• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Harapan Responden Tentang Resep Racikan

Kuesioner yang diberikan untuk mengetahui tingkat harapan responden berisi 7 pertanyaan dan sudah dijawab responden. Pada Tabel V berisi data distribusi jawaban kuesioner tingkat harapan responden.

Tabel V.Distribusi Jawaban Kuesioner Harapan Responden dengan N=30

No. Soal Sikap

Jumlah Responden yang Memberi Harapan Tinggi Positif Persentase (%) Soal No. 1 : Saya berharap pelayanan dalam

pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat 29 96,7

Soal No. 2 : Saya berharap kemasan obat

racikan misalnya puyer dapat diperbaiki 26 86,7

Soal No. 3 : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penggunaannya

28 93,3

Soal No. 4 : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penyimpanan

28 93,3

Soal No. 5 : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan komposisi obat

28 93,3

Soal No. 6 : Saya berharap ada informasi obat

tertulis yang lebih rinci 28 93,3

Soal No. 7 : Saya berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen

Setiap pertanyaan tersebut memiliki makna masing-masing yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Soal nomor satu : Saya berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat

Pertanyaan pertama yang menyatakan harapan responden untuk pelayanan obat racikan yang lebih cepat. Hal tersebut sesuai dengan diperolehnya 96,7% responden memberikan harapan yang tinggi terhadap adanya perbaikan waktu pelayanan obat racikan ini. Tetapi masih terdapat 3,3% responden lainnya memberikan harapan yang rendah.

Akumulasi waktu yang dibutuhkan responden untuk mendapatkan pelayanan rumah sakit sudah cukup menyita waktu mulai dari pelayanan di ruang tunggu pendaftaran, pelayanan dokter, menunggu hasil lab sudah menimbulkan kejenuhan dalam diri pasien. Instalasi farmasi merupakan pelayanan akhir, sehingga ketika pasien berada di ruang tunggu farmasi, kejenuhan ini telah mencapai puncak atau klimaknya, dan hal ini akan mempengaruhi tingkat persepsi pasien mengenai pelayanan kefarmasian.

Harapan yang tinggi terhadap kecepatan pelayanan obat racikan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto, Khasanah dan Supardi (2005) yang menyatakan bahwa harapan responden khususnya pada dimensi responsiveness, kecepatan pelayanan obat termasuk dalam kategori tinggi menurut 72% responden. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengharapkan pelayanan obat yang cepat karena kondisi sakitnya menyebabkan perasaan pasien tidak nyaman

2. Soal nomor dua : Saya berharap kemasan obat racikan misalnya puyer dapat diperbaiki

Pertanyaan kedua berisi tentang harapan pasien pada kemasan obat racikan misalnya puyer agar dapat diperbaiki. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 86,7% responden memberikan harapan yang tinggi. Tetapi masih terdapat 13,3% responden lainnya yang memberikan harapan rendah untuk perbaikan kemasan seperti puyer.

Baik buruknya proses pengemasan obat racikan dan kualitas kemasan akan menentukan keawetan obat racikan yang disimpan oleh pasien. Hal ini tidak hanya karena proses pengemasan yang tidak benar, namun ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi. Tingginya harapan akan perbaikan kemasan obat ini didukung dengan ide yang dimunculkan oleh SCI (2013) yang mencetuskan sebuah ide pembuatan sebuah sistem pembungkus obat sekali minum dengan beberapa keunggulan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya (sub bab bagian c : sikap responden tentang obat racikan pada soal nomor delapan).

3. Soal nomor tiga : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penggunaannya; dan nomor empat : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penyimpanan

Pertanyaan tersebut berisi tentang apakah pasien berharap bahwa pada kemasan obat racikan perlu disertakan informasi tertulis yang lebih rinci

terkait dengan penggunaan dan cara penyimpanan obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti diperoleh 93,3% responden memberikan harapan yang tinggi. Tetapi masih terdapat 6,7% responden lainnya yang memberikan harapan yang rendah. Angka yang sama ditunjukkan untuk soal nomor empat yakni 93,3% responden memberikan harapan tinggi dan 6,7% responden memberikan harapan rendah.

Pertanyaan ini diberikan kepada responden dengan maksud ingin mengetahui apakah dengan kertas perkamen yang selama ini digunakan untuk pengemasan puyer sudah cukup baik dan dapat diterima oleh masyarakat atau belum. Jika hanya dengan kertas perkamen saja ternyata belum cukup untuk menyimpan obat, karena obat masih musah rusak misalnya mudah basah jika tidak sengaja terkena percikan air. Seperti pernyataan dari salah satu responden berinisial LI :

kan ada macem - macem ya, kayak yang puyer itu kan ada masih kertas biasa itu.. tapi sudah ada yang diklip.. ya mungkin lebih enaknya itu yang udah di klip itu kan. Mungkin lebih tertutupkan dari pada yang di gulung-

gulung itu kan.. Gampang basah gitu ya … Heem rusak kayak gitu”.

Selain itu faktor-faktor seperti kualitas bahan, stabilitas obat juga dapat menjadi salah satu pemicu kerusakan obat racikan. Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara (Voight, 1994).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES RI) (2008), penandaan adalah keterangan yang lengkap mengenai khasiat, keamanan, cara penggunaannya serta informasi lain yang

dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket, brosur dan kemasan primer dan sekunder yang disertakan pada obat. Informasi yang tertera pada kemasan obat racikan hendaknya lebih jelas, tidak hanya ditulis pada kemasan luar seperti plastik pembungkus atau yang disebut kemasan sekunder, namun harus menempel langsung pada kemasan obat atau yang disebut kemasan primer, seperti botol, atau atau kertas perkamen. Menurut BPOM RI (2015), informasi yang hendaknya ditulis adalah nama pasien, tanggal, nomor dan aturan pakai pada etiket yang sesuai dengan permintaan dalam resep dengan jelas dan dapat dibaca. Etiket putih untuk obat dalam, etiket biru untuk obat luar, dan label kocok dahulu untuk sediaan emulsi dan suspense (PERMENKES, 2014).

4. Soal nomor lima : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan komposisi obat

Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan pasien tentang informasi mengenai komposisi obat yang tertulis dalam kemasan obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 93,3% responden memberikan harapan yang tinggi. Masih terdapat 6,7% responden lainnya yang memberikan harapan yang rendah. Pertanyaan ini diberikan untuk mengetahui apakah pasien berharap dan ingin mengetahui bahan-bahan apa saja yang terkansung di dalam obat yang mereka konsumsi, walaupun tidak menuliskan beserta jumlah bahan yang terkandung di dalamnya. Menurut salah satu responden yaitu AH, komposisi obat ini tidak perlu dituliskan karena dikhawatirkan apabila pasien melihat langsung cara meracik dan

mengetahui komposisi obat beserta jumlah bahannya maka pasien dapat membuat sendiri obat yang diperlukan sehingga tidak perlu kembali ke dokter.

5. Soal nomor enam : Saya berharap ada informasi obat tertulis yang lebih rinci Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan pasien mengenai informasi obat yang lebih rinci. Dari 30 responden yang diteliti diperoleh 93,3% responden memberikan harapan yang tinggi dan terdapat 6,7% responden yang memberikan harapan rendah.

Yang dimaksud dengan informasi yang lebih rinci disini adalah menyertakan informasi tertulis yakni berupa print out yang berisi segala sesuatu yang berkaitan dengan obat tersebut. Informasi tersebut dapat berupa

file yang sudah disiapkan oleh petugas apotek atau rumah sakit. Seperti yang diberikan oleh perusahaan atau pabrik- pabrik obat, namun yang diharapkan disini adalah terkait komposisi atau jumlah bahan, indikasi secara umum, cara penyimpanan yang tepat terkait bentuk sediaan yang didapatkan oleh pasien, interkasi dengan makanan atau minuman tertentu. Jika memungkinkan ada koseling dengan pasien maka apa yang sudah disampaikan lisan oleh apoteker hendaknya sudah tertulis dalam print out yang akan diberikan kepada pasien tersebut, sehingga pasien dapat mengulang informasi yang sudah diberikan kepadanya. Dengan informasi yang diberikan semacam ini maka diharapkan kualitas kesehatan masyarakat dapat lebih meningkat.

6. Soal nomor tujuh : Saya berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen

Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan untuk melihat secara langsung proses pembuatan obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperolehnya 53,3% responden menyatakan mengharapkan dapat mengetahui proses pembuatan obat racikan dan sebanyak 46,7% responden tidak mengharapkan.

Tingginya angka harapan untuk dapat melihat proses peracikan obat secara langsung ini dapat menjadi pertimbangan di masa mendatang agar pelayanan kefarmasian dapat lebih transparan lagi dengan memperlihatkan secara langsung proses peracikannya. Mungkin dengan munculnya sebuah peraturan seperti misalnya setiap instalasi farmasi harus membuat ruangan yang steril namun transparan (dapat dilihat oleh pasien) dan tetap memperhatikan aspek-aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Benar (CPOB). Dengan melihat proses peracikan secara langsung maka pasien dapat melihat kinerja bagian kefarmasian, sehingga dampak kedepannya adalah masyarakat semakin percaya kepada apoteker sehingga reputasi apoteker di mata masyarakat menjadi lebih baik.

Berdasarkan data perolehan nilai responden dari setiap pertanyaan akan ditampilkan secara lengkap pada lampiran data nilai responden. Nilai dari setiap responden akan ditotal dan disajikan dalam bentuk persentase (%).

Pada Gambar 7 terdapat diagram distribusi harapan pasien. Kemudian dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan kriteria dari setiap kategori tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut (Khomsan, 2000):

1. Kategori tinggi, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%. 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%. 3. Kategori rendah, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%.

Hasil dari penelitian ini diperoleh 86% responden yang tergolong dalam harapan yang tinggi terhadap obat racikan. Berarti 86% responden tersebut memiliki harapan yang tinggi tentang obat racikan dengan diwakili 7 pertanyaan diatas. Pada kategori sedang tentang harapan responden pada resep racikan adalah sebanyak 0% responden dan sebanyak 14% responden termasuk dalam harapan yang rendah. Hasil diatas menyatakan bahwa harapan responden terhadap resep racikan ini termasuk dalam kategori tinggi yang telah terwakili oleh 7 pertanyaan.

Gambar 3. Distribusi Harapan Responden dengan N=30

Mayoritas responden memiliki harapan yang tinggi pada obat racikan yaitu sebesar 86%, didukung pada harapan antara 80%-100% pada beberapa item yang ditanyakan kepada responden. Harapan responden tertinggi terdapat pada

86% 0% 14% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

pertanyaan nomor satu yaitu berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat, dan harapan terendah terjadi pada item nomor tujuh tentang berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen.

Harapan pasien juga dapat dilihat dari hasil wawancara dengan ibu SU harapannya adalah : “ya maksudnya kalo buat lebih cepat, kalo kemasannya juga

kalo boleh minta ya yang bagus”. Bapak AN juga ikut menyatakan harapannya “ya pastilah mbak, dari segi harga harusnya lebih terjangkau lah, harus di jaga dengan kualitas. Jangan sampai kok, kayak pengalaman kan yang murah

kayak gitu, tau sendiri nah yang mahal baru bagus”.

Permasalahan waktu penebusan menjadi harapan terbesar dari pasien yang melakukan penebusan obat, mengingat yang terjadi selama ini pengerjaannya masih relatif memakan waktu yang cukup lama untuk obat racikan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dari Bapak AN yang menyatakan“nek saged nggih luwih cepet (kalau bisa ya lebih cepat)”. Hal senada juga disampaikan oleh Bapak AM yang menyatakan “ya waktu mungkin kalo bisa lebih cepat lebih bagus kan”.

Dokumen terkait