• Tidak ada hasil yang ditemukan

Handicap Regulasi Penyiaran

Gambar 3. 5 Handicap kebijakan Penyiaran di Indonesia

Gambar diatas menunjukkan adanya handicap pada regulasi saat ini yang memerlukan rancangan kebijakan ke depan yang diterjemahkan dalam kebutuhan regulasi penyiaran ke depan. Terdapat 8 handicap regulasi pada penyiaran yang penyelesaiannya dapat diterjemahkan dalam kebutuhan adanya 4 kebijakan dasar dalam sektor penyiaran yakni kebijakan pasar, kebijakan infrastruktur dan sumber daya, kebijakan konten, dan juga kebijakan perizinan.

4 (empat) kebijakan tersebut diterjemahkan dalam pengaturan industri dalam bentuk regulasi industri penyiaran guna melakukan perbaikan atas handicap yang terjadi yang dapat diringkas sebagai berikut:

1. Handicap ekosistem industri dan pasar

Ekosistem industri dan pasar penyiaran berkembang ke arah digital yang akan menciptakan suatu struktur industri yang baru yang melibatkan adanya pemain baru seperti pemain mux dan juga penyedia konten yang semakin besar yang diwarnai juga oleh pemain OTT penyiaran. Permasalahan yang juga terjadi di industri penyiaran adalah pada dasarnya izin yang dikeluarkan ada setiap daerah hingga kini dinilai belum optimal karena perizinan sangat mudah diberikan dan berakibat pada rendahnya skala ekonomi industri penyiaran

pada banyak daerah, karena besarnya jumlah penyelenggara siaran lokal dibandingkan dengan rendahnya skala ekonomi penyiaran di daerah tersebut (pendapatan dari iklan) sehingga banyak penyelenggara siaran yang tidak memperoleh profit dan benefit atas izinnya dan pada akhirnya dibeli oleh pemain nasional yang kuat.

Handicap tersebut perlu diselesaikan dengan kebijakan pasar yakni: a. Roadmap industri dan struktur penyiaran digital

b. Merger dan akuisisi

c. Peluang usaha dan moratorium d. Persaingan usaha

2. Handicap pemanfaatan spektrum frekuensi

Spektrum frekuensi merupakan resource yang sangat dominan dalam teknologi nirkabel baik telekomunikasi maupun penyiaran, permasalahan yang terjadi pada industri penyiaran yang menyelenggarakan layanan nirkabel pada spektrum frekuensi 700 Mhz memiliki keterkaitan dengan rencana digitalisasi teknologi yang dapat menghemat penggunaan spektrum frekuensi dimana kanal penyiaran 8 MHz apabila dipergunakan untuk teknologi analog hanya dapat dipergunakan untuk 1 penyelenggara siaran saja, namun apabila digunakan teknologi digital dapat membawa hingga 8 konten siaran.

Digitalisasi pada spektrum frekuensi 700 MHz juga bermanfaat untuk roadmap pita lebar Indonesia yang juga semakin memerlukan spektrum frekuensi yang lebih lebar, dan dinilai spektrum frekuensi 700 MHz sangat potensial untuk penyelenggaraan pita lebar nirkabel dengan teknologi LTE (Long Term Evolution).

Handicap spektrum frekuensi akan diselesaikan dengan kebijakan sumber daya sebagai berikut:

a. Single Frequency Network dan atau Multi Frequency Network

b. Penataan ulang spektrum frekuensi

c. Digital divident d. Frequency refarming

3. Handicap perizinan dan database perizinan

Pada era digital, perubahan teknologi akan merubah struktur industri digital yakni dengan adanya pemain tambahan yang menyelenggarakan mux. Era konvergensi juga akan membawa penyelenggara LPB yang tadinya murni penyelenggara penyiaran namun bersifat penyelenggara telekomunikasi konvergensi yang menyediakan konten penyiaran karena LPB menggunakan infrastruktur telekomunikasi.

Begitu juga dengan database perizinan penyiaran yang masih belum optimal dalam mengelola data-data izin penyiaran, yang ke depan harus disinkronkan dengan database spektrum frekuensi dan juga perizinan yang online sehingga memudahkan dalam proses perizinan, memberikan transparansi dan juga pelayanan publik yang lebih optimal.

Handicap pada perizinan dan database perizinan diatasi dengan kebijakan perizinan dengan berbagai regulasi sebagai berikut:

a. Penyederhanaan & update layer lisensi konvergensi b. Skema besar & update proses perijinan

c. Review EUCS d. Migrasi Lisensi e. Mekanisme Perijinan f. Monitoring & Evaluasi g. Sistem pelaporan

h. Pengembangan database dan sinkronisasi database perijinan secara keseluruhan 4. Handicap tarif

Handicap tarif meliputi adanya kebutuhan untuk penetapan tarif mux yang optimal bagi industri penyiaran, dimana tarif yang berlaku merupakan tarif yang memberikan benefit bagi seluruh pihak yakni penyelenggara multipleks dan juga lembaga penyiaran yang menyewa mux.

Handicap lainnya adalah belum optimalnya PNBP dari sektor penyiaran yang menggunakan spektrum frekuensi yang sangat terbatas dan juga PNBP dari perizinan penyiaran, contohnya biaya izin yang sama antar pemain lokal dan pemain nasional, biaya spektrum frekuensi yang masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan nilai spektrum apabila diterapkan pada industri telekomunikasi.

Handicap tarif akan dimerupakan permasalahan yang akan muncul ke depan yang akan diselesaikan dengan kebijakan dan regulasi sebagai berikut:

a. Review Biaya IPP & Perpanjangan b. Biaya Administrasi

c. Kewajiban PNBP Spektrum d. Penetapan tarif sewa Mux

5. Handicap pemerataan cakupan layanan dan digitalisasi penyiaran

Permasalahan utama penyelenggaraan penyiaran di Indonesia adalah terkait belum meratanya cakupan layanan penyiaran di Indonesia yang harus dipecahkan secara bersama oleh pemerintah bersama dengan partisipasi dari seluruh penyelenggara penyiaran di Indonesia.

Sedangkan permasalahan terkait digitalisasi penyiaran adalah adanya hambatan yang terjadi pada rencana digitalisasi penyiaran yakni masalah penyelenggaraan penyiaran pada era digital dan rencana implementasi penyiaran digital yang masih memerlukan sinkronisasi antara pemerintah dengan industri penyiaran yakni Lembaga Penyiaran dan juga terhadap penyedia konten penyiaran ke depan.

Handicap pemerataan cakupan layanan dan digitalisasi penyiaran tersebut akan diselesaikan dengan rencana kebijakan dan regulasi sebagai berikut:

a. Revitalisasi TVRI dan RRI

b. Kebijakan Komitmen cakupan layanan kepada penyelenggara c. Keamanan infrastruktur penyiaran

e. Set Top Box f. TKDN

6. Handicap konten penyiaran

Konten penyiaran merupakan hal yang sangat krusial bagi industri penyiaran karena konten merupakan informasi yang disampaikan kepada masyarakat dan wajib memenuhi kriteria konten yang sehat, begitu juga dengan kekuatan dari penyedia konten lokal yang membawa kearifan lokal dan budaya lokal harus mampu bersaing dengan konten-konten dari luar negeri.

Handicap konten penyiaran akan diatasi dengan kebijakan dan regulasi sebagai berikut: a. Pembinaan konten lokal

b. Etika konten c. OTT broadcasting

Saat ini, sebagai regulator, Kementrian Komunikasi dan Informasi Teknologi (“Kemkominfo”) membentuk tim yang terdiri dari dua direktorat PPI dan SDPPI, untuk memimpin pelaksanaan, memantau dan melaporkan kemajuan dalam pelaksanaan progam ini. Para pihak yang telah ditunjuk ini diharapkan mampu bekerja sama untuk menjamin keberhasilan program ini. Dilihat dari kebutuhan yang ada, maka migrasi ini merupakan keadaan yang mendesak dimana diperlukan kerjasama yang terintegrasi serta langkah-langkah pasti untuk melakukan percepatan implementasi digitalisasi penyiaran televisi.

Untuk merealisasikan Migrasi TV Analog ke Digital pada tahun 2019 dan menghasilkan digital dividend, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah (dengan dukungan para pihak yang berkepentingan) akan berfokus ke beberapa aspek utama yaitu:

1. Landasan hukum

Mempersiapkan serta melaksanakan undang-undang penyiaran yang saat ini masi dalam proses revisi. .

2. Infrastruktur dan pengelolaan frekuensi

Optimalisasi infrastruktur TV digital dilakukan baik untuk perangkat pemancar dan perangkat penerima siaran TV digital dengan tujuan mempercepat proses migrasi analog ke digital. Persiapan perangkat pemancar ini berfokus kepada 3 hal utama yaitu pengalokasian frekuensi yang efisien, pembangunan infrastruktur mux, dan perangkat penyiaran. Sedangkan, persiapan perangkat penerima bertujuan untuk memastikan agar seluruh masyarakat dapat memiliki perangkat untuk menonton TV Digital, mengingat Indonesia masih didominasi oleh penggunaan TV analog.

3. Penyelenggaraan industri penyiaran

Dalam pengimplementasian program digitalisasi, diperlukan adanya penyusunan konsep model bisnis penyiaran yang jelas, yang masing-masing memiliki tanggung jawab tersendiri, baik sebagai penyedia infrastruktur dan/atau lembaga penyiaran dan/atau operator infrastruktur. Oleh karena itu Kemkominfo akan mengambil langkah untuk mempersiapkan model bisnis yang optimal. Tanpa terbatas oleh model bisnis yang ditentukan, pihak yang berperan sebagai operator infrastruktur akan bekerja sama dengan Kemkominfo untuk melakukan perencanaan konten TV Digital.

4. Sosialisasi

Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kesiapan masyarakat untuk menyambut era TV Digital, pemerintah telah melakukan sosialisasi melalui Billboard TV Digital di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Sosialisasi juga dilakukan melalui media sosial twitter dengan mem-follow @TVDigital_IDN juga Fan Page Facebook TV digital.Kominfo. Namun program sosialisasi ini belum bekerja secara efektif yang dibuktikan dengan rendahnya kesadaran masayarakat akan program digitalisasi ini. Oleh karena itu, Kemkominfo harus mengambil langkah untuk menerapkan program sosialisasi dengan cakupan yang lebih luas hingga skala nasional mengingat penonton TV di Indonesia tidak hanya terbatas pada kota besar saja. 5. Realisasi Digital Dividend

Di akhir program, ketika Migrasi TV Analog ke Digital telah diimplementasikan secara menyeluruh, maka Kemkominfo akan mengambil langkah selanjutnya untuk mengalokasikan frekuensi yang dibebaskan untuk kepentingan lain seperti telekomunikasi 4G dan Tanggap Darurat (Public Protection and Disaster Relief (PPDR)).

Gambar 2. 3 Lima Aspek Utama Digitalisasi Penyiaran Televisi

Tujuan ASO

Menghasilkan Digital Dividend dari efisiensi sprektrum frekuensi radio yang dihasilkan oleh migrasi dari TV Analog ke TV Digital yang dapat digunakan untuk menghasilkan telekomunikasi 4G, memperluas jangkauan frekuensi ke daerah rural dan merealisasikan Tanggap Darurat (Public Protection and Disaster Relief (PPDR))

Sasaran ASO

1. Terdapat landasan hukum yang memadai

2. Tersedianya infrastruktur untuk proses digitalisasi penyiaran televisi.

3. Memastikan kesiapan lembaga penyiaran dan operator mux terkait konten dan penyiaran digital.

4. Penerimaan masyarakat akan implementasi digitalisasi penyiaran televisi 5. Terealisasinya digital dividend.Menyiapkan infrastruktur TV Digital Manfaat ASO

Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional serta membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan.

Penerima Manfaat ASO

Secara garis besar, penerima manfaat bagi pelaksanaan program Migrasi TV Analog ke Digital yaitu:

1. Pemerintah.

2. Lembaga Penyiaran.

3. Produsen serta distributor Televisi dan Penyiaran 4. Masyarakat

Pihak Terkait Manfaat ASO

Secara lebih detail, terdapat juga lembaga-lembaga lain yang terkena dampak dan berperan dalam proses pelaksanaan Migrasi TV Analog ke Digital seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. 4 Pihak-Pihak yang Berperan dalam Migrasi TV Analog ke Digital

Dalam rangka meningkatkan upaya penyelarasan program kerja dengan visi dan misi Kemkominfo, maka dibutuhkan pendekatan yang berbasis kebutuhan untuk memastikan manfaat yang dicapai selara dengan proyek-proyek yang disusun. Berdasarkan hasil diskusi dengan Direktorat SDPPI dan PPI maka telah disusun suatu pohon kebutuhan (driver-tree) untuk memetakan daftar proyek dan aktivitas. Selaras dengan manfaat yang ingin dicapai, telah diidentifikasi hal-hal yang perlu dilakukan. Berikut adalah driver-tree yang dimaksud :

Gambar Driver Tree Program Implementasi TV Analog ke Digital (Analog Switch Off) 1-7

3.3.4 Kebijakan dan Regulasi Bidang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran

Setelah dijelaskan arah kebijakan dan strategi yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal PPI seperti yang telah dijelaskan di atas, maka langkah selanjutnya adalah menyusun instrumen regulasi yang dibutuhkan oleh Ditjen PPI untuk mendukung Ditjen PPI dalam mencapai arah kebijakan dan strategi sebagaimana disebutkan di atas. Kerangka regulasi masing-masing sektor ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor tersebut dalam upayanya meningkatkan pemanfaatan TIK oleh masyarakat guna meningkatkan perekonomian negara serta meningkatkan daya saing bangsa.