• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan Utama Dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka untuk JPT

Dalam dokumen Beranda - FIAUI (Halaman 53-56)

d. peng usulan nama calon

VII. Hambatan Utama Dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka untuk JPT

Beberapa hambatan utama dalam pelaksanaan seleksi terbuka untuk JPT antara lain:

1. Ketiadaan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka untuk JPT

Hambatan utama terkait dengan tidak adanya Juklak dan Juknis dalam Seleksi Pengisian JPT mulai dari (1) Tahapan Persiapan mencakup Pembentukan Panitia Seleksi, Penyusunan dan Penetapan Standar Kompeternsi Jabatan yang Lowong; (2) Tahapan Pelaksanaan mencakup Pengumuman Lowongan JPT; Seleksi Administrasi; Seleksi Kompetensi; Wawancara Akhir; Penelurusan (Rekam Jejak) Calon; Hasil Seleksi; Tes Kesehatan dan Psikologi; Pembiayaan dan (3) Tahapan Monitoring dan Evaluasi.

Adapun sasaran disusunnya Juklak dan Juknis Tata Cara Pengisian JPT di lingkunagan instansi pemerintah adalah terpilihnya calon JPT Utama, Madya dan Pratama pada instansi pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam sistem merit. Juklak dan Juknis juga berguna bagi Pemerintah sebagai pedoman bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pengisian JPT Utama, Madya dan Pratama secara terbuka, dengan demikian seleksi calon JPT Utama, Madya dan Pratama berjalan secara transparan, objektif, kompetitif dan akuntabel.

2. Intervensi Politik dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka untuk JPT Seyogyanya, pelaksanaan sistem merit dapat mengurangi adanya intervensi politik dalam birokrasi pemerintahan. Seleksi terbuka JPT diharapkan dapat menghasilkan pejabat ASN yang profesional dan kompeten. Namun demikian, dalam pelaksanaan seleksi terbuka untuk JPT masih muncul hambatan besar dikarenakan intervensi politik dalam pelaksanaan seleksi terbuka untuk JPT. Panitia Seleksi sangat rentan terhadap intervensi politik dari Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat yang Berwenang. Kerentanan ini terjadi karena masuknya kepentingan politik dalam proses seleksi, oleh karena tidak jelasnya tata cara dan persyaratan untuk memilih Panitia Seleksi.

3. Lemahnya Pengawasan Masyarakat dalam Proses Seleksi

Kesadaran masyarakat untuk melakukan pengawasan dalam pelaksanaan seleksi terbuka JPT menjadikan hambatan. Masyarakat

cenderung apatis, budaya masyarakat yang sangat permisif dan menjadikan jual beli jabatan dalam pemerintahan sebagai hal yang biasa. Masyarakat sadar dan secara kasat mata melihat adanya perilaku korupsi, namun masyarakat membiarkan terjadinya perilaku korupsi—jual beli jabatan, suap, dan lain sebagainya, yang mana hal ini menghambat perbaikan ke arah reformasi birokrasi yang optimal.

4. Ketidakpercayaan Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri terhadap Sistem yang Baru

Reformasi birokrasi sejatinya mengantarkan kepada Praktik Pemerintahan Yang Bersih (Clean Government) dan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance). Sistem Merit menjadi bagian dari agenda Reformasi Birokrasi, dimana pelaksanaannya menjadi terhadap karena ketidakpercayaan Bupati/Walikota/ Gubernur/Menteri. Kasus di Kabupaten Klaten yang menjerat Bupati Klaten terkait dengan dugaan suap promosi jabatan di lingkup pemerintahan Kabupaten Klaten, seolah menegaskan mengenai carut marutnya pengisian JPT dalam birokrasi. Posisi JPT justru dikonversikan menjadi ladang bisnis demi kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Berkaitan dengan praktik jual beli jabatan, sesungguhnya telah dibangun sistem baru yang mendorong terciptanya pemerintahan yang lebih baik. UU Nomor 5 Tahun 2014 memberikan rambu-rambu mengenai larangan mutasi jabatan dengan muatan konlik kepentingan serta kewajiban menjalankan prinsip meritokrasi yang mengutamakan kualiikasi kompetensi serta penilaian kinerja secara obyektif dan terukur. Pelaksanaan seleksi terbuka untuk JPT merupakan bagian reformasi birokrasi yang membongkar fragmentasi organisasi yang tersekat. Diharapkan Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri dapat melaksana-kan seleksi terbuka untuk JPT dengan baik dan bebas intervensi politik.

5. Masih Lemahnya Kelembagaan KASN

Kelembagaan KASN yang masih dinilai lemah, menjadi salah satu hal yang menghambat pelaksanaan proses Seleksi Terbuka JPT. Kendala mengenai personil, keuangan dan kelembagaan KASN turut mempengaruhi peningkatan kualitas pengawasan KASN. Kapasitas KASN perlu diperkuat dengan meningkatkan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Anggaran. Percepatan penerbitan Peraturan pelaksana UU Nomor 5 Tahun 2015, menjadi mutlak

diperlukan agar tercipta adanya kepastian hukum terkait kelembagaan KASN.

6. Faktor Budaya Orang Indonesia yang Enggan Melamar Pekerjaan Keengganan Orang Indonesia untuk melamar pekerjaan menjadi budaya yang menghambat dalam pelaksanaan seleksi terbuka JPT. 7. Sistem Informasi Talent Management yang Belum Dibangun dan

Dijadikan Dasar dalam Pengambilan Keputusan

Keunggulan talent management yaitu dapat menghilangkan pelaksanaan Seleksi Terbuka JPT—yang mengeluarkan biaya yang sangat mahal—tetapi dapat memastikan JPT diisi oleh ASN yang memiliki kinerja dan kompetensi yang tinggi. Talent management mendorong ASN untuk memiliki kinerja dan kompetensi yang tinggi dengan pelatihan dan pengembangan diri hingga menuju aparatur yang berkinerja dan berkompetensi tinggi “high achieved”. 8. Biaya yang Sangat Mahal Dalam Proses Seleksi

Ketiadaan talent management, menjadikan biaya seleksi terbuka cukup mahal, bahkan untuk mencari satu calon JPT dapat menghabiskan biaya Rp 100 juta.

9. Lamanya Proses Seleksi Menyebabkan Banyak Jabatan yang Kosong dan Dibuat PLT

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan seleksi dengan mekanisme proses seleksi untuk JPT sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sangat panjang, sehingga dilema yang dihadapi dengan waktu proses seleksi yang cukup lama, banyak jabatan yang kosong sehingga untuk menanggulangi kekosongan, banyak diangkat Pejabat Pelaksana Tugas (Plt).

Beberapa hambatan tersebut di atas, jika dapat diatasi maka berdasarkan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa “ketentuaan mengenai pengisian JPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Pasal 109 dan Pasal 110 dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN dengan persetujuan KASN. Dengan demikian penerapan manajemen talenta (talent management) dan optimalisasi sistem merit dalam Manajemen Kepegawaian menjadi sebuah kebijakan yang sangat penting untuk membangun birokrasi pemerintah yang profesional dan independen dan terbebas dari intervensi politik.

Bab V

Studi Kasus Permasalahan

Dalam dokumen Beranda - FIAUI (Halaman 53-56)