Bobot gabah/rumpun (hasil) 33.78 1.32 * 478.15 409.19 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Utama di Lahan Pasang Surut
Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman utama menunjukkan galur IPB106-7-47-Dj-1 dan IPB106-F-8-1 nyata berbeda dengan varietas Cimelati dan Hipa-5, tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Rokan. Walaupun di lapangan kedua galur ini lebih tinggi dibandingkan genotipe yang lain, namun lebih rendah dibandingkan tinggi tanaman saat di rumah kaca, yang mencapai 153.3 cm untuk galur IPB106-F-8-1. Sebelumnya dikhawatirkan bahwa genotipe dengan tinggi tanaman > 150 cm akan mengalami kerebahan saat ditanam di lapangan. Adanya Galur IPB106-F-8-1 dan IPB106-7-47-Dj-1, sangat sesuai ditanam di lahan pasang surut dan kerebahan tanaman tidak terjadi. Demikian halnya dengan tinggi tanaman ratun, galur IPB106-F-8-1 menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lainnya pada tinggi pemotongan 10 cm yaitu mencapai 100.9 cm (Tabel 10).
Jumlah anakan produktif tanaman utama yang ditanam di rumah kaca lebih banyak dibandingkan yang ditanam di lahan pasang surut. Di lapangan, jumlah anakan produktif tanaman utama semua genotipe berkisar antara 9.0 – 11.6 anakan dan tidak berbeda nyata antar genotipe. Terdapat beberapa varietas yang jumlah anakan produktif ratunnya lebih banyak dibandingkan tanaman utama yaitu varietas PTB Cimelati, hibrida Hipa-5 dan Rokan. Jumlah anakan produktif
TP (cm)
Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan produktif
Umur berbunga (hari)
Umur panen (hari)
Utama Ratun Utama Ratun Utama Ratun Utama Ratun
IPB106-7-47- DJ-1 10 103.6 ab 90.7 bcd 10.2 a 7.8 c 71.0 b 19.67 ab 101.0 c 62.00 a 20 107.7 a 90.9 bcd 10.0 a 8.2 c 71.0 b 20.00 ab 101.0 c 62.00 a 30 98.5 abcd 91.3 bcd 9.5 a 9.1 c 73.0 b 19.33 ab 101.0 c 62.00 a IPB106-F-8-1 10 108.5 a 100.9 a 10.9 a 8.1 c 74.0 b 21.67 a 99.0 d 62.00 a 20 107.7 a 96.6 ab 11.9 a 7 c 71.0 b 21.33 a 99.0 d 62.00 a 30 103.0 ab 95.3 abc 9.5 a 6.1 c 72.7 b 22.00 a 99.0 d 62.00 a CIMELATI 10 91.1 cde 74.5 gh 10.3 a 13.3 ab 81.0 a 20.00 ab 104.0 b 52.00 a 20 89.1 de 74.6 gh 9.0 a 12.5 b 82.0 a 20.00 ab 104.0 b 52.00 a 30 87.6 e 73.3 h 11.5 a 13.5 ab 81.3 a 19.00 ab 104.0 b 52.00 a HIPA-5 10 90.0 de 83.2 ef 11.3 a 13.9 ab 81.3 a 21.33 a 110.0 a 52.00 a 20 94.0 bcde 80.1 fg 11.6 a 15.1 ab 81.7 a 21.67 a 110.0 a 52.00 a 30 89.8 de 83.6 ef 9.4 a 16.3 a 81.7 a 21.67 a 110.0 a 52.00 a ROKAN 10 98.3 abcd 86.1 def 10.4 a 14 ab 82.0 a 19.67 ab 110.0 a 49.00 a 20 103.8 ab 80.1 fg 9.5 a 15.1 ab 80.0 a 18.67 ab 110.0 a 49.00 a 30 100.7 abc 90.0 cd 10.3 a 14.8 ab 82.7 a 17.33 b 110.0 a 49.00 a Ket : TP = tinggi pemotongan. Angka dalam kolom yang sama yang dikuti dengan huruf yang
ketiga varietas ini tidak berbeda nyata antar tinggi pemotongan, tetapi berbeda sangat nyata dengan jumlah anakan produktif galur PTB sawah IPB106-F-8-1 dan IPB106-7-47-Dj-1, pada semua tinggi pemotongan. Jumlah anakan produktif ratun galur PTB sawah IPB106-7-47-Dj-1 dan IPB106-F-8-1 lebih sedikit dibandingkan varietas PTB dan Hibrida. Jumlah anakan produktif ratun varietas hibrida Rokan, tidak berbeda antara di rumah kaca dan di lapangan, yaitu sebanyak 15 anakan (Tabel 10).
Pengaruh Tinggi Pemotongan terhadap Produksi Ratun
Panjang malai tanaman utama tidak berbeda nyata antar genotipe dan lebih panjang dibandingkan panjang malai ratun. Jumlah gabah total tanaman utama berkisar antara 126.1 – 205.1 butir/malai, dan tidak berbeda nyata antar genotipe Jumlah ini lebih kecil dibandingkan jumlah gabah total di rumah kaca. Terdapat tiga genotipe yang menghasilkan jumlah gabah total > 150 butir/malai, yaitu galur PTB sawah IPB106-7-47-Dj-1 dan IPB106-F-8-1 dan varietas hibrida Hipa-5. Pengamatan terhadap ratun menunjukkan bahwa tinggi pemotongan 10 cm dari pemukaan tanah meningkatkan jumlah gabah total galur IPB106-F-8-1 (Tabel 10).
Sama halnya dengan jumlah gabah total, jumlah gabah isi tanaman utama semua genotipe tidak berbeda nyata antar genotipe. Pada ratun, tinggi pemotongan 20 cm meningkatkan jumlah gabah isi varietas Hipa-5 dan Rokan serta berbeda nyata dengan tingi pemotongan dan genotipe lainnya. Tinggi pemotongan 30 cm pada varietas Rokan ternyata menurunkan jumlah gabah isi (Tabel 11).
Rata-rata jumlah gabah hampa tanaman utama yang ditanam di lahan pasang surut < 50%. Jumlah gabah hampa maksimum antara tanaman utama dan ratun hampir sama yaitu 42.1-46.0%. Pada ratun tinggi pemotongan 20 cm dari permukaan tanah nyata menurunkan jumlah gabah hampa semua genotipe yang diuji.
Bobot 1000 butir ratun semua genotipe lebih tinggi dibandingkan tanaman utama. Hal ini tidak terjadi pada penelitian sebelumnya di rumah kaca. Pengamatan secara visual di lapangan menunjukkan bahwa malai ratun tampak mulai berisi padat dan bernas setelah adanya genangan air akibat banjir dangkal yang terjadi lebih dari dua hari. Diduga adanya genangan mengoptimalkan
GENOTIPE TP
Panjang Malai (cm)
Gabah total/malai
(butir) Gabah isi / malai (butir)
%Gabah hampa / malai (butir)
Utama Ratun Utama Ratun Utama Ratun Utama Ratun
IPB106-7-47- DJ-1 10 26.8 a 20.4 abcd 168.3 ab 79.3 bc 144.7 a 57.9 bc 18.8 de 25.8 c 2 20 25.3 a 22.2 ab 180.1 ab 82.8 b 107.9 a 60.7 ab 24.7 bcde 30.5 bc 2 30 25 a 21.6 abc 148.0 ab 79.6 bc 98.1 a 51.8 bcd 27.5 bcde 25.8 c 2 IPB106-F-8-1 10 26.2 a 23.0 a 175.7 ab 108.0 a 139.6 a 75.7 a 17.9 e 26.5 c 1 20 25.3 a 21.2 abc 138.8 ab 78.5 bc 105.5 a 59.9 ab 22.1 cde 42.0 ab 1 30 25 a 20.0 bcd 132.7 ab 71.1 bc 96.4 a 49.7 bcde 33.5 ab 36.0 abc 1 CIMELATI 10 26.1 a 19.6 bcd 136.1 ab 64.2 bc 128.8 a 37.1 de 20.9 cde 33.6 abc 2 20 25.2 a 19.2 cd 146.4 ab 69.3 bc 104.2 a 45.7 bcde 28.6 bcde 46.5 a 2 30 24.8 a 19.6 bcd 138.8 ab 64.7 bc 91.6 a 34.6 de 29.4 bcd 36.9 abc 2 HIPA-5 10 25.4 a 20.1 bcd 205.1 a 73.6 bc 134.6 a 42.4 cde 34.3 ab 29.4 bc 2 20 25.2 a 19.9 bcd 143.8 ab 81.6 b 102.3 a 60.7 ab 40.7 a 33.1 abc 2 30 24.7 a 18.0 d 152.6 ab 53.3 c 88.4 a 34.2 de 36.1 ab 34.5 abc 2
ROKAN 10 25.3 a 18.3 d 126.7 b 65.8 bc 110.0 a 41.7 cde 29.9 abcd 23.7 c 2
20 25.1 a 19.9 bcd 148.1 ab 81.6 b 100.0 a 60.7 ab 30.8 abc 42.3 ab 2 30 24 a 18.1 d 142.2 ab 52.8 c 85.2 a 33.9 e 26.7 bcde 35.2 abc 2
K
et : TP = tinggi pemotongan. Angka dalam kolom yang sama yang dikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.penyerapan hara dan translokasi asimilat ke bagian pengisisan biji.Jumlah asimilat yang tersedia dan pupuk yang diberikan pada ratun mampu memenuhi kebutuhan ratun.
Produksi tanaman utama semua genotipe berkisar antara 3.4 - 5.2 t/ha. Varietas Rokan memberikan hasil tertinggi dengan rata-rata produksi gabah 4.8 t/ha. Hasil analisis menunjukkan produksi ratun galur IPB106-7-47-Dj-1 dan IPB106-F-8-1 berbeda nyata dengan varietas Rokan. Terdapat interaksi antara genotipe dan tinggi pemotongan yang berpengaruh terhadap hasil ratun.Pada penelitian ini galur PTB sawah IPB106-F-8-1 memberikan hasil ratun yang lebih baik ketika dipotong 10 cm di atas tanah, dengan hasil 2.1 t/ha. Sementara varietas hibrida Rokan memberikan hasilratun yang tinggi pada pemotongan 20 cm dari permukaan tanah, dengan hasil 3.0 t/ha. Pada tinggi pemotongan 20 cm dari permukaan tanah, diperoleh hasil ratun tertinggi yaitu 3.0 t/ha dan berbeda nyata dengan genotipe lainnya. Persen produksi ratun terhadap tanaman utama menunjukkan varietas Hipa-5 dengan tinggi pemotongan 20 cm memberikan hasil sebanyak 60.1%, Rokan sebanyak 57.2%, dan Cimelati 52.7% (Tabel 11).
Menurut Harrel et al. (2009), budidaya ratun dengan menggunakan varietas lokal telah berlangsung lama, dan tinggi pemotongan panen berkisar 40-50 cm di atas permukaan tanah. Ketika padi inbrida dan hibrida berkembang, maka tinggi pemotongan panen tanaman utama dikurangi hingga 20 – 25 cm, dan hasil ratun yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan tinggi pemotongan 40-50 cm. Pada lokasi lain tinggi pemotongan padi hibrida 16 - 20 cm, meningkatkan hasil gabah ratun varietas Cocodrie dari 440 kg/ha menjadi 1.42 kg/ha (Harrel et al. 2009). Hasil di atas juga sesuai dengan yang dikemukakan Jones (1993), yang menyatakan terdapat pengaruh tinggi pemotongan terhadap hasil gabah ratun. Tinggi pemotongan yang lebih tinggi atau sekitar dua ruas buku (20 cm) hingga mencapai 40 cm dari permukaan tanah, meningkatkan jumlah anakan ratun dan jumlah gabah isi, terutama jika pemotongan dilakukan lebih cepat atau ketika tingkat kematangan tanaman utama belum mencapai 95%. Pada kondisi demikian ratun tumbuh sangat cepat hingga mencapai rata-rata 1.5 cm per hari (Jichao dan Xiaohui 1996; Yazdpour et al. 2007). Tinggi pemotongan 20 cm dari permukaan tanah, mampu meningkatkan jumlah anakan ratun dan menekan jumlah gabah
hampa. Sebaliknya pemotongan yang lebih rendah mengakibatkan tunas atau anakan ratun banyak mengalami kematian. Anakan ratun yang dihasilkan lebih lemah, dan tunggul bekas panen mudah terinjak dan sering mengalami kebusukan karena terlalu dekat dengan air yang masih menggenangi (Calendacion et al. 1992). Dengan demikian tinggi pemotongan yang rendah atau hanya beberapa cm di atas permukaan tanah memberikan hasil ratun yang lebih rendah.
Varietas Intan di Karnataka-India, memberikan hasil maksimal pada tinggi pemotongan 50% dari tinggi tanaman utama atau 35 cm di ataspermukaan tanah, ketika tinggi pemotongan dikurangi sebanyak 5 cm maka jumlah gabah isi menjadi berkurang sebanyak 12-37%, dan umur ratun menjadi lebih panjang, yaitu dari 73 hari menjadi 86 hari (Begum et al. 2002).
Pengaruh Tinggi Pemotongan terhadap Pertumbuhan Tunas Ratun
Secara visual tunas ratun dari tinggi pemotongan 10 cm di atas tanah mulai muncul tunas pada hari kedua setelah panen, sedangkan pada tinggi pemotongan 20 cm dan 30 cm, ratun mulai muncul pada hari keempat. Daun ratun mulai membuka pada hari kelima dan hampir sama pada semua tinggi pemotongan (Gambar 4). Pada tinggi pemotongan 20 cm di atas tanah, tunas ratun mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dan seragam serta terlihat lebih vigor dibandingkan tinggi pemotongan 10 cm dan 30 cm (Gambar 5). Terjadi penambahan tinggi tanaman yang cepat dengan rata-rata 1.0-1.5 cm/hari, terutama untuk varietas hibrida Hipa-5 dan Rokan, yang diamati hingga hari ke-15 setelah panen tanaman utama. Pada pemotongan yang lebih tinggi yaitu 30 cm di atas tanah, tunas-tunas ratun yang muncul lebih lambat.Tunas yang keluar dari buku yang lebih rendah cenderung terlindungi oleh tunggul yang lebih tinggi. Pada pemotongan 10 cm dari permukaan tanah tunas yang keluar lebih lemah dan kecil.
Adanya respon tinggi pemotongan tanaman utama terhadap ratun menunjukkan adanya suplai karbohidrat ke daerah pertumbuhan, yang memacu keluarnya tunas ratun. Jichao dan Xiaohui (1996) menjelaskan pemotongan yang lebih tinggi dari permukaan tanah menunjukkan banyaknya jumlah cadangan karbohidrat tersedia dari tanaman utama yang dapat dimanfaatkan ratun. Pendapat ini berbeda dengan hasil pengamatan yang membuktikan bahwa pemotongan yang tinggi tidak selalu berkorelasi dengan keberhasilan ratun untuk
Gambar 4. Tunas ratun dan tinggi pemotongan 10 cm di atas permukaan tanah.
a. Tunas ratun yang keluar pada hari ke-2 setelah panen tanaman utama
b. Daun ratun telah membuka pada hari ke-5 setelah panen tanaman utama
Gambar 5. Ratun varietas Hipa-5 dari tinggi pemotongan 10 cm (a), 20 cm (b) dan 30 cm (c) (atas) dan pertumbuhan ratun pada 20 hari setelah panen tanaman utama dan tinggi pemotongan yang sama (bawah)
b a
c b
tumbuh. Tinggi pemotongan yang lebih tinggi, ternyata dapat menghambat pertumbuhan tunas ratun dan menekan jumlah ratun yang menghasilkan biji. Asimilat yang tersisa pada tunggul yang tinggi, diduga dimanfaatkan bagian tanaman yang tersisa dan sudah tidak produktif, atau tidak dimanfaatkan untuk pembentukan tunas dan biji ratun. Pada tinggi pemotongan yang ideal atau 15-20 cm tunas ratun tumbuh dengan baik, tunas ratun dan bulir pada malai yang terbentuk lebih baik dibandingkan pemotongan yang lebih tinggi. Nakano et al. (2009) jumlah anakan dan malai ratun akan meningkat secara efektif serta persentase tunas ratun yang mati berkurang pada tinggi pemotongan yang ideal yaitu 15-20 cm.
SIMPULAN
Tinggi pemotongan 10 cm di atas permukaan tanah sesuai untuk galur PTB IPB106-7-47-Dj-1 dan IPB106-F-8-1, dengan produksi ratun sebesar 1.5 t/ha untuk galur IPB106-7-47-Dj-1 dan 2.1 t/ha untuk galur IPB106-F-8-1 atau masing-masing 35.4% dan 45.8% terhadap tanaman utama. Tinggi pemotongan 20 cm dari permukaan tanah adalah tinggi pemotongan yang ideal untuk varietas PTB Cimelati, hibrida Hipa-5 dan Rokan. Produksi ratun masing-masing adalah : varietas hibrida Rokan dengan poduksi 3.0 t/ha (57.2% tanaman utaman), Hipa-5 2.8 t/ha (60.1% tanaman utama), Cimelati 2.2 t/ha (52.7% tanaman utama). Efektivitas tinggi pemotongan tidak hanya dipengaruhi oleh jarak dari tanah, tetapi juga oleh pertumbuhan morfologi tanaman seperti panjang ruas tanaman padi.
PERAN HARA N, P dan K PADA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN RATUN BEBERAPA GENOTIPE PADI
The Role of Nutrient N, P and K on The Growth and Development of Ratoon on Rice Genotypes
ABSTRAK
Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui peran hara dan pemupukan dalam meningkatkan hasil ratun, di lahan pasang surut. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dua faktor dan tiga ulangan. Faktor utama tiga tingkat pemberian pupuk terhadap ratun yaitu D1 = 45 kg N + 27 kg P2O5 per hektar, D2 = 45 kg N + 30 kg K2O per hektar dan D3 = 27 kg P2O5 + 30 kg K2O per hektar. Faktor kedua adalah lima genotipe padi terpilih dari hasil rangkaian penelitian sebelumnya, yaitu varietas PTB Cimelati, hibrida Hipa-5 dan Rokan, serta dua galur PTB sawah yaitu IPB106-7-47-Dj-1 dan IPB106-F-8-1. Pengamatan dilakukan terhadap karakter pertumbuhan dan produksi tanaman utama dan ratun serta terhadap akar ratun. Data dianalisis dengan uji F, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5% , diolah dengan SAS program. Hasil penelitian menunjukkan baik genotipe maupun dosis pemupukan berpengaruh terhadap hasil ratun. Terdapat tiga genotipe yang menghasilkan ratun tertinggi dengan pemupukan 45 kg/ha N + 27 kg/ha P2O5 (D1), yaitu galur IPB106-7-47- Dj-1 dan IPB106-F-8-1 serta varietas hibrida Rokan. Produksi masing-masing adalah 1.6 t/ha, 1.8 t/ha dan 2.9 t/ha. Varietas Cimelati dan Hipa-5 menghasilkan ratun tertinggi pada pemupukan 45 kg/ha N + 30 kg/ha K2O (D2), dengan hasil ratun masing-masing 2.8 t/ha dan 3.0 t/ha. Produksi semua genotipe berkisar antara 38.1-56.6% terhadap tanaman utama. Pemupukan tanpa N (D3) meningkatkan jumlah gabah total dan gabah isi varietas Cimelati dan Hipa-5, meningkatkan berat kering tajuk IPB106-F-8-1, Cimelati, Hipa-5 dan Rokan. Ini membuktikan pupuk N, P dan K berperan penting dalam meningkatkan komponen hasil dan hasil ratun.
Kata kunci : dosis pemupukan, hasil, ratun
ABSTRACT
The objective of the research was to determine the role of nutrient sand fertilizers to improve rice ratoon on tidal swamp land. The study was conducted using a factorial randomized block design and three replications. The first factor was three levels of fertilizer on ratoon i.e. D1 = 45 kg N+27 kg P2O5 per hectare,
D2 = 45 kg N+30 kg K2O per hectare and D3 = 27 kgP2O5+30 kg K2O per
hectare. The second factor was the five rice genotypes previously selected, i.e. Cimelati, Hipa-5 and Rokan varieties, and two lines of rice i.e. IPB106PTB-7-47- DJ-1 and IPB106-F-8-1. The growth and production characters of main crops and ratoon were observed. Data were analyzed with SAS program. The results showed both genotype and dose of fertilizer affected yield of ratoon. There were three genotypes producing the highest ratoon with fertilization 45 kg/ha N + 27 kg/ha P2O5 (D1), i.e. IPB106-7-47-DJ-1 and IPB106-F-8-1 lines and Rokan
yielded 45 kg/ha N + 30 kg/ha K2O (D2) 2.8 t/ha and 3.0 t/ha, respectively.
Production of all genotypes between 38.1-56.6% of the main crop. The total number of spikelet, filled spikelet and seed dry weight of Cimelati and Hipa-5 varieties were increased without N (D3). It was shown that N, P and K fertilizer had important role in increasing yield and yield component of ratoon.
PENDAHULUAN
Pupuk merupakan salah satu input penting bagi pertumbuhan dan hasil ratun padi. Beberapa studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ratun sangat tergantung pada komposisi dan tingkat dosis pupuk yang diberikan (Jason 2005). Pupuk yang diberikan pada tanaman utama, akan berdampak kepada ratun yang tumbuh berikutnya. Pupuk N merupakan unsur penyusun asam amino, asam nukleat, dan klorofil, yang dapat mempercepat pertumbuhan berupa pertambahan tinggi dan jumlah anakan produktif. Pupuk P berperan dalam memperkokoh tanaman, memacu terbentuknya bunga dan bulir pada malai, memperbaiki kualitas gabah dan meningkatkan akar-akar rambut. Pupuk K memacu pertumbuhan akar, memperbaiki kualitas bulir dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Dobermann dan Fairhurst 2000).
Salah satu pupuk yang diberikan pada tanaman utama dan sangat berpengaruh terhadap hasil ratun adalah N (Islam et al. 2008). N yang diberikan pada tanaman utama, secara nyata meningkatkan tinggi tanaman ratun IR36, meningkatkan jumlah rumpun IR42 dan meningkatkan hasil ratun kedua varietas tersebut (De Datta dan Bernasor 1988). Padi hibrida yang dipupuk dengan dosis 96-125 kg/ha N menghasilkan ratun 5.0-5.6 t/ha (Charoen 2003). Aplikasi N 140 kg/ha meningkatkan hasil sebesar 12.8-16.1% dan kualitas padi meningkat pada aplikasi N 100 kg/ha (Charoen 2003). Di Louisiana hasil ratun meningkat jika N diaplikasikan sebelum dan sesudah panen tanaman utama, dengan dosis 34.0 – 41.0 kg/ha saat 15 hari sebelum panen dan 13.6-20.4 kg/ha saat 15 hari setelah panen (Jason 2005).
Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa hanya N yang secara nyata berpengaruh terhadap penampilan dan hasil ratun (McCauley et al. 2006). Jumlah P dan K yang diberikan cukup pada tanaman utama, masih dapat dimanfaatkan oleh ratun. Di Taiwan, P dan K tidak berpengaruh terhadap hasil ratun, dan di Texas P dan K yang diaplikasikan pada ratun menjadi tidak penting jika tanaman utamanya menerima cukup jumlah unsur tersebut (Dobermann dan Fairhurst 2000; McCauley et al. 2003; Witt et al. 1999).
Sebaliknya Bahar dan De Datta (1977) menemukan bahwa kinerja ratun sangat dipengaruh oleh dosis P. Adapun Kavoosi et al. (2004) memperoleh hasil
gabah tertinggi pada ratun yang dipupuk K dengan dosis 100 kg/ha. Disimpulkan oleh Islam et al. (2008), bahwa respon tanaman ratun terhadap dosis pemupukan sama dengan tanaman utama, baik untuk hasil maupun komponen hasil. Hasil gabah maksimum tanaman utama dan ratun diperoleh pada tingkat dosis pupuk N= 150, P2O5 = 85, K2O = 90, S = 13 dan Zn = 4 kg/ha.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran hara dan pemupukan dalam meningkatkan hasil ratun di lahan pasang surut.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni – Desember 2008, di lahan pasang surut dengan tipe luapan air B, Desa Dadahup A-2, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah.
Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah lima genotipe yang sama dengan penelitian III yaitu : varietas semi PTB Cimelati, galur PTB sawah IPB106-F-8-1 dan IPB106-7-47-Dj-1, serta varietas hibrida Hipa-5 dan Rokan. Bahan lain yang digunakan adalah kapur dolomit, pupuk buatan (urea, SP-36 dan KCl), pestisida, dan pagar lembaran plastik.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama berupa tiga tingkat pemupukan, yaitu: D1 = 45 kg N + 27 kg P2O5 per hektar (100 kg urea + 75 kg SP36 + 0 kg KCl), D2 = 45 kg N + 30 kg K2O per hektar (100 kg urea + 0 kg SP36 + 50 kg KCl) dan D3 = 27 kg P2O5 + 30 kg K2O per hektar (0 kg urea + 75 kg SP36 + 50 kg KCl). Faktor kedua adalah lima genotipe yang terpilih dari percobaan pertama dan kedua, yaitu : Cimelati, IPB106-7-47-Dj-1, IPB106-F-8-1, Hipa-5 dan Rokan. Jumlah satuan percobaan adalah 45 satuan percobaan. Tanaman ditanam pada plot berukuran 4 x 5 m, dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Data dari semua peubah yang diamati baik untuk tanaman utama maupun ratun dianalisis
ragam dengan uji F, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Sebanyak lima genotipe padi disemai hingga berumur 15 hari. Pada saat bersamaan dilakukan pengolahan tanah secara sempurna dan dibuat plot-plot percobaan dengan ukuran 4 m x 5 m, sebanyak 45 plot dan jarak antar plot 0.5 m. Tanah dikapur dengan dosis 1 t/ha pada saat dua minggu sebelum tanam. Bibit ditanam sebanyak 1 bibit per lubang tanam, dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Pupuk diberikan dengan dosis 90 kg N, 45 kg P2O5 dan 60 kg K2O per hektar atau setara 200 kg urea, 150 kg SP36 dan 100 kg KCl per hektar, sesuai rekomendasi di lokasi setempat. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak 2 kali yaitu setengah dosis urea, seluruh dosis SP36 dan KCl diberikan sebagai pupuk dasar, dan diaplikasikan 1-2 hari sebelum tanam, sisa setengah dosis urea diberikan pada saat tanaman berumur 40 HST.
Untuk tanaman ratun, pemotongan tunggul setinggi 20 cm dari permukaan tanah dan dilakukan bersamaan dengan waktu panen. Pada hari ke-2 lahan digenangi air dengan ketinggian 2-5 cm. Perlakuan pupuk diberikan pada hari ke- 5 setelah panen tanaman utama dengan tiga tingkat dosis yang diujikan yaitu : D1 = 45 kg N + 27 kg P2O5 per hektar (100 kg urea + 75 kg SP36 + 0 kg KCl), D2 = 45 kg N + 30 kg K2O per hektar (100 kg urea + 0 kg SP36 + 50 kg KCl) dan D3 = 27 kg P2O5 + 30 kg K2O per hektar (0 kg urea + 75 kg SP36 + 50 kg KCl).
Pengamatan terhadap tanaman utama dan ratun meliputi karakter pertumbuhan dan karakter produksi. Peubah pengamatan mengacu kepada petunjuk pada SES (1996), sebagai berikut : tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai terpanjang (cm); diamati saat stadia masak susu atau menjelang panen. Jumlah anakan, diamati saat stadia bunting. Umur berbunga, diamati jumlah hari saat tanaman berbunga 50%. Jumlah gabah per malai, dihitung total banyaknya gabah dalam satu malai, baik hampa maupun bernas. Jumlah gabah isi per malai, dihitung dari jumlah gabah yang bernas dalam satu malai. Jumlah gabah hampa per malai, dihitung jumlah gabah kosong dalam satu malai. Bobot 1000 biji, diamati dengan menimbang 1000 butir gabah pebernas yang berkadar air 13–14%. Semua peubah tersebut diamati pada lima
rumpun tanaman per plot, yang diambil secara diagonal. Selain itu dilakukan juga pengamatan terhadap akar tanaman ratun, yang meliputi panjang akar dan jumlah akar, yang dilakukan pada periode generatif awal ratun (sekitar 15 hari setelah panen tanaman utama), dan saat panen ratun, dengan mengambil dua tanaman per plot. Bobot produksi per plot, diamati dengan menimbang total gabah isi dalam satu plot, berkadar air 14%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan terhadap karakter pertumbuhan tanaman utama menunjukkan penampilan kelima genotipe hampir sama dengan penampilan pada pengujian tinggi pemotongan. Tinggi tanaman utama tergolong sedang yaitu berkisar antara 91.8-115.0 cm. Jumlah anakan produktif berkisar 8.7-12.1 anakan, panjang malai 22.4-27.2 cm, dan umur panen 101-118 hari. Semuanya menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan hasil pengujian di rumah kaca.
Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat perbedaaan yang nyata antara genotipe dan tingkat dosis pemupukan terhadap karakter pertumbuhan, komponen hasil dan hasil ratun, dan terdapat interaksi antara keduanya. Tinggi tanaman utama galur IPB106-7-47-Dj-1 dan IPB106-F-8-1 berbeda nyata dengan tiga varietas lainnya, yaitu Cimelati, Hipa-5 dan Rokan. Tinggi tanaman ratun pemberian N sebanyak 45 kg/ha yang dikombinasikan dengan 27 kg/ha P2O5 maupun yang dikombinasikan dengan 30 kg/ha K2O (perlakuan D1 dan D2) pada