• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

A. Hakikat dan Prinsip – prinsip Etika Bisnis

Kedudukan etika dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu, kelompok, masyarakat dan bangsa. Istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat – istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan.63

Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.

64

Menurut Magnis Suseno, etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Sedangkan hal yang memberi manusia tentang bagaimana harus menjalani hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebut. Moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana manusia harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan atau pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai. Meskipun

63

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2006), hal. 4

64

Burhanuddin Salam, Etika Sosial : Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997), hal. 1

demikian, keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu memberi orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup 65 Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan – alasan dan pertimbangan – pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini. Maka kebebasan dan tanggung jawab adalah kondisi dasar bagi pengambilan keputusan dan tindakan yang etis, dengan suara hati memainkan peran yang sangat sentral.66

65

Ibid. hal 1-2

Perlu diperhatikan juga bahwa etika berbeda dengan moralitas. Kalau moralitas dipahami sebagai sebuah ajaran tentang perilaku yang baik dan buruk. Sedangkan etika perlu dipahami sebagai sebuah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Moralitas mengatakan bagaimana kita harus hidup, tetapi etika mau mengerti mengapa kita harus mengikuti moralitas tertentu atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai moralitas (Andy Kirana, Etika Bisnis Konstruksi, (Yogyakarta : Kanisius, 1996), hal. 18)

Lihat juga Manuel G. Velasquez, Op.cit.,hal.8 bahwa moralitas adalah sebagai pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar atau salah, atau baik atau buruk. Sedangkan etika merupakan tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat.

66

A. Sonny Keraf, Etika Bisnis : Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur (Pustaka Filsafat), (Yogyakarta : Kanisius, 1991), hal. 22

Lihat juga pada sumber yang sama bahwa menurut Immanuel Kant, Foundations of Metaphysicsof Morals (terj.) (Indianapolis, Bobbs Merrill Educations Publishing, 1980), membedakan antara otonom dan heteronom. Otonom adalah sikap moral manusia dalam bertindak berdasarkan kesadarannya bahwa tindakan yang diambilnya itu baik. Suatu tindakan dinilai bermoral kalau sejalan atau didasarkan pada kesadaran pribadi. Sedangkan heteronom adalah sikap manusia dalam bertindak dengan hanya sekedar mengikuti aturan moral. Suatu tindakan dianggap baik hanya karena sesuai dengan aturan, disertai perasaan takut atau bersalah. Pertanggungjawaban hanya bisa diberikan kalau manusia bertindak secara otonom. Sebaliknya, pertanggungjawaban sulit diberikan kalau manusia bertindak secara heteronom: ”Saya sekadar mengikuti aturan, dan karena itu jangan tanya kepadaku mengapa saya bertindak begini atau begitu.”

Sasaran etika adalah moralitas, yaitu suatu istilah yang dipakai untuk mencakup praktek dan kegiatan yang membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, terpuji atau tercela, membahas masalah benar atau salah, wajar atau tidak, tepat atau tidak, dan bertanggung jawab atau tidak, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Selanjutnya etika bisnis membahas hal tersebut dalam kaitannya dengan kenyataan konsep dan etika bisnis.

Bisnis adalah usaha atau proses pertukaran jasa atau produk dalam rangka pencapaian nilai tambah. Etika Bisnis membahas masalah – masalah dalam konteks bisnis yang terkait dengan standar moral. 67

Etika bisnis adalah pengaturan khusus mengenai moral, benar dan salah. Fokusnya kepada standar – standar moral yang diterapkan dalam kebijakan – kebijakan bisnis, institusi dan tingkah laku. Dalam konteks ini etika bisnis adalah suatu standar moral dan bagaimana penerapannya terhadap sistem – sistem dan organisasi melalui masyarakat modern yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dan kepada mereka yang bekerja pada organisasi tersebut. Etika bisnis, dengan kata lain adalah bentuk etika terapan yang tidak hanya menyangkut analisis norma – norma moral, tetapi juga menerapkan konklusi analisis ini ke lembaga – lembaga, teknologi, transaksi, aktivitas – aktivitas yang kita sebut bisnis.

68

67 Robby I. Chandra,

Etika Dunia Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 42-43 68

Bismar Nasution, Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, disampaikan pada ”Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah Operasional Perusahaan Persepektif Hak Asasi Manusia”, diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia, tanggal 23 Februari 2008, di Riau – Pekanbaru, hal. 1-2

Etika bisnis pada hakikatnya merupakan kajian moralitas atau kesadaran moral yang berfokus pada penerapan standar – standar moral dalam usaha bisnis.69

Bisnis menyangkut hubungan antar manusia. Sebagai kegiatan manusia, bisnis juga membutuhkan etika sebagai pedoman dan orientasi bagi keputusan dan kegiatan manusia dalam berhubungan (bisnis) satu dengan yang lainnya. Dari sudut pandangan bisnis sendiri, semakin disadari bahwa bisnis yang berhasil adalah bisnis yang memperhatikan norma – norma moral. Para pengusaha menyadari bahwa bisnisnya akan hancur kalau konsumen, mitra bisnis atau masyarakat secara keseluruhan tidak lagi percaya kepadanya, akibat tindakan pengusaha yang tidak etis. Semakin terbukanya informasi menyebabkan konsumen cepat sekali mengetahui mana produk, perusahaan atau bisnis yang baik dan mana yang tidak baik.

Etika bisnis harus dipandang sebagai unsur dalam usaha bisnis itu sendiri : Etika termasuk dalam efisiensi bisnis. Bisnis tanpa etika dalam jangka panjang justru tidak akan berhasil. Standar etika termasuk syarat – syarat keberhasilan sebuah bisnis. Pertaruhan dalam bisnis tidak sekedar menyangkut nilai material, melainkan menyangkut pula nilai manusiawi. Bisnis lebih daripada mencari keuntungan.

70

69

Lihat juga Manuel G. Velasquez, Op.cit., hal. 9-11 bahwa adapun ciri – ciri untuk menentukan standar moral sebagai berikut :

Bisnis memang

1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius atau benar – benar akan menguntungkan manusia

2. Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Standar moral tidak dibuat oleh kekuasaan. Validitasnya terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk membenarkannya.

3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri 4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak

5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu. 70

mempunyai etika. Untuk bisa melakukan suatu bisnis jangka panjang yang menjamin keuntungan maksimal, bisnis pantas dilakukan dengan mengindahkan norma – norma yang berlaku yang dilandaskan pada norma – norma moral, demi bisnis itu sendiri. Keuntungan memang ada dalam masyarakat. Bisnis memang penuh dengan persaingan, tetapi persaingan itu memang perlu dan keuntungan yang hakiki hanya bisa diperoleh kalau kebaikan masyarakat diperhatikan secara keseluruhan.

Selanjutnya kalau bisnis mempunyai etika, maka pertanyaan yang timbul adalah manakah norma – norma atau prinsip etika yang berlaku dalam kegiatan bisnis. Secara umum, prinsip – prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada umumnya. Demikian pula, prinsip – prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat masing – masing. Etika bisnis sebagai etika terapan sesungguhnya merupakan penerapan dari prinsip – prinsip etika pada umumnya. Oleh sebab itu, tanpa mengesampingkan kekhasan sistem nilai dari setiap masyarakat bisnis, secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika sebagai berikut :71 1. Prinsip otonomi dan tanggung jawab

Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis, orang yang mampu mengambil keputusan sendiri dan bertindak berdasarkan keputusan itu, karena ia sadar bahwa itulah

71

yang baik. Untuk bertindak secara otonom maka dalam kerangka etika, kebebasan adalah syarat yang harus ada agar manusia bisa bertindak secara etis. Namun, kebebasan saja belum menjamin bahwa orang bisa bertindak secara otonom dan etis. Otonomi mengandaikan juga adanya tanggung jawab. Orang yang otonom adalah orang yang tidak saja sadar akan kewajibannya, melainkan orang yang bersedia mempertanggung jawabkan keputusan dan tindakannya serta mampu bertanggung jawab atas dampak dari keputusan itu baik kepada dirinya sendiri, kepada orang – orang yang mempercayakan seluruh kegiatan bisnis dan manajemennya, kepada pihak – pihak yang terlibat dengannya dalam urusan bisnis dan kepada pihak ketiga, yaitu masyarakat seluruhnya yang secara langsung maupun tidak langsung terkena akibat dari keputusan dan tindakan bisnisnya. Kesediaan bertanggung jawab ini oleh Magnis – Suseno disebut sebagai kesediaan untuk mengambil titik pangkal moral. Artinya, dengan sikap dan kesediaan inilah bisa dimungkinkan proses pertimbangan moral. Bahkan prinsip yang lain baru bisa dijalankan jika ada kesediaan untuk bertanggung jawab.

2. Prinsip kejujuran

Para praktisi bisnis dan manajemen mengakui bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis yang baik dan berjangka panjang. Kejujuran dapat terwujud dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontrak, dalam penawaran barang dan jasa, dalam hubungan kerja dalam perusahaan. Kejujuran terkait erat dengan kepercayaan. Kepercayaan, yang

dibangun di atas prinsip kejujuran, merupakan modal dasar usaha yang akan mengalirkan keuntungan berlimpah – limpah.

3. Prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik

(beneficence)

Kedua prinsip ini sesungguhnya berintikan prinsip moral sikap baik kepada orang lain. Perwujudan prinsip ini mengambil dua bentuk. Pertama, prinsip bersikap baik menuntut agar secara aktif dan maksimal berbuat hal yang baik bagi orang lain. Kedua, dalam wujudnya yang minimal dan pasif, sikap ini menuntut agar tidak berbuat jahat kepada orang lain. Secara maksimal pebisnis dituntut untuk melakukan kegiatan yang menguntungkan bagi orang lain, tetapi kalau situasinya tidak memungkinkan, maka titik batas yang masih ditoleransi adalah tindakan yang tidak merugikan pihak lain. Pebisnis diharapkan memenuhi kebutuhan masyarakat dan mitra bisnisnya secara maksimal mungkin.

4. Prinsip keadilan

Prinsip ini menuntut agar memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan jangan sampai dilanggar. Prinsip ini mengatur agar setiap orang bertindak sedemikian rupa sehingga hak semua orang terlaksana secara kurang lebih sama sesuai dengan apa yang menjadi haknya tanpa saling merugikan. Dasar pemikirannya, semua manusia pada hakikatnya mempunyai nilai dan martabat yang sama, sehingga dalam situasi yang sama semua orang pantas diperlakukan secara sama juga.

5. Prinsip hormat kepada diri sendiri

Setiap orang mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya untuk menghargai dirinya sendiri. Setiap orang pantas diperlakukan dan memperlakukan dirinya sendiri sebagai pribadi yang mempunyai nilai yang sama dengan pribadi lainnya. Jadi, kita sepantasnya tidak boleh memperlakukan orang lain secara tidak adil, tidak jujur, dan sebagainya, kita pun berhak memperlakukan diri kita secara baik Setiap orang wajib membela dan mempertahankan kehormatan dirinya, jika martabatnya sebagai manusia dilanggar.

Selain itu, Manuel G. Velasquez menyebutkan ada 4 (empat) prinsip yang dipakai dalam berbisnis, yaitu :72

1. Utilitarianisme

Prinsip ini menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan kepada masyarakat. Sebuah prinsip moral yang menyatakan bahwa sesuatu dianggap benar apabila mampu menekan biaya sosial dan memberikan keuntungan sosial yang lebih besar.

2. Hak

Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan atau aktivitas mereka dan melindungi pilihan – pilihan mereka. Hak kebebasan dan kesejahteraan orang lain harus dihormati.

72

3. Keadilan

Mengidentifikasi cara – cara yang adil dalam mendistribusikan keuntungan dan beban pada para anggota masyarakat. Biasanya masalah keadilan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : keadilan distributif (berkaitan dengan distribusi yang adil atas keuntungan dan beban dalam masyarakat) dan keadilan retributif (pemberlakuan yang adil pada pihak – pihak yang melakukan kesalahan); keadilan kompensatif (cara yang adil dalam memberikan kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain).

4. Perhatian (Caring)

Pandangan ini menekankan bahwa kita mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang – orang yang ada di sekitar kita, terutama yang mempunyai hubungan ketergantungan.

Jika diperhatikan secara seksama bahwa semua prinsip di atas didasarkan pada satu paham filsafat yaitu ”hormat kepada manusia sebagai persona”. Dalam wujud lain, paham dasar ini dapat disejajarkan dengan apa yang disebut Golden Rule

(Aturan Emas/ Kaidah Emas).73

73

A. Sonny Keraf, Op.cit., hal. 76

Paham ”hormat kepada manusia sebagai persona” mengandung sikap dasar untuk memperlakukan manusia sebagai pribadi, yaitu sebagai makhluk yang mempunyai nilai pada dirinya sendiri dan bukan hanya sekedar alat untuk memperoleh keuntungan. Manusia dalam bisnis adalah pribadi yang luhur, memperlakukan diri sendiri maupun orang lain yang terjabarkan dalam berbagai prinsip etika bisnis di atas. Hal yang tidak etis jika kita merendahkan diri dan

membiarkan diri kita dituntut hanya untuk mengejar keuntungan dan lupa akan diri sendiri. Sebaliknya, hal yang tidak etis juga jika kita merendahkan orang lain dan memerasnya dengan menipu, berbuat curang, tidak bertanggung jawab, bersikap tidak adil hanya untuk memperoleh keuntungan.74