi, dan kata tersebut biasa digunakan oleh Rasulallah saw.

Kedua, penulis mengemukakan melalui pendekatan pendapat para ulama. Di antaranya penulis mengemukakan pendapat al-„Ainî.5 Ia mengutarakan bahwa hadis di atas serupa dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Barang siapa yang tidak menyayangi manusia, maka ia tidak disayangi oleh Allah swt.6

Selanjutnya, al-„Ainî mengemukakan hadis yang diriwayatkan oleh al-Tabarânî, yaitu,

Barang siapa yang tidak menyayangi orang yang ada di bumi, maka ia tidak disayangi oleh siapa yang ada di langit.7

5 Badru al-Dîn al-„Ainî al-Hanafî, „Umdat al

-Qâri Syarh Sahîh al-Bukhârî (Mulifat

Wurud Min Multaqi Ahl al-Hadis) Juz XXXII h. 194.

6 Abû al-Husain Muslim bin al-Hujjaj bin Muslim al-Qusyairî al-Nîsâbûrî

, al-Jâmi„ al -Sahîh al-Musammâ -Sahîh Muslim (Dar al-Jail Beirut + Dar al-Afaq al-Jadidah-Beirut) bab

Selanjutnya, ia mengutarakan pendapat al-Tabarânî yang dikutip dari kitab

Mu„jam al-Ausat,

Barang siapa yang tidak menyayangi kaum muslimin, maka ia tidak disayangi oleh Allah swt. 8

Ketiga, penulis mengemukakan dengan pendekatan sejarah. Dalam hal ini, penulis merujuk ke asbâb al-wurûd hadis. Setelah dilacak bahwa hadis tersebut memiliki kisah tentang al-Aqra‟ yang melihat Rasulullah saw. mencium cucunya, sedangkan ia tidak pernah mencium kesepuluh anaknya. Mananggapi hal tersebut, Rasulullah saw. bersabda dengan hadis yang menjadi pembahasan ini. Dengan demikian, melalui pedekatan sejarah, hadis di atas pernah terjadi di masa Rasulallah saw.9

Keempat, kesesuaian hadis dengan prinsip agama. Ajaran mengenai kasih sayang merupakan syariat yang ditujukkan kepada seluruh manusia. Bahkan Rasulullah saw. diturunkan ke muka bumi ini sebagai rahmatan li al-„âlamîn. Jadi hadis ini sesuai dengan syariat agama. Dengan demikian melalui keempat pendekatan tersebut penulis berkesimpulan bahwa matan hadis yang tidak menyayangi tidak disayangi sahih.

3. Pemikiran M. Syuhudi Ismail Tentang Hadis Yang Tidak Menyayangi Tidak Disayangi

7 Sulaimân bin Ahmad bin Ayûb Abû al-Qâsim al-Tabarânî,

al-Mu„jam al-Kabîr

(Maktabah al-„Ulûm wa al-Hukm-al-Mausul) Juz. II h. 355.

8 al-Tabarânî,

al-Mu„jam al-Awsat (Dar al-Haramain-al-Qahirah 1415) Juz. IX h. 23.

Pemikiran M. Syuhudi Ismail tentang hadis pertama ini diawali dengan menyampaikan sebuah hadis dan mendudukan hadis tersebut pada porsinya, yang di dalam hadis tersebut mengandung asbâb al-wurûd hadis itu. Setelah itu, ia memberikan kesimpulan bahwa hadis itu merupakan Jawami„ al-Kalim, yaitu ungkapan yang singkat namun padat dengan makna. Lebih jauh, jika hadis ini difahami secara tekstual, maka hadis ini mengandung petunjuk yang bersifat universal. Pemikiran M. Syuhudi Ismail dipengaruhi oleh asbâb al-wurûd hadis ini dan pendapat al-Nawawî yang menyatakan bahwa hadis ini bersifat umum, berlaku tanpa batas waktu dan tempat.10

Menurut penulis, pemikiran M. Syuhudi Ismail dalam memahami hadis ini adalah menitikberatkan pada keterangan dari asbâb al-wurûd. Selain itu, metode yang digunakannya dalam meneliti hadis diatas juga tidak jauh berbeda dengan ulama hadis kebanyakan.

B. Hadis Tentang Urusan Dunia

Dokumen terkait