• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut filsafat konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif dari siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Belajar bukan sekedar proses mengumpulkan ilmu pengetahuan. Sebagai konsekuensi dari hakikat belajar yang demikian, maka mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan kegiatan menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannnya.

Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan yang telah dipunyai, kemampuan kognitif dan lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar. Kelompok belajar dianggap sangat membantu belajar karena mengandung beberapa unsur yang berguna menantang pemikiran dan meningkatkan harga diri seseorang (Suparno,1997:64).

Keberhasilan belajar siswa tidak lepas dari peran guru sebagai fasilitator. Setiap guru harus dapat menggunakan berbagai macam metode mengajar sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan sesuai dengan situasi dan kondisi siswa yang akan belajar, sehingga tercapai sasaran yang diharapkan. Metode atau cara mengajar yang digunakan oleh guru dapat mempengaruhi sikap dan motivasi siswa terhadap fisika, sehingga dapat

berpengaruh pula terhadap pemahaman siswa pada konsep fisika. Belajar fisika pada hakikatnya tidak berbeda dengan ilmu yang lain, yang membedakannya adalah dari segi materi, aspek dari hasil belajar yang diharapkan sesuai dengan hakikat fisika.

Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri (Bettencourt,1989 dalam Suparno, 1997).

Mengajar adalah proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Mengajar bukanlah transfer pengetahuan orang yang sudah tahu (guru) kepada orang yang belum tahu(murid), melainkan membantu seseorang agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui kegiatannya terhadap fenomena dan objek yang ingin diketahui (Suparno,1997). Mengajar fisika berarti membantu siswa untuk belajar fisika. Agar siswa dapat belajar fisika sendiri, maka guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu proses belajar siswa agar berjalan dengan baik.

Menurut Suparno (1997) fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses,dan penelitian. Karena itu, memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.

2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka (Watts dan Pope, 1989, dalam Suparno, 1997). Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik (Tobin, Tippin, dan Gallard, 1994, dalam Suparno, 1997).

3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran si murid berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid.

Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar.

1. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.

2. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat.

3. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah pelajar.

4. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.

5. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru.

Adapun menurut Suparno (2007) peran guru dalam belajar bersama adalah:

1. Sebagai fasilitator dalam belajar bersama dengan membentuk kelompok.

2. Mengajari konsep dasar dan ketrampilan kerja sama. Guru pada awalnya perlu melatih siswa untuk dapat bekerja sama secara sinergis.

3. Monitoring kelompok apakah jalan atau tidak. Dengan monitoring akan ketahuan kelompok mana yang jalan dan tidak sehinggadapat dibantu lebuh cepat.

5. Evaluasi kelompok dan siswa-siswa. Mengevaluasi kelompok untuk semakin memacu maju; demikian juga mengevaluasi siswa, terlebih siswa yang kurang begitu aktif dalam kerjasama.

Peran siswa dalam belajar bersama menurut Suparno (2007) adalah:

1. Siswa dapat berperan sebagai murid dan guru sekaligus karena menerima dari yang lain dan memberi kepada yang lain. Pada saat mereka menyumbangkan pikiran kepada yang laian, maka mereka seperti guru. Pada saat mereka dijelaskan oleh yang lain, mereka berperan seperti siswa.

2 Siswa dalam kelompok dapat memberikan informasi, memberitahu kepada teman, memberikan masukan, menerima masukan dari teman, mengkoreksi gagasan teman, dll.

3 Siswa dapat merasakan bagaimana mereka bersungguh-sungguh saling mengembangkan dengan saling memberi dan menerima. Peran saling memberi dan menerima ini perlu dikembangkan. Selain guru mengajar, guru juga perlu menjaga hubungan interaktifnya dengan siswa. Hal ini dilakukan supaya siswa paham akan kegunaan fisika untuk bekal masa depan, praktis pelajaran fisika bisa merupakan kebutuhan siswa yang harus dipelajari secara intensif (runtut) dan dilaksanakan penuh dengan tanggung jawab.

Guru harus selalu menambah pengetahuannya, sehingga dalam mengajar, guru mampu menarik dan mendorong siswanya untuk menyukai

fisika. Guru mestinya memperlihatkan bahwa ia sendiri menyukai fisika, hal itu akan memotivasi siswa untuk semangat belajar.

Motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan belajar (Callahan and Clark, 1998 dalam Mulyasa, 2003).

C. Kesulitan Belajar

Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Hal itu sering dijumpai pada siswa dalam kelas, dalam kaitannya dengan aktivitas belajar.

Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, terdiri dari faktor intern (faktor dari dalam manusia itu sendiri) dan eksternal.

1. Faktor Internal

a. Faktor Fisiologi

b. Faktor Psikologi

Belajar memerlukan kesiapan rohani, ketenangan dengan baik. Apabila dirinci faktor psikologi meliputi antara lain: 1). Inteligensi

Anak yang IQ nya tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Anak yang normal (90-110) dapat menamatkan SD tepat waktunya.

2). Bakat

Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang akan mudah mempelajari sesuatu yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seseorang anak harus mempelajari bahan yang lain dari bakatnya ia akan cepat bosan, mudah putus asa, tidak senang. Hal-hal tersebut akan tampak pada anak suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau pelajaran sehingga nilainya rendah.

3). Minat

Tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya, mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak sesuai

dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak, banyak menimbulkan problema pada dirinya. 4) Motivasi

Motivasi sebagai faktor inner(batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehingga semakin besar motivasinya semakin besar kesuksesan belajarnya. Seseorang yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih dan tidak mau menyerah, giat membaca buku untuk meningkatkan prestasinya untuk memecahkan masalahnya. Sebaliknya mereka yang motivasinya lemah tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas.

Guru berperan untuk menetapkan kebutuhan dan memotivasi murid-murid berdasarkan tingkah laku mereka yang nampak(Wasty Soemanto, 1984:200). 5). Faktor Kesehatan mental

Belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi

akan menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan faktor adanya kesehatan mental.

2. Faktor Ekstern

a. Faktor-faktor keluarga

Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Tetapi dapat juga sebagai faktor penyebab kesulitan belajar.

b. Faktor-faktor sekolah

Yang dimaksud sekolah antara lain adalah: 1) Guru

Guru tidak kualified, baik dalam pengambilan metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya. Hubungan guru dengan murid kurang baik. Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar. Misalnya dalam mengerti bakat, minat, sifat, kebutuhan anak-anak. Metode mengajar juga dapat menimbulkan kesulitan belajar. Guru harus dapat menyajikan pembelajaran dengan metode yang menarik, misal guru melakukan demonstrasi di depan kelas atau merancang pembelajaran yang melibatkan semua siswa.

Menurut Suparno (2007) model pembelajaran dengan demonstrasi diartikan sebagai model mengajar dengan pendekatan visual agar siswa dapat mengamati proses, informasi, peristiwa, alat dalam pelajaran fisika. Tujuannya jelas agar siswa lebih memahami bahan yang diajarkan lewat suatu kenyataan yang diamati sehingga mudah dimengerti. Selama proses dan juga pada akhir demonstrasi, guru tetap dapat terus mengajukan pertanyaan kepada siswa. Dengan pertanyaan itulah, siswa dibantu terus mengembangkan gagasan mereka dan aktif berpikir. Untuk sekolah yang minim peralatan praktikum, model demonstrasi lebih mudah dibuat.

2) Faktor alat

Alat pelajaran yang kurang lengkap, membuat penyajian pelajaran tidak baik. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum, kurangnya alat laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar.

3) Kondisi gedung

Terutama ditujukan pada ruang kelas tempat belajar anak. Ruangan harus memenuhi syarat kesehatan.

4) Kurikulum

Bahan-bahannya terlalu tinggi, pembagian bahan tidak seimbang(kelas I banyak pelajaran dan kelas di atasnya sedikit pelajaran), adanya pendataan materi.

5) Waktu sekolah dan disiplin

Apabila sekolah masuk sore, siang dan malam, maka kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima pelajaran.

6) Faktor massa media dan lingkungan sosial

Faktor massa media meliputi: bioskop, TV, surat kabar, majalah, buku-buku komik yang ada di sekeliling kita. Hal-hal ini akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak membuang waktu yang untuk itu, hingga lupa akan tugasnya belajar. Sedangkan faktor lingkungan sosial misalnya: teman bergaul anak (yang pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk ke jiwa anak), lingkungan tetangga yang buruk, aktivitas anak dalam bermasyarakat (terlalu banyak berorganisasi).

Beberapa gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar pada siswa, misalnya: siswa menunjukkan prestasi yang rendah/ di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan (ia berusaha dengan keras tetapi nilainya

selalu rendah). Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya: dalam mengerjakan soal-soal, dalam menyelesaikan tugas-tugas. Siswa menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti: acuh takacuh, berpura-pura, dusta, dan lain-lain. Siswa menunjukkan tingkah laku yang berlainan, misalnya: Mudah tersinggung, pemurung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira dan selalu sedih.

Pada kenyataannya, banyak siswa mengeluh mengalami kendala dalam belajar fisika. Adapun kendala belajar fisika menurut pandangan siswa dari segi guru adalah cara penyampaian materi yang cenderung membosankan, guru tidak mengupas permasalahan sehingga guru menganggap siswa sudah paham terhadap penyampaian materi yang diberikan, serta kurangnya pendekatan guru ke siswa. Guru fisika perlu menjalin relasi yang dekat dengan siswa sehingga siswa yang takut bertanya menjadi berani bertanya.

Menurut Suparno (2007), guru perlu memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan alernatif. Guru akan sangat senang dan menghargai siswa yang dapat mengerjakan suatu persoalan dengan cara-cara yang berbeda dengan cara yang baru saja dijelaskan guru. Kebebasan berpikir dan berpendapat sangat dihargai dan diberi ruang. Akibatnya suasana kelas akan sungguh hidup, menyenangkan, dan menyemangati siswa untuk senang belajar.

Kendala dari segi siswa sendiri adalah siswa berpandangan bahwa fisika adalah momok (tidak membangkitkan minat untuk serius

memahami) sehingga siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Kendala dari segi fasilitas misalnya adalah pengadaan sarana yang tidak lengkap, penggunaan fasilitas yang belum terencana secara baik (sehingga praktikum mengenai materi fisika kurang optimal).

Dokumen terkait