• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan

Kuesioner yang diberikan kepada responden berisi 11 pertanyaan. Tabel III menjelaskan distribusi jawaban dari kuesioner yang mengukur tingkat pengetahuan responden.

Tabel III. Distribusi Jawaban Kuesioner Tingkat Pengetahuan Responden dengan N=30

No. Soal Pengetahuan

Jumlah responden menjawab benar Persentase (%) Soal No.1 : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari

beberapa bahan obat berkhasiat 25 83,3

Soal No. 2 : Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat

21 70,0

Soal No. 3 : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan 13 43,3 Soal No. 4 : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul 27 90,0 Soal No. 5 : Obat racikan berbentuk serbuk dapat

digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak)

13 43,3

Soal No. 6 : Orang yang sulit menelan akan mudah menggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air

27 90,0

Soal No. 7 : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak

25 83,3

Soal No. 8 : Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus

22 73,3

Soal No. 9 : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya

30 100,0

Soal No. 10 : Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak

20 66,7

Soal No. 11 : Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer)

Setiap pertanyaan dalam kuisioner tersebut memiliki makna masing- masing yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Soal nomor satu : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan obat berkhasiat

Pertanyaan tersebut berisi tentang pengertian obat racikan dimana sebagian besar responden memahami isi dari pertanyaan tersebut. Hal ini sesuai dengan diperolehnya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 83,3% responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Sejumlah 83,3% responden telah memahami bahwa obat yang terdiri dari beberapa bahan obat berkhasiat yang dicampur menjadi satu merupakan pengertian dari obat racikan. Masih terdapat 16,7% responden lainnya yang belum mengetahui pengertian dari resep racikan dengan menjawab “tidak”

atau “tidak tahu”.

Apabila seseorang telah memahami maksud dari obat racikan dengan baik maka akan meningkatkan angka keberhasilan dalam pengobatan. Terdapat beberapa keuntungan jika seseorang telah memahami obat racikan dengan baik, yaitu pengobatan yang dilakukan aman dan efektif. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui tentang obat racikan. Setelah responden mengetahui arti atau pengertian dari resep racikan maka diharapkan responden dapat memberikan pandangan atau pendapat terkait dengan resep racikan sesuai dengan pengalaman yang didapatkannya.

2. Soal nomor dua : Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat

Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh responden sebanyak 70%. Obat Racikan merupakan campuran beberapa bahan berkhasiat dengan dosis yang sudah ditentukan oleh dokter, yang berfungsi untuk dapat mengobati sakit yang diderita pasien. Sebanyak 30% responden lainnya menjawab tidak pada pertanyaan ini. Hal ini menunjukkan bahwa responden tersebut belum mengetahui bahwa obat racikan dibuat dengan cara mencampur beberapa bahan obat berkhasiat. Pengetahuan responden yang masih kurang akan obat racikan juga dapat menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini.

3. Soal nomor tiga : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan

Bentuk obat racikan dapat berupa cairan. Pengetahuan tersebut belum dipahami dengan baik oleh sebagian besar responden (56,7%). Hanya terdapat 43,3% responden yang mengetahui bahwa obat racikan juga terdapat dalam bentuk cair, misalnya sirup atau dry sirup. Dry Sirup merupakan bentuk sirup kering yang berada dalam bentuk serbuk atau butiran formulasi farmasi, yang dikemas dengan botol kering untuk menjaga stabilitas bahan. Pada saat akan dikonsumsi baru direkonstitusi dengan aqua (Switzer, 2014). Selama ini sebagian besar masyarakat mengenal puyer (bentuk padat atau serbuk) sebagai salah satu bentuk obat racikan, sehingga masyarakat kurang mengetahui jika

ternyata obat racikan juga ada dan bisa berupa cairan. Responden mengetahui berbagai macam bentuk obat racikan sesuai dengan pengalamannya dalam mendapatkan obat racikan.

4. Soal nomor empat : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul

Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul. Pertanyaan ini menggambarkan salah satu bentuk obat racikan yang dikemas dalam kapsul. Sebanyak 90% responden memilih jawaban yang benar, karena sebagian besar masyarakat sudah mengetahui bahwa kapsul lazim digunakan untuk mempermudah konsumsi obat, baik obat herbal maupun kimia. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995), biasanya digunakan untuk menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh obat tertentu, sehingga untuk menutupi rasa yang tidak enak. Sebagian besar kapsul dibuat dengan metode kompresi atau pengempaan, yaitu dibuat dengan metode cetak, dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Responden yang menjawab salah hanya sebesar 10%, ketidaktahuan mereka mungkin disebabkan karena pengalaman mereka tentang obat racikan yang selama ini mereka dapatkan hanya dalam bentuk serbuk atau puyer, bukan dalam bentuk kapsul, karena menganggap bahwa bentuk kapsul merupakan obat yang dikeluarkan oleh pabrik, bukan obat racikan.

5. Soal nomor lima : Obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak)

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 56,7% responden yang tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Hanya 43,3% responden menjawab benar. Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi (pulvis) (Anief, 2006). Tingginya angka ketidaktahuan bahwa obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pengobatan luar ini menandakan bahwa masyarakat belum mengetahui dengan baik macam atau bentuk obat racikan.

Menurut resep dokter obat racikan dalam bentuk serbuk hanya digunakan untuk mengobati penyakit yang direkomendasikan oleh dokter tersebut, bukan untuk penyakit yang lain. Dalam praktiknya banyak masyarakat yang menganggap bahwa dalam racikan obat dapat juga untuk pengobatan luar seperti gatal dan luka sehingga tingkat pengetahuan mereka tentang pemakaian obat racikan serbuk masih rendah.

6. Soal nomor enam : Orang yang sulit menelan lebih mudah menggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air

Terdapat 90% responden yang menjawab benar pertanyaan ini berarti sebagian besar responden sudah memahami bahwa obat racikan dalam bentuk puyer sangat membantu bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan obat terutama dalam bentuk tablet atau kapsul. Menurut Badan Pengawas

Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI, 2015) biasanya pasien yang kesulitan dalam menelan obat bentuk tablet ini adalah geriatri dan pediatri. Pasien geriatri lemah atau sulit untuk menelan tablet, jika tertinggal di mulut, dapat menyebabkan ulserasi. Jika memungkinkan akan sangat membantu bila dapat berdiskusi dengan pasien untuk pemberian obat dalam bentuk cairan maupun puyer, demikian juga sama halnya dengan pasien pediatri yang belum mampu menelan tablet atau kapsul. Sebanyak 10% responden lainnya yang menjawab salah. Ada beberapa keuntungan bagi pasien maupun tenaga medis dalam penggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Ikawati (2010) : a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan anak secara lebih tepat. b) Biayanya bisa ditekan menjadi lebih murah.

c) Obat yang diserahkan kepada pasien hanya satu macam, walaupun mengandung banyak komponen.

7. Soal nomor tujuh : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak

Hasil jawaban responden terhadap pengetahuan ini menunjukkan sebanyak 83,3% responden mengetahui bahwa obat racikan dapat ditambah berbagai macam rasa, hal ini dimaksudkan agar memudahkan orang tua untuk memberikan obat kepada anak-anak, karena selama ini obat racikan dalam bentuk puyer berasa pahit. Untuk mengatasi rasa pahit ini, biasanya dokter mencampur obat racikan dalam bentuk puyer yang dikombinasi dengan syrup

yang diberikan berbagai macam tambahan perasa yang disukai anak-anak mislnya rasa buah. Menurut Lachman (1986 ) tidak mudah untuk menutupi rasa zat aktif obat yang sangat pahit terutama zat yang sangat larut dalam air. Untuk mengatasinya dapat dilakukan teknik penutupan rasa menggunakan pemanis. Penambahan pemanis dan pemberi rasa biasanya hanya untuk sediaan cair dan beberapa jenis tablet seperti tablet kunyah, hisap, bukal, sublingual, effervesenct dan tablet lain yang dimaksudkan untuk hancur dan larut dimulut. Penutup rasa tidak enak ini adalah zat yang tidak mempengaruhi khasiat, stabilitas dan penampilan sediaan. Flavor dan pemanis biasanya diformulasi untuk sediaan yang ditujukan kepada pediatric.

Sebanyak 16,7% responden tidak mengetahui bahwa obat racikan ini dapat ditambah dengan berbagai zat tambahan sebagai perasa untuk menutupi bau dan rasa yang tidak enak. Salah satu permasalah tentang kesehatan yang paling sering dialami antara orangtua dan anak adalah minum obat. Balita yang sering memuntahkan kembali obatnya karena rasa yang tidak enak.

8. Soal nomor delapan : Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus

Terdapat sebanyak 73,3% responden yang telah memilih jawaban benar bahwa bungkus yang digunakan pada obat racikan pulveres adalah kertas perkamen khusus. Menurut Anief (2006) pulveres adalah serbuk yang diracik dari satu atau beberapa bahan aktif, dicampurkan menjadi satu dan dihaluskan, setelah itu dibagi dalam bagian-bagian yang sama rata

dan dibungkus menggunakan kertas perkamen, biasanya ditujukan untuk pemakaian oral. Penggunaan pulveres lebih banyak diberikan kepada pasien anak-anak yang masih belum mampu menelan obat dalam bentuk kapsul atau tablet secara baik, maka puyer menjadi salah satu pilihan alternatif yang dianggap lebih efisien bila di berikan kepada pasien anak.

Berbagai masalah tentang penyediaan obat telah banyak dipublikasikan, terutama sediaan pulveres. Sediaan pulveres sebagai alternatif obat untuk anak telah menjadi perhatian khusus di pelayanan kesehatan. Pulveres memang memiliki beberapa keuntungan dari sediaan lainnya, antara lain; dosis mudah disesuaikan dengan berat badan anak secara tepat, obat dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan pasien, praktis, dan cara pemberian yang mudah khususnya untuk anak yang masih kecil yang belum dapat menelan tablet (Wiedyaningsih, 2013).

9. Soal nomor sembilan : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya

Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh seluruh responden, yakni sebanyak 100%. Penyimpanan obat akan mempengaruhi stabilitas dan efektifitas dari kandungan obat.

Cara menyimpan obat yang benar menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (BINFAR, 2008) secara umum, yang pertama adalah jauhkan dari jangkauan anak-anak, kedua : simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat, ketiga : simpan obat ditempat

yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan yang tertera pada kemasan, keempat : jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat, kelima : jangan simpan obat yang telah kadaluarsa.

Penyimpanan khusus, pertama : untuk tablet dan kapsul, jangan menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab, kedua : untuk sediaan obat cair atau jangan disimpan dalam lemari pendingin (freezer) agar tidak beku kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat tersebut (BINFAR, 2008).

Dari angka yang ditunjukkan maka dapat diartikan bahwa seluruh responden pada penelitian ini sudah memahami cara penyimpanan obat dengan benar.

10.Soal nomor sepuluh : Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak; dan nomor 11 : Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer).

Sebagian besar responden memberikan jawaban yang benar untuk pernyataan “obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan

tersebut sudah rusak” dengan persentase sebesar 66,7%. Pernyataan untuk

“obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer)” juga telah dijawab dengan benar oleh responden ditunjukkan dengan hasil persentase sebesar 73,3%.

Sebanyak 33,3% dan 26,7% responden menjawab salah tentang kondisi obat racikan yang sudah rusak. Dari angka persentase tersebut dapat diartikan bahwa responden yang menjawab salah pada pertanyaan nomor 10 dan 11 ini belum mengetahui cara atau ciri-ciri obat racikan yang dikatakan sudah rusak akibat menyimpan obat yang tidak benar. Pengetahuan yang masih kurang akan perubahan bau, bentuk dan warna ini dapat membahayakan pasien jika tetap dikonsumsi.

Menurut BINFAR (2008) pengantar zat berkhasiat yang terdapat dalam sediaan obat, selalu mempunyai masa aktif untuk tujuan pengobatan tertentu. Biasanya tertulis pada kemasan atau lembar informasi. Sediaan cair lebih jelas dilihat apabila kadaluarsa, yaitu terjadi perubahan bentuk cairan, perubahan warna, timbul bau atau timbul gas akibat reaksi antar zat didalam obat tersebut. Sementara untuk sediaan obat dalam bentuk padat apabila sudah mencapai masa kadaluarsa, biasanya terjadi perubahan fisik. Kerusakan obat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti udara yang lembab, sinar matahari, suhu, goncangan fisik.

Pada Gambar 5 terdapat diagram distribusi tingkat pengetahuan responden. Kemudian dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan kriteria dari setiap kategori tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut (Khomsan, 2000) :

1. Kategori baik, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80% 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80% 3. Kategori buruk, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%

Hasil dari penelitian ini diperoleh 46 % responden yang tergolong dalam kategori baik. Berarti 46 % responden tersebut memiliki pengetahuan yang baik tentang obat racikan dengan diwakili dari 11 pertanyaan diatas. Kategori sedang tentang pengetahuan obat racikan sebanyak 37% responden dan 17% responden termasuk dalam kategori buruk. Hasil diatas menyatakan bahwa tingkat pengetahuan tentang resep racikan pada responden memiliki pengetahuan baik yang diwakili oleh 11 pertanyaan di atas.

Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Responden dengan N= 30

Mayoritas responden telah memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebesar 46%, didukung dengan pengetahuan yang sudah dijabarkan diatas, dengan hasil 80% pada beberapa item yang ditanyakan kepada responden. Tingkat pengetahuan responden tertinggi terdapat pada pengetahuan item nomor sembilan yaitu “obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya”, tingkat pengetahuan terendah terjadi pada item nomor tiga

46% 37% 17% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50%

“bentuk obat racikan dapat berupa cairan” dan nomor lima tentang pengetahuan

obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar.

Tingkat pengetahuan yang tinggi ini didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa responden, misalnya seperti hasil wawancara dengan Ibu berinisial AK yang menyatakan dalam Bahasa Jawa :

mesthine nggih wonten obate sing dicampur-campur niku tha soale kan diparingi kapsul niku wonten sing warnane pethak kalih biru napa napa niku tha” yang

artinya “mestinya ya ada beberapa obat yang dicampur-campur disitu soalnya kan dimasukkan dalam kapsul disitu ada yang warnanya putih dan biru dan

warna-warna lainnya begitu”.

Begitu juga dengan jawaban Ibu berinisial LI yang menyatakan bahwa :

Hmmmm, resep racikan... biasanya ini ya kalo... biasanya khusus anak-anak ya, ya biasanya dicampur-campur gitu, heeh, jadi biasanya dicampur ya jadi nanti

ada anti alergi dicampur apa dicampur apa. Biasanya kayak gitu”.

Walaupun secara definitif belum benar, namun responden telah memahami apa yang dimaksud dengan obat racikan. Ada juga responden yang dapat mendefinisikan dengan benar seperti jawaban responden berinisial PE dengan pertanyaan pengetahuan tentang pengertian obat racikan, responden berinisial PE menyampaikan,

Resep yang terdiri dari beberapa itu ya? macam-macam obat yang diramu jadi satu lalu dimasukkan kapsul“.

Dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh responden dapat dinyatakan bahwa responden sebagian besar sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan obat racikan. Pendapat yang disampaikan mengenai definisi obat racikan ini sesuai dengan pengalaman responden dalam mendapatkan obat racikan.

Ada juga responden yang sebenarnya sudah mengetahui tentang obat racikan tetapi tidak dapat mengungkapkannya namun hanya dapat membedakan

dari bentuk dan warna obatnya (warna kemasan kapsul) seperti pernyataan yang diungkapkan AK. Hasil wawancara dengan responden berinisial TL yang menyebut bahwa obat racikan adalah obat yang berbentuk bubuk atau serbuk. Untuk membantu mejabarkan apa yang dimaksud dengan bubuk atau serbuk oleh responden, maka dibantu dengan memberikan gambaran kepada responden demikian “beberapa obat berkhasiat yang dicampur jadi satu?” setelah diberikan gambaran dan penjelasan demikian barulah responden memahami apa yang dimaksud dengan obat racikan.

Beberapa responden tidak tahu sama sekali apa yang disebut dengan obat racikan, misalnya hasil wawancara dengan responden berinisial SR, responden berinisial SP dan responden berinisial IF yang menyatakan bahwa mereka tidak tahu sama sekali apa itu obat racikan. Motivasi mereka datang ke instalasi farmasi adalah untuk mendapatkan obat seperti yang diresepkan oleh dokter, sehingga tidak peduli apakah obat tersebut merupakan obat racikan atau obat jadi yang berasal dari pabrik. Harapan mereka adalah obat ini dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya, sehingga mereka tidak pernah memperhatikan apakah obat yang diberikan itu obat racikan atau bukan. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh responden berinisial AH menyatakan bahwa :

lupa e mbak, aku ya gimana ya? yawes gini tinggal taunya minum aja lah, ga tau

obate apa sing penting mari” yang artinya“saya lupa mbak, saya hanya tahu untuk minum obatnya saja, tapi tidak tahu obatnya apa, yang penting sembuh”.

Pengetahuan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dimana pengetahuan dapat mempengaruhi hasil penelitian ini terkait dengan pemahaman responden mengenai sebuah penyataan, pemberian jawaban dan pendapat yang

diungkapkan. Pendidikan yang tinggi sangat menentukan tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuan yang dimilikinya. Tidak semua yang memiliki pengetahuan yang baik, memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi pula, karena di era dewasa ini informasi dapat diperoleh dengan mudah melalui berbagai macam sumber- sumber pengetahuan. Beberapa diantaranya seperti : televisi, majalah, media sosial, radio maupun seminar-seminar (Azwar, 1995). Seseorang yang memiliki kemampuan membaca dan menulis tentunya tidak akan kesulitan dalam memperoleh pengetahuan tentang obat dan resep racikan tanpa harus memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Bloom yang disadur oleh David (2002) tingkat pengetahuan merupakan suatu aspek bagaimana individu menerima, mempelajari, menalar, mengingat, dan berpikir tentang sesuatu. Domain pengetahuan seseorang dapat memengaruhi sikap maupun perilaku dalam melakukan suatu tindakan. Menurut Notoatmodjo (2010) domain pengetahuan dibagi menjadi enam yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Domain afektif (sikap) yaitu ketika seseorang melakukan sesuatu berdasarkan pada perasaan. Berbeda dengan domain psikomotorik (ketrampilan) yang mengarah pada gerakan seseorang ketika melakukan sesuatu (Bastable dan Susan, 2002).

Hasil wawancara responden yang seluruhnya menyatakan bahwa mereka tahu bagaimana menyimpan obat dengan baik yakni secara umum diletakkan dijauhkan dari jangkauan anak-anak, diletakkan di tempat yang sejuk, kering dalam kemasan aslinya dan terlindung dari sinar matahari. Seperti

disampaikan oleh responden dengan inisial NI “kalau simpan obat di rumah biasanya ya itu di kotak obat itu”. Responden juga sudah sadar bahwa harus meletakkan obat di tempat yang aman dan dijauhkan dari jangkauan anak-anak seperti ungkapan berikut dari responden berinisial LI :

Yang pasti ya itu harus jauh dari anak kecil, nanti takutnya diminum… takutnya diminum satu botol gitu, hehehe Iya kan manis kan, diminum terus gara-gara

manis”

Responden tidak pernah membandingkan secara langsung antara obat racikan dan bukan racikan dengan obat yang sama, seperti yang diungkapkan oleh responden berinisial NI :

ya kita si nggak pernah bandingin ya lebih murah atau enggak, soalnya kan kalau udah beli di apotek ya udah ga beli lagi obat yang sama di Rumah Sakit.

Jadi ga tau mana yang lebih murah”,

pernyataan serupa juga diungkapkan oleh responden berinisial TI :

“entah ya, wong saya itu nggak pernah beli eh, palingan kalau misalnya sini nggak ada obatnya baru, saya beli diluar gitu”.

Selain itu beberapa responden dalam penelitian ini membayar jasa kesehatan dengan menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sehingga sulit bagi mereka untuk mengetahui apakah obat racikan ini lebih murah atau tidak jika dibandingkan dengan obat yang bukan racikan. Beberapa responden memahani bahwa obat racikan lebih murah seperti yang diungkapkan oleh responden dengan inisial LL :

Lebih murah sih kayaknya. karena campuran-campuran ya..jadi kan ga harus beli satu-satu, mungkin itu kali ya yang bikin murah”.

Setelah diberikan gambaran atau contoh perbandingan apakah obat racikan lebih ekonomis atau murah jika dibandingkan dengan obat non racikan, barulah responden memahami dan dapat menyimpulkan bahwa obat racikan lebih murah.

Dalam hal pengalaman responden, tidak ada satupun responden yang ikut andil untuk memilih bentuk sediaan yang akan diterima. Bentuk sediaan obat yang mereka terima seluruhnya ditentukan oleh dokter. Menurut pengakuan responden berinisial AN :

Biasanya sih dokter udah tau, mungkin udah kebiasaan kalau anak kecil kasih puyer, kalau udah besar kasih tablet gitu aja, jadi dia ga tanya kita maunya apa,

Dokumen terkait