• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan-Hambatan Yang Ditemui Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan Jaminan Hutang Kebendaan Milik Nasabah Debitur/Penjamin Hutang

Dalam Kaitannya Dengan SistemPengurusan Piutang Negara

Dalam pelaksanaan pengelolaan jaminan utang kebendaan milik nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang adanya jaminan hutang yang diserahkan ke PUPN cabang Medan dan KP2LN Medan adalah fiktif yaitu pada saat jaminan hutang itu tidak sempurna atau jaminan hutang telah musnah/telah terjadi erosi, jaminan hutang tersebut telah dilakukan pencairan oleh pihak Bank pemerintah/pihak kreditur sebelum jaminan hutang diserahkan kepada pihak PUPN cabang Medan dan KP2LN Medan.

Adapun ditemui jaminan hutang kebendaan yang tidak dilakukan penyitaan adalah karena lokasi jaminan hutangnya tidak jelas atau tidak sempurna sehingga

80

Pasal 95 dan Pasal 96 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK.01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara

jaminan hutang tersebut tidak laku terjual dan dapat menjadi suatu hambatan dalam pengurusan piutang negara di KP2LN Medan.

Suatu jaminan hutang tidak laku terjual dapat disebabkan beberapa faktor, yakni:

1. Faktor ekonomi

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang Petunjuk Lelang bahwa setiap pelaksanaan lelang harus ada Nilai Limit. Nilai Limit ditentukan oleh Penjual dan diserahkan kepada Pejabat lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang.81 Kenyataannya tidak semua jaminan hutang yang dilelang tersebut laku terjual karena barang yang ditawarkan calon pembeli tidak mencapai harga limit yang ditentukan oleh juru lelang.

Ada beberapa hal yang menyebabkan jaminan hutang secara ekonomi tidak terjual diantaranya dari aspek jaminan hutang itu sendiri, di mana kualitas jaminan hutang tidak layak jual mengingat kondisi barang yang telah rusak, di samping itu bentuk barang tidak menarik sehingga tidak mempunyai nilai jual yang baik. Selain dari aspek barang tetapi ada juga kekurangan dari aspek penjual di mana dimungkinkan terdapat kelemahan dalam pengumuman lelang.

Sesuai dengan Pasal 14 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang Petunjuk Lelang bahwa pengumuman lelang sekurang-kurangnya memuat:

81

Lihat Pasal Pasal 23 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang Petunjuk Lelang.

1) identitas penjual;

2) hari, tanggal, jam dan tempat lelang dilaksanakan; 3) nama, jenis dan jumlah barang;

4) besar dan cara penyetoran yang jaminan penawaran lelang; dan lokasi, luas tanah, dan jenis hak atas tanah, khusus barang tidak bergerak berupa tanah.

Kenyataannya hal tersebut belum dapat dipenuhi secara baik, sehingga informasi tentang jaminan hutang yang akan dilelang tidak sepenuhnya dapat diketahui calon pembeli. Keadaan ini mengakibatkan sulitnya jaminan hutang dapat terjual melalui eksekusi lelang dengan baik.

Sementara dalam Pasal 14 Huruf e Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang mengatur salah satu persyaratan pengumuman lelang khusus atas jaminan hutang tidak bergerak disebutkan mengenai lokasi, luas tanah, dan jenis hak atas tanah. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan gambaran yang jelas kepada calon pembeli tentang keadaan jaminan hutang yang akan dilelang. Hanya saja informasi mengenai jaminan hutang yang akan dilelang belum sepenuhnya memuaskan calon pembeli untuk memberikan gambaran tentang perkiraan harga atas jaminan utang yang akan dieksekusi lelang.

Di samping itu, kondisi masyarakat calon pembeli jaminan hutang juga tidak menggembirakan apalagi dalam situasi ekonomi yang kurang membaik, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat sangat rendah. Perhatian masyarakat masih terfokus pada kebutuhan primer seperti sandang dan pangan. Sementara kebutuhan untuk papan apalagi kebutuhan untuk berinvestasi seperti membeli tanah belum menjadi perhatian utama, kecuali masyarakat mempunyai dana tabungan.

2. Faktor sosial dan budaya

Tidak dapat dipungkiri bahwa lokasi tempat tinggal seseorang dapat mengangkat atau menurunkan prestise, seperti orang-orang yang tinggal di daerah kumuh akan dipandang sebagai orang yang mempunyai status sosial yang rendah sedangkan orang-orang yang tinggal di lingkungan perumahan yang tertata dengan baik akan dipandang sebagai orang yang mempunyai derajad sosial yang tinggi. Sehubungan dengan itu, faktor sosial dan budaya dianggap sebagai sesuatu nilai yang berharga yang harus diperhitungkan terhadap nilai tanah dan atau bangunan. Nilai sosial tersebut tidak saja terhadap letak lokasi tetapi juga menyangkut disain, bentuk dan posisi.

Di samping itu, bentuk tanah tusuk sate juga secara umum bagi orang Tionghoa kurang diminati, karena menurut kepercayaannya tanah tersebut memiliki sifat buruk. Bentuk tanah tusuk sate dari obyek pajak mempunyai nilai koreksi 10%.82 Hal tersebut merupakan kendala yang mungkin tidak diperhitungkan pada saat dilakukan penilaian akan barang agunan sebelum kredit diberikan.

3. Faktor lingkungan

Menurut Chaizi Nasucha bahwa keadaan banjir dalam suatu lingkungan perumahan mempunyai nilai korelasi negatif dengan nilai tanah/obyek pajak.83 Di mana keadaan banjir yang terjadi pada lokasi dan tanah lebih rendah dari jalan/elevasi

82

Chaizi Nasucha, Politik Ekonomi Pertanahan Dan Struktur Perpajakan Atas

Tanah, Megapoin, Jakarta, 1995. hal. 31-58

83

mempunyai pengaruhi negatif terhadap nilai tanah. Lokasi tanah yang sering banjir dan elevasinya lebih rendah dari jalan mempunyai koreksi – 20 %.

Sedangkan lokasi tanah yang tidak pernah banjir namun elevasinya lebih rendah dari jalan juga mempunyai nilai koreksi – 10 %. Adapun lokasi yang tergolong baik adalah lokasi yang tidak pernah banjir dan elevasinya lebih tinggi dari jalan karena nilai koreksinya adalah sebesar 0 %.84

Di samping banjir dan elevasi tanah, maka lebar jalan dari pagar ke pagar serta lebar jalan juga mempunyai pengaruh terhadap nilai obyek. Semakin besar lebar jalan dan diperkeras maka faktor koreksi semakin positif.85

Selain hal tersebut di atas bahwa obyek tanggungan yang lokasi dekat dengan pembuangan sampah umum juga mempunyai nilai negatif terhadap jaminan hutang tersebut. Sehingga pada suatu saat, jika kredit nasabah debitur bermasalah dalam artian terjadi kredit macet, maka terjadi kemungkinan bahwa jaminan hutang ini akan sulit laku dijual melalui eksekusi lelang.

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan bentuk-bentuk hambatan dalam pelaksanaan pengelolaan jaminan hutang kebendaan milik nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara, adalah sebagai berikut:

a. Dalam pelaksanaan pengelolaan jaminan hutang kebendaan milik nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang adanya jaminan hutang yang diserahkan ke PUPN cabang Medan dan KP2LN Medan adalah fiktif

84

Ibid. hal. 45

85

b. Dalam pelaksanaan pengelolaan jaminan hutang kebendaan milik nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang yaitu bahwa jaminan hutang itu tidak sempurna atau jaminan hutang telah musnah/telah terjadi erosi

c. Dalam pelaksanaan pengelolaan jaminan hutang kebendaan milik nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang yaitu bahwa telah dilakukan pencairan oleh pihak Bank pemerintah/pihak kreditur sebelum jaminan hutang diserahkan kepada pihak PUPN cabang Medan dan KP2LN Medan.

d. Dalam pelaksanaan pengelolaan jaminan hutang kebendaan milik nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang yaitu bahwa adanya jaminan hutang kebendaan yang tidak dilakukan penyitaan karena lokasi jaminan hutangnya tidak jelas atau tidak sempurna sehingga jaminan hutang tersebut tidak laku terjual dan dapat menjadi suatu hambatan dalam pengurusan piutang negara di PUPN dan KP2LN Medan.

D. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan Terhadap Pelaksanaan