• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan : studi pendahuluan dengan 30 responden.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan : studi pendahuluan dengan 30 responden."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Studi pada tahun 2001 oleh FDA menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya oleh karena itu resep racikan tidak dapat dihiraukan keberadaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien mengenai resep racikan melalui eksplorasi pengetahuan, sikap, dan harapan mengenai resep racikan dari sudut pandang pasien yang dilakukan di wilayah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara kualitatif menggunakan metode wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan content analysis.

Kesimpulan yang didapat adalah 46% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai resep racikan, 37% responden dalam kategori tingkat pengetahuan sedang, serta 17% responden dengan tingkat pengetahuan rendah. Sikap responden 34% dalam kategori positif, 10% bersikap sedang dan 56% bersikap negatif. Tingkat harapan responden sebanyak 86% memiliki harapan tinggi dan 14% responden termasuk dalam kategori harapan rendah. Perlu dipertimbangkan reliabilitas alat ukur pada aspek pengetahuan dan harapan dikategorikan cukup reliabel, sedangkan pada aspek sikap dikategorikan agak reliabel.

(2)

ABSTRACT

Prescription is a written request from a doctor or dentist to pharmacist, either in paper or electronic so pharmacist can prepare or create, mix, and give the medicine to the patient. In 2001, a study by FDA showed that out of 650 dispensary will produce 13 million prescriptions annually. Therefore, the existence of compounded prescription can not be ignored. The aims of this study is to determine the patient's perception of compounded prescription from the patient's viewpoint through the exploration knowledge, attitudes, and expectations regarding compounded prescription in the Magelang and Sleman regency, Yogyakarta.

This study was a descriptive observational research with quantitative approach which was supported by qualitative data exploration using interviews. The data were analyzed using descriptive statistics and content analysis.

The conclusion are 46% of respondents have a good level of knowledge about the compounded prescription, 37% of respondents in the medium-level knowledge category, and 17% of respondents with a low level. The 34% respondents in the have a positive attitude, 10% in the medium attitude category, and 56% in the negative attitude category. The 86% respondents have high expectations category and 14% respondents have a low expectations. To consider the reliability of measuring instruments on knowledge aspect and expectations aspect are quite reliable categorized, whereas the attitude aspect categorized unreliable.

(3)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN

MENGENAI RESEP RACIKAN

(STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Lisania Ines NIM: 118114001

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN

MENGENAI RESEP RACIKAN

(STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Lisania Ines NIM: 118114001

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)

Skripsi yang diajukan oleh: Lisania Ines

NIM: 118114001

telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama :

(6)

iii

PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL

PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)

Oleh: Lisania Ines NIM: 118114001

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 24 Juni 2015

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Keberhasilan bukan datang dari orang lain,

Melainkan dari kerja keras dan jerih payah kita sendiri

Saat saat yang luar biasa sulit dalam perjuangan adalah pertanda bahwa kesuksesan sudah mendekat – Merry Riana

(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 8 Juni 2015 Penulis

(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Lisania Ines

Nomor Mahasiswa : 118114001

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN) Beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 8 Juni 2015 Yang Menyatakan

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya dengan perkenan-Nyalah skripsi yang berjudul “PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)” dapat selesai tepat waktu.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada setiap pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah ini :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang sabar dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan karya ini. 2. Seluruh responden yang telah berkontribusi besar selama dilaksanakannya

penelitian ini

3. Para dosen penguji yang telah member kritik dan saran dalam penyelesaian naskah skripsi ini.

4. Seluruh pihak yang memberikan izin penelitian.

5. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang mendukung dilakukannya penelitian ini.

6. Keluarga yang setia memberi doa dan dukungan.

7. Seluruh teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan 2011.

(11)

viii

Akhir kata, penulis mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan karya ini sehingga penulis terbuka menerima kritik dan saran untuk menyempurnakan karya ini.

(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Masalah ... 3

2. Keaslian Penelitian ... 3

3. Manfaat Penelitian ... 5

a. Manfaat Teoritis ... 5

(13)

x

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker ... 7

B. Resep Racikan ... 7

C. Identifikasi Kerusakan Obat ... 8

D. Manfaat Resep Racikan Bagi Pasien ... 9

E. Pengetahuan ... 10

F. Sikap ... 10

G. Harapan ... 11

H. Keterangan Empiris ... 12

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 13

B. Variabel Penelitian ... 13

C. Definisi Operasional ... 14

D. Responden ... 16

1. Populasi ... 16

2. Sampel ... 16

E. Metode Sampling ... 18

F. Instrumen Penelitian ... 19

G. Uji Pemahaman Bahasa ... 20

(14)

xi

1. Uji Kuisioner Sebagai Alat Ukur ... 21

2. Uji Validitas ... 22

3. Uji Reliabilitas ... 23

I. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 26

J. Metode Pengumpulan Data ... 26

K. Tata Cara Penelitian ... 27

1. Observasi Awal ... 27

2. Permohonan Ethical Clearance ... 28

3. Permohonan Kerjasama dengan Responden untuk Ikut Serta dalam Penelitian ... 28

4. Pengambilan Data ... 29

5. Tata Cara Analisis Data ... 30

L. Kelemahan Penelitian ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 34

1. Jenis Kelamin ... 34

2. Usia ... 35

3. Pendidikan Terakhir ... 37

4. Pekerjaan ... 38

B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan ... 39

C. Sikap Responden Tentang Obat Racikan ... 55

D. Harapan Responden Tentang Resep Racikan ... 67

(15)

xii BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN ... 86

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Panduan Wawancara Untuk Responden ... 85

Lampiran 2. Form Data Diri Responden ... 87

Lampiran 3. Inform Consent ... 88

Lampiran 4. Kuisioner ... 89

Lampiran 5. Output Data ... 92

(19)

xvi INTISARI

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Studi pada tahun 2001 oleh FDA menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya oleh karena itu resep racikan tidak dapat dihiraukan keberadaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien mengenai resep racikan melalui eksplorasi pengetahuan, sikap, dan harapan mengenai resep racikan dari sudut pandang pasien yang dilakukan di wilayah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara kualitatif menggunakan metode wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan content analysis.

Kesimpulan yang didapat adalah 46% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai resep racikan, 37% responden dalam kategori tingkat pengetahuan sedang, serta 17% responden dengan tingkat pengetahuan rendah. Sikap responden 34% dalam kategori positif, 10% bersikap sedang dan 56% bersikap negatif. Tingkat harapan responden sebanyak 86% memiliki harapan tinggi dan 14% responden termasuk dalam kategori harapan rendah. Perlu dipertimbangkan reliabilitas alat ukur pada aspek pengetahuan dan harapan dikategorikan cukup reliabel, sedangkan pada aspek sikap dikategorikan agak reliabel.

(20)

xvii ABSTRACT

Prescription is a written request from a doctor or dentist to pharmacist, either in paper or electronic so pharmacist can prepare or create, mix, and give the medicine to the patient. In 2001, a study by FDA showed that out of 650 dispensary will produce 13 million prescriptions annually. Therefore, the existence of compounded prescription can not be ignored. The aims of this study is to determine the patient's perception of compounded prescription from the patient's viewpoint through the exploration knowledge, attitudes, and expectations regarding compounded prescription in the Magelang and Sleman regency, Yogyakarta.

This study was a descriptive observational research with quantitative approach which was supported by qualitative data exploration using interviews. The data were analyzed using descriptive statistics and content analysis.

The conclusion are 46% of respondents have a good level of knowledge about the compounded prescription, 37% of respondents in the medium-level knowledge category, and 17% of respondents with a low level. The 34% respondents in the have a positive attitude, 10% in the medium attitude category, and 56% in the negative attitude category. The 86% respondents have high expectations category and 14% respondents have a low expectations. To consider the reliability of measuring instruments on knowledge aspect and expectations aspect are quite reliable categorized, whereas the attitude aspect categorized unreliable.

(21)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Fenomena perkembangan resep racikan beberapa tahun terakhir ini didorong oleh berapa faktor antara lain dokter mulai lebih sadar dan peduli terhadap jumlah dosis yang diberikan kepada pasiennya, terutama untuk individualisasi dosis yang tidak terdapat di pasaran dan tidak diproduksi oleh pabrik. Selain itu kejadian yang tidak diharapkan banyak terjadi karena kesalahan perhitungan dosis dan kesulitan bahan baku untuk pembuatan dalam skala besar (Allen, 2002), sehingga resep racikan dianggap sebagai sesuatu hal yang cukup penting dalam dunia pengobatan. Sebuah studi pada tahun 2001 oleh Food and Drug Administration (FDA) menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya, sehingga keamanan penggunaan resep memerlukan perhatian khusus dan tidak dapat dihiraukan (Anonim, 2010).

Beberapa pertimbangan dokter dalam memilih resep racikan antara lain seperti faktor terapi yaitu :

1. Dokter dapat menyesuaikan dengan kondisi klinis pasien 2. Keterbatasan bentuk sediaan obat

3. Dosis obat yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien 4. Lebih mudah diminum untuk anak-anak

5. Dapat memodifikasi rasa sesuai yang diinginkan

(22)

Penggunaan obat yang tidak rasional di Indonesia juga masih sering terjadi, misalnya seperti kejadian polifarmasi, dimana seorang pasien rata-rata mendapatkan 3 hingga 5 jenis obat dalam setiap lembar resep, penggunaan antibiotik yang berlebihan (43%), waktu konsultasi yang singkat yang rata-rata berkisar hanya 3 menit saja, serta kepatuhan pasien dalam meminum obat yang masih kurang (Syamsudin, 2011).

Meracik adalah sebuah kegiatan mencampur, memodifikasi, membagi obat dengan cara mengubah dosis dan menyesuaikan takaran. Di era ini pengobatan sudah mengutamakan pengobatan secara individu namun terkadang ada ketidaksesuaian produk jadi (dari pabrik) dengan kebutuhan pasien, sehingga obat racikan akan menjadi solusi bagi masalah ini (Allen, 2002).

(23)

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk menggali pandangan terkait dengan resep racikan dari sudut pandang pasien. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

a. Seperti apa pengetahuan pasien mengenai resep racikan ? b. Bagaimana sikap pasien terhadap resep racikan ?

c. Seperti apa harapan pasien terhadap resep racikan ?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian yang berhubungan dengan resep racikan yaitu antara lain :

a. Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis dan Interaksi Obat Resep Racikan Untuk Pasien Pediatrik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli 2007 (Cahyono, 2007).

Penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental deskriptif evaluatif. Penelitian ini menggunakan jumlah data sebanyak 408 lembar resep racikan. Hasil dari penelitian ini adalah :

(24)

dengan indikasi referensi. Terdapat 17 jenis racikan dengan 401 penggunaan yang memerlukan penyesuaian dosis. Terdapat 5 jenis racikan dengan 209 penggunaan yang berpotensi untuk terjadi interaksi obat.

b. Evaluasi Medication Error (ME) Resep Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Pada Bulan Juli Tahun 2007 (Tinjauan Fase Dispensing) (Hinlandou, 2008).

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif cross sectional. Penelitian ini menggunakan sebanyak 456 resep dari populasi sebanyak 954 resep. Dengan wawancara sebanyak 6 orang asisten apoteker, 16 orang tua pasien dan 1 orang apoteker penanggung jawab Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda. Hasil dari penelitian ini adalah :

(25)

c. Prevalensi dan Evaluasi Interaksi Farmakokinetik Resep Racikan Pada Lima Puskesmas di Kabupaten Sleman Periode Desember 2013 (Komaladewi, 2008).

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah :

Jenis obat yang sering diresepkan adalah obat dengan kelas terapi obat anti alergi atau antihistamin. Obat racikan lebih sering diresepkan untuk anak-anak. Kombinasi 2 resep racikan yang paling sering diresepkan. Bentuk sediaan racikan yang paling sering digunakan adalah pulveres sebanyak. Tidak ditemukan interaksi farmakokinetik. Menurut pendapat apoteker obat racikan masih dapat digunakan sebagai salah satu pilihan bentuk sediaan obat.

Selama ini belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pendapat pasien mengenai resep racikan yaitu pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

(26)

b. Manfaat Praktis

Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain :

1) Dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti dan masyarakat serta instalasi terkait mengenai pendapat pasien tentang resep racikan.

2) Dapat menjadi salah satu acuan, tambahan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan pendapat pasien megenai resep racikan.

3) Dengan penelitian ini, diharapkan adanya perbaikan atau peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan kefarmasian terutama sesuai dengan harapan yang disampaikan oleh responden.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuitingkat pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai resep racikan. b. Mengetahui sikap pasien terhadap resep racikan.

(27)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES RI, 2014) apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Menurut Setiawan (2014), apoteker adalah ahli dalam ilmu obat-obatan yang berwenang membuat obat untuk dijual. Menurut Daris (2008) apoteker bertugas untuk membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan cepat, membungkus dan menempatkan obat dalam wadah atau bungkus yang tepat serta memeriksa dan memberi etiket dengan teliti. Apoteker bertugas untuk memberikan informasi dan konsultasi tentang obat kepada pasien, tenaga kesehatan lain dan juga masyarakat. Apoteker dapat melayani resep maupun non resep, dengan wewenang meracik, mencampur, membuat, membungkus dan menyerahkan obat, serta mengelola apotek yang mencakup perencanaan, penyimpanan, penyerahan, pelaporan dan pengawasan.

B. Resep Racikan

(28)

bahan pengemas lain yang cocok atau sesuai. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan penyerahan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006).

C. Identifikasi Kerusakan Obat

Untuk mengetahui apakah obat sudah rusak atau belum dapat diihat misalnya untuk :

1. Tablet akan terjadi perubahan pada warna, bau dan rasa, timbul bintik– bintik noda, lubang-lubang, pecah, retak, terdapat benda asing, menjadi bubuk dan lembab.

2. Tablet salut akan terjadi perubahan salutan seperti pecah, basah, lengket satu dengan lainnya dan terjadi perubahan warna.

3. Kapsul, maka cangkang kapsul menjadi lembek, terbuka sehingga isinya keluar, melekat satu sama lain, dapat juga melekat dengan kemasan. 4. Puyer akan terjadi perubahan warna, timbul bau, timbul noda

bintik-bintik, lembab sampai mencair.

(29)

D. Manfaat Resep Racikan Bagi Pasien

Resep racikan dapat menjadi salah satu penolong bagi pasien khusus yang alergi terhadap bahan-bahan tambahan yang ada dalam sediaan jadi dari pabrik, misalnya laktosa, pengawet, pewarna, bahan perekat, dan gula. Resep racikan ini dapat dibuat dengan obat yang terdiri dari bahan generiknya saja dan dapat disesuaikan dengan individu pasien tersebut sehingga dapat menjadi salah satu solusi atau penolong pasien yang mengalami alergi terhadap bahan tambahan seperti yang sudah disebutkan diatas. Dengan kata lain, Seorang apoteker dapat menciptakan kembali obat dengan sebuah racikan, bahkan jika hanya satu orang di dunia ini yang membutuhkan resep tersebut, mereka masih bisa mendapatkannya berkat adanya resep racikan (Pavlic, 2013).

Beberapa obat memiliki rasa yang sangat tidak dapat diterima oleh beberapa pasien, yang membuat pasien tidak nyaman untuk mengkonsumsi obat tersebut. Seorang apoteker dapat meracik, menambahkan rasa atau membuatnya lebih enak tanpa mengorbankan efektivitas obat itu sendiri. Hal ini sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan pasien yang mungkin menolak untuk mengkonsumsi obat-obatan, seperti anak-anak, pasien lanjut usia, atau bahkan hewan peliharaan (Pavlic, 2013).

(30)

E. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan kumpulan sejumlah fakta dan teori yang dapat digunakan seseorang memecahkan dan menjawab masalah yang ditemuinya. Pengetahuan dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain. Fakta-fakta yang didapat dikumpulkan dan dipahami sebagai teori yang kemudian digunakan sebagai jawaban dari berbagai jenis fenomena kehidupan. Pengetahuan juga dapat diperoleh dengan cara tradisional (non ilmiah) ataupun dengan cara ilmiah (modern) yang dilakukan dengan penelitian (Notoadmojo, 2010).

Menurut Budiman dan Riyanto (2013) seorang individu dapat dikatakan tahu apabila dapat merespon secara lisan ataupun tertulis dengan memberikan jawaban terkait suatu topik tertentu. Respon berupa jawaban inilah yang disebut dengan pengetahuan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan pertanyaan mengenai isi materi yang akan diteliti. Rumusan kalimat pertanyaan ini harus memperlihatkan tahapan pengetahuan yang akan diukur. Kalimat ini digunakan dalam penyusunan kuisioner (Budiman dan Riyanto, 2013).

F. Sikap

(31)

kesiapan individu untuk memberikan respon terhadap suatu objek (Budiman dan Riyanto, 2013).

Sikap merupakan aspek afektif sehingga membutuhkan cara pengukuran yang berbeda dibandingkan aspek kognitif seperti pengetahuan. Hasil pengukuran sikap dikelompokkan menjadi positif yang ditunjukkan dengan dukugan, negatif yang ditunjukkan dengan penolakan individu, dan netral atau kategori sedang yang ditunjukkan dengan tidak mendukung maupun menolak. Pernyataan untuk aspek seperti ini dimaksudkan untuk mencari tahu dukungan atau penolakan seseorang terhadap suatu konsep sikap dalam rentang nilai tertentu. Oleh karena itu pernyataan sikap ditunjukkan dengan bentuk positif, netral dan negatif dengan skala Likert (Budiman dan Riyanto, 2013).

G. Harapan

Harapan atau asa memiliki arti yang berbeda dengan sikap. Snyder (2000) menyatakan harapan adalah keseluruhan dari kemampuan yang dimiliki individu untuk menghasilkan jalur mencapai tujuan yang diinginkan, bersamaan dengan motivasi yang dimiliki untuk menggunakan jalur tersebut. Harapan didasarkan pada harapan positif dalam pencapaian tujuan.

(32)

Skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap dan juga harapan. Selain dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan harapan, skala

Likert juga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran persepsi dan pendapat seseorang akan suatu kejadian atau fenomena (Budiman dan Riyanto, 2013).

H. Keterangan Empiris

(33)

13 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara kualitatif. Pendekatan secara kualitatifnya sendiri menggunakan metode wawancara dan hasilnya digunakan untuk mendukung hasil data kuantitatif.

Dalam penelitian survei dan wawancara ini tidak dilakukan intervensi atau perlakuan terhadap variabel, tetapi hanya mengamati terhadap fenomena sosial yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena resep racikan melalui pandangan pasien. Penelitian ini melibatkan pasien maupun keluarga pasien penerima resep racikan sebagai responden. Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta yang terjadi serta menggali informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya (Notoadmodjo, 2010).

B. Variabel Penelitian

(34)

C. Definisi Operasional

1. Responden penelitian merupakan pasien yang pernah menerima resep racikan dan atau keluarga yang menerima resep racikan.

2. Resep racikan adalah resep yang diterima oleh responden. Resep racikan yang diterima adalah dengan komposisi campuran 2 obat atau lebih yang melalui proses peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, dan pengemasan kembali oleh apoteker.

3. Jenis obat racikan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi obat generik maupun obat dengan nama dagang.

4. Resep racikan yang dimaksud meliputi puyer atau pulveres, pulvis, cream,

dry sirup, sirup racikan dan bentuk lain yang mengalami proses peracikan dan pencampuran obat baik di instalasi farmasi rumah sakit maupun apotek.

5. Persepsi responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang diungkapkan oleh responden untuk menjawab pertanyaan yang diajukan baik tertulis melalui kuisioner maupun lisan melalui sesi wawancara. Persepsi responden tentang resep racikan merupakan rangkaian intisari dari pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan. 6. Pengetahuan responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang

(35)

kuisioner bagian satu dan bagian dua (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan melalui sesi wawancara.

Menurut Khomsan (2000) hasil pengukuran pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu :

1. Kategori baik, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80% 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80% 3. Kategori buruk, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%

7. Sikap responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan tentang sikap responden terhadap resep racikan sesuai dengan pengalaman responden. Pernyataan ini dapat berupa pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar kuisioner bagian ketiga (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan melalui sesi wawancara.

Sikap digolongkan menjadi dua jenis yaitu positif dan negatif. Positif ditunjukkan dengan memihak atau mendukung (favourable), sedangkan negative ditunjukkan dengan penolakan individu atau tidak mendukung (unfavourable).

(36)

8. Harapan responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait harapan responden terhadap resep racikan kedepannya. Harapan responden juga dapat berupa ungkapan responden secara langsung atau spontan (tanpa adanya pertanyaan) mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan teruatama pelayanan kefarmasian yang pernah dialaminya. Pernyataan ini dapat berupa pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar kuisioner bagian keempat (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan melalui sesi wawancara.

Pengukuran harapan dikategorikan menjadi 3 yaitu :

1. Kategori tinggi, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80% 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80% 3. Kategori rendah, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%

D. Responden Penelitian 1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien penerima obat racikan yang berada di wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta dan Kabupaten Magelang.

2. Sampel

(37)

dan memenuhi syarat kriteria inklusi. Dalam pembahasan pada bab ke empat, nama-nama responden disebutkan dengan inisial sesuai kode yang sudah dibuat.

Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini mengacu pada Hardon, Hodgkin, and Fresle (2004) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak harus menggunakan jumlah sampel yang besar atau banyak untuk dapat mencerminkan atau menggambarkan sebuah populasi, bisa menggunakan jumlah sampel kecil untuk mendapatkan penelitian yang efektif. Jumlah sampel yang digunakan bisa dimulai dari 20 sampel hingga 30 sampel.

Kriteria inklusi responden adalah sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi responden yaitu mereka yang pernah menerima resep racikan, atau pernah menebuskan resep racikan untuk keluarganya maksimal 3 bulan sebelum pengambilan data (data diambil pada bulan Desember sehingga 3 bulan sebelum pengambilan data artinya dimulai dari bulan September).

b. Menyatakan bersedia, kooperatif dan menyetujui untuk menjadi responden.

c. Mampu berkomunikasi dengan baik

d. Umur responden minimal 18 tahun dan maksimal 65 tahun.

(38)

Kriteria eksklusi responden adalah ketika :

a. Responden menolak untuk ikut serta dalam penelitian ini

b. Responden merupakan responden yang memiliki basic atau berlatar belakang sebagai tenaga kesehatan

Kriteria responden tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan tertentu (purposes) yaitu untuk menggali pandangan – pandangan dari berbagai sudut pandang yang berkaitan erat dengan variabel yang diteliti, yaitu resep racikan. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah disebutkan dengan tujuan untuk mendapatkan pandangan mengenai resep racikan berdasarkan pada hal-hal yang pernah dialami oleh responden sebagai user (yang menggunakan obat racikan). Responden ditemukan dengan cara accidental yakni di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang.

Dari 30 responden yang diambil tidak dapat mewakili atau tidak merepresentasi populasi di seluruh wilayah Kabupaten Sleman maupun Kabupaten Magelang karena pengambilan sample dilakukan dengan cara

accidental (secara non random).

E. Metode Sampling

(39)

sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang pernah menerima obat racikan. Dipilih teknik accidental sampling dengan tujuan untuk mempercepat penemuan responden dan untuk mempercepat proses pengambilan data.

F. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner berisi 4 bagian pertanyaan dan panduan wawancara berupa pertanyaan terbuka (open questions) yang disusun untuk menggambarkan dan mengeksplorasi pendapat pasien terkait dengan resep racikan. Pertanyaan terbuka (open question) menghasilkan jawaban yang belum diketahui atau ditentukan sebelumnya. Responden bebas menyampaikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan (Tukiran, 2012).

Pengambilan data tidak hanya menggunakan kuisioner tetapi juga dilakukan dengan metode wawancara. Pada tahap ini dibantu dengan recorder

sebagai alat perekam hasil wawancara.

Dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang bertujuan untuk mengukur sikap dalam suatu penelitian, yang dimaksud dengan sikap oleh Thurstone adalah :

1. Pengaruh atau penolakan 2. Penilaian

3. Suka atau tidak suka

(40)

Skala Likert diekpresikan mulai dari yang paling negatif, netral sampai ke yang paling positif dalam bentuk : sangat tidak setuju, tidak setuju, tidak tahu (netral), setuju, dan sangat setuju. Pada umumnya akan ada pemberian angka yang digunakan sebagai simbol (Sarwono, 2006).

Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat bagian. Bagian yang pertama merupakan isian singkat dengan sifat pertanyaan terbuka (open questions), bagian kedua dengan sifat pertanyaan tertutup (close questions)

dengan pilihan jawaban “ya”, “tidak” dan“tidak tahu”, bagian ketiga dengan sifat pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak” dan bagian keempat dengan sifat pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Setiap

jawaban yang benar pada kuisioner bagian kedua diberi nilai 1, jawaban salah dan

jawaban “tidak tahu” diberi nilai 0. Pada kuisioner bagian ketiga dan keempat

setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0 (Pulungan, 2010).

G. Uji Pemahaman Bahasa

Uji kuisioner ini dilakukan dengan uji pemahaman bahasa. Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mendapatkan gambaran bahwa responden yang akan digunakan sebagai penelitian tidak mengalami kesulitan dalam memahami pertanyaan yang diajukan. Tujuan lain dalam uji pemahaman bahasa ini adalah untuk mendapatkan masukan terhadap kuisioner sehingga bisa segera dikoreksi agar responden tidak kesulitan dalam memahami pertanyaan.

(41)

dengan target penelitian. Responden memberikan penilaian terhadap konten kuisioner dalam hal kemudahan memahami dan kemudahan menjawab pertanyaan. Uji pemahaman bahasa ini dilakukan di lokasi penelitian yaitu di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang. Dengan pembagian sebagai berikut : 4 responden dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) X, 3 responden dari Klinik Anak Y dan 3 responden dari tempat praktek Dokter Z.

H. Uji Kuisioner, Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Kuisioner Sebagai alat ukur

Setelah kuisioner sebagai alat ukur selesai disusun belum berarti kuisioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Kuisioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur (kuisioner) yang telah disusun tadi memiliki validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2010).

(42)

2. Uji Validitas

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuisioner yang diukur mampu mengukur apa yang hendak diukur maka perlu diuji korelasi nilai tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuisioner tersebut. Apabila kuisioner tersebut telah memiliki validitas konstruk berarti semua item (pertanyaan) yang ada di dalam kuisioner itu mengukur konsep yang kita ukur (Notoatmodjo, 2010).

Validitas dikategorikan menjadi validitas isi (content validity), validitas konstruk (contruct validity), dan validasi berdasarkan kriteria

(criterion-related validity) (Azwar, 2012). Validitas konten berpedoman pada penilaian dari pihak yang memiliki keahlian di bidangnya (expert judgement). Para ahli menganalisis aitem dalam konten dengan proporsi yang sesuai (Profetto-McGrath dkk., 2010). Prosedur pengujian validitas konten sebaiknya melibatkan minimal dua orang yang ahli dalam bidangnya (Waltz, Strickland, dan Lenz, 2010).

(43)

Validasi penelitian ini hanya melibatkan satu ahli yang sekaligus sebagai pembimbing dalam penelitian ini. Alasan hanya melibatkan satu ahli karena keterbatasan waktu penelitian, jika digunakan dua ahli maka akan memakan waktu lebih lama dalam penelitian.

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap sama bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukut yang sama (Notoatmodjo, 2010).

(44)

Pignato and Birnie (2014) yang menyatakan bahwa di Amerika terdapat sekitar 1% dari 30 juta resep yang merupakan resep racikan.

Dalam mengukur reliabilitas dapat digunakan metode Alpha

Cronbach’s (α). Metode ini merupakan teknik pengujian reliabilitas suatu tes

atau angket yang sering digunakan karena dapat dipakai pada tes atau angket dengan jawaban atau pilihan terdiri dari dua pilihan atau lebih (Notoatmodjo, 2010).

Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung diwakili dengan nilai alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbanch

diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan dalam 5 kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan seperti tabel berikut (Sugiyono, 2006) :

Tabel I. Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) (Sugiyono, 2006).

Alpha Tingkat Reliabilitas

0,00 – 0,20 Kurang Reliabel

>0,20 – 0,40 Agak Reliabel

>0,40 – 060 Cukup Reliabel

>0,60 – 0,80 Reliabel

>0,80 – 1,00 Sangat Reliabel

(45)

Cronbach’s untuk variabel pengetahuan sebesar 0,459, untuk variabel sikap

sebesar 0,315 dan untuk variabel harapan 0,476. Untuk meningkatkan reliabilitasnya maka dilakukan revisi dan eliminasi pada beberapa pertanyaan.

Peningkatan reliabilias terjadi pada reliabilitas test yang kedua namun tidak terlalu signifikan. Hasil pengujian reliabilitas yang kedua menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas kuesioner ini termasuk dalam kriteria yang cukup reliabel untuk variabel pengetahuan dan harapan dengan koefisien Alpha

Cronbach’s masing-masing sebesar 0,465 dan 0,476 yaitu berada pada interval

(0,4 s/d 0,6) dengan kriteria cukup reliabel. Untuk variabel sikap memiliki koefisien Alpha Cronbach’s sebesar 0,325 yaitu berada pada interval (0,2 s/d 0,4) dengan kriteria agak reliabel atau dapat dikatakan masuk dalam kriteria rendah. Setelah melakukan dua kali test reliabilitas maka diputuskan untuk menggunakan hasil reliabilitas test yang kedua.

(46)

adalah kondisi psikologis responden yang kurang nyaman untuk memberikan penilaian atas jawaban responden, dimana responden sebagian adalah pasien dan sebagian adalah anggota keluarga pasien, sehingga dalam kondisi menunggu pelayanan obat, kondisi demikian dirasa kurang tepat untuk memberikan penilaian atas layanan resep racikan ini.

I. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang, meliputi RSUD X, Klinik Anak Y, dan beberapa responden ditemukan melalui dokter Z. Penelitian dimulai dengan permohonan izin penelitian pada bulan September 2014 hingga pengambilan data yang dimulai pada bulan Desember 2014. Penelitian dilakukan pada pukul 09.00 – 16.00 WIB. Pengambilan data dilakukan dalam waktu satu bulan.

J. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data pada responden (pasien) dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1. Data kuantitatif, yaitu data yang dapat dinyatakan dalam bentuk

angka-angka, dengan cara pengisian kuisioner oleh responden (Lampiran 4). 2. Data kualitatif, yaitu data yang tidak berupa angka dalam bentuk

pernyataan yang diperoleh dengan teknik wawancara.

(47)

cara menandatangani formulir persetujuan berpartisipasi (inform consent) (Lampiran 3). Calon responden mempunyai hak sepenuhnya untuk bersedia atau tidak bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Jumlah responden tidak ditentukan dari awal. Batasan penghentian pengumpulan data dengan metode wawancara ini adalah jika sudah terjadi saturasi/kejenuhan data. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara (Lampiran 1). Wawancara dilakukan berdasarkan persetujuan dari responden, proses wawancara juga direkam dengan bantuan recorder.

K. Tata Cara Penelitian 1. Observasi Awal

Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang terencana, meliputi melihat, mendengar dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2010).

(48)

2. Permohonan Ethical Clearance

Dalam melaksanakan penelitian khususnya dengan subyek manusia, maka harus dipahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga penelitian dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia (Hidayat dan Aziz, 2007). Permohonan izin berupa

Ethical Clearance yang diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk memenuhi etika penelitian dengan menggunakan sampel manusia.

Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian Widayati dan Yuliani (2015) dengan judul utama : “Menyikapi Pro dan Kontra Resep Racikan”. Penelitian ini mengungkapkan bagaimana persepsi pasien terhadap resep racikan. Ijin diterbitkan dan disetujui pada tanggal 21 November 2014 dengan Ref : KE/FK/245/EC (Lampiran 6).

3. Permohonan Kerjasama dengan Responden untuk Ikut Serta dalam Penelitian

(49)

saksi dapat menuliskan nama dan juga tanda tangan. Data diri pasien berisi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, email (bila ada), nomor telepon, dan alamat pasien

4. Pengambilan Data

Responden yang bersedia mengikuti penelitian ini diminta untuk mengisi form data diri terlebih dahulu dapat dilihat pada Lampiran 2. Proses pengambilan data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah respoden diminta untuk mengisi kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil dari kuisioner ini merupakan sumber data kuantitatif. Data yang diambil meliputi bagian 1 dan 2 yang merupakan bagian untuk menggali pengetahuan pasien, bagian 3 untuk mengetahui sikap pasien terhadap resep racikan dan bagian 4 untuk mengetahui harapan pasien.

(50)

5. Tata Cara Analisis Data

Data kuantitatif didapatkan dari hasil kuisioner yang kemudian dianalisis deskriptif. Data – data karakteristik responden diolah secara statistik deskriptif yang meliputi frekuensi, persentase dan median. Data karakteristik ini disajikan dalam bentuk tabel atau diagram (Moleong, 2008).

Data kualitatif didapatkan dari hasil wawancara yang kemudian dianalisis menggunakan content analysis. Content analysis adalah sebuah metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematis dan objektif yang bertujuan untuk mengukur variable tertentu (Prasad, 2008). Penganalisisan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi, kemudian data yang diperoleh dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian (Burhan, 2007).

Selanjutnya dibahas secara mendalam setiap pertanyaan pada kuisioner yang sudah diberikan dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya maupun pendapat para ahli. Hasil analisis data kuantitatif tersebut disajikan dalam bentuk naratif disertai dengan pembahasan mendalam yang didukung dengan hasil data kualitatif.

L. Kelemahan Penelitian

(51)

pengisian kuisioner menjadi tidak maksimal karena responden terganggu oleh balita tersebut. Seharusnya agar pengambilan data lebih maksimal dapat dilakukan dengan cara mengunjungi rumah responden satu persatu, sehingga responden dapat memberikan jawaban dengan lebih maksimal karena responden tidak sedang dalam keadaan menunggu pelayanan obat. Jika pengambilan data dilakukan dalam waktu yang tidak terburu-buru maka diharapkan responden tidak memberikan jawaban yang bias. Dalam penelitian ini tidak dilakukan kunjungan ke rumah responden satu-persatu untuk mempersingkat pengambilan data dan masa penelitian.

Kelemahan lain yakni dalam mengkalibrasi alat atau instrumen penelitian. Instrumen yang dibuat belum maksimal atau belum masuk kedalam kategori reliabel karena hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini masih rendah yaitu kurang dari 0,6. Menurut syarat yang ada, dinggap reliabel jika nilai Alpha Cronbach lebih dari 0,6. Seharusnya revisi dan eliminasi tidak hanya dilakukan sekali saja. Revisi, eliminasi dan reliability test pada kuisioner dilakukan hingga kuisioner masuk dalam kategori valid. Dalam penyusunan kuisioner sebaiknya melibatkan minimal dua ahli atau lebih sehingga diharapkan hasil yang didapat lebih maksimal. Penelitian ini hanya melibatkan satu ahli untuk menilai validitas kuisioner, satu kali revisi dan eliminasi pada pertanyaan kuisioner dan dua kali

(52)

Penelitian ini dapat dikembangkan dengan melalukan pembagian menjadi beberapa judul penelitian. Yang dimaksud dibagi dalam beberapa judul penelitian adalah misalnya dengan membuat sebuah judul penelitian yang hanya fokus terhadap instrumennya saja, sehingga akan dihasilkan sebuah instrumen yang valid dan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Penelitian selanjutnya dapat mengangkat tentang bagaimana hasil penggunaan dari instrumen yang sudah valid dan reliabel tersebut, penelitian lain dapat dilakukan misalnya dengan mengkorelasikan beberapa variabel seperti tingkat pendidikan, keadaan ekonomi, pekerjaan dan umur dengan tingkat pengetahuan, sikap dan harapan pasien. Diharapkan dengan adanya pembagian penelitian ini dapat menghasilkan sebuah penelitian dengan hasil yang lebih fokus dengan validitas dan reliabilitas yang tinggi.

(53)

pembagian wilayah pengambilan sampel, maka dapat dilakukan accidental sampling untuk pengambilan sampel pada tiap wilayah kecil dalam kabupaten tersebut. Walaupun prevalensi resep racikan kecil, namun tetap memungkinkan pengambilan sampel secara acak yakni dengan teknik multistage cluster sampling

(54)

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden

Penelitian ini menggunakan pasien atau keluarga pasien yang pernah menerima obat racikan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang sebagai responden. Sebanyak 30 responden diberi kuesioner sebagai alat ukur. Data lengkap mengenai karakteristik sosiodemografi keseluruhan responden dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Frekuensi Karakteristik Sosiodemografi

Kategori Klasifikasi Jumlah (N=30) Persentase (%)

Usia ≤ 33 tahun 16 53,3

Berdasarkan karakteristik sosiodemografi yang diperoleh di atas, maka dapat dijelaskan untuk setiap karakteristik sosiodemografi, sebagai berikut : 1. Jenis kelamin

(55)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh Kristina, Prabandari dan Sudjaswadi (2007), yang sejalan dengan hasil penelitian Hebeeb dan Gearhart (1993) serta Worku dan Abebe (2003) yang menyatakan jenis kelamin berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri. Tse, Chung dan Munro (1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa responden perempuan lebih banyak melakukan pengobatan sendiri secara rasional. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, responden perempuan banyak terlibat dalam pengobatan anggota keluarganya dibandingkan dengan responden laki-laki. Dengan demikian, baik langsung ataupun tidak, hal tersebut akan mempengaruhi perilaku pengobatan sendirinya.

2. Usia

Rentang usia kurang dari atau sama dengan 33 tahun merupakan kategori usia yang paling banyak menjadi responden penelitian (53,3%). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2007), rentang usia tersebut termasuk ke dalam kategori usia muda yang idealnya telah bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia produktif, sehingga jika menderita suatu penyakit atau gangguan kesehatan dapat mengakibatkan tidak mampu bekerja atau beraktifitas seperti biasanya. Dengan demikian upaya pencarian pengobatan pada responden yang berusia kurang dari 33 tahun dilakukan dengan segera sehingga tingkat produktifitasnya dalam bekerja tidak terganggu.

(56)

dimaksudkan agar memudahkan penelitian dalam menemukan responden. Alasan lain dalam pemilihan rentang usia ini adalah umur 18 tahun menurut World Health Organization (WHO, 2015) dianggap dewasa awal, sehingga diharapkan sudah dapat memberikan pendapat dengan bertanggungjawab, sedangkan umur 65 tahun adalah umur lanjut usia yang masih dapat berkomunikasi dengan baik. Dari penelitian ini dapat dilihat hasil responden yang kurang dari 33 tahun sebesar 47% dan lebih dari 33 tahun adalah 53%.

(57)

3. Pendidikan terakhir

Dari penelitian ini diperoleh hasil, responden yang memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) atau tidak dapat menyelesaikan pendidikan 9 tahun sebanyak 26,7%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 13,3%, Sekolah Menengah Atas 33% dan Universitas sebanyak 26,7%. Ekonomi didalam sebuah keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam tingkat pendidikan individu.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Mutiarini (2012) yang menemukan bahwa mayoritas responden yang menebus resep kembali di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budi Asih mayoritas berpendidikan menengah kebawah yaitu tingkat SMA kebawah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan, yakni 73% responden berpendidikan menengah kebawah.

(58)

4. Pekerjaan

Sesuai dengan data yang diperoleh dari BPS (2007) yang menyatakan bahwa angkatan kerja penduduk diatas 15 tahun berada pada sektor perdagangan, rumah tangga dan jasa akomodasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa pegawai swasta merupakan mata pencaharian yang paling didominasi oleh responden yaitu sebesar 56,7%. Warga yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 5 orang (16,7%), Pegawai Negri Swasta (PNS) sebanyak 3 responden atau 10%, Tani sebanyak 2 responden atau 6,7% dan mahasiswa sebanyak 3 responden atau sebesar 10%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), responden yang bekerja umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, sering berhubungan dengan dunia luar ataupun berinteraksi dengan rekan kerjanya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supardi, Sampurno dan Notosiswoyo (2002), yang menyatakan bahwa pekerjaan (bekerja atau tidak bekerja) berhubungan signifikan dengan perilaku pengobatan sendiri. Ibu yang bekerja mempunyai perilaku pengobatan sendiri yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.

(59)

B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan

Kuesioner yang diberikan kepada responden berisi 11 pertanyaan. Tabel III menjelaskan distribusi jawaban dari kuesioner yang mengukur tingkat pengetahuan responden.

Tabel III. Distribusi Jawaban Kuesioner Tingkat Pengetahuan Responden dengan N=30 Soal No.1 : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari

beberapa bahan obat berkhasiat 25 83,3

Soal No. 2 : Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat

21 70,0

Soal No. 3 : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan 13 43,3 Soal No. 4 : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul 27 90,0 Soal No. 5 : Obat racikan berbentuk serbuk dapat

digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak)

13 43,3

Soal No. 6 : Orang yang sulit menelan akan mudah menggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air

27 90,0

Soal No. 7 : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak

25 83,3

Soal No. 8 : Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus

22 73,3

Soal No. 9 : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya

30 100,0

Soal No. 10 : Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak

20 66,7

Soal No. 11 : Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer)

(60)

Setiap pertanyaan dalam kuisioner tersebut memiliki makna masing-masing yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Soal nomor satu : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan obat berkhasiat

Pertanyaan tersebut berisi tentang pengertian obat racikan dimana sebagian besar responden memahami isi dari pertanyaan tersebut. Hal ini sesuai dengan diperolehnya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 83,3% responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Sejumlah 83,3% responden telah memahami bahwa obat yang terdiri dari beberapa bahan obat berkhasiat yang dicampur menjadi satu merupakan pengertian dari obat racikan. Masih terdapat 16,7% responden lainnya yang belum mengetahui pengertian dari resep racikan dengan menjawab “tidak”

atau “tidak tahu”.

(61)

2. Soal nomor dua : Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat

Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh responden sebanyak 70%. Obat Racikan merupakan campuran beberapa bahan berkhasiat dengan dosis yang sudah ditentukan oleh dokter, yang berfungsi untuk dapat mengobati sakit yang diderita pasien. Sebanyak 30% responden lainnya menjawab tidak pada pertanyaan ini. Hal ini menunjukkan bahwa responden tersebut belum mengetahui bahwa obat racikan dibuat dengan cara mencampur beberapa bahan obat berkhasiat. Pengetahuan responden yang masih kurang akan obat racikan juga dapat menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini.

3. Soal nomor tiga : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan

(62)

ternyata obat racikan juga ada dan bisa berupa cairan. Responden mengetahui berbagai macam bentuk obat racikan sesuai dengan pengalamannya dalam mendapatkan obat racikan.

4. Soal nomor empat : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul

(63)

5. Soal nomor lima : Obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak)

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 56,7% responden yang tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Hanya 43,3% responden menjawab benar. Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi (pulvis) (Anief, 2006). Tingginya angka ketidaktahuan bahwa obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pengobatan luar ini menandakan bahwa masyarakat belum mengetahui dengan baik macam atau bentuk obat racikan.

Menurut resep dokter obat racikan dalam bentuk serbuk hanya digunakan untuk mengobati penyakit yang direkomendasikan oleh dokter tersebut, bukan untuk penyakit yang lain. Dalam praktiknya banyak masyarakat yang menganggap bahwa dalam racikan obat dapat juga untuk pengobatan luar seperti gatal dan luka sehingga tingkat pengetahuan mereka tentang pemakaian obat racikan serbuk masih rendah.

6. Soal nomor enam : Orang yang sulit menelan lebih mudah menggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air

(64)

Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI, 2015) biasanya pasien yang kesulitan dalam menelan obat bentuk tablet ini adalah geriatri dan pediatri. Pasien geriatri lemah atau sulit untuk menelan tablet, jika tertinggal di mulut, dapat menyebabkan ulserasi. Jika memungkinkan akan sangat membantu bila dapat berdiskusi dengan pasien untuk pemberian obat dalam bentuk cairan maupun puyer, demikian juga sama halnya dengan pasien pediatri yang belum mampu menelan tablet atau kapsul. Sebanyak 10% responden lainnya yang menjawab salah. Ada beberapa keuntungan bagi pasien maupun tenaga medis dalam penggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Ikawati (2010) : a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan anak secara lebih tepat. b) Biayanya bisa ditekan menjadi lebih murah.

c) Obat yang diserahkan kepada pasien hanya satu macam, walaupun mengandung banyak komponen.

7. Soal nomor tujuh : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak

(65)

yang diberikan berbagai macam tambahan perasa yang disukai anak-anak mislnya rasa buah. Menurut Lachman (1986 ) tidak mudah untuk menutupi rasa zat aktif obat yang sangat pahit terutama zat yang sangat larut dalam air. Untuk mengatasinya dapat dilakukan teknik penutupan rasa menggunakan pemanis. Penambahan pemanis dan pemberi rasa biasanya hanya untuk sediaan cair dan beberapa jenis tablet seperti tablet kunyah, hisap, bukal, sublingual, effervesenct dan tablet lain yang dimaksudkan untuk hancur dan larut dimulut. Penutup rasa tidak enak ini adalah zat yang tidak mempengaruhi khasiat, stabilitas dan penampilan sediaan. Flavor dan pemanis biasanya diformulasi untuk sediaan yang ditujukan kepada pediatric.

Sebanyak 16,7% responden tidak mengetahui bahwa obat racikan ini dapat ditambah dengan berbagai zat tambahan sebagai perasa untuk menutupi bau dan rasa yang tidak enak. Salah satu permasalah tentang kesehatan yang paling sering dialami antara orangtua dan anak adalah minum obat. Balita yang sering memuntahkan kembali obatnya karena rasa yang tidak enak.

8. Soal nomor delapan : Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus

(66)

dan dibungkus menggunakan kertas perkamen, biasanya ditujukan untuk pemakaian oral. Penggunaan pulveres lebih banyak diberikan kepada pasien anak-anak yang masih belum mampu menelan obat dalam bentuk kapsul atau tablet secara baik, maka puyer menjadi salah satu pilihan alternatif yang dianggap lebih efisien bila di berikan kepada pasien anak.

Berbagai masalah tentang penyediaan obat telah banyak dipublikasikan, terutama sediaan pulveres. Sediaan pulveres sebagai alternatif obat untuk anak telah menjadi perhatian khusus di pelayanan kesehatan. Pulveres memang memiliki beberapa keuntungan dari sediaan lainnya, antara lain; dosis mudah disesuaikan dengan berat badan anak secara tepat, obat dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan pasien, praktis, dan cara pemberian yang mudah khususnya untuk anak yang masih kecil yang belum dapat menelan tablet (Wiedyaningsih, 2013).

9. Soal nomor sembilan : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya

Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh seluruh responden, yakni sebanyak 100%. Penyimpanan obat akan mempengaruhi stabilitas dan efektifitas dari kandungan obat.

(67)

yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan yang tertera pada kemasan, keempat : jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat, kelima : jangan simpan obat yang telah kadaluarsa.

Penyimpanan khusus, pertama : untuk tablet dan kapsul, jangan menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab, kedua : untuk sediaan obat cair atau jangan disimpan dalam lemari pendingin (freezer) agar tidak beku kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat tersebut (BINFAR, 2008).

Dari angka yang ditunjukkan maka dapat diartikan bahwa seluruh responden pada penelitian ini sudah memahami cara penyimpanan obat dengan benar.

10.Soal nomor sepuluh : Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak; dan nomor 11 : Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer).

Sebagian besar responden memberikan jawaban yang benar untuk pernyataan “obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan

tersebut sudah rusak” dengan persentase sebesar 66,7%. Pernyataan untuk

“obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya

(68)

Sebanyak 33,3% dan 26,7% responden menjawab salah tentang kondisi obat racikan yang sudah rusak. Dari angka persentase tersebut dapat diartikan bahwa responden yang menjawab salah pada pertanyaan nomor 10 dan 11 ini belum mengetahui cara atau ciri-ciri obat racikan yang dikatakan sudah rusak akibat menyimpan obat yang tidak benar. Pengetahuan yang masih kurang akan perubahan bau, bentuk dan warna ini dapat membahayakan pasien jika tetap dikonsumsi.

Menurut BINFAR (2008) pengantar zat berkhasiat yang terdapat dalam sediaan obat, selalu mempunyai masa aktif untuk tujuan pengobatan tertentu. Biasanya tertulis pada kemasan atau lembar informasi. Sediaan cair lebih jelas dilihat apabila kadaluarsa, yaitu terjadi perubahan bentuk cairan, perubahan warna, timbul bau atau timbul gas akibat reaksi antar zat didalam obat tersebut. Sementara untuk sediaan obat dalam bentuk padat apabila sudah mencapai masa kadaluarsa, biasanya terjadi perubahan fisik. Kerusakan obat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti udara yang lembab, sinar matahari, suhu, goncangan fisik.

Pada Gambar 5 terdapat diagram distribusi tingkat pengetahuan responden. Kemudian dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan kriteria dari setiap kategori tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut (Khomsan, 2000) :

(69)

Hasil dari penelitian ini diperoleh 46 % responden yang tergolong dalam kategori baik. Berarti 46 % responden tersebut memiliki pengetahuan yang baik tentang obat racikan dengan diwakili dari 11 pertanyaan diatas. Kategori sedang tentang pengetahuan obat racikan sebanyak 37% responden dan 17% responden termasuk dalam kategori buruk. Hasil diatas menyatakan bahwa tingkat pengetahuan tentang resep racikan pada responden memiliki pengetahuan baik yang diwakili oleh 11 pertanyaan di atas.

Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Responden dengan N= 30

(70)

“bentuk obat racikan dapat berupa cairan” dan nomor lima tentang pengetahuan

obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar.

Tingkat pengetahuan yang tinggi ini didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa responden, misalnya seperti hasil wawancara dengan Ibu berinisial AK yang menyatakan dalam Bahasa Jawa :

mesthine nggih wonten obate sing dicampur-campur niku tha soale kan diparingi kapsul niku wonten sing warnane pethak kalih biru napa napa niku tha” yang

artinya “mestinya ya ada beberapa obat yang dicampur-campur disitu soalnya kan dimasukkan dalam kapsul disitu ada yang warnanya putih dan biru dan

warna-warna lainnya begitu”.

Begitu juga dengan jawaban Ibu berinisial LI yang menyatakan bahwa :

Hmmmm, resep racikan... biasanya ini ya kalo... biasanya khusus anak-anak ya, ya biasanya dicampur-campur gitu, heeh, jadi biasanya dicampur ya jadi nanti

ada anti alergi dicampur apa dicampur apa. Biasanya kayak gitu”.

Walaupun secara definitif belum benar, namun responden telah memahami apa yang dimaksud dengan obat racikan. Ada juga responden yang dapat mendefinisikan dengan benar seperti jawaban responden berinisial PE dengan pertanyaan pengetahuan tentang pengertian obat racikan, responden berinisial PE menyampaikan,

Resep yang terdiri dari beberapa itu ya? macam-macam obat yang diramu jadi satu lalu dimasukkan kapsul“.

Dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh responden dapat dinyatakan bahwa responden sebagian besar sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan obat racikan. Pendapat yang disampaikan mengenai definisi obat racikan ini sesuai dengan pengalaman responden dalam mendapatkan obat racikan.

(71)

dari bentuk dan warna obatnya (warna kemasan kapsul) seperti pernyataan yang diungkapkan AK. Hasil wawancara dengan responden berinisial TL yang menyebut bahwa obat racikan adalah obat yang berbentuk bubuk atau serbuk. Untuk membantu mejabarkan apa yang dimaksud dengan bubuk atau serbuk oleh responden, maka dibantu dengan memberikan gambaran kepada responden demikian “beberapa obat berkhasiat yang dicampur jadi satu?” setelah diberikan gambaran dan penjelasan demikian barulah responden memahami apa yang dimaksud dengan obat racikan.

Beberapa responden tidak tahu sama sekali apa yang disebut dengan obat racikan, misalnya hasil wawancara dengan responden berinisial SR, responden berinisial SP dan responden berinisial IF yang menyatakan bahwa mereka tidak tahu sama sekali apa itu obat racikan. Motivasi mereka datang ke instalasi farmasi adalah untuk mendapatkan obat seperti yang diresepkan oleh dokter, sehingga tidak peduli apakah obat tersebut merupakan obat racikan atau obat jadi yang berasal dari pabrik. Harapan mereka adalah obat ini dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya, sehingga mereka tidak pernah memperhatikan apakah obat yang diberikan itu obat racikan atau bukan. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh responden berinisial AH menyatakan bahwa :

lupa e mbak, aku ya gimana ya? yawes gini tinggal taunya minum aja lah, ga tau

obate apa sing penting mari” yang artinya“saya lupa mbak, saya hanya tahu untuk minum obatnya saja, tapi tidak tahu obatnya apa, yang penting sembuh”.

Gambar

Tabel I.  Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α)  ................................
Gambar 1.  Tingkat Pengetahuan Responden dengan N=30 ...................
Tabel I. Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) (Sugiyono, 2006).
Tabel II. Frekuensi Karakteristik Sosiodemografi
+7

Referensi

Dokumen terkait