• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beranda - FIAUI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Beranda - FIAUI"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUATAN PERAN

KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA (KASN)

UNTUK MENCIPTAKAN BIROKRASI

YANG KOMPETEN, BERSIH

DAN MELAYANI

Tim Penyusun:

Eko Prasojo

Zuliansyah Putra Zulkarnain Ima Mayasari

(2)
(3)

Tim Penyusun:

Eko Prasojo

Zuliansyah Putra Zulkarnain Ima Mayasari

(Anggota Klaster Riset Policy, Governance and Admininistrative Reform (PGAR) Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia)

PENGUATAN PERAN

KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA (KASN)

UNTUK MENCIPTAKAN BIROKRASI

(4)

PENGUATAN PERAN KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA (KASN) UNTUK MENCIPTAKAN BIROKRASI YANG KOMPETEN, BERSIH DAN MELAYANI

Tim Penyusun:

Eko Prasojo

Zuliansyah Putra Zulkarnain Ima Mayasari

(Anggota Klaster Riset Policy, Governance and Admininistrative Reform (PGAR)

Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia) Dibiayai oleh:

Program Hibah Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2017 Penerbit:

Universitas Indonesia-Center for Study of Governance and Administrative Reform (UI-CSGAR)

Alamat:

Gedung M Lantai 2 FISIP UI

Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan Kampus Baru UI Depok 16424 Phone : (021) 7866561

(5)

Kata Pengantar

B

erbagai kasus jual beli jabatan ASN dan masih belum optimalnya meritokrasi birokrasi publik, menjadikan KASN keberadannya sangat diperlukan. Sistem merit menjadi sebuah kebutuhan dalam negara demokrasi seperti Indonesia. KASN memiliki peran signiikan untuk menjaga dan mengawal pelaksanaan Sistem Merit. Sembilan prinsip sistem merit yaitu: (1) melakukan rekrutmen dan seleksi berdasarkan kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skills) melalui kompetisi secara terbuka dan adil; (2) memberlakukan Pegawai ASN secara adil dan setara; (3) memberi renumerasi yang sesuai untuk pekerjaan-pekerjaan yang setara dan menghargai kinerja yang lebih tinggi; (4) menerapkan standar yang tinggi untuk integritas, perilaku dan kepedulian bagi kepentingan masyarakat; (5) mengelola Pegawai ASN secara efektif dan eisien; (6) mempertahankan Pegawai ASN yang berpotensi melakukan koreksi bagi Pegawai yang kurang berprestasi; (7) memberikan kesempatan kepada Pegawai ASN untuk mengembangkan kompetensi; (8) melindungi Pegawai ASN dari pengaruh-pengaruh politik yang membuat tidak netral; dan (9) memberikan perlindungan kepada Pegawai ASN. Buku ini merupakan luaran dari pelaksanaan Hibah Pengabdian Masyarakat Kajian Isu Strategis Universitas Indonesia “Penguatan Peran KASN untuk Menciptakan Birokrasi yang Kompeten, Bersih dan Melayani” yang diketuai oleh Prof. Dr. Eko Prasojo, Magrer.publ dengan dukungan pendanaan dari DRPM Universitas Indonesia.

Apa yang terangkum dalam buku ini masih banyak memiliki sejumlah kekurangan, mengingat keterbatasan waktu, dana, tenaga, serta kemampuan yang kami miliki dalam pelaksanaan kajian dan pembuatan buku ini. Karenanya, untuk segala kekurangan tersebut, Kami memohon maaf sekaligus masukan dari segenap pembaca guna penyempurnaan lebih lanjut dari buku ini di masa datang.

Kami juga berharap bahwa buku ini dapat memberikan masukan berharga dalam upaya memperkuat, memajukan, dan memandirikan Komisi Aparatur Sipil Negara sebagai upaya mewujudkan birokrasi yang kompeten, bersih dan melayani.

(6)

Kata Pengantar ... iii

BAB I - PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Permasalahan ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Kajian ... 8

1.4. Signiikansi Kajian ... 9

BAB II - MERIT SYSTEM ... 10

2.1. Pengertian Merit System ... 10

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Merit System ... 13

2.3. Prinsip-prinsip Merit System ... 15

BAB III - PERAN KASN DALAM MENCIPTAKAN BIROKRASI YANG KOMPETEN, BERSIH DAN MELAYANI ... 18

3.1. Latar Belakang Pembentukan KASN ... 18

3.2. Kedudukan, Fungsi dan Kewenangan KASN ... 20

3.3. Struktur Kelembagaan, Susunan Organisasi dan Keanggotaan KASN ... 24

3.4. Peraturan Pelaksanaan berkaitan dengan KASN ... 28

3.4.1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2014 tentang Sekretariat, Sistem dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Tata Kerja, Serta Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Komisi Aparatur Sipil Negara ... 29

3.4.2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2015 tentang Honorarium Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Aparatur Sipil Negara ... 31

3.4.3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Komisi Aparatur Sipil Negara ... 32

(7)

3.4.4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2016 tentang Hak Keuangan Asisten Komisi

Aparatur Sipil Negara ... 32

3.4.5. Peraturan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komisi Aparatur Sipil Negara ... 33

BAB IV - PENGAWASAN KASN DALAM PELAKSANAAN SELEKSI TERBUKA JABATAN PIMPINAN TINGGI (JPT) ASN ... 34

4.1. Landasan Hukum ... 34

4.2. Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) ... 35

4.3. Persyaratan Jabatan Pimpinan Tinggi ... 36

4.4. Tata cara Pengisian dan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi ... 38

4.5. Pengawasan KASN dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) ... 41

4.6. Jenis Pelanggaran dalam Seleksi Terbuka untuk JPT ... 43

4.7. Hambatan Utama Dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka untuk JPT ... 45

BAB V - STUDI KASUS PERMASALAHAN HUKUM ASN DAN GUGATAN TERHADAP HASIL PENGAWASAN KASN ... 48

5.1. Permasalahan Hukum ASN ... 48

5.2. Perkara Gugatan Tata Usaha Negara Terhadap Hasil Pengawasan Ketua KASN ... 61

5.3. Gugatan terhadap Hasil Pengawasan KASN yang diajukan oleh Walikota Tegal di PTUN Jakarta ... 73

BAB VI - PENGUATAN PERAN KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA (KASN) UNTUK MENCIPTAKAN BIROKRASI YANG KOMPETEN, BERSIH DAN MELAYANI ... 78

6.1. Peran KASN dalam Menjaga dan Mengawal Pelaksanaan Sistem Merit ... 78

6.2. Model Sistem Informasi Jabatan Pimpinan Tinggi (SIJAPTI) .... 79

6.3. Pengelolaan E-Government Pemerintah Daerah ... 79

(8)
(9)

Bab I

Pendahuluan

I. Latar Permasalahan

Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ( “UU ASN”) menjadi rumah bagi lahirnya Komisi Aparatur Sipil Negara (“KASN”). UU ASN menegaskan komitmen Pemerintah untuk menciptakan birokrasi pemerintahan yang kompeten, bersih, berintegritas, dan bebas dari intervensi politik sesuai dengan nilai-nilai dalam sistem merit. Sistem merit dimaksud merupakan kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualiikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan (UU ASN, Ps. 1 angka 22).

Sejak diundangkan UU ASN pada tanggal 15 Januari 2014, masih terdapat persoalan yang cukup pelik berkaitan dengan pengimplementasian UU ASN. Masalah utama yang mengemuka adalah belum disahkannya perangkat peraturan perundang-undangan dibawah UU yaitu Peraturan Pemerintah (“PP”) sebagai aturan pelaksana UU ASN—padahal untuk menjalankan UU ASN diperlukan PP.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (“PANRB”) telah merancang tujuh Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), lima diantaranya belum diundangkan yaitu (1) RPP tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK atau P3K); (2) RPP tentang Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas PNS; (3) RPP tentang Kinerja dan Disiplin PNS; (4) RPP tentang Jaminan Hari Tua dan Pensiun PNS, serta (5) RPP tentang Korps Profesi Pegawai ASN. Sementara itu dua RPP yang sudah disahkan sebagai PP yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

(10)

dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 41 UU ASN, oleh karena tidak terdapat pengaturan lebih lanjut mengenai KASN dalam aturan turunan dari UU ASN. KASN adalah lembaga non struktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.

Secara garis besar fungsi KASN sesuai ketentuan Pasal 30 UU ASN adalah mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada Instansi Pemerintah. Sementara itu, Pasal 32 UU ASN mengatur wewenang KASN antara lain: (1) mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (“JPT”) mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi; (2) mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; (3) meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; (4) memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; dan (5) meminta klariikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN. Dalam melaksanakan pengawasan, KASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN. Hasil pengawasan disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang untuk wajib ditindaklanjuti.

Ketentuan dalam peraturan perundangan mengisyaratkan pentingnya keberadaan KASN sebagai garda terdepan dalam menciptakan sistem merit dalam ASN, baik tingkat pusat maupun daerah. Di beberapa negara demokrasi, seperti, Australia dan Selandia Baru, kualitas ASN yang tinggi tidak terlepas dari peran lembaga pengawas ASN, yaitu, Australian Public Service Commission (PASC) dan State Service Commission di Selandia Baru. Di Indonesia, KASN yang terbentuk kurang lebih dua tahun belum dapat dioptimalkan fungsi dan wewenangnya, bahkan banyak mendapat penentangan, baik dari Pusat maupun Daerah. Sejatinya, KASN dibentuk sebagai upaya untuk memastikan terselenggaranya meritokrasi Pemerintah.

(11)

fungsi dan wewenang KASN. Naskah RUU tentang Perubahan UU ASN memuat materi muatan yang mengusulkan perubahan: Pertama, KASN dihapuskan. Kedua, fungsi, tugas dan wewenang KASN dilekatkan kembali kepada Kementerian. Hal ini sangatlah disayangkan, ketika UU ASN belum secara utuh diimplementasikan, RUU tentang Perubahan UU ASN menghapus sama sekali peran KASN. Dalam berita Kompas (23 Januari 2017) terungkap bahwa DPR berpandangan keberadaan KASN perlu ditinjau lagi, apakah akan dihapuskan atau tetap ada dengan perubahan fungsi, tugas dan wewenang. Sementara itu pihak pemerintah, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), menyatakan bahwa sampai sejauh ini keberadaan KASN masih diperlukan untuk memastikan terselenggaranya sistem merit di Indonesia. Pandangan tersebut sejatinya sejalan dengan fakta-fakta dilapangan yang mengungkap banyaknya permasalahan dalam pengisian jabatan Aparatur Sipil Negara.

Salah satu masalah utama yang dewasa ini mencuat ke permukaan adalah maraknya praktik jual beli jabatan ASN, baik Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional maupun Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). Akhir Desember 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Bupati Klaten—Periode 2016-2021, dan menetapkan sebagai Tersangka dalam kasus jual beli jabatan ASN di lingkungan pemerintah Kabupaten Klaten. Tanggal 20 September 2017, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 11 (sebelas tahun) kepada Bupati Klaten non aktif, karena terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b , atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 65 KUH Pidana.

Pasal 12 huruf a atau huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001:

“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

(12)

patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Indonesia, Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 20 Tahun 2001, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150. Ps. 12 huruf (a) dan (b).”

Bupati Klaten non aktif dipidana karena menerima hadiah atau janji dari Pegawai Negeri Sipil, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait promosi dan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah Kabupaten Klaten (Siaran Pers KPK tanggal 31 Desember 2016 berjudul KPK Tahan Tersangka OTT Suap Bupati Klaten).

Sementara itu, tanggal 29 Mei 2017, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang telah menjatuhkan hukuman (vonis) 1 tahun 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp 50 juta kepada Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten non aktif, karena terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan Terdakwa membidik posisi Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten dengan memberikan uang suap sebesar Rp 200 juta kepada Bupati Klaten non aktif, melalui perantara Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten. Perbuatan Terdakwa memberikan uang kepada Bupati Klaten selaku penyelenggara negara secara beberapa kali bertentangan dengan hukum. (Detiknews, 2017).

(13)

negara yang efektif, eisien dan terbuka, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Berdasarkan data yang disampaikan Komisi Aparatur Sipil

Negara (KASN) pada awal Januari 2017, datar harga jual beli jabatan pada Pemerintah Kabupaten Klaten yang diterima KASN dari laporan masyarakat, sebagaimana tersaji dalam Tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1 “Harga Jual Beli Jabatan”

Jabatan Harga

a. Eselon II (tergantung SKPD) b. Eselon III

c. Eselon IV

Rp 80 juta – Rp 400 juta Rp 30 juta – Rp 80 juta Rp 10 juta – Rp 15 juta Di Lingkungan Dinas Pendidikan:

a. Eselon II (Kepala Dinas)

b. Eselon III (Sekretaris dan Bidang) c. Eselon (Sub Bagian dan Kepala Seksi) d. Kepala UPTD

e. TU UPTD

f. Kepala Sekolah SD g. TU Sekolah Dasar h. Kepala Sekolah SMP

i. Jabatan Fungsional Tertentu (Guru Mutasi Dalam Kabupaten)

b. Jabatan Tetap (Tidak Mutasi)

Rp 5 juta – Rp 15 juta Rp 10 juta – Rp 50 juta

Sumber: Tempo, 6 Januari 2017

Data Tabel tersebut mengisyaratkan bahwa masing-masing jabatan memiliki harga tersendiri, dimana variasi harga jabatan berbeda-beda tergantung tinggi rendahnya jabatan dan posisi strategis jabatan. Variasi harga juga bergantung pada besaran anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dituju, semakin besar anggaran semakin besar pula harga yang ditransaksikan. Dalam berita Tempo (31 Desember 2016), pada saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Klaten, rincian harga jabatan dan catatan keuangan turut diperoleh KPK, disamping uang sekitar Rp 2 Miliar dan USD 5.700 serta Dollar Singapura sebanyak 2.035.

(14)

diamanatkan dalam Pasal 124 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, dimana Perda pembentukan Perangkat Daerah dan pengisian kepala Perangkat Daerah dan kepala unit kerja pada Perangkat Daerah diselesaikan paling lambat enam bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016—19 Juni 2016. Adapun pengisian kepala Perangkat Daerah dan kepala unit kerja pada Perangkat Daerah untuk pertama kalinya dilakukan dengan mengukuhkan pejabat yang sudah memegang jabatan setingkat dengan jabatan yang akan diisi dengan ketentuan memenuhi persyaratan kualikasi dan kompetensi jabatan.

Tindak lanjut pelaksanaan PP Nomor 18 Tahun 2016, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengeluarkan Surat Nomor B/3116/M.PANRB/09/2016 tertanggal 20 September 2016 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Lingkungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Terkair dengan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia. Salah satu substansi surat tersebut mengatur bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan melalui mekanisme pertimbangan dari Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), serta selanjutnya hasil penetapan pengukuhan tersebut dilaporkan kepada KASN.

Kabupaten Klaten telah melaporkan proses penataan SOTK kepada KASN. Menurut KASN, dari sisi normatif dokumen pengisian JPT tidak terdapat masalah. Namun, yang dilaporkan dan disetujui oleh KASN hanya sepuluh Eselon II, berbeda dengan yang diangkat ternyata sebanyak 803 pejabat dari Eselon II hingga Eselon V (Gatra, 2017).

(15)

kualiikasi, kompetensi, dan kinerja yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan yang dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat sebelas daerah yang terindikasi kuat terjadi praktik jual beli jabatan ASN, berdasarkan laporan yang diterima. KASN masih melakukan proses penyelidikan terkait pelanggaran administratif terhadap penerapan Sistem Merit dalam kebijakan promosi jabatan di daerah meliputi regulasi, kontrol eksternal dan komitmen pelaku. Sistem merit KASN berfungsi mengawasi pengisian Pimpinan Jabatan Tinggi (JPT) sesuai dengan prosedur yang dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif di instansi pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah. Sistem ini bertujuan untuk mencegah adanya praktik jual beli jabatan, konlik kepentingan (conlict interest) serta pemilihan jabatan atas dasar agama, suku, ras dan kepentingan politik.

KASN juga mencatat bahwa transaksi jual beli jabatan di birokrasi Indonesia pada 2016 mencapai Rp 36,7 Trilyun, dimana sejumlah jabatan mulai dari tingkat kementerian/lembaga hingga pemerintahan daerah dihargai dengan nilai yang fantastis. Contoh: Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di tingkat kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi dihargai dengan nominal Rp 500 juta, sementara untuk JPT pada tingkat pemerintah kabupaten/kota dihargai dengan nominal Rp 250 juta. Praktik jual beli jabatan berimbas pula terhadap pelaksanaan program pemerintah. ASN yang melakukan praktik jual beli jabatan, ketika sudah memperoleh jabatan, akan berupaya untuk mencari uang untuk menutup uang yang sudah dikeluarkan guna membeli jabatan. Oleh karena itu, peranan KASN sangatlah penting dalam melakukan pengawasan dan memberikan rekomendasi terhadap laporan masyarakat untuk diproses lebih lanjut ke lembaga penegak hukum seperti KPK jika terdapat indikasi tindak pidana korupsi. KASN juga bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi dalam mengatasi persoalan jual beli jabatan ASN.

(16)

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Ombudsman Republik Indonesia dan diinisiasikan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP), dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat untuk pengawasan program dan kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan publik.

Berdasarkan permasalahan faktual yang telah diurai di atas, maka pengabdian masyarakat menekankan pada fokus Isu Strategis di Indonesia mengangkat tema “Penguatan Peran KASN untuk Menciptakan Birokrasi yang Kompeten, Bersih, dan Melayani”.

III. Perumusan Masalah

Beranjak dari uraian dalam latar permasalahan tersebut, kajian ini menekan pada penguatan peran KASN untuk menciptakan birokrasi yang kompeten, bersih, dan melayani dengan menitikberatkan pada kasus-kasus jual beli jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Birokrasi Pemerintahan di Indonesia. Untuk kajian ini mengangkat yang dibatasi pada empat hal:

1. Bagaimana peran, fungsi, dan wewenang KASN dalam sistem merit di Indonesia, terutama dalam mengawasi proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi ASN?

2. Mengapa peran, fungsi, dan wewenang KASN diwacanakan untuk dihapus dalam RUU Perubahan UU ASN?

3. Bagaimana memperkuat sistem dan mekanisme pengawasan dan evaluasi sistem merit secara kelembagaan di Indonesia?

IV. Tujuan Kajian

Secara umum kajian ini bertujuan untuk mengkaji “Penguatan Peran KASN untuk Menciptakan Birokrasi yang Kompeten, Bersih, dan Melayani”. Secara khusus kajian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis peran, fungsi, dan wewe-nang KASN dalam sistem merit di Indonesia, terutama dalam mengawasi proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi ASN. 2. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor yang

men-dorong lahirnya wacana penghapusan KASN dalam perubahan UU ASN.

(17)

V. Signiikansi Kajian

(18)

Bab II

Merit System

I. Pengertian Merit System

Pada prosesnya pertumbuhan merit system dalam pemerintah datang karena reaksi terhadap patronase yang berlebihan (Sylvia dan Meyer, 2002: 137). Ini karena merit system dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh para politisi dan manajer terhadap proses seleksi pegawai untuk mengisi jabatan atau posisi sebagai pelayan masyarakat (Woodard, 2005: 111). Merit system menekankan pada kualiikasi teknis yang menggunakan proses analisis kompetensi pekerjaan dan mengharuskan prosedur lamaran terbuka (Berman, et al. 2001: 101). Merit system selalu mengharuskan pengujian yang terkait dengan pendidikan dan pengalaman kerja, evaluasi kinerja, dan lisensi maupun tes pengetahuan tertulis calon pegawai (Berman, et al. 2001: 101). Merit system juga menekankan keadilan terhadap calon pegawai, kecermatan dalam seleksi, serta menjamin kompetensi dan kualiikasi calon pegawai. Dengan adanya merit system diharapkan proses perekrutan yang telah dilakukan akan didapatkan rekrutan yang benar-benar memenuhi kualiikasi pekerjaan tersebut.

(19)

seleksi dan kemajuan individu-individu dalam pelayanan dan di mana kondisi dan penghargaan kinerja berkontribusi terhadap kompetensi dan keberlanjutan pelayanan. Dari ketiga pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa merit system menekankan adanya orang yang benar-benar cakap dan sesuai untuk mengisi suatu jabatan tertentu. Lebih lanjut, Komisi Pelayanan Sipil Amerika Serikat dalam Stahl (1971: 31) menjelaskan prinsip-prinsip pokok “persaingan terbuka” dalam merit system yang terdiri dari:

1. Adequate publicity. Lowongan pekerjaan dan persyaratan harus diumumkan kepada masyarakat umum sehingga masyarakat tertarik untuk memiliki kesempatan yang wajar untuk mengetahui lowongan pekerjaan tersebut.

2. Opportunity to apply. Masyarakat yang tertarik harus memiliki kesempatan agar minat masyarakat untuk mengajukan lamaran dapat diketahui dan dipertimbangkan.

3. Realistic standards. Standar kualiikasi harus cukup berkaitan dengan pekerjaan yang akan diisi dan harus diterapkan secara adil kepada semua pelamar yang ada.

4. Absence of discrimination. Standar yang digunakan harus mengandung faktor-faktor yang berhubungan hanya dengan kemampuan dan kebugaran untuk pekerjaan tanpa ada diskriminasi.

5. Ranking on the basis of ability. Hakikat kompetisi menunjukkan peringkat kandidat berdasarkan evaluasi relatif kemampuan dan kebugaran mereka, dan proses seleksi yang memberikan efek untuk peringkat ini.

6. Knowledge of results. Masyarakat harus mampu mengetahui bagaimana proses bekerja, dan siapa saja yang percaya bahwa proses tersebut belum diterapkan dengan baik sehingga kasus yang terjadi terkait hal tersebut dapat diperiksa secara administratif.

Menurut McCourt (2007: 5), implikasi dari penerapan merit system dalam berbagai instansi pemerintah, di antaranya adalah:

1. Job at every level: merit principle apply as much to promotion as to initial recruitment. Artinya bahwa prinsip merit berlaku untuk promosi jabatan dan rekrutmen awal bagai pegawai-pegawai baru.

(20)

of candidate any whom could do the job adequately. Artinya, bahwa calon terbaik terbukti paling mampu dibandingkan sejumlah kandidat untuk menyelesaikan tugas jabatannya secara tepat

3. Open to all: no internal-only appointment or restricted shortlists. Artinya, bahwa pengangkatan/pengisian jabatan tidak hanya mengandalkan pada sumber calon-calon internal atau berdasarkan pada sejumlah kandidat yang terbatas.

4. Systematic, transparent and challengeable: we welcome challenges to our decision, including from the unsuccessfull candidates, viewing them as valuable feedback which will help us make better decisions in future. Artinya, bahwa semua keputusan pengangkatan dalam jabatan dapat dipertanyakan, termasuk bagi para kandidat yang tidak berasil, karena prinsipnya semua pertanyaan tersebut merupakan feedback yang sangat berharga untuk memperbaiki keputusan-keputusan pengangkatan dalam jabatan untuk masa yang akan datang.

Di sisi lain, menurut Setyowati (2014: 83), untuk melihat implementasi merit system dalam proses rekrutmen dan seleksi CPNS dapat didasarkan atas tiga (3) hal, yakni: (1) semua warga negara diberi kesempatan yang sama sesuai persyaratan yang ada (equal oportunity); (2) persaingan yang terbuka dan fair (open competition and fairness); (3) pengambilan keputusan yang diterima berdasarkan passing grade. Jika dilihat dari prosedurnya, penunjukan pegawai yang baik menurut McCourt (2007: 11) di antaranya adalah:

1. Job analysis. Analisis jabatan yang mengarah pada kenyataan tertulis dan tugas jabatan (job description), serta pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh pemegang jabatan (job spesiication)

2. An advertisement disseminated to eligible groups. Iklan dibagikan kepada kelompok-kelompok yang memenuhi syarat

3. A standard application form. Formulir aplikasi terstandar

4. A scoring scheme based on the person speciication. Skema penilaian berdasarkan spesiikasi orang

5. Shortlisting procedure to reduce applications, if necessary, to a manageable number. Daftar pendek prosedur untuk mengurangi aplikasi jika perlu ke jumlah yang dapat dikelola

(21)

and preferably including a selection method or methods in addition to the panel interview. Prosedur seleksi akhir berdasarkan kualiikasi seseorang dan sebaiknya mencakup metode seleksi atau metode wawancara panel

7. An appointment decision based on the scoring scheme. Keputusan penunjukan berdasarkan skema penilaian

8. Notiication of results to both successful and unsuccessful candidates. Pemberitahuan hasil kepada kandidat yang berhasil dan tidak berhasil

9. “Post-interview counselling” ofered to unsuccessful shortlisted candidates. Wawancara konseling yang ditawarkan kepada daftar kandidat yang tidak berhasil

10. Induction on what the panel found out through selection about the successful candidate. Induksi terhadap apa yang ditemukan panel melalui kandidat yang sukses

II. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Merit System

(22)

kekerabatan atau nepotisme (Setyowati, 2014: 89).

Penerapan merit system berkaitan dengan pengelolaan kepegawaian yang professional dan didukung oleh lembaga pengelola kepegawaian yang netral, bebas dari tekanan pihak manapun (Setyowati, 2014: 85). Shafritz, et al., (2001: 15), pencapaian kompetensi yang netral membutuhkan pembentukan sebuah lembaga yang relatif independen untuk membantu melindungi pegawai publik dari tuntutan partisan eksekutif politik. Woodard (2000: 14) menyatakan bahwa, public personnel management is a key vehicle in that implementation process since the quality of the workforce directly afects the government’s capacity to act. Artinya, manajemen kepegawaian publik merupakan kendaraan utama dalam proses implementasi karena kualitas tenaga kerja secara langsung mempengaruhi kemampuan pemerintah untuk bertindak. Manajemen kepegawaian publik juga mengelola sumber daya nasional melalui alokasi pekerjaan publik dan berfungsi sebagai salah satu proses manajemen yang menopang organisasi publik (Woodard, 2000: 14).

Penerapan merit system menurut Montgomery (1937) dalam Setyowati (2014: 95) dipengaruhi oleh regulasi sistem administrasi publik dan kontrol publik yang simpatik. Lembaga yang menjamin harus didukung oleh sarana dan prasarana serta sumber daya aparatur yang berkualitas dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk mewujudkan good governance (Setyowati, 2014: 95). Dari segi implementasi, menurut Matland ada dua hal yang mempengaruhi, yakni ambiguitas dan konlik. Konlik terjadi ketika terdapat perbedaan kepentingan dan kesepahaman antara satu organisasi dengan organisasi lain yang bersangkutan. antar aktor (Matland, 1995: 158). Di sisi lain, ambiguitas dalam implementasi muncul ketika kesalahpahaman dan ketidakpastian peran dari berbagai organisasi yang berkepentingan dalam proses implementasi, atau ketika lingkungan yang kompleks justru menyusahkan organisasi untuk mengetahui alat mana yang harus digunakan, bagaimana menggunakan alat tersebut, dan apa dampak dari penggunaan alat tersebut terhadap proses implementasi (Matland, 1995: 158).

(23)

manajer lokal; penunjukan lain seperti succession plans, secondments, temporary “acting up”, reallocation of duties, subcontracting to employment agencies (McCourt, 2007: 6-7). Prasojo dalam Setyowati (2014: 89) menyatakan bahwa ada tiga faktor kunci dalam pelaksanaan kebijakan, khususnya kebijakan rekrutmen dan seleksi, yaitu: faktor teknis secara langsung berkaitan dengan kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan di lapangan; faktor politis terkait dengan aktor yang terlibat serta persoalan kewenangan; serta faktor administratif yang menyangkut mekanisme penyelenggaraan. Secara khusus Gatewood dan Field dalam Setyowati (2014: 93) menekankan bahwa pengumpulan informasi yang akurat tentang kemampuan pelamar melalui proses seleksi yang baik biasanya terhambat oleh keterbatasan fasilitas, biaya, waktu, tenaga staf serta penyimpanan data.

Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan merit system diajukan pula oleh Setyowati (2014: 145), yang mana terdapat tiga faktor yang menghambat penerapan merit system dalam rekrutmen dan seleksi CPNS. Pertama adalah hambatan administratif yang mana hal ini berkaitan dengan belum adanya harmonisasi antara kerangka kebijakan yang menjadi payung hukum pelaksanaan rekrutmen dan seleksi CPNS dan belum dijelaskan secara detail mengenai merit system termasuk prinsip-prinsipnya dalam kerangka kebijakan yang dipakai sebagai payung hukum sehingga mengganggu mekanisme pelaksanaan rekrutmen dan seleksi CPNS. Hal kedua yang menghambat pelaksanaan rekrutmen dan seleksi CPNS adalah faktor politik dan budaya, yang mana dalam hal ini terdapat indikasi KKN yang dilakukan oleh oknum birokrasi. Hal ketiga yang menghambat pelaksanaan rekrutmen dan seleksi CPNS adalah hal teknis, yang mana dalam hal ini berkaitan dengan terbatasnya kemampuan sumber daya aparatur dalam menjalankan tanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan dan kurangnya sarana dan prasarana dalam proses penyelenggaraan rekrutmen dan seleksi CPNS. Dalam penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi merit system dalam proses rekrutmen dan seleksi CPNS peneliti menggunakan variabelvariabel yang diungkapkan oleh Setyowati (2014), di antaranya adalah: faktor administrasi, politik dan budaya, serta teknis.

III. Prinsip-Prinsip Sistem Merit

(24)

prinsip dalam pelaksanaan sistem merit, yaitu;

1. Rekrutmen merupakan individu-individu yang tepat dan memenuhi kualiikasi dalam upaya mencapai tenaga kerja yang berasal dari seluruh segmen masyarakat. Pemilihan dan pelatihan ditentukan hanya berdasarkan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan. Rekrutmen harus bersifat adil dan bersifat kompetisi terbuka serta menjamin bahwa semua orang menerima kesempatan yang sama.

2. Seluruh karyawan dan pelamar pekerjaan harus menerima perlakuan yang adil dan merata di semua aspek manajemen personalia tanpa memandang ailiasi politik, ras, warna, agama, asal-usul kebangsaan, seks, status perkawinan, usia, atau kelainan kondisi, dan dengan tepat memperhatikan privasi dan hak-hak konstitusional mereka.

3. Imbalan yang sama harus disediakan untuk pekerjaan dengan nilai yang sama dengan mempertimbangkan standar pembayaran yang dilakukan di sector swasta pada tingkat lokal dan nasional serta pemberian insentif dan penghargaan bagi mereka yang unggul dalam kinerja.

4. Seluruh pegawai harus mempertahankan standar yang tinggi dalam hal integritas, perilaku dan mementingkan kepentingan umum.

5. Pegawai Pemerintah Federal harus bekerja dengan efektif dan eisien.

6. Pegawai harus dipertahankan berdasarkan kinerja, bagi yang belum memenuhi standar kinerja harus diberikan perhatian, pegawai yang tidak dapat memenuhi kinerja harus diberikan perlakuan yang berbeda

7. Setiap pegawai harus diberikan pendidikan dan pelatihan yang efektif guna peningkatan kinerja yang lebih baik bagi individu maupun organisasi

8. Setiap pegawai harus :

a. Mendapatkan pelindungan dari tindakan sewenang-wenang, pilih kasih yang bersifat pribadi atau paksaan untuk tujuan politik partisan

b. Dilarang menggunakan kewenangan atau pengaruh secara resmi untuk mengganggu atau mempengaruhi hasil pemilihan atau nominasi terkait pemilihan.

(25)

dalam proses pengungkapan informasi dari pegawai lain yang diyakini melakukan:

a. Pelanggaran hukum, aturan dan peraturan;

(26)

Bab III

Peran KASN dalam

Menciptakan Birokrasi

yang Kompeten, Bersih

dan Melayani

I. Latar Belakang Pembentukan KASN

Lahirnya KASN tidak terlepas dari keinginan untuk membentuk KASN dalam mengambil peran yang strategis guna memastikan terwujudnya meritokrasi birokrasi publik. Birokrasi publik yang memiliki manajemen dilandasi oleh profesionalisme akan menghasilkan luaran (out put) pelayanan yang baik. Selanjutnya, pada tanggal 15 Januari 2014, diundangkan UU ASN, dalam rangka membangun ASN yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pelaksanaan manajemen ASN selama ini belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualiikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualiikasi yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan dan promosi jabatan. Oleh karena itu, guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik serta mewujudkan ASN sebagai bagian dari reformasi birokrasi, dipandang perlu menetapkan ASN sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan diri dan wajib mempertanggungjawabkan kinerja serta menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaaan manajamen ASN.

(27)

Negara (KASN). Pengertian Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 18 UU ASN adalah lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik. KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. (UU ASN, Ps. 1 angka 18). Tujuan pembentukan KASN berdasarkan Pasal 28, antara lain: (a) menjamin terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN; (b) mewujudkan ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dan berfungsi sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia; (c) mendukung penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif, eisien dan terbuka, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme; (d) mewujudkan Pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan masyarakat yang dilayani berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan; (e) menjamin terbentuknya profesi ASN yang dihormati pegawainya dan masyarakat; dan (f ) mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya pencapaian kinerja (UU ASN, Ps. 28).

(28)

menjadi tidak efektif (KASN, 2016).

Selanjutnya dari aspek kelembagaan, Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN. Guna menyelenggarakan kekuasaan tersebut, Presiden mendelegasikan kekuasaannya kepada KASN, berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN (UU ASN, Ps. 25 ayat (2) huruf b). Selain kepada KASN, Presiden juga mendelegasikan kewenangan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi—berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN, Lembaga Administrasi Negara (LAN)—berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN (UU ASN, Ps. 1 angka 20), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN)—berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN (UU ASN, Ps 1 angka 21).

II. Kedudukan, Fungsi dan Kewenangan KASN

(29)

Tabel 2.1 Fungsi, Tugas, dan Wewenang KASN

Pengaturan Ketentuan Substansi

Fungsi Pasal 30 KASN berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah.

Tugas Pasal 31 ayat (1)

KASN bertugas:

a. menjaga netralitas Pegawai ASN; b. melakukan pengawasan atas

pembinaan profesi ASN; dan

c. melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada Presiden.

Pasal 31 ayat (2)

Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KASN dapat: a. melakukan penelusuran data dan

informasi terhadap pelaksanaan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah;

b. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi Pegawai ASN sebagai pemersatu bangsa; c. menerima laporan terhadap

pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; d. melakukan penelusuran data dan

informasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; dan

(30)

Wewenang Pasal 32 ayat (1)

KASN berwenang:

a. mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi;

b. mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c. meminta informasi dari pegawai ASN

dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; d. memeriksa dokumen terkait

pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; dan

e. meminta klariikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi

Pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.

Pasal 32 ayat (2) dan (3)

Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 ayat (1) huruf b, KASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN. Hasil pengawasan tersebut disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang untuk wajib ditindaklanjuti.

Sumber: UU Nomor 5 Tahun 2014

(31)

Tidak ada pelanggaran

Ada pelanggaran

KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap PPK dan PyB yang melanggar prinsip Sistem Merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan Sanksi sebagaimana dimaksud berupa:

a. peringatan; b. teguran;

c. perbaikan, pencabutan, pembatalan, penerbitan keputusan, dan/atau pengembalian pembayaran;

d. hukuman disiplin untuk PyB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan e. sanksi untuk PPK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PPK dan PyB wajib menindaklanjuti Keputusan KASN:

pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN

Ditindaklanjuti

Tidak Ditindaklanjuti Hasil pengawasan

KASN

perbaikan, pencabutan, pembatalan, penerbitan keputusan, dan/atau pengembalian pembayaran; (d) hukuman disiplin untuk Pejabat yang Berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (e) sanksi untuk Pejabat Pembina Kepegawaian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (UU ASN, Ps. 32 ayat (3)).

Sanksi tersebut dilakukan oleh: Presiden—selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN, terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; dan Menteri— terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Pejabat yang Berwenang, dan terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (vide Pasal 33). Secara keseluruhan, KASN melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya, termasuk yang berkaitan dengan kebijakan dan kinerja ASN paling kurang 1 (satu) kali pada akhir tahun kepada Presiden (vide Pasal 34). Gambar 1. Tindak Lanjut Keputusan KASN

Gambar 1. Tindak Lanjut Keputusan KASN

(32)

III. Struktur Kelembagaan, Susunan Organisasi dan Keanggotaan KASN

Dalam rangka pelaksanaan fungsi dan tugas pengawasan pelaksanaan norma dasar, kode etik dan perilaku Aparatur Sipil Negara, serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara pada instansi pemerintah, Struktur Kelembagaan KASN dapat dilihat dalam Gambar 2. Struktur Kelembagaan KASN, sebagai berikut:

Gambar 2. Struktur Kelembagaan KASN

Sumber: Prasojo, 2014

Susunan Organisasi KASN terdiri atas: (a) 1 (satu) orang ketua merangkap anggota; (b) 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota, dan (c) 5 (lima) orang anggota. Dalam hal Ketua KASN berhalangan, wakil ketua KASN menjalankan tugas dan wewenang Ketua KASN (vide Pasal 35). Tabel 2. Susunan Keanggotaan KASN (Periode 2014-2019), sebagai berikut:

KASN PRESIDEN

Memegang kekuasaan tertinggi pembinaan dan manajemen ASN

LAN

Melaksanakan Kajian dan diklat

BKN

Mengelola pegawai ASN

KEMENTERIAN

LPNK

LNS

1. Menjaga merit system

2. Monev Seleksi JPT 3. Laporan ke Presiden

KEMEN PANRB

(33)

Tabel 2.2 Susunan Keanggotaan KASN (Periode 2014-2019)

NO JABATAN NAMA

1 Ketua Merangkap Anggota Soian Efendi 2 Wakil Ketua Merangkap Anggota Irham Dilmy

3 Anggota Waluyo

4 Anggota I Made Suwandi

5 Anggota Nuraida Mokhsen

6 Anggota Tasdik Kinanto

7 Anggota Prijono Tjiptoherijanto

8 Anggota Tasdik Kinanto

Sumber: Keputusan Presiden Nomor 141/M/2014 tentang Pengangkatan Anggota KASN

Unsur keanggotaan KASN terdiri atas unsur pemerintah dan/atau non pemerintah. Adapun persyaratan menjadi anggota KASN (vide Pasal 38):

a. warga negara Indonesia;

b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota KASN;

d. tidak sedang menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik;

e. mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas; f. memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di

bidang manajemen sumber daya manusia;

g. berpendidikan paling rendah strata dua (S2) di bidang administrasi negara, manajemen sumber daya manusia, kebijakan publik, ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau strata dua (S2) di bidang lain yang memiliki pengalaman di bidang manajemen sumber daya manusia;

h. tidak merangkap jabatan pemerintahan dan/atau badan hukum lainnya; dan

i. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

(34)

berasal dari PNS diberhentikan sementara dari jabatan ASN. Anggota KASN yang berasal dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diberhentikan statusnya dari PPPK. Sementara anggota KASN yang berasal dari non-pegawai ASN harus mengundurkan diri sementara dari jabatan dan profesinya. Anggota KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima) orang yang dibentuk oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dengan pengaturan seleksi Anggota KASN sebagai berikut:

• Tim seleksi dipimpin oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan melakukan tugas selama 3 (tiga) bulan sejak pengangkatan.

• Anggota tim seleksi harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang ASN, rekam jejak yang baik, integritas moral, dan netralitas.

• Tim seleksi melakukan proses seleksi anggota KASN dengan mengumumkan secara terbuka lowongan tersebut kepada masyarakat secara luas, melakukan penilaian pengetahuan, kompetensi, integritas moral, rekam jejak calon, dan uji publik. • Tim seleksi menyampaikan 2 (dua) kali jumlah anggota KASN

untuk dipilih dan ditetapkan oleh Presiden.

• Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi dan tata cara pembentukan tim seleksi diatur dengan Peraturan Menteri. Dalam melaksanakan tugasnya KASN dibantu oleh: (1) Asisten dan (2) Pejabat Fungsional Keahlian yang dibutuhkan. Persyaratan sebagai asisten KASN sebagaimana diatur dalam Pasal 36 sebagai berikut:

a. diangkat dan diberhentikan oleh Ketua KASN berdasarkan persetujuan rapat KASN;

b. dapat berasal dari PNS maupun non-PNS yang memiliki kualiikasi akademik paling rendah strata dua (S2) di bidang administrasi negara, manajemen publik, manajemen sumber daya manusia, psikologi, kebijakan publik, ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau strata dua (S2) di bidang lain yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia;

c. tidak sedang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, tidak merangkap jabatan, serta diseleksi secara terbuka dan kompetitif dengan memperhatikan rekam jejak, kompetensi, netralitas, dan integritas moral.

(35)

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian, kode etik dan kode perilaku, dan pengawasan terhadap tugas dan tanggung jawab asisten KASN diatur dengan Peraturan KASN.

Selanjutnya berkaitan dengan Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota KASN diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 41. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang diusulkan oleh tim seleksi ditetapkan oleh Presiden. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam pelaksanaan kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN, untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota KASN berhenti atau diberhentikan oleh Presiden pada masa jabatannya, apabila:

a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri;

c. tidak mampu jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai anggota KASN;

d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana umum; atau e. menjadi anggota partai politik dan/atau menduduki jabatan

negara.

Anggota KASN yang berhenti pada masa jabatannya digantikan oleh calon anggota yang diusulkan tim seleksi. Dalam hal Presiden tidak menyetujui atau yang bersangkutan tidak bersedia, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota pengganti. Selanjutnya Presiden mengesahkan anggota pengganti yang diusulkan tim seleksi. Adapun masa tugas anggota pengganti adalah meneruskan sisa masa kerja anggota yang berhenti.

(36)

IV. Peraturan Pelaksanaan berkaitan dengan KASN

KASN dibentuk melalui UU ASN. Salah satu masalah yang dihadapi KASN dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana dimanatkan dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 41 UU ASN, oleh karena tidak terdapat pengaturan lebih lanjut mengenai KASN dalam aturan turunan dari UU ASN yaitu Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya—yaitu penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan. Ketiadaan Peraturan Pemerintah terkait KASN menjadikan KASN belum dapat melaksanakan tugas-tugas strategis sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 (Hasil Wawancara dengan Rudiarto Sumarwono, 07 September 2017).

Namun, jenis Peraturan Pelaksanaan yang menjadi peraturan operasional KASN berada pada level Peraturan Presiden, yaitu:

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2014 tentang Sekretariat, Sistem dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Tata Kerja, Serta Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Komisi Aparatur Sipil Negara.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2015 tentang Honorarium Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Aparatur Sipil Negara.

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Komisi Aparatur Sipil Negara.

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2016 tentang Hak Keuangan Asisten Komisi Aparatur Sipil Negara. 5. Peraturan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komisi Aparatur Sipil Negara.

(37)

Anggota Komisi Aparatur Sipil Negara periode pertama (2014-2019). Uraian lebih rinci mengenai peraturan pelaksanaan terkait KASN sebagai berikut:

4.1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2014 tentang Sekretariat, Sistem dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Tata Kerja, Serta Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Komisi Aparatur Sipil Negara

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pada tanggal 18 September 2014, diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2014 tentang Sekretariat, Sistem dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Tata Kerja, Serta Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Komisi Aparatur Sipil Negara. Secara garis besar, Perpres Nomor 118 Tahun 2014 berisikan pengaturan berkaitan dengan: (1) Sekretariat KASN, (2) Sistem dan Manajemen Sumber Daya Manusia KASN, (3) Tata Kerja, (4) Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan. 4.1.1. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Tanggung Jawab Sekretariat KASN

Sekretariat KASN dipimpin oleh Kepala Sekretariat, dimana Sekretariat KASN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua KASN. Sekretariat KASN mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada KASN. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat KASN menyelenggarakan fungsi: (a) penyiapan bahan penyusunan rencana dan program kerja serta laporan kegiatan Komisi Aparatur Sipil Negara; (b) pemberian dukungan administratif kepada Komisi Aparatur Sipil Negara; (c) pemberian dukungan teknis operasional kepada Komisi Aparatur Sipil Negara; (d) pelaksanaan pembinaan organisasi, administrasi kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana Sekretariat KASN; dan (e) pengumpulan, pengolahan dan penyajian data serta penyusunan laporan kegiatan Sekretariat KASN.

(38)

4.1.2. Susunan Organisasi Sekretariat KASN

Sekretariat KASN terdiri atas paling banyak 5 (lima) bagian—yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) Subbagian. Di lingkungan Sekretariat KASN dapat ditetapkan jabatan fungsional sesuai peraturan perundang-undangan. Jumlah unit organisasi di lingkungan Sekretariat KASN disusun berdasarkan analisis organisasi dan beban kerja.

Kepala Sekretariat berasal dari Pegawai Negeri Sipil, Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama dan diangkat serta diberhentikan oleh Ketua KASN. Secara administratif ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selanjutnya, Pegawai Sekretariat KASN berstatus Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pegawai Sekretariat KASN diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi birokrasi atas usul Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara.

4.1.3. Sistem dan Manajemen Sumber Daya Manusia KASN

Sumber Daya Manusia Komisi Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai KASN adalah Warga Negara Indonesia yang karena kompetensinya diangkat sebagai pegawai pada Komisi Aparatur Sipil Negara. Pegawai KASN menduduki jabatan: a. Asisten; b. Fungsional Keahlian; dan c. Jabatan lain di lingkungan Sekretariat KASN

4.1.4. Tata Kerja KASN

(39)

menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Anggota Komisi Aparatur Sipil Negara melakukan pengawasan terhadap Asisten dan Pejabat Fungsional Keahlian dalam hal pelaksanaan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme kerja antara anggota Komisi Aparatur Sipil Negara dengan Asisten dan Pejabat Fungsional Keahlian diatur dengan Peraturan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara. Asisten dan Pejabat Fungsional Keahlian secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretariat KASN.

4.1.5. Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan

Tanggung jawab dan pengelolaan keuangan dilakukan secara transparan dan akuntabel berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara. Anggaran yang diperlukan bagi pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewenangan Komisi Aparatur Sipil Negara bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Aparatur Sipil Negara diberikan penghasilan dan/atau fasilitas lainnya. Penghasilan dan/atau fasilitas lainnya diatur dengan Peraturan Presiden.

4.2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2015 tentang Honorarium Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Aparatur Sipil Negara

(40)

4.3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Komisi Aparatur Sipil Negara

Pegawai di Lingkungan KASN adalah PNS dan Pegawai Lainnya yang berdasarkan Keputusan Pejabat yang berwenang diangkat dalam suatu jabatan atau ditugaskan dan bekerja secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan KASN. Pegawai yang mempunyai jabatan di lingkungan KASN, selain diberikan penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, diberikan Tunjangan Kinerja setiap bulan. Tunjangan Kinerja tidak diberikan kepada:

a. Pegawai di Lingkungan KASN yang tidak mempunyai jabatan tertentu;

b. Pegawai di Lingkungan KASN yang diberhentikan untuk sementara atau dinonaktifkan;

c. Pegawai di Lingkungan KASN yang diberhentikan dari jabatan organiknya dengan diberikan uang tunggu dan belum diberhentikan sebagai PNS;

d. Pegawai di Lingkungan KASN yang diperbantukan/dipekerjakan pada badan/ instansi lain di luar lingkungan KASN;

e. Pegawai di Lingkungan KASN yang diberikan cuti di luar tanggungan negara atau dalam bebas tugas untuk menjalani masa persiapan pensiun; dan

4.4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2016 tentang Hak Keuangan Asisten Komisi Aparatur Sipil Negara

(41)

4.5. Peraturan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komisi Aparatur Sipil Negara

(42)

Bab IV

Pengawasan KASN dalam

Pelaksanaan Seleksi

Terbuka Jabatan Pimpinan

Tinggi (JPT) ASN

I. Landasan Hukum

Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) merupakan jabatan strategis dalam mendukung birokrasi yang progresif, responsif dan partisipatif dalam menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan. Mengingat tugas strategis yang diemban oleh JPT dan akuntabilitas jabatannya, dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 secara khusus diatur mengenai JPT dan pengisiannya pada instansi pusat dan daerah melalui sebuah mekanisme seleksi yang obyektif berbasis sistem merit (BKN, 2015). UU Nomor 5 Tahun 2014 memberikan deinisi mengenai Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) yaitu sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah (vide Pasal 1 angka 7). Berkaitan dengan JPT diatur dalam Pasal 19. Pengisian JPT dikenal sebagai “Lelang Jabatan”—yang berkonotasi negatif seolah jabatan diperjualbelikan—pengertian yang sesungguhnya adalah Seleksi Terbuka (Open Recruitment). Landasan hukum berkaitan dengan Pengisian JPT diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN [Pasal 19] 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016

tentang Perangkat Daerah [Pasal 94 ayat (1), (2) dan (3) serta Pasal 95 ayat (1) dan (2)]

(43)

4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah

5. Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor: B/3116/M.PANRB/09/2016 tertanggal 20 September, Perihal: Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Lingkungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Terkait dengan Pelaksanaan Peraturan Permerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, yang ditujukan kepada: Para Gubernur se-Indonesia dan Para Bupati/Walikota se-Indonesia

6. Surat Komisi Aparatur Sipil Negara Nomor: B/636/KASN/7/2015 tertanggal 28 Juli 2015, Perihal: Seleksi Terbuka JPT ASN, yang ditujukan kepada Menteri/Pimpinan LPNK, Sekretaris Jenderal, Pimpinan Lembaga Non Struktural/LNS, Gubernur, Bupati dan Walikota.

Berikut ini akan diuraikan tentang Pengawasan KASN dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) ASN sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

II. Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT)

Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 2014, membagi JPT ke dalam 3 (tiga) JPT yaitu: (a) JPT Utama; (b) JPT Madya dan (c) JPT Pratama. JPT berfungsi memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui (a) kepeloporan dalam bidang: keahlian profesional, analisis dan rekomendasi kebijakan, dan kepempinan manajemen; (b) pengembangan kerjasama dengan instansi lain; dan (c) keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN. Untuk setiap JPT ditetapkan syarat, kompetensi, kualiikasi kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan syarat kompetensi, kualiikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan JPT diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(44)

Tabel 4 Akuntabilitas Jabatan Pimpinan Tinggi

JPT Utama JPT Madya JPT Pratama

1. tersusunnya

4. tersusunnya program yang dapat menjamin

6. terwujudnya sinergi antar pimpinan di

2. tercapainya hasil kerja unit selaras

Sumber: Pasal 104 ayat (2) PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS

III. Persyaratan Jabatan Pimpinan Tinggi

(45)

keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam, dan bidang lain yang ditetapkan Presiden (vide Pasal 105, Pasal 106 PP Nomor 11 Tahun 2017).

Adapun persyaratan untuk dapat diangkat dalam JPT dari kalangan PNS dan JPT dari kalangan non-PNS, diuraikan dalam Tabel 5. Persyaratan JPT dari Kalangan PNS dan Non-PNS sebagai berikut:

Tabel 5 Persyaratan JPT dari Kalangan PNS dan Non-PNS

JPT dari Kalangan PNS

JPT Utama JPT Madya JPT Pratama

1. memiliki kualiikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV;

2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi 3. memiliki pengalaman

Jabatan dalam bidang atau JF jenjang ahli utama paling singkat 2 (dua) tahun;

5. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan

1. memiliki kualiikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV;

2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi 3. memiliki pengalaman

Jabatan dalam bidang paling singkat 2 (dua) tahun;

5. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan

1. memiliki kualiikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV;

2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi 3. memiliki pengalaman

Jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling kurang selama 5 (lima) tahun;

4. sedang atau pernah menduduki Jabatan administrator atau JF jenjang ahli madya paling singkat 2 (dua) tahun;

(46)

JPT dari Kalangan Non-PNS

JPT Utama JPT Madya

1. warga negara Indonesia;

2. memiliki kualiikasi pendidikan paling rendah pascasarjana;

3. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi Jabatan yang ditetapkan;

4. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat 15 (lima belas) tahun;

5. tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik paling singkat 5 (lima) tahun sebelum pendaftaran;

6. tidak pernah dipidana dengan pidana penjara;

7. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan moralitas yang baik; 8. usia paling tinggi 58 (lima puluh

delapan) tahun;

9. sehat jasmani dan rohani; dan 10. tidak pernah diberhentikan tidak

dengan hormat dari PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia atau pegawai swasta.

1. warga negara Indonesia; 2. memiliki kualiikasi pendidikan

paling rendah pascasarjana; 3. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi Jabatan yang dibutuhkan;

4. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat 10 (sepuluh) tahun;

5. tidak menjadi anggota/pengurus partai politik paling singkat 5 (lima) tahun sebelum pendaftaran; 6. tidak pernah dipidana dengan

pidana penjara;

7. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas dan moralitas yang baik; 8. usia paling tinggi 58 (lima puluh

delapan) tahun;

9. sehat jasmani dan rohani; dan 10. tidak pernah diberhentikan tidak

dengan hormat dari PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia,

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pegawai swasta.

Sumber: Pasal 107 dan Pasal 108 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS

IV. Tata Cara Pengisian dan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi

(47)

dilakukan melalui tahapan: 1. Perencanaan

2. Pengumuman Lowongan 3. Pelamaran

4. Seleksi

5. Pengumuman Hasil Seleksi; dan 6. Penetapan dan Pengangkatan 4.1. Perencanaan

Perencaan pengisian JPT meliputi: (a) penentuan JPT yang akan diisi; (b) pembentukan panitia seleksi; (c) penyusunan dan penetapan jadwal tahapan pengisian JPT; (d) penentuan metode seleksi dan penyusunan materi seleksi; dan (e) penentuan sistem yang digunakan pada setiap tahapan pengisian JPT. Pengaturan mengenai Panitia Seleksi sebagai berikut:

a. Panitia Seleksi untuk JPT utama dibentuk oleh Presiden.

b. Panitia Seleksi untuk JPT madya dan JPT pratama dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), kecuali JPT madya tertentu dibentuk oleh Presiden.

Dalam membentuk Panitia Seleksi, PPK berkoordinasi dengan KASN. Panitia Seleksi terdiri atas unsur: pejabat pimpinan tinggi terkait dari lingkungan Instansi Pemerintah yang bersangkutan; pejabat pimpinan tinggi dari Instansi Pemerintah lain yang terkait dengan bidang tugas Jabatan yang lowong; dan akademisi, pakar, atau profesional. Persyaratan sebagai Panitia Seleksi antara lain: (a) memiliki pengetahuan dan /atau pengalaman sesuai dengan jenis, bidang tugas, dan kompetensi Jabatan yang lowong; (b) memiliki pengetahuan umum mengenai penilaian kompetensi; (c) tidak menjadi anggota/pengurus partai politik; dan (d) tidak berpotensi menimbulkan konlik kepentingan. Panitia seleksi berjumlah gasal yaitu paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang.

4.2. Pengumuman Lowongan

Pengumuman lowongan pengisian JPT wajib dilakukan secara terbuka melalui media cetak nasional dan/atau media elektronik. Pengumuman lowongan dilaksanakan paling singkat 15 (lima belas) hari kalender sebelum batas akhir tanggal penerimaan lamaran. Pengumuman lowongan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

(48)

Pemerintah untuk JPT pada Instansi Pusat dan JPT madya pada Instansi Daerah provinsi;

b. terbuka pada tingkat nasional atau terbuka antarkabupaten/ kota dalam 1 (satu) provinsi untuk JPT pratama pada Instansi Daerah provinsi; atau

c. terbuka pada tingkat nasional atau terbuka antar kabupaten/ kota dalam 1 (satu) provinsi untuk JPT pratama pada Instansi Daerah kabupaten/kota.

Pengumuman lowongan paling sedikit harus memuat: a. nama JPT yang lowong; b. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 dan/atau Pasal 108; c. kualiikasi dan standar kompetensi Jabatan yang lowong; d. batas waktu penyampaian berkas pelamaran; e. tahapan, jadwal, dan sistem seleksi; dan f. alamat dan nomor telepon sekretariat panitia seleksi yang dapat dihubungi. Pengumuman lowongan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh ketua panitia seleksi atau ketua sekretariat panitia seleksi atas nama ketua panitia seleksi.

4.3. Pelamaran

Pelamaran pengisian JPT disampaikan kepada panitia seleksi. Pelamaran yang dilakukan oleh PNS harus direkomendasikan oleh PPK instansinya. Namun demikian, selain melalui pelamaran, panitia seleksi dapat mengundang PNS yang memenuhi syarat untuk diikutsertakan di dalam seleksi. Dalam hal panitia seleksi mengundang PNS yang memenuhi syarat untuk ikut dalam seleksi, PNS yang bersangkutan harus tetap mendapat rekomendasi dari PPK instansinya.

4.4. Seleksi

Seleksi pengisian JPT dilakukan sesuai dengan perencanaan pengisian JPT. Penyusunan tahapan seleksi dan penetapan jadwal seleksi dalam perencaaan dilakukan sesuai kebutuhan organisasi. Penentuan metode seleksi dan penyusunan materi seleksi dilakukan materi seleksi dilakukan mengacu kepada standar kompetensi jabatan. Tahapan seleksi paling sedikit terdiri atas: a. seleksi administrasi dan penelusuran rekam jejak Jabatan, integritas, dan moralitas; b. seleksi kompetensi; c. wawancara akhir; dan d. tes kesehatan dan tes kejiwaan. Seleksi kompetensi dilakukan oleh panitia seleksi.

4.5. Pengumuman Hasil Seleksi

(49)

setiap tahapan seleksi. Panitia seleksi wajib mengumumkan secara terbuka pada setiap tahapan seleksi: a. nilai yang diperoleh peserta seleksi berdasarkan peringkat; b. peserta seleksi yang berhak mengikuti tahapan seleksi selanjutnya.

4.6. Penetapan dan Pengangkatan

Pada tahapan akhir, panitia seleksi memilih 3 (tiga) orang peserta seleksi dengan nilai terbaik untuk setiap Jabatan yang lowong, sebagai calon pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya, atau pejabat pimpinan tinggi pratama untuk disampaikan kepada PPK. PPK memilih satu dari tiga orang nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama hasil seleksi dengan memperhatikan pertimbangan PyB untuk ditetapkan.

V. Pengawasan KASN dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT)

KASN masih menyusun Rancangan Peraturan Ketua KASN tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi Terbuka yang menjadi acuan bagi instansi dalam menyiapkan dan melaksanakan seleksi terbuka. Namun demikian, sebelum menguraikan secara mendalam mengenai pengawasan oleh KASN, kewenangan dalam pelaksanaan pengisian JPT melalui seleksi terbuka melibatkan pejabat/lembaga sebagaimana diuraikan dalam Tabel 6. Kewenangan dalam Pelaksanaan Pengisian JPT melalui Seleksi Terbuka, sebagai berikut:

Tabel 6 Kewenangan dalam Pelaksanaan Pengisian JPT melalui Seleksi Terbuka

No Pejabat/ Lembaga

Tugas dan Wewenang

1 Presiden • Menetapkan Pengangkatan JPT Utama dan JPT Madya berdasarkan usulan Pejabat Pembina Kepegawaian

• Melantik JPT Utama 2 Pejabat

Pembina Kepegawaian

• Mengusulkan tiga calon JPT Utama dan Madya kepada Presiden

• Melantik JPT Madya

• Menetapkan dan melantik JPT Pratama

(50)

3 Pejabat yang Berwenang

• Mengkoordinasikan pelaksanaan seleksi

• Mengusulkan tiga calon hasil seleksi kepada PPK

4 Panitia Seleksi Melaksanakan seleksi 5 Sekretariat

Panitia Seleksi

Memberikan dukungan administrasi kepada Panitia Seleksi dalam pelaksanaan seleksi 6 Assessment

Center

Melaksanakan uji kompetensi manajerial untuk menjadi masukan bagi Panitia Seleksi

7 KASN Melakukan pengawasan pelaksanaan seleksi melalui penerbitan rekomendasi dan pengawasan di lapangan

Sumber: KASN, 2017

Berdasarkan Tabel 6 sebagaimana tersebut di atas, KASN berwenang untuk mengawasi setiap tahapan proses pengisian JPT. Tahapan ini dimulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi. Pengawasan KASN dalam Pelaksanaan Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) ASN diatur dalam Pasal 120 ayat (3) dan (4) UU Nomor 5 Tahun 2014 yaitu hanya terkait dengan hal-hal sebagai berikut:

(3) “Dalam melakukan pengawasan proses pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan jabatan pimpinan tinggi madya di Instansi Pusat dan jabatan pimpinan tinggi madya di Instansi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dan Pasal 114, KASN berwenang memberikan rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal: a. pembentukan panitia seleksi;

b. pengumuman jabatan yang lowong; c. pelaksanaan seleksi; dan

d. peng

usulan nama calon.

Gambar

Tabel 1.1 “Harga Jual Beli Jabatan”
Tabel 2.1 Fungsi, Tugas, dan Wewenang KASN
Gambar 1. Tindak Lanjut Keputusan KASN
Gambar 2. Struktur Kelembagaan KASN
+5

Referensi

Dokumen terkait

Turbin Propeler disebut juga turbin baling-baling poros horizontal adalah turbin yang bekerja di dalam air yang dapat mengubah head kecil atau rendah menjadi power yang

PEMILIK RUMAH MEMPERLUAS RUMAH Berdasarkan peta penggunaan lahan tahun 2005, penggunaan lahan lebih didominasi oleh permukiman dan yang paling sedikit adalah tegalan. Di

Model confusion matrix akan membentuk matrix yang terdiri dari true positif atau tupel positif dan true negatif atau tupel negatif, kemudian masukan data testing

Dalam rangka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya dan Pratama di lingkungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Tahun 2015,

Dalam rangka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

Sehubungan dengan pengumuman Ketua Panitia Seleksi Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sukabumi Nomor : 800/04/Pansel-

mengajukan diri untuk mengikuti Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama pada Pemerintah Kabupaten Kediri Tahun 2017 untuk menduduki jabatan sebagai diisi JPT

Pada penelitian ini dilakukan perancangan dan pembuatan sistem pakar yang digunakan untuk membantu menentukan diagnosa suatu penyakit yang diawali dari gejala utama penyakit pada