BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.5. Hasil Analisis Data
Pengujian terhadap hipotesis untuk menyatakan ada tidaknya hubungan antara lama penggunaan komputer dengan SMK dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS for Windows versi 17,0 yang menganalisis secara bersama-sama variabel independen dan variabel dependen. Data yang telah dikumpulkan dari hasil pengisian kuesioner oleh 82 responden dianalisis dengan uji hipotesis Korelasi Pearson, ANOVA, dan Chi Square.
1. Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala Sindroma
Mata Kering
Sesuai dengan data yang ada, menurut Sastroasmoro (2008), uji hipotesis di mana variabel independen dan dependen yang keduanya berupa jenis data numerik digunakan uji korelasi. Pertama-tama, dilakukan uji normalitas dengan uji Kolgomorov Smirnov pada variabel dependen yaitu jumlah gejala untuk menentukan apakah data berdistribusi normal atau tidak. Bila data berdistribusi normal, uji korelasi yang akan digunakan adalah uji korelasi Pearson sedangkan bila data tidak berdistribusi normal, akan digunakan uji korelasi statistik non parametrik yaitu uji korelasi Spearman. Hasil uji Kolgomorov Smirnov
menghasilkan p value=0,086 yang berarti hipotesis nol gagal ditolak, artinya data dalam jumlah gejala dalam penelitian ini berdistribusi normal. Plot grafik pada lampiran juga menunjukkan data jumlah gejala berdistribusi normal secara linear. Oleh karena itu, untuk menentukan hubungan lama penggunaan komputer dengan jumlah gejala SMK akan digunakan uji Korelasi Pearson.
Analisis data diawali dengan membuat suatu diagram tebar (scatter plot) guna melihat bagaimana pola hubungan antara kedua variabel numerik tersebut. Data lama penggunaan komputer ditampilkan pada sumbu X (aksis), sementara data jumlah gejala disajikan pada sumbu Y (ordinat), sedemikian sehingga semua data yang terkumpul dapat ditampilkan melalui diagram tebar. Diagram tebar disajikan dalam lampiran karya tulis ilmiah ini.
Seluruh diagram menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara variabel independen (lama penggunaan komputer secara terus-menerus dalam satu hari, lama penggunaan komputer dalam satu hari, riwayat lama penggunaan komputer, dan indeks penggunaan komputer) dengan variabel dependen (jumlah gejala SMK). Dengan demikian data tersebut memungkinkan untuk dapat dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan uji Korelasi Pearson guna mengetahui kekuatan hubungan diantara kedua variabel tersebut. Penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one-tailed) dengan tingkat kepercayaan 95%, yang berarti jika didapati nilai p < 0,05, berarti hipotesis nol penelitian ditolak.
a. Hubungan lama penggunaan komputer secara terus-menerus dan jumlah
gejala Sindroma Mata Kering dengan uji korelasi Pearson
Nilai p uji korelasi Pearson dalam penelitian ini mengenai hubungan lama penggunaan komputer secara terus-menerus dan jumlah gejala didapatkan p=0,000 atau dituliskan sebagai p<0,001 dengan maksud agar dapat mengestimasi secara lebih akurat nilai desimal p yang sebenarnya. Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menyebabkan hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lama penggunaan komputer secara terus- menerus dengan pertambahan jumlah gejala SMK (p<0,05). Untuk menentukan kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut, dilakukan interpretasi dari nilai koefisien korelasi Pearson penelitian ini yaitu r=0,742. Dengan kata lain,
besarnya kekuatan hubungan antara lama penggunaan komputer terus-menerus dengan pertambahan jumlah gejala SMK dalam penelitian ini adalah kuat (Arlinda, 2007). Pada regresi linear didapatkan persamaan prediksi rumus: y=0,999+0,823x, dengan y adalah jumlah gejala SMK dan x adalah lama penggunaan komputer secara terus-menerus.
Tabel 5.10. Hasil Hubungan Uji Korelasi Pearson Mengenai Lama Penggunaan Komputer secara Terus-Menerus dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
Lama Penggunaan Komputer Rata-rata (Mean) p value Korelasi
Pearson (r)
Lama Penggunaan Komputer Secara Terus-menerus
3,78 SD 1,792
0,000** 0,742
Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
4,11 SD 1,988
*
bermakna secara statistik (p<0,05)
**
bermakna secara statistik (p<0,001)
b. Hubungan lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari dan
jumlah gejala Sindroma Mata Kering dengan uji korelasi Pearson
Nilai p uji korelasi Pearson dalam penelitian ini mengenai hubungan lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari dan jumlah gejala didapatkan p=0,000 atau dituliskan sebagai p<0,001 dengan maksud agar dapat mengestimasi secara lebih akurat nilai desimal p yang sebenarnya. Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menyebabkan hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lama penggunaan komputer dalam satu hari dengan pertambahan jumlah gejala SMK (p<0,05). Untuk menentukan kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut, dilakukan interpretasi dari nilai koefisien korelasi Pearson penelitian ini yaitu r=0,722. Dengan kata lain, besarnya kekuatan hubungan antara lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari dengan pertambahan jumlah gejala SMK dalam penelitian ini adalah kuat (Arlinda, 2007). Pada regresi linear didapatkan persamaan prediksi rumus: y=1,676+0,353x, dengan y adalah jumlah gejala SMK dan x adalah lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari.
Tabel 5.11. Hasil Uji Korelasi Pearson Mengenai Hubungan Lama Penggunaan Komputer Rata-rata dalam Satu Hari dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
Lama Penggunaan Komputer Rata-rata (Mean) p value Korelasi
Pearson (r)
Lama Penggunaan Komputer Rata-rata dalam Satu Hari
6,90 SD 4,069
0,000** 0,722
Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
4,11 SD 1,988
c. Hubungan riwayat lama penggunaan komputer dan jumlah gejala
Sindroma Mata Kering dengan uji korelasi Pearson
Nilai p uji korelasi Pearson dalam penelitian ini mengenai hubungan riwayat lama penggunaan komputer dan jumlah gejala didapatkan p=0,026. Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menyebabkan hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lama penggunaan komputer secara terus-menerus dengan pertambahan jumlah gejala SMK (p<0,05). Parameter riwayat penggunaan komputer menunjukkan korelasi yang rendah (r=0,252) dengan jumlah gejala SMK walau nilai p<0,05. Pada penelitian- penelitian sebelumnya, parameter ini juga jarang digunakan karena dianggap tidak berpengaruh. Pada regresi linear didapatkan persamaan: y=3,391+0,098x, dengan y adalah jumlah gejala SMK dan x adalah riwayat lama penggunaan komputer.
Tabel 5.12. Hasil Uji Korelasi Pearson Mengenai Hubungan Riwayat Lama Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
Lama Penggunaan Komputer Rata-rata (Mean) p value Korelasi
Pearson (r)
Riwayat Lama Penggunaan Komputer
7,34 SD 4,364
0,026 0,215
Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
4,11 SD 1,988
d. Hubungan indeks penggunaan komputer dan jumlah gejala Sindroma Mata
Kering dengan uji korelasi Pearson
Nilai p uji korelasi Pearson dalam penelitian ini mengenai hubungan indeks penggunaan komputer dan jumlah gejala didapatkan p=0,000 atau
dituliskan sebagai p<0,001 dengan maksud agar dapat mengestimasi secara lebih akurat nilai desimal p yang sebenarnya. Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menyebabkan hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara indeks penggunaan komputer secara terus-menerus dengan pertambahan jumlah gejala SMK (p<0,05). Besar hubungan dengan r=0,514 menurut Arlinda (2007) adalah memiliki kekuatan yang sedang. Pada regresi linear didapatkan persamaan: y=2,346+0,341x, dengan y adalah jumlah gejala SMK dan x adalah indeks penggunaan komputer.
Tabel 5.13. Hasil Uji Korelasi Pearson Mengenai Indeks Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering dengan Uji Korelasi Pearson
Lama Penggunaan Komputer Rata-rata (Mean) p value Korelasi
Pearson (r)
Indeks Penggunaan Komputer 5,17
SD 2,993
0,000** 0,514
Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
4,11 SD 1,988
Hubungan antara IPK terkategori dengan jumlah gejala dianalisis dengan uji hipotesis ANOVA karena variabel independen berupa data ordinal dan variabel dependen berupa data numerik yang kontinu. Syarat uji ANOVA adalah data harus berdistribusi normal dan varians harus sama. Bila kedua hal tersebut tidak dipenuhi, uji hipotesis harus menggunakan uji statistik non parametrik yaitu Kruskal Wallis. Uji normalitas menunjukk an p>0,05 yang berarti data berdistribusi normal. Uji homogenitas varians menghasilkan p=0,116 yang berarti data bervarians sama. Setelah itu, dilakukan uji ANOVA. Pada tabel ditunjukkan uji ANOVA menghasilkan p<0,001 dan besar nilai Fhitung adalah 8,539 di mana nilai ini lebih besar dari nilai Ftabel. Keduanya menghasilkan simpulan bahwa Ho ditolak artinya ada perbedaan antara jumlah gejala pada IPK kategori ringan, sedang, dan berat.
Tabel 5.14. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Interpretasi Indeks Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
IPK Jumlah Gejala
(Mean) Standar Deviasi Nilai F p value
Ringan 3,45 1,894 8,539 0,000**
Sedang 4,87 1,392
Berat 5,60 2,319
Uji ANOVA yang menunjukkan adanya perbedaan antara variabel independen yang diuji selanjutnya akan dianalisis dengan uji Post Hoc ANOVA untuk menentukan antar kelompok variabel independen mana perbedaan didapatkan secara bermakna. Pada uji Post Hoc ANOVA dengan tes Tukey, didapatkan bahwa perbedaan antara pertambahan gejala pada IPK kategori ringan sampai sedang menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,008). Akan tetapi, pertambahan gejala pada IPK kategori sedang sampai berat tidak menujukkan perbedaan yang bermakna (p =0,544).
Tabel 5.15. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Interpretasi Indeks Penggunaan Komputer dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
Interpretasi Indeksi Penggunaan Komputer Jumlah gejala
Ringan Sedang p=0,008
Sedang Berat p=0,544
e. Perbedaan jam lama penggunaan komputer yang paling bermakna terhadap pertambahan jumlah gejala Sindroma Mata Kering
Pada analisis lama penggunaan komputer dengan jumlah gejala SMK, didapatkan bahwa korelasi hubungan paling kuat ditunjukkan oleh lama penggunaan komputer secara terus-menerus. Untuk menentukan perbedaan jam penggunaan komputer secara terus-menerus yang paling bermakna terhadap pertambahan jumlah gejala Sindroma Mata Kering, akan dilakukan uji ANOVA. Hasil uji ANOVA disajikan pada tabel 5.16.
Tabel 5.16. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Setiap Jam Lama Penggunaan Komputer Secara Terus-menerus
Lama Penggunaan Komputer
Secara Terus-Menerus Jumlah Gejala Nilai F p value
1 jam 1,91 (SD 1,044) 18,360 0,000** 2 jam 2,64 (SD 1,151) 3 jam 3,15 (SD 1,345) 4 jam 4,50 (SD 1,225) 5 jam 5,14 (SD 1,521) 6 jam 6,36 (SD 4,50) 7 jam 4,11 (SD 1,988)
Dari tabel 5.17. didapatkan ada perbedaan yang bermakna antar setiap jam penggunaan komputer secara terus-menerus. Selanjutnya, dilakukan uji post hoc ANOVA dengan tes Tukey untuk mengetahui perbedaan pada jam berapa yang dianggap bermakna secara statistik.
Tabel 5.17. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Lama Penggunaan Komputer Secara Terus-menerus dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
Waktu awal Sampai waktu Jumlah Gejala (p value)
1 jam 2 jam 0,808 3 jam 0,252 4 jam 0,004 5 jam 0,000 6 jam 0,000 7 jam 0,152 2 jam ke 3 jam 0,950 4 jam 0,071 5 jam 0,000 6 jam 0,000 7 jam 0,507 3 jam ke 4 jam 0,378 5 jam 0,001 6 jam 0,000 7 jam 0,827 4 jam ke 5 jam 0,940 6 jam 0,071 7 jam 1,000 5 jam ke 6 jam 0,108 7 jam 0,507 6 jam ke 7 jam 0,507
Pada hasil uji Tukey, ditunjukkan tidak ada fluktuasi yang bermakna pada pertambahan jam penggunaan komputer bila ditinjau dari 1 jam ke 2 jam, 2 jam
ke 3 jam, dan seterusnya. Hal ini berarti pertambahan gejala terjadi secara progresif bertahap. Pada penelitian ini pertambahan bermakna jumlah gejala dibanding jam pertama penggunaan komputer adalah setelah 4 jam penggunaan komputer. Pada tabel 5.17. juga terlihat bahwa setelah penggunaan komputer 4 jam, tidak lagi terjadi pertambahan gejala yang cukup signifikan pada 4 jam ke 5 jam, 4 jam ke 6 jam, 4 jam ke 7 jam, 5 jam ke 6 jam, 5 jam ke 7 jam, dan 6 jam ke 7 jam. Oleh karena itu, butuh istirahat segera untuk mengatasi hal ini pada jam- jam awal penggunaan komputer karena di sana adalah titik tolak terjadinya SMK. Dengan berpatokan pada jam pertama penggunaan komputer, penulis menyarankan agar dilakukan istirahat pada penggunaan komputer terus-menerus setelah 4 jam.
Penentuan perbedaan jam penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari yang paling bermakna terhadap pertambahan jumlah gejala Sindroma Mata Kering dilakukan dengan uji ANOVA. Hasil uji ANOVA disajikan pada tabel 5.16. Sampel 14, 15, 16, dan 18 jam sementara tidak diikutkan dalam uji ANOVA karena hanya terdiri dari satu sampel. Dari tabel 5.18. didapatkan ada perbedaan yang bermakna antar setiap jam penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari. Selanjutnya, dilakukan uji Post Hoc ANOVA dengan tes Tukey untuk mengetahui perbedaan pada jam berapa yang dianggap bermakna secara statistik.
Tabel 5.18. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Setiap Jam Lama Penggunaan Komputer Rata-rata dalam Satu Hari
Lama Penggunaan Komputer Secara
Terus-Menerus
Jumlah Gejala Nilai F p value
1 jam 2,00 (SD 1,225) 8,111 0,000** 2 jam 2,75 (SD 0,957) 3 jam 2,31 (SD 1,182) 4 jam 2,83 (SD 1,472) 5 jam 3,42 (SD 1,240) 6 jam 5,00 (SD 2,000) 7 jam 4,33 (SD 1,211) 8 jam 5,00 (SD 0,707) 10 jam 5,11 (SD 2,205) 11 jam 6,67 (SD 1,528) 12 jam 5,83 (SD 1,193) 14 jam 7,00 (SD 0,000) 15 jam 4,00 (SD (0,000) 16 jam 8,00 (SD (0,000) 18 jam 7,00 (SD 0,000)
Pada hasil uji Tukey, juga ditunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna bermakna pada pertambahan jam penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari bila ditinjau dari 1 jam ke 2 jam, 2 jam ke 3 jam, dan seterusnya. Hal ini makin menunjukkan pertambahan gejala terjadi secara progresif bertahap. Pada penelitian ini pertambahan bermakna jumlah gejala terjadi pada penggunaan komputer di atas 8 jam dengan berpatokan pada jam pertama penggunaan komputer. Dengan demikian, penulis menyarankan batas waktu penggunaan komputer adalah 8 jam sehari.
Tabel 5.19. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Lama Penggunaan Komputer Rata-rata Dalam Satu Hari dengan Jumlah Gejala Sindroma Mata Kering
Waktu awal Sampai waktu Jumlah Gejala (p value)
1 jam 2 jam 0,999 3 jam 1,000 4 jam 0,996 5 jam 0,707 6 jam 0,129 7 jam 0,193 8 jam 0,041 10 jam 0,007 11 jam 0,001 12 jam 0,999 2 jam ke 3 jam 1,000 4 jam 1,000 5 jam 0,999 6 jam 0,570 7 jam 0,797 8 jam 0,376 10 jam 0,172 11 jam 0,018 12 jam 0,012 3 jam ke 4 jam 0,999 5 jam 0,656 6 jam 0,110 7 jam 0,130 8 jam 0,019 10 jam 0,001 11 jam 0,000 12 jam 0,000 4 jam ke 5 jam 0,999 6 jam 0,512 7 jam 0,736 8 jam 0,285 10 jam 0,090 11 jam 0,010 12 jam 0,003 5 jam ke 6 jam 0,797 7 jam 0,963 8 jam 0,556 10 jam 0,196 11 jam 0,023 12 jam 0,003 6 jam ke 7 jam 1,000 8 jam 1,000 10 jam 1,000 11 jam 0,926 12 jam 0,997 7 jam ke 8 jam 0,999 10 jam 0,992 11 jam 0,401 12 jam 0,544 8 jam ke 10 jam 1,000 11 jam 0,859 12 jam 0,988 10 jam ke 11 jam 0,842 12 jam 0,983 11 jam ke 12 jam 0,997
2. Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Derajat Keparahan SMK yang ditunjukkan Nilai Visual Analgue Scale
Uji hipotesis yang sama digunakan untuk menilai hubungan ini. Pertama- tama, dilakukan uji normalitas dengan uji Kolgomorov Smirnov pada variabel dependen yaitu jumlah gejala untuk menentukan apakah data berdistribusi normal atau tidak. Bila data berdistribusi normal, uji korelasi yang akan digunakan adalah uji korelasi Pearson sedangkan bila data tidak berdistribusi normal, akan digunakan uji korelasi statistik non parametrik yaitu uji korelasi Spearman. Hasil uji Kolgomorov Smirnov menghasilkan p = 0,200 yang berarti hipotesis nol gagal ditolak, artinya data dalam jumlah gejala dalam penelitian ini berdistribusi normal. Plot gambar pada lampiran juga menunjukkan data jumlah gejala berdistribusi normal secara linear. Oleh karena itu, untuk menentukan hubungan lama penggunaan komputer dengan nilai VAS SMK akan digunakan uji Korelasi Pearson.
Analisis data diawali dengan membuat suatu diagram tebar (scatter plot) guna melihat bagaimana pola hubungan antara kedua variabel numerik tersebut. Data lama penggunaan komputer ditampilkan pada sumbu X (aksis), sementara data jumlah gejala disajikan pada sumbu Y (ordinat), sedemikian sehingga semua data yang terkumpul dapat ditampilkan melalui diagram tebar. Diagram tebar disajikan dalam lampiran karya tulis ilmiah ini.
Seluruh diagram menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara variabel independen (lama penggunaan komputer secara terus-menerus dalam satu hari, lama penggunaan komputer dalam satu hari, riwayat lama penggunaan komputer, dan indeks penggunaan komputer) dengan variabel dependen (nilai VAS SMK). Dengan demikian data tersebut memungkinkan untuk dapat dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan uji Korelasi Pearson guna mengetahui kekuatan hubungan diantara kedua variabel tersebut. Penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one-tailed) dengan tingkat kepercayaan 95%, yang berarti jika didapati nilai p < 0,05, berarti hipotesis nol penelitian ditolak.
Tabel 5.20. Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Nilai Visual Analogue Scale Sindroma Mata Kering dengan Uji Korelasi Pearson
Lama Penggunaan Komputer VAS (r) p value
Lama Penggunaan Komputer Secara Terus- menerus
0,754 0,000**
Lama Penggunaan Komputer Rata-rata dalam Satu Hari
0,754 0,000**
Riwayat Lama Penggunaan Komputer 0,208 0,030
Indeks Penggunaan Komputer 0,549 0,000**
a. Uji Korelasi Pearson lama penggunaan komputer secara terus-menerus dan
nilai VAS Sindroma Mata Kering
Nilai p uji korelasi Pearson dalam penelitian ini mengenai hubungan lama penggunaan komputer secara terus-menerus dan nilai VAS didapatkan p=0,000 atau dituliskan sebagai p<0,001 dengan maksud agar dapat mengestimasi secara lebih akurat nilai desimal p yang sebenarnya. Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menyebabkan hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lama penggunaan komputer secara terus- menerus dengan pertambahan derajat keparahan SMK (p<0,05). Untuk menentukan kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut, dilakukan interpretasi dari nilai koefisien korelasi Pearson penelitian ini yaitu r=0,754. Dengan kata lain, besarnya kekuatan hubungan antara lama penggunaan komputer terus-menerus dengan pertambahan derajat keparahan SMK dalam penelitian ini adalah kuat (Arlinda, 2007). Pada regresi linear didapatkan persamaan: y=8,272+9,583x, dengan y adalah nilai VAS SMK dan x adalah lama penggunaan komputer secara terus-menerus.
b. Uji Korelasi Pearson lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari
dan nilai VAS Sindroma Mata Kering
Nilai p uji korelasi Pearson dalam penelitian ini mengenai hubungan lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari dan nilai VAS didapatkan p=0,000 atau dituliskan sebagai p<0,001 dengan maksud agar dapat mengestimasi secara lebih akurat nilai desimal p yang sebenarnya. Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menyebabkan hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lama penggunaan komputer rata-rata
dalam satu hari dengan pertambahan derajat keparahan SMK (p<0,05). Untuk menentukan kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut, dilakukan interpretasi dari nilai koefisien korelasi Pearson penelitian ini yaitu r=0,754. Dengan kata lain, besarnya kekuatan hubungan antara lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari dengan pertambahan derajat keparahan SMK dalam penelitian ini adalah kuat (Arlinda, 2007). Pada regresi linear didapatkan persamaan: y=15,371+4,220x, dengan y adalah nilai VAS SMK dan x adalah lama penggunaan komputer rata-rata dalam satu hari.
c. Uji Korelasi Pearson riwayat lama penggunaan komputer dan nilai VAS
Nilai p uji korelasi Pearson dalam penelitian ini mengenai hubungan riwayat lama penggunaan komputer dan nilai VAS didapatkan p=0,03. Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menyebabkan hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara riwayat lama penggunaan komputer dengan pertambahan derajat keparahan SMK (p<0,05). Parameter riwayat penggunaan komputer menunjukkan korelasi yang rendah (r=0,208) dengan derajat keparahan SMK walau nilai p<0,05. Pada penelitian- penelitian sebelumnya, parameter ini juga jarang digunakan karena dianggap tidak berpengaruh. Pada regresi linear didapatkan persamaan: y=36,537+1,805x. dengan y adalah nilai VAS SMK dan x adalah riwayat lama penggunaan komputer.
d. Uji Korelasi Pearson Indeks Penggunaan Komputer dan Nilai VAS
Hasil uji Korelasi Pearson IPK dengan nilai VAS menunjukkan p<0,001 sehingga Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara IPK dengan nilai VAS. Nilai r didapatkan 0,549 yang menunjukkan hubungan korelasi keduanya berkekuatan sedang. Pada regresi linear didapatkan persamaan: y=22,908 +4,176x, dengan y adalah nilai VAS SMK dan x adalah indeks penggunaan komputer.
Hubungan antara IPK terkategori dengan nilai VAS dianalisis dengan uji ANOVA karena variabel independen berupa data ordinal dan variabel dependen berupa data numerik yang kontinu. Syarat uji ANOVA adalah data harus berdistribusi normal dan varians harus sama. Bila kedua hal tersebut tidak
dipenuhi, uji hipotesis harus menggunakan uji statistik non parametrik yaitu Kruskal Wallis. Uji normalitas menunjukkan p>0,05 yang berarti data berdistribusi normal. Uji homogenitas varians menghasilkan p=0,417 yang berarti data bervarians sama. Setelah itu, dilakukan uji ANOVA. Pada tabel ditunjukkan uji ANOVA menghasilkan p < 0,001 dan besar nilai Fhitung adalah 9,073 di mana nilai ini lebih besar dari nilai Ftabel. Keduanya menghasilkan simpulan bahwa Ho ditolak artinya ada perbedaan antara nilai VAS pada IPK kategori ringan, sedang, dan berat.
Tabel 5.21. Hubungan Interpretasi Indeks Penggunaan Komputer dengan Nilai VAS Sindroma Mata Kering dengan uji ANOVA
IPK VAS (Mean) Standar Deviasi Nilai F p value
Ringan 36,78 22,017 9,073 p < 0,000**
Sedang 53,22 17,725
Berat 62,30 20,950
Pada uji Post Hoc ANOVA dengan tes Tukey, didapatkan bahwa perbedaan antara nilai VAS pada IPK kategori ringan sampai sedang dan kategori sedang sampai berat keduanya menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna yaitu p=0,07 dan p=0,484.
Tabel 5.22. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Interpretasi Indeks Penggunaan Komputer dengan Nilai VAS Sindroma Mata Kering
Kategori IPK VAS
Ringan Sedang p=0,07
Sedang Berat p=0,484
e. Perbedaan jam lama penggunaan komputer yang paling bermakna terhadap pertambahan derajat keparahan Sindroma Mata Kering
Pada analisis lama penggunaan komputer dengan derajat keparahan SMK, didapatkan bahwa korelasi hubungan paling kuat ditunjukkan oleh lama penggunaan komputer secara terus-menerus dan lama penggunaan komputer rata- rata dalam satu hari. Untuk menentukan perbedaan jam penggunaan komputer secara terus-menerus dan rata-rata dalam satu hari yang paling bermakna terhadap
pertambahan jumlah gejala Sindroma Mata Kering, akan dilakukan uji ANOVA. Hasil uji ANOVA disajikan pada tabel 5.23.
Tabel 5.23. Hasil Uji ANOVA Mengenai Perbedaan Nilai VAS Setiap Jam Lama Penggunaan Komputer Secara Terus-menerus
Lama Penggunaan Komputer
Secara Terus-Menerus Nilai VAS (Mean) Nilai F p value
1 jam 17,91 (SD 15,274) 21,747 0,000** 2 jam 30,29 (SD 16,592) 3 jam 35,23 (SD 13,318) 4 jam 39,50 (SD 53,820) 5 jam 53,82 (SD 14,185) 6 jam 74,50 (SD 10,324) 7 jam 53,00 (SD 22,627)
Dari tabel 5.23. didapatkan ada perbedaan yang bermakna antar setiap jam penggunaan komputer secara terus-menerus. Selanjutnya, dilakukan uji post hoc ANOVA dengan tes Tukey untuk mengetahui perbedaan pada jam berapa yang dianggap bermakna secara statistik.
Tabel 5.24. Uji Tukey Post Hoc ANOVA Lama Penggunaan Komputer Secara Terus-menerus dengan Nilai VAS Sindroma Mata Kering
Waktu awal Sampai waktu Jumlah Gejala (p value)
1 jam 2 jam 0,340 3 jam 0,062 4 jam 0,059 5 jam 0,000 6 jam 0,000 7 jam 0,003 2 jam ke 3 jam 0,972 4 jam 0,842 5 jam 0,000 6 jam 0,000 7 jam 0,367 3 jam ke 4 jam 0,997 5 jam 0,007 6 jam 0,000 7 jam 0,663 4 jam ke 5 jam 0,326 6 jam 0,000 7 jam 0,909 5 jam ke 6 jam 0,001 7 jam 1,000 6 jam ke 7 jam 0,434
Pada hasil uji Tukey, ditunjukkan fluktuasi yang bermakna nilai VAS hanya